BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.3. Analisis dan Pengujian Hipotesis
Persamaan regresi di atas harus bersifat BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji
t tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan dengan kriteria BLUE
maka harus dipenuhi diantaranya tiga asumsi dasar.
Asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi linier
berganda, yaitu : tidak boleh ada multikolinieritas, tidak boleh ada
Apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka
persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator), sehingga pengambil keputusan melalui uji F dan uji
t menjadi bias.
a. Outlier
Tabel 4.4 : Uji Outlier
Sumber : Lampiran 1
Mahalonobis. Distance maks = 16,182
Terdapat outlier apabila Mahal. Distance Maximum > Prob. & Jumlah
variabel [=CHIINV(0,001;3 : dicari melalui Excel] = 16,26624 Hasil
analisis deteksi adanya oulier data ini pada analisis pertama Tidak
terdapat nilai Mahal. Distance Maximum yang lebih besar dari
16,26624. Berarti tidak terdapat outlier pada data tersebut, oleh karena
itu data ini mempunyai kualitas yang baik dan dapat dilanjutkan untuk
diolah lebih lanjut.
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value .015435 .088523 .030014 .0173119 35 Std. Predicted Value -.842 3.380 .000 1.000 35 Standard Error of Predicted Value .003 .010 .004 .002 35 Adjusted Predicted Value .014319 .088547 .029965 .0171723 35 Residual -.0195748 .0354892 .0000000 .0140019 35 Std. Residual -1.356 2.459 .000 .970 35 Stud. Residual -1.380 2.500 .001 .995 35 Deleted Residual -.0202617 .0366878 .0000489 .0147488 35
Stud. Deleted Residual -1.400 2.743 .018 1.037 35
Mahal. Distance .062 16.182 1.943 3.623 35
Cook's Distance .000 .108 .018 .024 35
Centered Leverage Value
.002 .476 .057 .107 35
b. Normalitas
Berdasarkan pendapat pakar bahwa data yang lebih dari 30
dianggap berdistribusi normal, maka peneliti menganggap bahwa data
penelitian telah memenuhi normalitas data (berdistribusi normal).
Dari hasil pengujian asumsi klasik, dapat disimpulkan bahwa
data variabel yang diteliti secara keseluruhan memenuhi asumsi
klasiknya, sehingga hasil analisis yang dilakukan peneliti tidak
mengandung bias untuk di intrepretasikan secara keseluruhan.
Meskipun demikian dari hasil pengujian dengan menggunakan regresi
sebagai alat analisis dapat dijelaskan pada sub bab berikutnya.
Tabel 4.5 : Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 35 Normal Parametersa,,b Mean .0000000 Std. Deviation .01400193 Most Extreme Differences Absolute .129 Positive .129 Negative -.081 Kolmogorov-Smirnov Z .765 Asymp. Sig. (2-tailed) .603
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Lampiran 1
Menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dikatakan data
dipastikan dari populasi yang berdistribusi normal jika nilai
signifikansinya lebih besar dari 0,05 (5%). Tingkat signifikannya yaitu
0,603 (60,3%) lebih besar dari 0,05 (5%). Dengan menggunakan uji
(Y), DPS (X1), dan DPR (X2) berasal dari populasi yang berdistribusi
normal, sehingga dapat disimpulkan sebagian data memenuhi asumsi
berdistribusi normal.
c. Multikolinieritas
Identifikasi secara statistik ada atau tidaknya gejala
multikolinier dapat dilakukan dengan menghitung Variance Inflation
Factor (VIF).
VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varians. Apabila
VIF lebih besar dari 10, hal ini berarti terdapat multikolinier pada
persamaan regresi linier (Gujarati, 1995 : 339). Hasil uji
multikolinieritas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6 : Uji Multikolinieritas
Sumber : Lampiran 1
Dalam pengujian asumsi klasik terhadap analisis regresi linier
berganda ini menyatakan bahwa hasil analisis penelitian ini tidak
menunjukkan adanya gejala multikolinieritas dimana nilai VIF pada
variabel tidak lebih besar dari 10 maka variabel ini disimpulkan tidak
terdapat gejala multikolinieritas dengan variabel independen lainnya.
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .014 .004 3.554 .001
DPS 3.254 .000 .498 3.797 .001 .717 1.395
DPR .018 .006 .388 2.954 .006 .717 1.395
a. Dependent Variable: Abnormal Return
2 j R - 1 1 VIF =
Dengan nilai VIF untuk DPS (X1) = 1,395, dan DPR (X2) = 1,395,.
Syarat terjadi multikolinieritas jika nilai VIF (Variance Inflation
Factor) > 10 (Ghozali, 2005). d. Heteroskedastisitas
Varian dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain
mempunyai varian yang berbeda. Jika sama namanya
Homoskedastisitas. Model regresi yang baik tidak mempunyai
Heteroskedastisitas. Pengujian Heteroskedastisitas di sini
menggunakan korelasi rank Spearman antara residual dengan seluruh
variabel bebas dengan hasil analisis sebagai berikut :
Tabel 4.7 : Uji Heteroskedastisitas
Nonparametric Correlations Correlations DPS DPR Unstandardized Residual Spearman's rho DPS Correlation Coefficient 1.000 .767** .030 Sig. (2-tailed) . .000 .864 N 35 35 35 DPR Correlation Coefficient .767** 1.000 .102 Sig. (2-tailed) .000 . .561 N 35 35 35 Unstandardized Residual Correlation Coefficient .030 .102 1.000 Sig. (2-tailed) .864 .561 . N 35 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber : Lampiran 2
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada variabel untuk DPS
(X1), dan DPR (X2), tidak mempunyai korelasi yang signifikan antara
residual dengan variabel bebasnya, maka hasil analisis ini dapat
Heteroskedastisitas sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel
penelitian memenuhi asumsi Heteroskedastisitas.
e. Autokorelasi
Dari perhitungan uji untuk mengetahui adanya autokorelasi
dengan menggunakan uji Durbin Watson, diketahui nilai Durbin
Watson adalah 1,576 (lihat tabel 4.8) Sehingga berdasarkan patokan
untuk menentukan ada atau tidaknya gejala autokorelasi tersebut pada
bab tiga, dapat disimpulkan dalam kasus ini tidak ada gejala
autokorelasi.
Tabel 4.8 : Uji Autokorelasi
Sumber : Lampiran 2
Untuk asumsi klasik yang mendeteksi adanya autokorelasi di
sini dilihat dari hasil analisis yang menunjukkan hasil bahwa nilai
Durbin Watson di antara -2 dan +2 yaitu sebesar 1,576, hal ini
menunjukkan tidak adanya gejala autokorelasi. Jadi dapat disimpulkan
bahwa model regresi linier berganda yang diperoleh pada penelitian
ini memenuhi asumsi klasiknya sehingga hasil tidak bias untuk
diintepretasikan secara keseluruhan.
Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .778a .605 .580 .0144329 1.576 a. Predictors: (Constant), DPR, DPS
4.3.2. Hasil Regresi Berganda
Untuk mengetahui nyata tidaknya pengaruh antara
variabel-variabel bebas secara simultan dengan variabel-variabel terikat digunakan uji F,
dengan prosedur sebagai berikut: HO : β1 = β2 = 0, tidak ada pengaruh
antara DPS (X1) dan DPR (X2) secara simultan terhadap Abnormal
Return. H1 : β1 =β2 ≠ 0, ada pengaruh antara DPS (X1) dan DPR (X2) secara simultan terhadap Abnormal Return. Level of signifikan = 5 %
F hitung = R2 / K (I – R2) / ( n – k – 1) Keterangan: R2 = Koefisien Determinasi K = Jumlah parameter n = Jumlah sampel Daerah penolakan HO Daerah penerimaan F tabel
Gambar 4.1 : Kurva uji F
Kriteria pengujian sebagai berikut:
Jika F hitung ≤ F tabel, maka HO diterima dan H1 ditolak yang berarti DPS (X1) dan DPR (X2) secara simultan tidak berpengaruh terhadap Abnormal
Return. Jika F hitung > F tabel, maka HO ditolak dan H2 diterima yang
Hasil analisis ini analisis uji F ini menunjukkan hasil yang
signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa alat analisis regresi berganda
yang digunakan sebagai alat analisis ini cocok atau dapat digunakan
sebagai alat analisis dengan tingkat signifikan 0,000. Atau dengan kata lain
analisis kecocokan model ini dapat digunakan sebagai alat untuk
menentukan apakah alat analisis (Regresi Berganda) yang digunakan ini
cocok atau tidak. seperti hasil berikut :
Tabel 4.9 : Uji Kecocokkan Model
Sumber : Lampiran 2
Terlihat dari angka F 24,459 dengan Sig. 0,000 < 0,05 : Signifikan
positif. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa model regresi yang
digunakan untuk teknik analisis ini cocok, oleh karena itu untuk peneliti
yang akan datang disarankan untuk menggunakan model teknik analisis
yang sama.
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .010 2 .005 24.459 .000a
Residual .007 32 .000
Total .017 34
a. Predictors: (Constant), DPR, DPS b. Dependent Variable: Abnormal Return
Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .778a .605 .580 .0144329
4.3.3. Analisis Hipotesis
Dari hasil perhitungan yang menggunakan komputer dengan aplikasi
program SPSS (Statistical Program For Social Science) dibawah operasi
Windows, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.10 : Uji Hipotesis
Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan hasil perhitungan diatas diperoleh persamaan regresi
linier berganda sebagai berikut:
Y = 0,014+ 3,254X1 +0,018X2
Y adalah abnormal return, b0 adalah konstanta = 0,014, b1 adalah
koefisien regresi X1 = 3,254; dan X1 adalah DPS, b2 adalah koefisien
regresi X2 = 0,018, dan X2 adalah DPR.
b0 = Konstanta = 0,014
Tanpa pengaruh variabel DPS (X1), DPR (X2) maka variabel
abnormal return (Y) adalah sebesar = 0,014.
b1 = Koefisien regresi untuk X1 = 3,254
Menunjukkan besarnya nilai koefisien regresi untuk variabel DPS
(X1) yaitu 3,254 dan mempunyai koefisien regresi positif. Jadi
setiap ada kenaikan pada variabel DPS (X1) sebesar 1 satuan, dapat
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .014 .004 3.554 .001
DPS 3.254 .000 .498 3.797 .001 .717 1.395
DPR .018 .006 .388 2.954 .006 .717 1.395
meningkatkan nilai abnormal return (Y) sebesar 3,254 dan
sebaliknya apabila terjadi penurunan pada variabel DPS (X1)
sebesar 1 satuan, dapat menurunkan pula abnormal return (Y)
sebesar 3,254 dengan asumsi bahwa variabel DPR (X2) adalah
konstan.
b2 = Koefisien regresi untuk X2 = 0,018
Menunjukkan besarnya nilai koefisien regresi untuk variabel DPR
(X2) yaitu 0,018 dan mempunyai koefisien regresi positif. Jadi
setiap ada kenaikan pada variabel DPR (X2) sebesar 1 satuan, dapat
meningkatkan nilai abnormal return (Y) sebesar 0,018 dan
sebaliknya apabila terjadi penurunan pada variabel DPR (X2)
sebesar 1 satuan, dapat menurunkan pula abnormal return (Y)
sebesar 0,018 dengan asumsi bahwa variabel DPS (X1) adalah
konstan.
Uji Hipotesis :
1. DPS (X1) berpengaruh positif dan nyata terhadap Abnormal Return
(Y), atau dapat diterima dengan tingkat [Sig. 0,001 < 0,05 : signifikan
[positif].
2. DPR (X2) berpengaruh positif dan nyata terhadap Abnormal Return
(Y) atau dapat diterima dengan tingkat [Sig. 0,006 < 0,05 : signifikan
4.3.4. Pengujian Hipotesis
a. Uji t
Uji t adalah uji yang digunakan untuk menguji pengaruh secara
parsial masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat.
Pengujian ini menggunakan uji dua arah dengan tingkat signifikansi
0,05 (5%). Hasil pengolahan untuk uji t dapat dilihat pada lampiran.
Dari hasil uji t dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Hubungan secara parsial antara (X1) dengan (Y)
Berdasarkan perhitungan diperoleh Sig, sebesar 0,001 <
0,05 serta tanda koefisien positif, maka Dividend Per Share
(DPS) berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap
Abnormal Return. Hal ini berarti hipotesis terdapat pengaruh yang
signifikan secara parsial variabel DPS terhadap Abnormal Return,
terbukti.
2) Hubungan secara parsial antara (X2) dengan (Y)
Berdasarkan perhitungan diperoleh Sig. sebesar 0,006 <
0,05 serta tanda koefisien positif, maka Dividend Payout Ratio
(DPR) berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap
Abnormal Return. Hal ini berarti hipotesis terdapat pengaruh
signifikan secara parsial variabel DPR terhadap Abnormal Return,