BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3 Analisis dan Pengujian Hipotesis
4.3.1 Uji Normalitas
Normalitas : Sebuah model regresi yang variabel Dependen dan
Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebaran normal
dapat dilakukan dengan metode Kolmogrov Smirnov (Sumarsono,
2004;40). Dasar pengambilan keputusan : jika nilai signifikan (nilai
probabilitasnya) lebih besar dari 10%, maka distribusi adalah normal
(Sumarsono, 2004;43).
Tabel 4.7 : Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
CAR APYD NPM NIM LDR ROA
N 18 18 18 18 18 18
Mean 14.7561 14.8606 14.6261 11.5978 62.1039 1.7156
Normal
Parametersa
Std.
Deviation 5.84145 7.76245 9.06437 1.38478 1.46559E1 .94243
Absolute .146 .338 .089 .139 .164 .084
Positive .146 .338 .075 .084 .164 .082
Most Extreme
Differences
Negative -.117 -.288 -.089 -.139 -.096 -.084
Kolmogorov-Smirnov Z .618 1.435 .377 .588 .696 .355
Asymp. Sig. (2-tailed) .839 .033 .999 .880 .718 1.000
a. Test distribution is Normal.
Sumber : Data diolah (lampiran)
Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan
uji ini diperoleh hasil analisis bahwa tidak semua variable yang diteliti
memiliki distribusi yang normal, hanya pada variable CAR, NPM, NIM,
LDR dan ROA yang memiliki distribusi normal dimana nilai Asymp. Sig
(signifikansi) lebih besar dari 0,10, sehingga dapat disimpulkan sebagian
data tersebut tidak memenuhi asumsi berdistribusi normal.
4.3.2 Uji Asumsi Klasik
Tujuan utama menggunakan uji asumsi klasik adalah untuk
mendapatkan koefisien yang terbaik linier dan tidak bias (BLUE : Best
Linier Unbiased Estimator). Uji asumsi klasik meliputi asumsi
mulikolonieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.
Uji Multikolineritas
Multikolinieritas : Adanya korelasi variabel independen dalam regresi
berganda.
Deteksi adanya Multikolinier :
a. Besarnya VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance
-Jika VIF melebihi angka 10, maka variabel tersebut mengindikasikan
adanya multikolinieritas. (Gujarati)
b. Nilai Eigenvalue mendekati 0 (Singgih Santoso)
c. Condition Index melebihi angka 15 (Singgih Santoso)
Dalam pengujian asumsi klasik terhadap analisis regresi linier
berganda ini menyatakan bahwa hasil analisis penelitian ini menunjukkan
tidak adanya gejala multikolinieritas pada semua variabel bebas dimana
nilai VIF pada semua variabel (lebih kecil dari 10). Syarat terjadi
multikolinieritas jika nilai VIF (Variance Inflation Factor) 10
(Cryer,1994 : 681).
Tabel 4.8 : Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
(Constant) .889 .314 2.831 .015
CAR .014 .005 .087 2.587 .024 .530 1.886
APYD -.007 .004 -.058 -1.937 .077 .674 1.483
NPM .096 .005 .923 20.415 .000 .294 3.402
NIM -.036 .017 -.052 -2.041 .064 .920 1.087
1
LDR -.004 .003 -.067 -1.536 .150 .312 3.200
a. Dependent Variable:
ROA
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas : Varian dari residual dari satu pengamatan ke
pengamatan lain mempunyai varian yang berbeda. Jika sama namanya
Homoskedastisitas. Model regresi yang baik tidak mempunyai
Heteroskedastisitas.
Deteksi Adanya Heteroskedastisitas :
a. Dari Scatter Plot Residual: jika ada pola tertentu (seperti titik-titik
/point-point yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, menyebar kemudian menyempit)
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas 0 pada
sumbu Y, maka tidak terjadi Heteroskedastisitas.
c. Pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan
variabel X. Hal ini bisa diidentifikasi dengan cara menghitung korelasi
rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas. Rumus
rank Spearman adalah :
r
s = 1 – 6
N 1
N
d
2
2
i
Keterangan :
d
i = perbedaan dalam rank antara residual dengan variabel bebas ke-i
N = banyaknya data
Pengujian Heteroskedastisitas di sini menggunakan korelasi rank
Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas dengan hasil
analisis sbb:
Tabel 4.9
Nonparametric Correlations
CAR APYD NPM NIM LDR
Unstandardized
Residual
Correlation
Coefficient 1.000 .573
* .323 .230 .092 -.251
Sig. (2-tailed) . .013 .191 .358 .717 .316
CAR
N 18 18 18 18 18 18
Correlation
Coefficient .573* 1.000 .319 .655** -.234 -.135
Sig. (2-tailed) .013 . .197 .003 .349 .593
APYD
N 18 18 18 18 18 18
Correlation
Coefficient .323 .319 1.000 .102 -.792
** -.108
Sig. (2-tailed) .191 .197 . .687 .000 .669
NPM
N 18 18 18 18 18 18
Correlation
Coefficient .230 .655
** .102 1.000 -.172 -.110
Sig. (2-tailed) .358 .003 .687 . .494 .663
NIM
N 18 18 18 18 18 18
Correlation
Coefficient .092 -.234
-.792** -.172 1.000 .088
Sig. (2-tailed) .717 .349 .000 .494 . .729
LDR
N 18 18 18 18 18 18
Correlation
Coefficient -.251 -.135 -.108 -.110 .088 1.000
Sig. (2-tailed) .316 .593 .669 .663 .729 .
Spearman
's rho
Unstandardized
Residual
N 18 18 18 18 18 18
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada variabel X1, X2 , X3, X4
dan X5, TIDAK mempunyai korelasi yang signifikan antara residual
dengan variabel bebasnya,(nilai Sig lebih besar dari 0,10) maka hasil
analisis ini dapat disimpulkan seluruh variabel penelitian tidak terjadi
Heteroskedastisitas.
Uji Autokorelasi
Autokorelasi : Adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu periode t-1 (sebelumnya). Jika
data di atas 15
Catatan: Autokorelasi pada sebagian besar data time series.
Deteksi Autokorelasi:
a. Besarnya Angka Durbin Watson
Patokan : Angka D-W di bawah –2 ada autokorelasi (positif)
Angka D-W di atas +2 ada autokorelasi (negatif)
Angka Berada diantara –2 sampai +2 Tidak ada
Autokorelasi
Identifikasi gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan kurva di bawah ini.
Tidak ada autokorelasi
positif dan tidak ada
autokorelasi negatif
dL dU 4 - dU 4 - dL 4
0
ada auto
korelasi positif
daerah
keragu
raguan
ada auto
korelasi negatif
daerah
keragu
raguan
0,52 1,80 2,590 5.48 4.2
a. Koefisien determinasi berganda (R square) tinggi
b. Koefisien korelasi sederhananya tinggi.
c. Nilai F hitung tinggi (signifikan)
d. Tapi tak satupun (atau sedikit sekali) diantara variabel bebas yang
signifikan.
Untuk asumsi klasik yang mendeteksi adanya autokorelasi di sini
dilihat dari hasil analisis yang menunjukkan hasil bahwa nilai Durbin
Watson sebesar 2,590, hal ini menunjukkan adanya gejala autokorelasi, hal
ini tidak menjadi masalah yang serius karena data penelitian bukan time
series, akan tetapi merupakan data pooling (gabungan data time series dan
cross section).
Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi linier berganda yang
diperoleh pada penelitian ini telah memenuhi asumsi klasiknya yaitu tidak
memenuhi autokorelasi dan normalitas datanya untuk sebagian
variabel,
4.3.3 Analisis Regresi Linier Berganda
Berdasarkan data tabel di atas diperoleh data masukan seperti
terlihat pada lampiran. Data masukan ini digunakan untuk menghasilkan
perhitungan statistik. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode
regresi linier berganda untuk melihat konsistensi dari pengaruh
variabel-variabel independent terhadap variabel-variabel dependennya.
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah Rasio Camel (CAR,
APYD, NPM, NIM, LDR) terhadap variabel terikat yaitu ROA. Dari hasil
analisis perhitungan computer menggunakan program SPSS,
Statistik diskriptif berguna untuk mengetahui karakteristik sample
yang digunakan dalam penelitian. Untuk mengetahui gambaran mengenai
karakteristik sample yang digunakan. Berdasarkan statistik diskriptif ini,
dapat diketahui jumlah sample yang diteliti, nilai rata-rata sample dan
tingkat penyebaran data dari masing-masing variabel penelitian.
Tabel 4.10 : Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
ROA 1.7156 .94243 18
CAR 14.7561 5.84145 18
APYD 14.8606 7.76245 18
NPM 14.6261 9.06437 18
NIM 11.5978 1.38478 18
LDR 62.1039 14.65592 18
Pada data dengan metode regresi linier berganda diperoleh hasil
seperti ditunjukkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.11 : Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil Regresi Berganda
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
(Constant) .889 .314 2.831 .015
CAR .014 .005 .087 2.587 .024 .530 1.886
APYD -.007 .004 -.058 -1.937 .077 .674 1.483
NPM .096 .005 .923 20.415 .000 .294 3.402
NIM -.036 .017 -.052 -2.041 .064 .920 1.087
1
LDR -.004 .003 -.067 -1.536 .150 .312 3.200
a. Dependent Variable:ROA
Adapun persamaan regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
Y = 0,889 + 0,014X
1 – 0,007X
2 + 0,096X
3 – 0,036X
4 – 0,004X
5 + ei
Interpretasi dari persamaan regresi diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Konstanta sebesar 0,889 Artinya tanpa pengaruh dari variabel CAR,
APYD, NPM, NIM, LDR maka ROA adalah 0,889.
b. Koefisien regresi variabel X
1 (CAR) sebesar 0,014
Artinya apabila CAR (X
1) berubah sebesar satu-satuan
mengakibatkan penurunan terhadap ROA (Y) sebesar 0,014 dengan
asumsi bahwa variabel lain konstan begitu pula sebaliknya.
c. Koefisien regresi variabel X
2 APYD sebesar -0,007
Artinya apabila APYD (X
2) berubah sebesar satu-satuan
mengakibatkan penurunan terhadap ROA sebesar – 0,007 dengan
asumsi bahwa variabel lain konstan begitu pula sebaliknya.
d. Koefisien regresi variabel X
3 NPM
sebesar 0,096
Artinya apabila NPM (X
3) berubah sebesar satu-satuan
mengakibatkan penurunan terhadap ROA (Y) sebesar 0,096 dengan
asumsi bahwa variabel lain konstan begitu pula sebaliknya.
e. Koefisien regresi variabel X
4 NIM sebesar -0,036
Artinya apabila NIM (X
4) berubah sebesar satu-satuan
mengakibatkan penurunan terhadap ROA (Y) sebesar -0,036 dengan
asumsi bahwa variabel lain konstan begitu pula sebaliknya.
f. Koefisien regresi variabel X
5 LDR sebesar -0,004
Artinya apabila LDR (X
5) berubah sebesar satu-satuan
mengakibatkan penurunan terhadap ROA (Y) sebesar -0,004 dengan
asumsi bahwa variabel lain konstan begitu pula sebaliknya.
4.3.4 Koefisien determinasi (R
2)
Besarnya pengaruh CAR (X
1) , APYD (X
2) , NPM (X
3) , NIM (X
4)
dan LDR (X
5) dan berpengaruh terhadap ROA (Y) dapat dilihat dari nilai
koefisien determinasi (R-square/R
2). Berikut ini nilai koefisien determinasi
(R-square/R
2).
Nilai Koefisien Determinansi (R-square/R
2)
Tabel 4.12
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .996a .993 .990 .09529 2.590
a. Predictors: (Constant), LDR, CAR, NIM, APYD, NPM
b. Dependent Variable: ROA
Nilai koefisien determinasi (R-square/R
2) yang dihasilkan sebesar
0,993 menunjukkan bahwa variabel CAR (X
1) , APYD (X
2) , NPM (X
3) ,
NIM (X
4) dan LDR (X
5) dan berpengaruh terhadap ROA (Y) sebesar
99,30% sedangkan sisanya 0,70% dijelaskan oleh variabel lain diluar
model.
4.3.5 Uji f
Tabel 4.13
F Test ( UJI F)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 14.990 5 2.998 330.198 .000a
Residual .109 12 .009
1
Total 15.099 17
a. Predictors: (Constant), LDR, CAR, NIM, APYD, NPM
b. Dependent Variable: ROA
Berdasarkan hasil pengujai dengan F test, menunjukkan bahwa
nilai signifikansi (Sig) = 0,000 lebih kecil dari 0,10.
4.3.6 Uji t
Uji t digunakan untuk menguji pengaruh secara parsial
masing-masing variabel bebas (CAR, APYD, NPM, NIM, LDR) terhadap variabel
terikat (ROA). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan tingkat
signifikan 0,10 (10%) ; (df:12) dengan nilai t
tabel adalah sebesar 2,179
Tabel 4.14
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta T Sig. Tolerance VIF
(Constant) .889 .314 2.831 .015
CAR .014 .005 .087 2.587 .024 .530 1.886
APYD -.007 .004 -.058 -1.937 .077 .674 1.483
NPM .096 .005 .923 20.415 .000 .294 3.402
NIM -.036 .017 -.052 -2.041 .064 .920 1.087
1
LDR -.004 .003 -.067 -1.536 .150 .312 3.200
a. Dependent Variable: ROA (Y)
a. Pengaruh secara parsial antara CAR terhadap ROA
Dari perhitungan didapat t hitung (2,587) lebih kecil dari t tabel
(2,179), maka Ho diterima atau Ha ditolak pada level of significant
10%. Sehingga secara parsial variabel CAR berpengaruh signifikan
positif terhadap ROA.
b. Pengaruh secara parsial antara APYD terhadap ROA
Dari perhitungan didapat t hitung 1,937) lebih besar dari t tabel
(-2,179), maka Ho ditolak dan Ha diterima pada level tingkat signifikan
10%. Sehingga secara parsial variabel APYD berpengaruh signifikan
negative terhadap ROA.
c. Pengaruh secara parsial antara NPM terhadap ROA
Dari perhitungan di dapat t hitung (20,415) lebih kecil dari t tabel
(2,179), maka Ho diterima dan Ha ditolak pada level signifikan 10%.
Sehingga secara parsial variabel NPM berpengaruh signifikan positif
terhadap ROA.
d. Pengaruh secara parsial antara NIM terhadap ROA
Dari perhitungan di dapat t hitung (-2,041) lebih besar dari t tabel
(-2,179), maka Ho ditolak dan Ha diterima pada level signifikan 10%.
Sehingga secara parsial variabel NIM berpengaruh signifikan negative
terhadap ROA.
e. Pengaruh secara parsial antara LDR terhadap ROA
Dari perhitungan di dapat t hitung (-1,536) lebih besar dari t tabel
(-2,179), maka Ho ditolak dan Ha diterima pada level signifikan 10%.
Sehingga secara parsial variabel LDR tidak berpengaruh signifikan
negative terhadap ROA.
4.4 Pembahasan
Dengan hasil di atas atau melihat model regresi yang didapat maka
peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk ROA
4.4.1 Pengaruh Capital terhadap ROA
Capital yang diukur dengan CAR mempunyai pengaruh positif
signifikan terhadap ROA, pada perusahaan perbankan yang terdaftar di
BEI ditunjukkan bahwa pengaruh CAR 2,587 dengan tingkat signifikan
0,024 pada taraf 10%. Dengan demikian hipotesis pertama yang
menyatakan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif
signifikan terhadap Return On Asset (ROA) perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat diterima.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar Capital
Adequacy Ratio (CAR) maka Return On Asset (ROA) yang diperoleh bank
akan semakin besar karena semakin besar Capital Adequacy Ratio (CAR)
maka semakin tinggi kemampuan permodalan bank dalam menjaga
kemungkinan timbulnya risiko kerugian kegiatan usahanya sehingga
kinerja bank juga meningkat. Selain itu, semakin tinggi permodalan bank
maka bank dapat melakukan ekspansi usahanya dengan lebih aman.
Adanya ekspansi usaha yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja
keuangan bank tersebut.
CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh
aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga,
disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank,
seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Dengan kata lain,
capital adequacy ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur
kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang
mengandung atau menghasilkan risiko, missal kredit yang diberikan
(Dendawijaya : 2005). Hubungan antara CAR dan ROA suatu bank adalah
positif, dimana jika CAR suatu bank meningkat maka ROA akan
meningkat juga.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Werdaningtyas (2002); Mawardi
(2005); Suyono (2005) dan Merkusiwati (2007) menunjukkan bahwa
Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Return On Asset (ROA). Oleh karena itu, maka CAR
berpengaruh signifikan positif terhadap ROA.
4.4.2 Pengaruh Asset terhadap ROA
Asset yang diukur dengan APYD mempunyai pengaruh negative
signifikan terhadap ROA, pada perusahaan perbankan yang terdaftar di
BEI ditunjukkan bahwa pengaruh APYD -1,937 dengan tingkat signifikan
0,077 pada taraf 10%. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan
bahwa Aktifa Produktif yang Diklasifikasikan (APYD) berpengaruh positif
signifikan terhadap Return On Asset (ROA) namun pada hasil penelitian
menyatakan bahwa Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan berpengaruh
negative signifikan terhadap Return On Asset pada perusahaan perbankan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat diterima.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar Aktiva
Produktif yang Diklasifikasikan (APYD) maka Return On Asset (ROA)
yang diperoleh oleh bank semakin menurun. APYD merupakan aktiva
produktif baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak
memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian, sedangkan Total
Aktiva Produktif merupakan total dari penanaman dana Bank dalam
bentuk kredit, surat berharga, penyertaan dan penanaman lainnya yang
dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan.
Sehingga semakin besar KAP menunjukkan menurunkan kinerja
Bank yang akhirnya tidak bisa menekan APYD serta memperkecil total
aktiva produktif yang akan menurunkan pendapatan, sehingga laba yang
dihasilkan semakin berkurang (Syahyunan, 2002).
APYD merupakan rasio keuangan untuk mengukur kualitas aktiva
produktif bank. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah aktiva
produktif digunakan untuk mengasilkan laba secara maksimal. Variabel
Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan (APYD) mengindikasikan bahwa
naiknya APYD akan menurunkan ROA, hanya saja hal ini tidak sesuai
dengan maknanya yang seharusnya memberikan pengaruh positif terhadap
ROA. Hal ini disebabkan karena kegiatan operasional Bank yang mulai
melemah dengan otomatis kinerja yang menurun membuat bank
melakukan pinjaman kepada Bank lain maupun Bank Indonesia untuk
memperkuat kualitas asset agar operasional perusahaan tetap berjalan.
Oleh karena itu, maka APYD berpengaruh signifikan negative terhadap
ROA.
4.4.3 Pengaruh Management terhadap ROA
Management yang diukur dengan NPM mempunyai pengaruh
signifikan positif terhadap ROA, pada perusahaan perbankan yang
terdaftar di BEI ditunjukkan bahwa pengaruh NPM 20,415 dengan tingkat
signifikan 0,000 pada taraf 10%. Dengan demikian hipotesis ketiga yang
menyatakan bahwa Net profit Margn (NPM) berpengaruh signifikan
positif terhadap Return On Asset (ROA) perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat diterima.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dewi (2007), semakin besar rasio NPM menunjukkan bahwa semakin
besar kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih sebelum pajak.
Hal ini menunjukkan bahwa kinerja bank juga mengalami peningkatan.
Berdasarkan penelitian Ang (1997) yang menyatakan bahwa
semakin besar nilai NPM berarti semakin efisien biaya yang dikeluarkan
yang berarti semakin besar tingkat kembalian keuntungan bersihnya,
sehingga muncul kepercayaan di kalangan investor bank memiliki kinerja
yang bagus sehingga berpengaruh terhadap kenaikan ROA.
NPM diperoleh dengan membandingkan laba bersih dengan
pendapatan operasional. Laba bersih yang lebih besar dari pendapatan
operasionalnya akan menyebabkan NPM juga meningkat. Namun apabila
beban operasional lebih besar dari pendapatan operasional, beban non
operasional juga lebih besar dari pendapatan non operasional maka laba
akan mengalami penurunan. Oleh karena itu, maka NPM berpengaruh
signifikan positif terhadap ROA.
4.4.4 Pengaruh Earning terhadap ROA
Earning yang diukur dengan NIM mempunyai pengaruh signifikan
negative terhadap ROA, pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI
ditunjukkan bahwa pengaruh NIM -2,041 dengan tingkat signifikan 0,064
pada taraf 10%. Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan
bahwa Net Interest Margin (NIM) berpengaruh positif signfikan terhadap
Return On Asset (ROA) namun pada hasil penelitian menyatakan bahwa
NIM berpengaruh negative signifikan terhadap ROA pada perusahaan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat diterima.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar NIM maka
ROA yang diperoleh bank semakin menurun. Rasio NIM digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva
produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan
bunga bersih ini diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga.
Semakin besar rasio ini maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas
aktiva produktif yang dikelola bank, sehingga kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah semakin kecil dan kinerja bank tersebut akan
semakin baik (Almilia dan Herdinigtyas, 2005). Hasil penelitian ini sesuai
dengan Prasetyo (2006) yang menyatakan bahwa NIM berpengaruh secara
parsial terhadap pertumbuhan laba
.
Sehingga semakin besar perubahan NIM suatu bank maka semakin
besar ROA yang diperoleh yang berarti kinerja bank tersebut semakin
baik. Sedangkan bila perubahan NIM semakin kecil, maka ROA juga
semakin kecil dengan kata lain kinerja perusahaan semakin menurun.
Peningkatan NIM disebabkan oleh peningkatan pendapatan bunga bersih
tetapi tidak diikuti peningkatan aktiva produktif. Penurunan NIM
disebabkan karena peningkatan rata-rata aktiva produktif yang tidak diikuti
dengan peningkatan pendapatan bunga. Misalnya saja, peningkatan aktiva
produktif berupa peningkatan kredit yang diberikan namun terdapat
banyak masalah kredit macet, dengan demikian tidak terjadi peningkatan
pendapatan bunga. Sehingga, walaupun NIM meningkat tetapi pendapatan
bunga yang diperoleh kecil maka tidak terjadi peningkatan terhadap laba
perusahaan. Sehingga NIM berpengaruh signifikan negative terhadap
ROA.
4.4.5 Pengaruh Liquidity terhadap ROA
Liquidity yang diukur dengan LDR mempunyai tidak berpengaruh
signifikan negative terhadap ROA, pada perusahaan perbankan yang
terdaftar di BEI ditunjukkan bahwa pengaruh LDR -1,536 dengan tingkat
signifikan 0,150 pada taraf 10%. Dengan demikian hipotesis kelima yang
menyatakan bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh signifikan
positif terhadap Return On Asset (ROA) perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tidak dapat diterima.
Hasil penelitian tidak sesuai dengan teori Dendawijaya (2003) yang
menyatakan bahwa LDR merupakan seberapa jauh bank mampu
membayar kembali penarikan dana yang dilakukan oleh deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. LDR
diperoleh dari perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan
dana pihak ketiga. Peningkatan LDR dapat disebabkan karena peningkatan
jumlah kredit yang diberikan. Ditemukan bahwa perhitungan LDR yang
dilakukan perbankan saat ini telah terjadi setelah unsur kredit bermasalah
dan kredit macet tidak dimasukkan dalam penghitungan LDR. Dengan
demikian, apabila kredit yang diberikan semakin besar maka pendapatan
bunga kredit jg akan meningkat dan akibatnya akan meningkatkan laba
perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Santoso (1996), LDR merupakan salah satu rasio
keuangan yang dapat dipakai sebagai proxy untuk risiko likuiditas. Loan to
Deposit Ratio menilai peranan simpanan bank dalam pinjaman keuangan.
Sebuah rasio yang tinggi berarti proporsi dari pinjaman yang dibiayai oleh
simpanan yang rendah. Dana lain tersedia untuk membiayai pinjaman,
seperti call money, discount window borrowing dan other market
borrowing (studi ini berasumsi bahwa tidak ada modal yang dibayar penuh
untuk pinjaman keuangan). Tingkat bunga pada dana lainnya ini
bagaimanapun lebih tinggi dibandingkan tingkat bunga untuk simpanan
dan khususnya untuk call money, tingkat suku bunga adalah volatile.
Santoso (1996) mengatakan bahwa semakin tinggi LDR maka semakin
tinggi probabilitas dari sebuah bank mengalami kebangkrutan atau
menurunnya kinerja. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang
diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar.
Ketidak signifikannya variabel LDR ini karena tidak mampu
digunakan untuk memprediksi tingkat pengembalian (Return On Asset).
Kondisi ini menggambarkan bahwa pada umumnya LDR tidak efisien,
sehingga tidak dapat memaksimalkan nilai pendapatan dari dana yang
dipinjamkan kepada masyarakat. Ketidak efisienan ini bisa disebabkan
karena banyak kredit yang mengalami kegagalan, sehingga menambah
beban bagi bank. Oleh karena itu, maka LDR tidak berpengaruh signifikan
negative terhadap ROA.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh antara Rasio
CAMEL yang terdiri dari Capital Adequacy Ratio (CAR), Aktiva Produktif
yang Diklasifikasikan (APYD), Net Profit Margin (NPM), Net Interest
Margin (NIM), dan Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Kinerja
Keuangan Return On Asset (ROA) yang terdaftar di BEI.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti dapat mengambil
simpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar Capital
Adequacy Ratio (CAR) maka Return On Asset (ROA) yang diperoleh
bank akan semakin besar karena semakin besar Capital Adequacy Ratio
(CAR) maka semakin tinggi kemampuan permodalan bank dalam
menjaga kemungkinan timbulnya risiko kerugian kegiatan usahanya
sehingga kinerja bank (ROA) juga meningkat.
2. Berdasarkan hasil penilitian menunjukkan bahwa semakin besar KAP
menunjukkan menurunkan kinerja Bank yang akhirnya tidak bisa
menekan APYD serta memperkecil total aktiva produktif yang akan
menurunkan pendapatan, sehingga laba (ROA) yang dihasilkan semakin
berkurang.
3. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar rasio
NPM menunjukkan bahwa semakin besar kemampuan bank dalam
menghasilkan laba bersih sebelum pajak. Hal ini menunjukkan bahwa
kinerja bank (ROA) juga mengalami peningkatan.
4. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun NIM
meningkat tetapi pendapatan bunga yang diperoleh kecil maka tidak
terjadi peningkatan terhadap laba perusahaan yang akan menurunkan
kinerja bank.
5. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi LDR
maka semakin tinggi probabilitas dari sebuah bank mengalami
kebangkrutan atau menurunnya kinerja.
5.2 Saran
Adapun saran-saran yang diajukan oleh penulis dari penelitian
yang telah dilakukan tersebut antara lain :
1. Bahwa kinerja perusahaan dapat ditingkatkan dengan cara menerapkan
Manajemen Risiko secara konsisten dan konsekwen dan tetap menjaga
Loan Deposit Ratio (LDR) kurang dari 10%. Di karenakan apabila
kredit yang diberikan semakin besar maka pendapatan bunga kredit jg
akan meningkat dan akibatnya akan meningkatkan laba perusahaan
yang bersangkutan. Tetapi apabila kredit yang diberikan besar namun
pendapatan bunga kredit menurun akibatnya akan menurunkan laba
perusahaan yang bersangkutan. Sehingga manajemen bank harus
menjaga LDR agar rendah dengan cara lebih hati-hati dalam
memberikan kredit dan mengelola dana pihak ketiga.
2. Untuk Bank Asing dengan CAR yang terus meningkat dan faktor lain
yang fluktuatif maka bank dapat melakukan ekspansi kredit, selain itu
dengan CAR yang meningkat maka kepercayaan masyarakat pada bank
tersebut akan terus bertambah sehingga dapat menghimpun dana dari
masyarakat atau dana dari pihak ketiga. Untuk bank nasional, dengan
CAR yang mengalami fluktuasi maka dilakukan konsolidasi