• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.7. Pengaruh Rasio CAMEL dengan Kinerja Profitabilitas (ROA)

2.2.7. Pengaruh Rasio CAMEL dengan Kinerja Profitabilitas (ROA)

Investor merupakan hal terpenting sebagai fungsi pemberian dana kepada perusahaan. Tetapi para investor akan mengambil keputusan tertentu untuk berinvestasi dengan pertimbangan-pertimbangan. Salah satu pertimbangan yang mungkin diambil investor adalah mengenai kondisi kinerja perusahaan.

Kinerja perusahaan dapat diukur melalui tingkat profitabilitas untuk menunjukkan tingkat efektifitas yang dicapai melalui usaha operasional bank. Menurut Kasmir ( 2000: 259 ), Kinerja bank merupakan ukuran keberhasilan bagi direksi bank tersebut, sehingga apabila kinerja ini buruk bukan tidak mungkin para direksi ini akan diganti dan kinerja ini juga merupakan pedoman hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki dan bagaimana cara memperbaikinya. Menurut Merkusiwati (2007), laba sebagai proksi dari kinerja, maka laporan akuntansi menempati posisi dominan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja perusahaan. Kinerja yang berkaitan dengan laba perusahaan atau proftabilitas dapat dinilai dengan rasio ROA ( Return On Assets ).

Sedangkan CAMEL merupakan salah satu teknik analisis yang dipergunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank menggunakan rasio. Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan bank untuk melakukan kegiatan opeasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku ( Susilo, 2000:22 ). Dengan tingkat kesehatan bank dapat diketahui seberapa baik atau buruknya kinerja bank.

Kinerja profitabilitas yang dapat dihitung dengan rasio ROA ini menurut Yuliani (2007), Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalalm kondisi bermasalah semakin kecil. Maka bank dapat dikatakan sehat apabila tingkat profitabilitasnya tidak mengalami penurunan dan berangsur

meningkat karena dengan itu dapat menandakan bahwa usaha operasional bank berjalan baik.

Dengan kata lain, ketika kinerja bank itu baik maka tingkat kesehatan bank tersebut akan mengikuti keadaan yang sehat. Sehingga Bank yang memiliki kinerja dengan tingkat kesehatan yang baik akan mampu melakukan kegiatan operasional hingga memobilisasi simpanan, menarik investasi, menyalurkan pembiayaan, dan investor menanamkan investasi.

Dalam melihat kesehatan bank untuk menilai kinerjanya ada beberapa cara, salah satunya adalah dengan menggunakan rasio tingkat kesehatan atau rasio CAMEL. Dalam penelitian ini menggunakan rasio CAMEL, dimana terdiri dari Capital, Asset Quality, Earning, dan

Liquidity.

2.2.7.1. Pengaruh Rasio Capital terhadap ROA

Capital diukur dengan CAR ( Capital Adequnce Rasio ) merupakan alat untuk mengukur permodalan. Permodalan dilihat dari bagaimana perusahaan untuk menghasilkan sumber dana. Menurut Kasmir ( 2000:45 ), Sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat dan kemudian perolehan dana tersebut untuk membiayai operasinya. Sehingga pada dasarnya semakin tinggi CAR maka akan semakin tinggi pula laba yang akan diterima perusahaan sehingga berpengaruh terhadap Pengembalian atas Aktiva (ROA) dalam

kemampuan memperoleh laba. Bank dengan CAR tinggi berarti bank tersebut mempunyai modal yang cukup untuk melaksanakan kegiatan usahanya, dan cukup pula menanggung risiko apabila bank tersebut dilikuidasi. Dengan kondisi modal yang cukup maka suatu bank akan dapat membiayai produk jasanya yang banyak pula yang nantinya akan meningkatkan keuntungan bank sebagai tujuan dari perusahaan.

Sedangkan CAR yang diteliti Yuliani (2007) menemukan bahwa CAR mempunyai hubungan dengan kinerja profitabilitas ROA.

2.2.7.2. Pengaruh Rasio Asset terhadap ROA

Asset Quality atau kualitas asset diukur dengan rasio Aktiva

Produktif yang Diklasifikasikan (APYD). Rasio APYD digunakan untuk melihat apakah aktiva produktif digunakan untuk menghasilkan laba secara maksimal (Kusumo,2008). Kualitas Aktifa Produktif merupakan rasio antara Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan (APYD) terhadap total aktiva produktif. Menurut Setiawan (2009), APYD sendiri adalah aktiva produktif baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian yang dihitung khusus sedangkan Aktiva Produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing yang menghasilkan keuntungan. Setiawan (2009) juga mengatakan bahwa semakin tinggi rasio ini semakin baik kualitas aktiva produktif bank. Apabila kualitas asset produktif baik maka akan dapat menekan APYD serta akan memperbesar produktivitas

operasi yang artinya akan memperbesar pendapatan, sehingga laba dihasilkan semakin bertambah. Laba yang bertambah juga akan mempengaruhi pengembalian asset yang baik yang artinya kinerja profitabilitas pun tinggi.

2.2.7.3. Pengaruh Rasio Management terhadap ROA

Management diukur dengan rasio Net Profit Margin ( NPM ).

Alasannya, seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas pada akhirnya akan bermuara pada perolehan laba (Merkusiwati, 2007). NPM menunjukkan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Rasio ini digunakan untuk menghitung sejauh mana kemampuan bank yang bersangkutan dalam menghasilkan laba bersih (net income) ditinjau dari sudut operating incomenya. NPM mengacu kepada pendapatan operasional bank yang terutama berasal dari kegiatan pemberian kredit yang dalam prakteknya memiliki berbagai risiko kredit (kredit bermasalah dan kredit macet), bunga (negative spread), kurs valas (jika kredit diberikan dalam valas) dan lain-lain.

Semakin besar rasio NPM menunjukkan bahwa semakin besar kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih sebelum pajak. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja bank juga mengalami peningkatan., demikian sebaliknya (Zahara et. al., 2008).

2.2.7.4. Pengaruh Rasio Earning terhadap ROA

Earning atau profitabilitas bank di ukur dengan rasio Net Interest Margin, NIM (Net Interest Margin) digunakan untuk mengukur

kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Rasio NIM yang semakin besar menunjukkan indikasi meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola oleh bank.

Peningkatan pendapatan bunga tersebut dapat meningkatkan laba yang dihasilkan oleh perusahaan, sehingga menjadi indikator peningkatan kinerja perusahaan tersebut.

Semakin besar NIM semakin besar pula profitabilitas bank sehingga NIM berpengaruh positif terhadap perubahan laba. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rahman (2009) dan Erna (2010) NIM berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Semakin besar rasio ini maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank, sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil dan kinerja bank tersebut akan semakin baik (Almilia dan Herdinigtyas, 2005).

2.2.7.5. Pengaruh Rasio Liquidity terhadap ROA

Liquidity di hitung dengan rasio LDR sebagai ukuran untuk

yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2005:116). Dengan rendahnya kemampuan likuiditas bank maka akan berdampak pada turunnya kepercayaan konsumen atau nasabah pada perusahaan bank tersebut, yang akhirnya dana yang diserap dari masyarakat akan berkurang. Dana yang berkurang dapat membuat perusahaan dalam membiayai produk jasa akan terganggu sehingga secara otomatis keuntungan (profitabilitas) bank akan berkurang. Dengan laba yang berkurang maka dapat diprediksikan Return On Asset akan mengalami penurunan. Sebaliknya LDR yang rendah menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit. Kemudian dari aspek profitabilitas, LDR yang tinggi akan membawa perusahaan ke tingkat profitabilitas tinggi. LDR yang tinggi, berarti bank tersebut telah menjalankan fungsinya dengan maksimal yaitu menyalurkan dananya kepada masyarakat. Maka dengan keadaan LDR yang tinggi, tingkat profitabilitas bank juga akan baik, yang dapat menggambarkan tingginya keuntungan yang diperoleh bank tersebut. Maka hal tersebut yang akan mempengaruhi Return On Asset perusahaan. Penelitian mengenai Loan to

Deposit Ratio (LDR) yang dilakukan oleh Budi Ponco (2006)

memperlihatkan hasil bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return on Asset (ROA). Sedangkan

penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2007) menunjukkan bahwa LDR berpengaruh tidak signifikan terhadap Return on Asset (ROA).

Dokumen terkait