• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PRODUKSI PERTANIAN

DAFTAR PUSTAKA

IV. ANALISIS BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PRODUKSI PERTANIAN

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Agroekosistem secara teoritis dapat dipahami melalui pembelajaran materi agroekoistem yang menjadi bagian dari materi perkuliahan agroekologi. Selain dalam pembelajaran secara teoritis, ditunjang pula dengan observasi kondisi lingkungan sesungguhnya dengan terjun langsung ke lapangan. Adanya praktek di lapangan digunakan untuk mengamati dan menganalisis seluruh aspek yang termuat didalam agroekosistem. Suatu sistem disusun dari beberapa komponen atau subsistem dan disetiap subsistem terdapat individu berupa tumbuhan atau tanaman serta makhluk hidup yang lain serta unsur lingkungan fisik maupun sosial yang terlibat didalamnya.

Sejak berkembangnya peradapann manusia dari yang awalnya no maden kemudian mulai menetap dan membuat pemukiman, sedikit-demi sedikit mengubah ekosistem alam secara luas. Pengalih fungsian hutan dan padang rumput menjadi lahan untuk usaha ikut menjadi andil perusak ekosistem. Kegiatan manusia tersebut dapat menimbulkan beberapa agroekosistem, baik agroekosistem dengan diversitas rendah (sawah, tegal dan perkebunan) maupun agroekosistem dengan diversitas tinggi (hutan dan talun). Agroekosistem–agroekosistem tersebut sangat tergantung dengan alam, gangguan ilkim, hama dan penyakit.

Analisis pendekatan dengan zona agroekosistem sangat perlu dilakukan. Analisis ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara karateristik biosifik, pengelolaan sumberdaya alam, dan sosial ekonomi yang ada di zone agroekosistem tersebut, serta dampaknya terhadap lingkungan.

2. Tujuan

Praktikum agroekologi acara analisis beberapa tipe penggunaan lahan untuk produksi pertanian adalah:

a. Memperkenalkan mahasiswa semester II dengan berbagai tipe penggunaan lahan untuk kepentingan produksi pertanian

b. Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang perlunya pengelolaan setiap subsistem dengan memperhitungkan kaidah-kaidah lingkungan c. Meningkatkan kecerdasan mahasiswa dengan kesadaran dan pikiran

logis dari apa yang mereka lihat di lapangan dengan teori dan kajian yang selama ini diperoleh di kelas saat tatap muka.

B. Tinjauan Pustaka

1. Subsistem Persawahan

Sawah merupakan sistem pertanian yang pelaksanaannya pada tanah yang basah atau dengan sedikit pengairan. Bersawah merupakan cara bertani yang lebih baik dari pada cara bertani yang lain, bahkan merupakan cara yang dianggap sempurna karena telah dilakukan persiapan lebih dahulu pada tanah, yaitu dengan dibajak, diairi secara teratur, dan dipupuk (Rustiadi 2007). Sawah bukaan baru dapat berasal dari lahan kering yang digenangi atau lahan basah yang dijadikan sawah. Hara N, P, K, Ca, dan Mg merupakan pembatas pertumbuhan dan hasil padi pada lahan sawah bukaan baru. Hara N, P dan K merupakan pembatas pertumbuhan dan hasil padi pada ultisol (Widowati 2000).

Lahan untuk sawah bukaan baru umumnya mempunyai status kesuburan tanah yang rendah dan sangat rendah. Hal ini disebabkan kandungan bahan organik, hara N, P, K dan KTK umumnya masih rendah. Ada beberapa factor yang menentukan kondisi baik buruknya pertumbuhan tanaman padi, yaitu posisi topografi yang berkaitan dengan kondisi hidrologi, porositas tanah yang rendah dan tingkat kemasaman tanah yang netral, sumber air alam, serta kanopinas modifikasi sistem alam oleh kegiatan manusia (Hanafiah 2005).

Ada beberapa macam lahan produksi pertanian, diantaranya lahan terbuka yang terdiri dari beberapa sub anatara lain sawah, tegalan, kebun buah, kebun sayur. Sawah sendiri terdiri dari beberapa macam, antara lain adalah sawah berpengairan teknis, setengah teknis dan tadah hujan. Perbedaan antara sawah dan tegalan ialah, di lokasi sawah, terdapat pematang namun pada tegalan tidak ditemukan pematang (Supriyono 2002). Kondisi tanah yang aerob lebih direspon positif oleh pertumbuhan padi dibandingkan kondisi anaerob. Selain itu kondisi yang aerob dapat meningkatkan produktivitas padi serta ,emimgkatkan efisiensi penggunaan air. Pemberian pupuk organik, khususnya dari kotoran sapi ke

lahan sawah diusahakan ketika tanah berada dalam kondisi aerob atau tidak tergenang (Soerjani 2007).

2. Subsistem Tegal/talun

Tegal adalah suatu lahan yang kering tanpa adanya pengairan. Pertanian tegalan adalah cara bertani yang secara tetap tanpa pengairan, dikerjakan secara intensif dengan bermacam-macam tanaman secara bergantian antara palawija (seperti jagung, kacang tanah, ketela pohon) dan padi gogo rancah (Pratiwi 2004). Untuk menyuburkan lahan tegalan, digunakan orok-orok (Crotalaria striata) sebagai pupuk hijau. Selain untuk tanaman pangan, di sekitar terdapat bermacam-macam pohon besar seperti pohon mahoni, pohon akasia, pohon johar, pohon sengon, pohon mangga, pohon petai, petai cina, jambu air, dll). Sehingga subsistem tegalan memiliki diversitas/keanekaragaman tinggi (Yanto 2008).

Terdapat perbedaan antara tegal dan talun, yaitu pada luas lahannya sendiri. Sedangkan pekarangan adalah bentuk pertanian dengan memanfaatkan pekarangan halaman sekitar rumah, umumnya jenis lahan ini dimiliki oleh warga pedesaan. Biasanya lahan pertanian pekarangan diberi batas/pagar. Jenis tanaman yang diusahakan pada lahan ini antara lain jagung, kedelai, kacang tanah, sayur-sayuran, kelapa dan buah-buahan (Widagda 2000).

Biasanya letak tegalan terpisah dengan halaman rumah pemilik. Bercocok tanam pada lahan tegalan sangat bergantung pada datangnya air hujan. Pola tanam yang diterapkan dilahan tegal adalah sistem campuran lahan kering , sehingga sumber air hanya dari hujan saja. Pada musim kemarau keadaan tanahnya terlalu kering sehingga tidak ditanami. Tegalan biasanya dibuat pada daerah yang belum mengenal sistem irigasi atau daerah yang tidak memungkinkan dibangun saluran irigasi. Lahan tegalan tidak selamanya pada topogfafi yang datar. Agar tidak terjadi erosi, maka pengolahan tanah dilakukan dengan terasering (Kurnia, 2004).

3. Subsistem Pekarangan

Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan sebagian lagi untuk manusia, sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk menyuburkan tanah pekarnagn. Dengan demikian, hubungan antara tanah, tanaman, hewan piaraan, ikan dan manusia sebagai unit-unit di pekarangan merupakan satu kesatuan terpadu (Pratiwi 2004).

Praktek agrikultur dengan intensitas rendah seperti perladangan berpindah, pekarangan tradisional, talun, rotasi lahan, menyisakan banyak proses ekosistem alami dan komposisi tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Sistem dengan intensitas tinggi, termasuk perkebunan modern yang seragam dan peternakan besar, mungkin merubah ekosistem secara keseluruhan sehingga sedikit sekali biota dan keistimewaan bentang alam sebelumnya yang tersisa (Karyono 2000).

Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan sebagian lagi untuk manusia, sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk menyuburkan tanah pekarangan. Dengan demikian, hubungan antara tanah, tanaman, hewan piaraan, ikan dan manusia sebagai unit-unit di pekarangan merupakan satu kesatuan terpadu (Supriyono 2002).

Pekarangan adalah sebidang tanah di sekitar rumah yang terbatas sering dipagari ada juga yang tidak dipagari. Pekarangan biasanya ditanami dengan beraneka ragam jenis ada yang berumur panjang, berumur pendek, menjalar, memanjat, semak, pohon rendah dan tinggi serta terdapat ternak. Dalam hal ini pekarangan merupakan sebuah ekosistem buatan (Djamal 2008).

Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan sebagian lagi untuk manusia, sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk menyuburkan tanah pekarangan.

Dengan demikian, hubungan antara tanah, tanaman, hewan piaraan, ikan dan manusia sebagai unit-unit di pekaranagn merupakan satu kesatuan terpadu (Ateng 2008).

Teknik pengolahan tanahnya pun menggunakan TOT (Tanpa Olah Tanah), sehingga pemilik dari pekarangan tidak pernah atau jarang sekali merawat tanahnya, dan dibiarkan begitu saja agar lebih alami sehingga kandungan bahan organik maupun humusnya lebih banyak. Hal ini membuat tanah menjadi lebih subur, tanaman juga tumbuh dengan subur, dan hasilnya juga maksimal dan tuumbuh secara alami tanpa rekayasa teknologi manusia. Akan tetapi teknik ini membuat serangan hama dan penyakit meningkat. Akan tetapi, justru kondisi seperti inilah yang membuat rantai makanan akan lebih bervariasi dan lebih alami. Pada lahan pekarangan ini, siklus haranya adalah tertutup, tanaman itu rontok daunnya lalu diambil tanaman semusim, dan sisa-sisa tanaman tetap di sini tidak diambil. Jika diambil, semuanya tetep kembali dari hasil kotoran (Soemarwoto2000).

4. Subsistem Perkebunan

Perkebunan didefinisikan sebagai segala bentuk kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai; termasuk mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan dan manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pekebun dan masyarakat (Deptan DIY 2005).

Upaya pengelolaan kebun kelapa sawit yang tepat, terpadu, dan berkesinambungan merupakan upaya yang mutlak dilakukan. Menjaga permukaan tanah tetap tertutup baik secara vegetatif maupun aplikasi bahan pembenah tanah dari sisa panen, pemupukan yang rasional, dan membuat bangunan konservasi tanah dan air (Barchia 2009).

Perkebunan merupakan usaha penanaman tumbuhan secara teratur sesuai dengan ilmu pertanian dan mengutamakan tanaman perdagangan. Perkebunan penting bagi bahan ekspor dan bahan industri. Jenis-jenis

tanaman perkebunan khususnya di Indonesia antara lain karet, kelapa sawit, kopi, teh, tembakau, tebu, kelapa, cokelat, kina, kapas dan cengkih (Soerjani 2007).

Subsistem perkebunan berupa lahan luas yang hanya terdapat satu komoditas pertanian yang diusahakan dan permanen. System perkebunan perlu diutamakan tata rumah tangga yang sedikit atau sama sekali tertutup dimana di dalamnya terdapat suatu satuan unit tanah yang luas. Tanaman yang diusahakan biasanya kelapa sawit, karet, teh dan kopi (Barchia 2007).

Pada sistem pengairan, pertanian lahan kering, kondisi topogragfi memegang peranan cukup penting dalam penyediaan air, serta menentukan cara dan fasilitas pengairan. Sumber–sumber air biasanya berada pada bagian yang paling rendah, sehingga air perlu dinaikkan terlebih dahulu agar pendistribusiannya merata dengan baik. Oleh karena itu, pengairan pada lahan kering dapat berhasil dan efektif pada wilayah yang datar datar berombak (Kurnia 2004).

Dokumen terkait