BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Landasan Teori
2.2.5. Kebijakan Dividen
Di mana SI = Indeks individual saham
Ps = Harga pasar saham
Pbase = Harga dasar saham
Indeks harga saham individual merupakan suatu nilai yang berfungsi
untuk mengukur kinerja suatu saham tertentu di bursa saham.
2. Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks harga saham gabungan menggambarkan suatu rangkaian
informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan,
sampai pada tanggal tertentu.
2.2.5. Kebijakan Dividen
Dividen adalah bagian laba yang dibagikan kepada pemegang
sejumlah kas kepada pemegang saham PT yang sebanding dengan jumlah
lembar yang dimiliki. Besarnya Dividen per lembar saham yang akan
diterima oleh pemegang saham di antaranya tergantung pada laba
perusahaan pada periode yang bersangkutan. Setiap lembar saham yang
dimiliki oleh pemegang saham berhak atas laba bersih per saham (earning
per share) dan Dividen per lembar saham (Dividend Per Share/DPS).
Pettit (1972:1993) dalam Surtikanti (2005) menyatakan bahwa
pengumuman Dividen merupakan informasi yang digunakan pasar untuk
menilai saham.
Kebijakan dividen pada hakekatnya menentukan posisi laba yang
akan dibagikan kepada pemegang saham dan berapa banyak yang tidak
dibagikan sabagai laba ditahan. Menurut Riyanto (1990:265), kebijakan
dividen adalah bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan
(earning) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para
pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam
perusahaan yang berarti pendapatan tersebut harus ditahan di dalam
perusahaan. Laba ditahan (Retained Earning) dengan demikian merupakan
salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk membiayai
pertumbuhan perusahaan sedangkan dividen merupakan aliran kas yang
dibayarkan kepada para pemegang saham atau “ equity investors “. Makin
tinggi tingkat dividen yang dibayarkan berarti makin sedikit laba yang
dapat ditahan dan sebagai akibatnya ialah menghambat tingkat
Kalau perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatannya tetap
di dalam perusahaan, berarti bahwa bagian dari pendapatan yang tersedia
untuk pembayaran dividen adalah makin kecil.
Gitman (1982:521) dalam Surtikanti (2005) menyatakan bahwa
Dividend Per Share (DPS) sangat ditentukan pada jumlah dividen
keseluruhan yang dibagikan perusahaan dibandingkan dengan banyaknya
lembar saham yang terbit (beredar). Dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham terdiri atas dividen tunai (cash dividend) dan dividen
saham (stock dividend). Dividen tunai (cash dividend) diberikan dalam
bentuk uang sesuai dengan banyaknya lembar saham yang dimiliki
pemegang saham. Sedangkan Dividen saham diberikan dalam bentuk
lembar saham biasa (common stock) kepada pemegang saham, dengan
dibagikan dividen saham maka jumlah lembar saham yang dimiliki
pemegang saham akan bertambah sedangkan total modal yang dimiliki
sama (tetap) sehingga pemberian dividen saham dapat mempengaruhi
harga saham. Terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan kebijakan
dividen perusahaan.
Kebijakan dividen mempengaruhi return yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jangka panjang. Ada dua pendekatan mengenai kebijakan dividen tersebut yakni :
1. Sebagai kebijakan pendanaan jangka panjang.
Pendekatan ini berpandangan bahwa laba setelah pajak yang diperoleh perusahaan merupakan sumber dana jangka panjang. Pembagian
dividen mengurangi sumber dana jangka panjang yang dapat biasanya digunakan untuk mendanai pengembangan usaha. Oleh karena itu, pembagian dividen akan mengakibatkan terjadinya penekanan pada perkembangan usaha atau memaksa pencairan dana ekstern. Jika perusahaan memiliki rencana pengembangan usaha yang cukup bagus maka sumber dana dari dalam perusahaan perlu ditingkatkan.
2. Sebagai kebijakan untuk memaksimumkan nilai perusahaan.
Pendekatan ini berpandangan bahwa kebijakan dividen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap harga pasar dari saham yang beredar. Oleh karena itu, manajer dituntut untuk membagikan dividen sebagai
reward yang diharapkan oleh seorang investor untuk membeli saham
tersebut.
Menurut Brigham (1992) dalam Surtikanti (2005) terdapat tiga
teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen perusahaannya adalah
sebagai berikut :
1) The bird in the hand theory dari Myron Gordon dan John Lithner,
menyatakan bahwa high dividend policy is the best. Sebaiknya
perusahaan membagikan Dividen sebesar-besarnya karena investor
menyukai dividen yang tinggi. Pembagian dividen lebih baik daripada
capital gain, karena investor memandang satu burung di tangan lebih
berharga dibandingkan seribu burung di udara sehingga perusahaan semestinya menawarkan dividen yield yang lebih tinggi (dividen dapat meningkatkan kesejahteraan pemegang saham).
2) Dividend irrelevance theory oleh Miller dan Modigliani, “dividend
policy will have no effect on shareholder wealth”. Yang mana
kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh (dividen tidak relevan)
terhadap kesejahteraan shareholders. Kebijakan dividen dikatakan tidak relevan karena dividen sama sekali tidak mempengaruhi nilai perusahaan atau biaya modalnya.
Nilai perusahaan tergantung pada kebijakan nilai investasi asetnya, bukan pada besarnya laba yang dibagi sebagai dividen atau besarnya laba yang tidak dibagi kepada para investor. Oleh karena itu, tidak akan pernah ada kebijakan dividen optimal karena setiap
shareholder dapat menciptakan kebijakan dividennya sendiri. Hal ini
disebabkan karena jika perusahaan tidak membayarkan dividen,
shareholder dapat menciptakan sendiri dengan cara menjual
sahamnya.
Sebaliknya, jika perusahaan membagikan dividen yang lebih tinggi dari keinginan investor, maka investor dapat menggunakan dividen yang tidak diinginkan tersebut untuk membeli tambahan saham perusahaan. Sehingga apabila investor bisa menjual dan membeli saham untuk menentukan kebijakan dividennya sendiri tanpa menimbulkan pajak atau biaya-biaya lainnya, maka kebijakan dividen perusahaan menjadi tidak relevan lagi. Oleh karena itu, investor yang menginginkan tambahan dividen harus mencadangkan biaya komisi untuk menjual saham dan membayar pajak atas capital gains,
sedangkan investor yang tidak menginginkan dividen harus membayar pajak atas dividen yang tidak diinginkan dan mencadangkan biaya komisi untuk membeli saham. Adanya pajak dan biaya komisi tersebut, maka kebijakan dividen menjadi tidak relevan.
3) Tax differential theory oleh Litzenberger dan Ramaswamy
menyatakan bahwa “low dividend policy is the best”. Dividen
dibagikan sekecil mungkin bahkan tidak perlu/tidak usah dibagikan
jika ada kesempatan investasi yang menguntungkan, daripada
mengeluarkan saham baru atau mengambil pinjaman dengan biaya
yang lebih tinggi. Pandangan ini menyatakan bahwa investor lebih menyukai retained earnings dibandingkan dengan dividen, hal ini disebabkan karena pertimbangan pajak yang dikenakan terhadap
capital gain lebih rendah.
Teori ini menyarankan agar perusahaan membagikan Dividen yang rendah jika ingin memaksimalkan nilai sahamnya. Para investor lebih menyukai pembagian dividen yang lebih rendah dibandingkan yang tinggi karena pajak dari capital gains maksimum pada rate 20%, sedangkan pajak dari pendapatan dividen pada rate di atas 39,6%. Oleh karena itu, kesejahteraan investor (yang memiliki sebagian besar saham dan menerima sebagian besar dividen) terletak pada kesenangan mereka untuk menguasai perusahaan dan menanamkan kembali earnings mereka dalam bisnis.
Pertumbuhan earnings akan mengarah pada harga saham yang lebih tinggi, dan pajak capital gains akan digantikan oleh pajak Dividen yang lebih tinggi.Selain itu, pajak tidak dibayar sampai gains
saham terjual. Karena efek nilai waktu, pajak yang dibayar dimasa yang akan datang mempunyai effective cost yang lebih rendah daripada pajak yang dibayarkan saat ini. Jika saham dimiliki seseorang hingga dia meninggal, maka tidak akan ada pajak capital
gains yang ditanggung. Karena keuntungan pajak ini, investor lebih
suka menguasai sebagian besar earnings mereka di perusahaan. Sehingga, investor akan bersedia membayar lebih banyak untuk perusahaan yang low-payout dibandingkan untuk perusahaan yang
highpayout.
Selanjutnya Wetson dan Copeland (1994:203) dalam Surtikanti
(2005) terdapat teori-teori lain yang berkaitan dengan kebijakan dividen
perusahaan yaitu :
1) Information content of dividend atau dividend signaling hypothesis di
mana kenaikkan dividen yang lebih besar daripada yang diperkirakan
merupakan sinyal bagi investor.
2) Clientele effect theory yaitu kecenderungan perusahaan untuk menarik
jenis investor yang menyenangi kebijakan dividen juga dapat terjadi.
Terdapat beberpa aspek yang berhubungan dengan kebijakan dividen
adalah :
b. Stock split
c. Repurchase of stock
d. Right isue
2.2.5.1.Dividend Per Share (DPS)
Dividend per share merupakan total semua dividen tunai yang
dibagikan dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar. Menurut
Ang (1997) Dividen Per Share (DPS) merupakan total semua dividen yang
dibagikan pada tahun buku sebelumnya, baik dividen intern, dividen total
atau dividen saham. Menurut Horne dan Wachowicz (1998) dividen saham
hanyalah merupakan pembayaran saham tambahan saham biasa pada
pemegang saham. Dividen saham tersebut tidak lebih dari rekapitulasi
perusahaan, proporsi kepemilikan dari pemegang saham tetap tidak
berubah. Secara teoritis, dividen saham bukan sesuatu yang menyangkut
nilai bagi para investor. Mereka menerima sertifikat saham tambahan
tetapi kepemilikan proposional mereka atas perusahaan tersebut tidak
berubah.
Harga pasar saham akan menurun secara proporsional sehingga
nilai tunai saham mereka tetap sama. Apabila pemegang saham ingin
menjual sahamnya untuk memperoleh penghasilan, maka dividen saham
lebih memudahkan penjualan tersebut. Tentunya, tanpa dividen saham
para pemegang saham dapat juga menjual sebagian saham mereka untuk
tambahan saham biasa kepada pemegang saham. Dividen saham hanya
menunjukkan perubahan pembukuan dalam perkiraan ekuitas pemegang
saham pada neraca perusahaan. Proporsi kepemilikan saham dalam
perusahaan tetap sama. Besar kecilnya dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham tergantung dari kebijaksanaan dividen masing-masing
perusahaan dan ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dari segi perusahaan, membagikan dividen kepada para investor
memerlukan pertimbangan yang mendalam karena perusahaan juga harus
memikirkan kelangsungan pertumbuhan perusahaan.
DPS = Dividen Tunai Ang (1997) dalam Intan (2009:8). Jumlah Saham Beredar
2.2.5.2.Dividend Payout Ratio (DPR)
Menurut Ang (1997:623) Dividend pay out ratio merupakan
perbandingan antara dividend per share (DPS) dengan earning per share
(EPS). Sedangkan menurut Husnan (2001:316) dalam Lestariningsih
(2007:24) perusahaan hanya dapat memebagikan dividen semakin besar
jika perusahaan mampu menghasilkan laba yang semakin besar, jika laba
yang dihasilkan besarnya tetap, perusahaan tidak bisa membagikan dividen
yang makin besar karena hal ini berarti perusahaan akan membagikan
modal sendiri.
Menurut Indriyo (2000:232) dalam Lestariningsih (2007:24)
prosentase. Semakin tinggi dividend pay out ratio akan menguntungkan
para investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah Internal
Financial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya dividend
payout ratio semakin kecil akan merugikan investor (para pemegang
saham) tetapi internal financial perusahaan akan semakin kuat.
Dividend pay out ratio dapat diukur sebagai dividen yang
dibayarkan dibagi dengan laba yang tersedia untuk pemegang saham
umum. Perusahaan uang mempunyai risiko tinggi cenderung untuk
membayar dividend pay out ratio lebih kecil supaya nanti tidak memotong
dividen jika laba yang diperoleh turun. Untuk perusahaan yang berisiko
tinggi, probabilitas untuk mengalami laba yang menurun adalah tinggi
(Jogiyanto, 2003:280) dalam Lestariningsih (2007:25).
Dividend Payout Ratio (DPR) ini ditentukan perusahaan untuk
membayar dividen kepada para pemegang saham setiap tahun, penentuan
DPR berdasarkan besar kecilnya laba setelah pajak. Deviden pay out ratio
dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
DPR =
EPS DPS
(Ang, 1997 : 623) dalam Lestariningsih (2007:24).
Keterangan :
DPR = Dividend payout ratio / rasio pembayaran dividen
DPS = Dividen per lembar saham