INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
Ana Kurniawati 0712215060/FE/EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
ANALISIS PENGARUH DIVIDEND PER SHARE DAN DIVIDEND
PAYOUT RATIO TERHADAP ABNORMAL RETURN SAHAM
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Diajukan Oleh :
Ana Kurniawati 0712215060/FE/EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH DIVIDEND PER SHARE DAN DIVIDEND
PAYOUT RATIO TERHADAP ABNORMAL RETURN SAHAM
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA
Disusun oleh :
ANA KURNIAWATI 0712215060/FE/EM
Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
UPN ”Veteran” Jawa Timur Tanggal 27 Mei 2011
Pembimbing: Tim Penguji:
Pembimbing Utama Ketua
Dra. Ec. Tri Kartika P, MSi. Dra. Ec. Hj. Luky Susilowti, MP.
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan terima kasih kepada junjungan tertinggi, ALLAH SWT atas kemampuan dan kasih karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “ANALISIS
PENGARUH DIVIDEND PER SHARE DAN DIVIDEND PAYOUT RATIO
TERHADAP ABNORMAL RETURN SAHAM PERUSAHAAN
MANUFAKTURYANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA”.
Penyusunan skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang bersedia untuk memberikan bantuan dan dukungannya baik secara materiil maupun moril kepada penulis, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, M.P, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur.
5. Seluruh staf Dosen dan Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Bapak dan Ibu serta Saudara-saudaraku tercinta yang sudah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Pada akhirnya penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih ada kekurangan dan perlu adanya perbaikan, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran serta masukan-masukan bagi peneliti yang lain di masa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Surabaya, April 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTRAK ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 9
2.2. Landasan Teori ... 9
2.2.1. Manajemen Keuangan ... 9
2.2.2. Investasi... 10
2.2.2.1. Pengertian Investasi ... 10
2.2.2.2. Proses Investasi ... 11
2.2.3. Pasar Modal ... 13
2.2.3.2. Efisiensi Pasar Modal ... 13
2.2.3.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pasar Modal ... 15
2.2.3.4. Pelaku dan Lembaga Penunjang dalam Pasar Modal ... 16
2.2.4. Saham ... 17
2.2.4.1. Pengertian Saham ... 17
2.2.4.2. Harga Saham ... 17
2.2.4.3. Indeks Harga Saham ... 19
2.2.5. Kebijakan Dividen ... 20
2.2.5.1. Dividend Per Share (DPS) ... 27
2.2.5.2. Dividend Payout Ratio (DPR) ... 28
2.2.6. Abnormal Return ... 30
2.2.7. Pengaruh Dividend Per Share Terhadap Abnormal Return ... 31
2.2.8. Pengaruh Dividend Payout Ratio Terhadap Abnormal Return ... 32
2.3. Kerangka Konseptual ... 34
2.4. Hipotesis ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 36
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 37
3.3.1. Jenis Data ... 38
3.3.2. Sumber Data ... 39
3.3.3. Pengumpulan Data ... 39
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 40
3.4.1. Uji Normalitas ... 40
3.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 40
3.4.2.1. Autokorelasi ... 40
3.4.3. Multikorelasi ... 41
3.4.4. Heteroskedatisitas ... 41
3.4.5. Model Analisis ... 42
3.4.6. Uji Hipotesis ... 42
3.4.6.1. Uji Secara Simultan (Uji F) ... 43
3.4.6.2. Uji Secara Parsial (Uji t) ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 44
4.1.1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia ... 44
4.1.2. Gambaran Umum Perusahaan ... 47
4.1.2.1. PT.Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk ... 47
4.1.2.2. PT.Fast Food Indonesia Tbk ... 47
4.1.2.3. PT.Multi Bintang Indonesia Tbk ... 49
4.1.2.4. PT.Tunas Ridean Tbk ... 49
4.1.2.5. PT.Semen Gresik (Persero) Tbk ... 50
4.1.2.7. PT.Astra Otoparts Tbk ... 51
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 53
4.2.1. Deskripsi Variabel Dividend Per Share (X1) ... 53
4.2.2. Deskripsi Variabel Dividend Payout Ratio (X2)... 54
4.2.3. Deskripsi Variabel Abnormal Return (Y) ... 55
4.3. Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 56
4.3.1. Analisis Asumsi Klasik Regresi Linier ... 56
4.3.2. Hasil Regresi Berganda ... 62
4.3.3. Analisis Hipotesis ... 64
4.4.3. Pengujian Hipotesis ... 66
4.4. Pembahasan ... 67
4.4.1. Pengaruh Dividend Per Share Terhadap Abnormal Return ... 67
4.5.2. Pengaruh Dividend Payout Ratio Terhadap Abnormal Return ... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 69
5.2. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Data Laporan Keuangan Tahun 2005-2009 ... 5
Tabel 3.1. Ketentuan Uji Durbin Watson ... 41
Tabel 4.1. Dividend Per Share (X1) Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2009 ... 53
Tabel 4.2. Dividen Payout Ratio (X2) Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2009 ... 55
Tabel 4.3. Abnormal Return (Y) Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2009 ... 56
Tabel 4.4. Uji Outlier ... 57
Tabel 4.5. Uji Normalitas ... 58
Tabel 4.6. Uji Multikolinieritas. ... 59
Tabel 4.7. Uji Heteroskedastisitas ... 60
Tabel 4.8. Uji Autokorelasi ... 61
Tabel 4.9. Uji Kecocokkan Model ... 63
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Konseptual Uji Linier Berganda... 34
Lampiran 1 Uji Outlier, Uji Normalitas, Uji Multikolinieritas
Lampiran 2 Uji Heteroskedastisitas, Uji Autokorelasi, Uji Kecocokkan
INDONESIA
Oleh
Ana Kurniawati
Abstrak
Krisis ekonomi global dua tahun lalu berdampak besar pada pertumbuhan sektor manufaktur. Industri manufaktur yang tumbuh hingga 4,7 persen tahun 2007 melambat menjadi 2,1 persen tahun 2009. Industri manufaktur non migas yang tumbuh 5,1 persen tahun 2007 kini hanya 2,5 persen. Melambatnya permintaan global memunculkan kekhawatiran adanya penyusutan jumlah perusahaan manufaktur. Pasar modal merupakan salah satu alternatif para investor untuk melakukan pendanaan bagi perusahaan dan merupakan suatu lembaga yang mempunyai instrumen dengan likuiditas yang cukup bagus. investor saham mempunyai tujuan untuk memiliki saham dalam jangka waktu yang relatif lebih panjang, dan mengharapkan pendapatan utamanya dari dividen. Dividen yang dibayarkan oleh perusahaan dapat menambah penghasilan bagi para investor yang merupakan bagian dari keuntungan perusahaan yang diperoleh dalam satu periode tertentu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dividend per share dan
dividend payout ratio mempunyai pengaruh terhadap abnormal return saham
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan periode tahun 2005 sampai dengan 2009 yang diambil di Bursa Efek Indonesia (BEI). Teknik analisis yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda dengan asumsi klasik menggunakan program SPSS.
Melalui analisis uji regresi linier berganda dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan uji t pengujian secara parsial dapat diketahui bahwa variabel DPS (X1), DPR (X2), berpengaruh signifikan positif terhadap abnormal Return.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi global dua tahun lalu berdampak besar pada
pertumbuhan sektor manufaktur. Industri manufaktur yang tumbuh hingga
4,7 persen tahun 2007 melambat menjadi 2,1 persen tahun 2009. Industri
manufaktur non migas yang tumbuh 5,1 persen tahun 2007 kini hanya 2,5
persen. Melambatnya permintaan global memunculkan kekhawatiran
adanya penyusutan jumlah perusahaan manufaktur. Dari 29.000
perusahaan manufaktur skala menengah dan besar pada tahun 2006,
diprediksi ”hanya” ada 27.000 perusahaan yang masih beroperasi pada
tahun 2008. Tidak hanya manufaktur skala besar, industri skala mikro dan
kecil pun anjlok 2,1 persen dan 5 persen dihantam krisis tahun 2008.
Kondisi ini yang memicu anggapan bahwa Indonesia menuju
deindustrialisasi (Kompas.com 28 Februari 2011).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa deindustrialisasi
merupakan sebuah proses dinamis yang terkait dengan tren menurunnya
kinerja manufaktur dan tingkat penyerapan tenaga kerja di industri dalam
kurun waktu tertentu. Realisasi investasi di industri manufaktur masih
mencatat porsi cukup besar, yaitu di atas 40 persen, sedangkan di sektor
primer di bawah 10 persen. Kalaupun mengecil di tiga tahun terakhir, hal
di pasar global. Secara historis, sektor manufaktur pernah tumbuh pesat
dengan kontribusi besar bagi ekonomi Indonesia. Untuk melecutnya
kembali berlari kencang, iklim investasi yang makin kondusif perlu
diciptakan. Penyediaan dan perbaikan infrastruktur, eliminasi hambatan
berbiaya tinggi, kepastian hukum, dan kestabilan politik menjadi syarat
minimal yang dipercaya dapat menarik investor ke bisnis ini. Jika hal ini
terealisasi, ekonomi dapat tumbuh ke level yang lebih tinggi dan tenaga
kerja yang diserap bertambah banyak. Tentunya yang diuntungkan
masyarakat Indonesia dan ekonomi nasional (Kompas.com 28 Februari
2011).
Pasar modal merupakan salah satu alternatif para investor untuk
melakukan pendanaan bagi perusahaan dan merupakan suatu lembaga
yang mempunyai instrumen dengan likuiditas yang cukup bagus. Pada
umumnya tujuan investor saham dapat dibedakan menjadi dua yaitu
investor yang tujuannya untuk memiliki saham yang kemudian disimpan
sementara, dan akan menjualnya kembali apabila akan diperoleh
pendapatan karena perbedaan harga (capital gain). Yang kedua, investor
saham mempunyai tujuan untuk memiliki saham dalam jangka waktu yang
relatif lebih panjang, dan mengharapkan pendapatan utamanya dari
dividen. Dividen terdiri dari cash dividend, dividen saham, dividen harta.
Informasi dividen merupakan cerminan kinerja perusahaan atau
Dividen dianggap memiliki sinyal yang baik dan dapat dipercaya. Manajer perusahaan menggunakan dividen sebagai salah satu sarana untuk menginformasikan kepada pasar mengenai prospek masa depan perusahaan. Harapan investor mengenai prospek masa depan perusahaan dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Harapan investor ini tergantung pada informasi yang mereka peroleh mengenai perusahaan tersebut. Hal ini berdasarkan bahwa investor akan menganggap dividen sebagai sinyal yang bagus jika perusahaan memiliki kebijakan meningkatkan dividennya. Sebaliknya, investor akan menganggap dividen sebagai sinyal prospek masa depan perusahaan yang kurang cerah, jika perusahaan menurunkan dividennya. Perubahan harga saham karena pembagian dividen yang tidak stabil ini menunjukkan bahwa pengumuman dividen mengandung informasi (Brigham dan Gapenski, 1999).
Untuk meningkatkan nilai perusahaan maka di samping membuat
kebijakan dividen maka perusahaan dituntut untuk tumbuh. Pertumbuhan
dapat diwujudkan menggunakan kesempatan investasi sebaik-baiknya.
Investasi berhubungan dengan pendanaan dan apabila investasi sebagian
besar didanai internal equity maka akan mempengaruhi besarnya dividen
dibagikan. Dan apabila dana internal equity kurang mencukupi dari dana
yang dibutuhkan untuk investasi maka bisa dipenuhinya dari eksternal
khususnya dari hutang. Perusahaan yang cenderung menggunakan sumber
dana eksternal untuk mendanai tambahan investasi akan membagikan
Untuk itulah, manajer harus dapat menentukan kebijakan dividen yang
memberikan keuntungan kepada investor. Di sisi lain harus menjalankan
perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang diharapkan.
Riyanto (1997:265-266), dan (Dermawan, 1997:57) dalam
Purwanto (2009:2) menyatakan bahwa perusahaan dalam membuat
keputusan pembagian dividen harus mempertimbangkan kelangsungan
hidup dan pertumbuhan perusahaan. Laba sebaiknya tidak dibagikan
sebagai dividen seluruhnya dan sebagian harus disisihkan untuk
diinvestasikan kembali. Karena kebijakan dividen terdapat dua pihak yang
berkepentingan yang saling bertentangan yaitu kepentingan pemegang
saham dan kepentingan perusahaan dengan retained earning untuk
investasi, di samping kepentingan bondholders yang juga mempengaruhi
besarnya dividen kas yang dibagikan. Pembagian dividen sebagian besar
dipengaruhi oleh perilaku investor yang lebih memilih dividen tinggi yang
mengakibatkan retained earning menjadi rendah. Investor beranggapan
bahwa dividen yang diterima saat ini lebih berharga dibandingkan capital
gain yang diperoleh dikemudian hari (Blume, 1980 dalam Yutiningsih,
2002: 45) dalam Purwanto (2009:2).
Fenomena pembagian dividen sangat menarik untuk diteliti. Disatu
sisi pembagian dividen saham mengidentifikasikan bahwa perusahaan
sedang mengekspresikan kepercayaan diri (confidents) terhadap pemegang
saham, akan tetapi disisi lain perusahaan tidak membagikan dividen
memperbesar laba ditahan untuk melakukan re-investasi. Dalam hal ini
pihak manajemen harus memutuskan berapa besar posisi laba yang akan
dibagikan kepada pemegang saham dan berapa banyak yang tidak
dibagikan sebagai laba ditahan. Jika dilihat sepintas kebijakan pembagian
dividen merupakan salah satu dari sekian banyak kebijakan yang dimiliki
perusahaan yang harus dilaksanakan dan direalisasikan kepada pemegang
saham. Hal ini disebabkan karena tanpa adanya pembagian dividen maka
dikuatirkan para pemegang saham akan beralih ke perusahaan lain yang
sudah jelas pembagian dividennya.
Dividen yang dibayarkan oleh perusahaan dapat menambah
penghasilan bagi para investor yang merupakan bagian dari keuntungan
perusahaan yang diperoleh dalam satu periode tertentu. Berikut ini
terdapat perusahaan manufaktur yang secara kontinu mengumumkan
pembagian dividen dari tahun 2005-2009 di antaranya sebagai berikut :
Tabel 1.1. Data Laporan Keuangan Tahun 2005-2009
No Perusahaan Dividend Per Share (Rp) Dividend Payout Ratio (%)
2005 2006 2007 2008 2009 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : ICMD 2006-2010
Berdasarkan pada data yang diperoleh diatas dapat diketahui bahwa
dividend payout ratio mengalami kenaikan dan ada yang mengalami
penurunan namun ada juga yang membagi dividen yang besarnya konstan
setiap tahunnya. Hal ini akan mempengaruhi abnormal return saham
perusahaan.
Atmaja (2008:289) dalam pengujian ex-Dividend day menyatakan
bahwa jika Dividend yield dan capital gains yield adalah indefferent, harga
saham setelah hari pembayaran Dividen (ex-Dividend day) akan berkurang
sebesar Dividen yang dibayarkan. Surtikanti (2005) mengatakan bahwa
dividend per share berpengaruh signifikan terhadap abnormal return.
Modigliani dan Miller (1996) mengatakan bahwa suatu kenaikkan Dividen yang di atas biasanya merupakan suatu sinyal kepada investor bahwa
manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa
mendatang. Surtikanti (2005) mengatakan bahwa dividend payout ratio
berpengaruh signifikan terhadap abnormal return.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dari dividend per
share dan dividend payout ratio terhadap abnormal return yang
merupakan aspek utama dalam kebijakan dividen perusahaan bagi
pemegang sahamnya. Hal ini dilakukan untuk memberikan masukan
sebagai alternatif dalam menentukan kebijakan dividen bagi perusahaan
sehingga tidak akan merugikan baik investor maupun maupun perusahaan
serta sebagai masukan bagi pengembangan kebijakan dividen serta
Dalam penelitian ini dipilih perusahaan manufaktur karena indeks
perusahaan sektor ini dianggap memiliki kinerja paling memuaskan
dibanding kelompok indeks lainnya selain itu perusahaan manufaktur
sedang mengalami perkembangan yang pesat dan persaingan bisnis yang
cukup ketat dimana dalam kondisi ini cenderung menghasilkan laba yang
berfluktuasi sehingga tidak dapat memastikan apakah harapan
pendapatannya bisa direalisir karena itu untuk berjaga-jaga perusahaan
akan menahan labanya dalam persentase yang tinggi. Oleh karena itu di
dalam penelitian ini diangkatlah judul “Analisis Pengaruh Dividend Per
Share dan Dividend Payout Ratio Terhadap Abnormal Return Saham
Perusahaan ManufakturYang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka
perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu :
1. Seberapa besar pengaruh dividend per share terhadap abnormal return
saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
2. Seberapa besar pengaruh dividend payout ratio terhadap abnormal
return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah penelitian maka tujuan dari
untuk mengetahui pengaruh dividend per share dan dividend payout
ratio mempunyai pengaruh terhadap abnormal return saham perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Bagi peneliti
Penelitian ini sangat berguna bagi penulis untuk menambah
wawasan, pengetahuan sekaligus merupakan kesempatan untuk
mengetahui masalah yang sebenarnya dihadapi oleh perusahaan
manufaktur dalam kaitannya dengan teori yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
2. Bagi pihak lain
Memberikan sumbangan ilmu penetahuan khususnya mata kuliah
manajemen keuangan. Dapat digunakan sebagai tambahan referensi
lebih lanjut bagi berbagai kalangan di lingkungan almamater, serta dapat
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Surtikanti (2005) meneliti pengaruh dividend per share (DPS) dan
dividend payout ratio (DPR) terhadap abnormal return serta melihat
perubahan abnormal return sebelum dan setelah tanggal pengumuman
dividen.
Hasil pengujian data gabungan 2000, 2001, dan 2002 menunjukkan
bahwa pengaruh Dividend Per Share (DPS) dan Dividend Payout Ratio
(DPR) secara signifikan terhadap abnormal return saham. Sedangkan dari
uji perbedaan rata-rata terdapat perbedaan nyata rata-rata abnormal return
sebelum dan setelah tanggal pengumuman dividen.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan menyangkut kegiatan perencanaan, analisis,
dan pengendalian kegiatan keuangan. Mereka yang melaksanakan kegiatan
tersebut sering disebut sebagai manajer keuangan. Meskipun demikian,
kegiatan keuangan tidaklah terbatas dilakukan oleh mereka yang
menduduki jabatan seperti Direktur Keuangan, Manajer Keuangan, Kepala
Bagian Keuangan, dan sebagainya, mungkin melakukan sekali kegiatan
menghasilkan produk baru, jelas akan dibicarakan dan diputuskan oleh
Direktur, tidak terbatas hanya oleh Direktur Keuangan. Banyak keputusan
yang harus diambil oleh manajer keuangan dan berbagai kegiatan yang
harus dijalankan mereka. Meskipun demikian kegiatan - kegiatan tersebut
dapat dikelompokkan menjadi dua kegiatan utama, yaitu kegiatan
menggunakan dana (allocation of fund) dan mencari pendanaan (raising of
fund). Dua kegiatan utama (fungsi) tersebut disebut sebagai fungsi
keuangan (Husnan, 1996:4).
Manajemen keuangan merupakan bidang yang terluas dari tiga
bidang keuangan dan memiliki kesempatan karir yang sangat luas.
Manajemen keuangan sangat penting dalam semua jenis perusahaan,
termasuk bank dan lembaga keuangan lainnya serta perusahaan industri
dan ritel. Manajemen keuangan juga penting dalam kegiatan pemerintah,
mulai dari sekolah, rumah sakit, hingga departemen jalan tol (Brigham dan
Houston, 2001: 6).
2.2.2. Investasi
2.2.2.1.Pengertian Investasi
Menurut Sunariyah (1997:2): “Investasi adalah penanaman modal
untuk salah satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka
waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang
akan datang”. Sedangkan menurut Jogiyanto (2000:323): “Cara
untuk mendapatkan manfaat (keuntungan tertentu sebagai hasil penanaman
modal tersebut)”.
Menurut Halim (2003:15), ada beberapa alasan mengapa seseorang
melakukan investasi antara lain adalah:
a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan
datang.
b. Dorongan untuk memanfaatkan fasilitas dan kemudahan ekonomi dari
pemerintah. Kebijakan yang sifatnya mendorong tumbuhnya investasi
di masyarakat melalui fasilitas fiskal, moneter dan beberapa
kemudahan diberikan kepada masyarakat yang melakukan investasi
pada bidang-bidang tertentu.
c. Dengan melakukan investasi dalam bidang usaha yang produktif
dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, dapat menghindari
merosot nilai kekayaan atau harta miliknya karena inflasi.
2.2.2.2.Proses Investasi
Sebelum melakukan investasi seorang investor harus mengetahui
terlebih dahulu proses-proses investasi, sebab dalam proses investasi itu
dapat ditunjukkan bagaimana seharusnya seorang pemodal tersebut
melakukan investasi dalam sekuritas seperti kapan investasi harus
dilakukan, berapa banyak akan berinvestasi dan lain-lain.
Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam suatu proses investasi, menurut
a. Melakukan kebijakan investasi
Dalam tahap ini seorang investor harus terlebih dahulu menentukan
tujuan investasi dan seberapa banyak investasi itu akan dilakukan.
b. Analisis sekuritas
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendeteksi sekuritas mana yang
nampaknya menguntungkan atau tidak menguntungkan, dapat
dilakukan dengan menggunakan analisa teknikal dan analisa
fundamental.
c. Pembentuk portofolio
Tahap ini menyangkut identifikasi sekuritas-sekuritas mana yang akan
dipilih.
d. Melakukan revisi portofolio
Tahap ini merupakan pengulangan terhadap tiga tahap sebelumnya
dengan maksud kalau perlu melakukan perubahan terhadap portofolio
yang telah dimiliki.
e. Evaluasi kinerja portofolio
Dalam tahap ini pemodal melakukan penilaian terhadap kinerja
portofolio baik tingkat keuntungan maupun resiko yang ditanggung.
Pada saat ini ada tiga sasaran investasi yaitu sektor riil, sektor pasar
uang dan sektor pasar modal. Pada masyarakat yang lebih mengarah pada
tahapan industrialisasi, peranan pasar modal sebagai sarana investasi dan
menghimpun dana produktif semakin besar. Hal ini tidak dapat dilepas
Nilai suatu saham yang dipasarkan di pasar modal cenderung
mencerminkan nilai ekonomis sesungguhnya karena adanya kemampuan
untuk adaptasi dengan keadaan di masyarakat, serta mempunyai likuiditas
yang tinggi dibanding sektor riil dan pasar perbankan.
2.2.3. Pasar Modal
2.2.3.1.Pengertian Pasar Modal
Adapun yang dimaksud pasar modal seperti yang dikemukakan
oleh Sunariyah (1997:129) dalam Pengantar Pengetahuan Pasar Modal
adalah : “Tempat pertemuan antara penawaran dan permintaan surat
berharga”. Jadi yang dimaksud dengan pasar modal adalah suatu
organisasi yang menyediakan tempat bertemunya penawaran dan
permintaan atas efek-efek yang berupa saham dan obligasi, dimana
organisasi tersebut juga melaksanakan kegiatan administratif bagi
kepentingan anggotanya. Dengan demikian organisasi tersebut diharapkan
dapat mengalokasikan dana-dana yang dimiliki oleh kesatuan-kesatuan
ekonomi yang ada dalam masyarakat secara efisien kepada pamakai akhir.
2.2.3.2.Efisiensi Pasar Modal
Pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar modal yang
harga sekuritas-sekuritasnya mencerminkan semua informasi yang tersedia
dan relevan, seperti yang dinyatakan oleh Mishkins dan Eakins (2000:161)
that prices of securities in financial market fully reflect all available
information”. Berdasarkan pernyataan Mishkins dan Eakins tersebut dapat
disimpulkan bahwa semakin cepat informasi tercermin pada harga
sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut.
Fama (1970) dalam Surtikanti (2005) membagi modal efisien di
pasar modal menjadi tiga bentuk berdasarkan informasi yang digunakan
dalam pengambilan keputusan, seperti yang dikutip oleh Jones (1998:248)
dalam Surtikanti (2005) :
1. Weak form : A market can be said to be weakly efficient if current
price reflects all pass market data. The correct implication of
aweak-form efficient market is that the past history of price inaweak-formation is if
no value in assesing future changes in price.
2. Semistrong Form : A market can be said to be “efficient in the semi
strong sense” if current prices refflect all available information.
3. Strong Form : A market can be said to be “efficient in the strong
sense” if current prices refflect all available information.
Menurut Brealy dan Myers (1996:329) dalam Surtikanti (2005)
juga membagi efisiensi pasar modal menjadi tiga tingkat : Harry Robert
has defined there levels of market efficiency. The first the case in which
price reflect all information contained in the record of past prices. Robert
called this semistrong form of efficiency. Finally, Harry Roberts envisage
information but all the information that can be required by paintstaking
analysis of the company on the economy.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efisiensi pasar
modal dibagi dalam tiga bentuk yaitu :
1. Efisiensi pasar modal dalam bentuk lemah
2. Efisiensi pasar modal dalam bentuk setengah kuat
3. Efisiensi pasar modal dalam bentuk kuat
2.2.3.3.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pasar Modal
Berdasarkan definisi pasar modal diatas dimana pasar modal
merupakan pertemuan antara supply dan demand akan dana yang
transferable. Secara rinci faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pasar modal (Husnan, 1996:8) adalah sebagai berikut :
a. Supply sekuritas, faktor ini adalah harus banyak perusahaan yang
bersedia menerbitkan sekuritas di pasar modal.
b. Demand akan sekuritas, faktor ini berarti harus terdapat anggota
masyrakat yang memiliki jumlah dana yang cukup besar untuk
dipergunakan membeli sekuritas yang ditawarkan.
c. Kondisi ekonomi dan politik, faktor ini yang akhirnya mempengaruhi
supply dan demand akan sekuritas.
d. Hukum dan Peraturan, pembeli sekuritas pada dasarnya mengandalkan
pada informasi yang disediakan oleh perusahaan yang menerbitkan
2.2.3.4.Pelaku dan Lembaga Penunjang dalam Pasar Modal
1. BAPEPAM, lembaga ini merupakan lembaga yang dibentuk oleh
pemerintah untuk mengawasi pasar modal Indonesia. BAPEPAM
merupakan singkatan dari Badan Pemeriksa Pasar Modal, setelah
sebelumnya merupakan singkatan Badan Pelaksana Pasar Modal.
2. Bursa Efek, merupakan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan
perdagangan sekuritas. Di Indonesia terdapat dua Bursa Efek yaitu
Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Masing-masing
mempunyai persyaratan tersendiri agar suatu sekuritas bisa
didaftarkan. Di bursa inilah bertemu pembeli dan penjual sekuritas.
3. Akuntan Publik, peran akuntan publik pertama adalah memeriksa
laporan keuangan dan memberikan pendapat terhadap laporan
keuangan.
4. Underwriter, merupakan mediator yang mempertemukan emiten
dengan pemodal.
5. Emiten, merupakan perusahaan yang memperoleh dana melalui pasar
modal.
6. Pemodal, adalah orang-ornag atau badan-badan yang teertarik untuk
2.2.4. Saham
2.2.4.1.Pengertian Saham
Saham dapat didefinisikan sebagai surat berharga sebagai bukti
penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi dalam suatu
perusahaan. Apabila seorang investor membeli saham, maka ia akan
menjadi pemilik dan disebut sebagai pemegang saham perusahaan
tersebut. (Anoraga dan Pakarti, 2001 : 58).
Saham biasa ada dua jenis, yaitu saham atas nama dan saham atas
unjuk. Untuk saham atas nama, nama pemilik saham tertera diatas saham
tersebut, sedangkan saham atas unjuk yaitu nama pemilik saham tidak
tertera di atas saham tersebut. Seluruh hak-hak pemegang saham akan
diberikan pada penyimpanan saham tersebut.
2.2.4.2.Harga Saham
Menurut Arwanta dan Gantyowati (2004:29), Harga saham adalah
harga pasar (market value) saham yang berlaku dalam pasar modal pada
saat itu. Dalam proses penilaian saham perlu dibedakan antara nilai (value)
dan harga (price). Nilai adalah nilai intrinsik yang merupakan nilai nyata
(true value) suatu saham yang ditentukan oleh beberapa faktor
fundamental perusahaan.
Menurut Halim (2003:11) jenis-jenis harga saham itu antara lain
adalah :
Harga nominal merupakan nilai yang ditetapkan oleh emiten untuk
menilai setiap lembar saham yang dikeluarkannya. Harga nominal itu
tercantum dalam lembar saham tersebut.
b. Harga Perdana
Harga perdana merupakan harga sebelum saham tersebut dicantumkan
di Bursa Efek. Besarnya harga perdana ini tergantung dari persetujuan
antara emiten (perusahaan penerbit saham) dan penjamin emisi
(underwriter)
c. Harga Pasar
Harga pasar merupakan harga jual investor yang satu ke investor lain.
Harga saham terjadi setelah saham tersebut dicatatkan ke Bursa Efek
atau disebut harga pasar sekunder. Harga ini yang benar-benar
mewakili perusahaan penerbitnya, karena kecil sekali kemungkinan
terjadi negosiasi antara investor dan perusahaan penerbit. Harga yang
diterbitkan setiap hari adalah harga pasar ini.
d. Harga Pembukaan
Harga pembukaan merupakan harga yang diminta oleh penjual dari
pembeli pada saat jam bursa dibuka.
e. Harga Penutupan
Harga penutupan merupakan harga yang diminta oleh penjual dari
pembeli pada saat akhir bursa.
Transaksi saham tidak hanya sekali atau dua kali terjadi dalam satu
hari., tetapi bisa berkali-kali dan tidak terjadi pada harga yang sama.
Dari harga-harga yang terjadi tentu ada harga yang paling tinggi pada
satu hari bursa tersebut, harga itu disebut harga tertinggi.
g. Harga Terendah
Harga terendah merupakan harga yang paling rendah pada satu hari
bursa.
h. Harga Rata-rata
Harga rata-rata merupakan harga tertinggi dan harga terendah. Harga
ini bisa dicatat untuk tansaksi harian, bulanan atau tahunan.
i. Indeks Harga Saham
Indeks harga saham mencerminkan situasi umum bursa efek. Indeks
harga saham merupakan ringkasan atas berbagai faktor yang
berpengaruh, terutama fenomena-fenomena ekonomi, social dan
politik. Indeks harga saham adalah angka Indeks Harga saham yang
telah disusun dan dihitung sedemikian rupa sehingga diharapkan bisa
menghasilkan trend.
2.2.4.3.Indeks Harga Saham
Menurut Sunariyah (2000:124) dalam Surtikanti (2005) indeks
harga saham merupakan catatan terhadap perubahan – perubahan maupun
suatu saat tertentu. Sehingga indeks harga sahammemberikan harga-harga
saham pada saat tertentu maupun dalam periodisasi tertentu pula.
Sunariyah (2000:125) dalam Surtikanti (2005) menguraikan
jenis-jenis indeks harga saham sebagai berikut :
1. Indeks Harga Saham Individual
Indeks harga saham individual menggambarkan suatu rangkaian
informasi historis mengenai pergerakan harga saham, sampai pada
tanggal tertentu. Rumus untuk menghitung indeks individual saham
adalah :
Di mana SI = Indeks individual saham
Ps = Harga pasar saham
Pbase = Harga dasar saham
Indeks harga saham individual merupakan suatu nilai yang berfungsi
untuk mengukur kinerja suatu saham tertentu di bursa saham.
2. Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks harga saham gabungan menggambarkan suatu rangkaian
informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan,
sampai pada tanggal tertentu.
2.2.5. Kebijakan Dividen
Dividen adalah bagian laba yang dibagikan kepada pemegang
sejumlah kas kepada pemegang saham PT yang sebanding dengan jumlah
lembar yang dimiliki. Besarnya Dividen per lembar saham yang akan
diterima oleh pemegang saham di antaranya tergantung pada laba
perusahaan pada periode yang bersangkutan. Setiap lembar saham yang
dimiliki oleh pemegang saham berhak atas laba bersih per saham (earning
per share) dan Dividen per lembar saham (Dividend Per Share/DPS).
Pettit (1972:1993) dalam Surtikanti (2005) menyatakan bahwa
pengumuman Dividen merupakan informasi yang digunakan pasar untuk
menilai saham.
Kebijakan dividen pada hakekatnya menentukan posisi laba yang
akan dibagikan kepada pemegang saham dan berapa banyak yang tidak
dibagikan sabagai laba ditahan. Menurut Riyanto (1990:265), kebijakan
dividen adalah bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan
(earning) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para
pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam
perusahaan yang berarti pendapatan tersebut harus ditahan di dalam
perusahaan. Laba ditahan (Retained Earning) dengan demikian merupakan
salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk membiayai
pertumbuhan perusahaan sedangkan dividen merupakan aliran kas yang
dibayarkan kepada para pemegang saham atau “ equity investors “. Makin
tinggi tingkat dividen yang dibayarkan berarti makin sedikit laba yang
dapat ditahan dan sebagai akibatnya ialah menghambat tingkat
Kalau perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatannya tetap
di dalam perusahaan, berarti bahwa bagian dari pendapatan yang tersedia
untuk pembayaran dividen adalah makin kecil.
Gitman (1982:521) dalam Surtikanti (2005) menyatakan bahwa
Dividend Per Share (DPS) sangat ditentukan pada jumlah dividen
keseluruhan yang dibagikan perusahaan dibandingkan dengan banyaknya
lembar saham yang terbit (beredar). Dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham terdiri atas dividen tunai (cash dividend) dan dividen
saham (stock dividend). Dividen tunai (cash dividend) diberikan dalam
bentuk uang sesuai dengan banyaknya lembar saham yang dimiliki
pemegang saham. Sedangkan Dividen saham diberikan dalam bentuk
lembar saham biasa (common stock) kepada pemegang saham, dengan
dibagikan dividen saham maka jumlah lembar saham yang dimiliki
pemegang saham akan bertambah sedangkan total modal yang dimiliki
sama (tetap) sehingga pemberian dividen saham dapat mempengaruhi
harga saham. Terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan kebijakan
dividen perusahaan.
Kebijakan dividen mempengaruhi return yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jangka panjang. Ada dua pendekatan mengenai kebijakan dividen tersebut yakni :
1. Sebagai kebijakan pendanaan jangka panjang.
dividen mengurangi sumber dana jangka panjang yang dapat biasanya digunakan untuk mendanai pengembangan usaha. Oleh karena itu, pembagian dividen akan mengakibatkan terjadinya penekanan pada perkembangan usaha atau memaksa pencairan dana ekstern. Jika perusahaan memiliki rencana pengembangan usaha yang cukup bagus maka sumber dana dari dalam perusahaan perlu ditingkatkan.
2. Sebagai kebijakan untuk memaksimumkan nilai perusahaan.
Pendekatan ini berpandangan bahwa kebijakan dividen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap harga pasar dari saham yang beredar. Oleh karena itu, manajer dituntut untuk membagikan dividen sebagai
reward yang diharapkan oleh seorang investor untuk membeli saham
tersebut.
Menurut Brigham (1992) dalam Surtikanti (2005) terdapat tiga
teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen perusahaannya adalah
sebagai berikut :
1) The bird in the hand theory dari Myron Gordon dan John Lithner,
menyatakan bahwa high dividend policy is the best. Sebaiknya
perusahaan membagikan Dividen sebesar-besarnya karena investor
menyukai dividen yang tinggi. Pembagian dividen lebih baik daripada
capital gain, karena investor memandang satu burung di tangan lebih
2) Dividend irrelevance theory oleh Miller dan Modigliani, “dividend
policy will have no effect on shareholder wealth”. Yang mana
kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh (dividen tidak relevan)
terhadap kesejahteraan shareholders. Kebijakan dividen dikatakan tidak relevan karena dividen sama sekali tidak mempengaruhi nilai perusahaan atau biaya modalnya.
Nilai perusahaan tergantung pada kebijakan nilai investasi asetnya, bukan pada besarnya laba yang dibagi sebagai dividen atau besarnya laba yang tidak dibagi kepada para investor. Oleh karena itu, tidak akan pernah ada kebijakan dividen optimal karena setiap
shareholder dapat menciptakan kebijakan dividennya sendiri. Hal ini
disebabkan karena jika perusahaan tidak membayarkan dividen,
shareholder dapat menciptakan sendiri dengan cara menjual
sahamnya.
sedangkan investor yang tidak menginginkan dividen harus membayar pajak atas dividen yang tidak diinginkan dan mencadangkan biaya komisi untuk membeli saham. Adanya pajak dan biaya komisi tersebut, maka kebijakan dividen menjadi tidak relevan.
3) Tax differential theory oleh Litzenberger dan Ramaswamy
menyatakan bahwa “low dividend policy is the best”. Dividen
dibagikan sekecil mungkin bahkan tidak perlu/tidak usah dibagikan
jika ada kesempatan investasi yang menguntungkan, daripada
mengeluarkan saham baru atau mengambil pinjaman dengan biaya
yang lebih tinggi. Pandangan ini menyatakan bahwa investor lebih menyukai retained earnings dibandingkan dengan dividen, hal ini disebabkan karena pertimbangan pajak yang dikenakan terhadap
capital gain lebih rendah.
Pertumbuhan earnings akan mengarah pada harga saham yang lebih tinggi, dan pajak capital gains akan digantikan oleh pajak Dividen yang lebih tinggi.Selain itu, pajak tidak dibayar sampai gains
saham terjual. Karena efek nilai waktu, pajak yang dibayar dimasa yang akan datang mempunyai effective cost yang lebih rendah daripada pajak yang dibayarkan saat ini. Jika saham dimiliki seseorang hingga dia meninggal, maka tidak akan ada pajak capital
gains yang ditanggung. Karena keuntungan pajak ini, investor lebih
suka menguasai sebagian besar earnings mereka di perusahaan. Sehingga, investor akan bersedia membayar lebih banyak untuk perusahaan yang low-payout dibandingkan untuk perusahaan yang
highpayout.
Selanjutnya Wetson dan Copeland (1994:203) dalam Surtikanti
(2005) terdapat teori-teori lain yang berkaitan dengan kebijakan dividen
perusahaan yaitu :
1) Information content of dividend atau dividend signaling hypothesis di
mana kenaikkan dividen yang lebih besar daripada yang diperkirakan
merupakan sinyal bagi investor.
2) Clientele effect theory yaitu kecenderungan perusahaan untuk menarik
jenis investor yang menyenangi kebijakan dividen juga dapat terjadi.
Terdapat beberpa aspek yang berhubungan dengan kebijakan dividen
adalah :
b. Stock split
c. Repurchase of stock
d. Right isue
2.2.5.1.Dividend Per Share (DPS)
Dividend per share merupakan total semua dividen tunai yang
dibagikan dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar. Menurut
Ang (1997) Dividen Per Share (DPS) merupakan total semua dividen yang
dibagikan pada tahun buku sebelumnya, baik dividen intern, dividen total
atau dividen saham. Menurut Horne dan Wachowicz (1998) dividen saham
hanyalah merupakan pembayaran saham tambahan saham biasa pada
pemegang saham. Dividen saham tersebut tidak lebih dari rekapitulasi
perusahaan, proporsi kepemilikan dari pemegang saham tetap tidak
berubah. Secara teoritis, dividen saham bukan sesuatu yang menyangkut
nilai bagi para investor. Mereka menerima sertifikat saham tambahan
tetapi kepemilikan proposional mereka atas perusahaan tersebut tidak
berubah.
Harga pasar saham akan menurun secara proporsional sehingga
nilai tunai saham mereka tetap sama. Apabila pemegang saham ingin
menjual sahamnya untuk memperoleh penghasilan, maka dividen saham
lebih memudahkan penjualan tersebut. Tentunya, tanpa dividen saham
para pemegang saham dapat juga menjual sebagian saham mereka untuk
tambahan saham biasa kepada pemegang saham. Dividen saham hanya
menunjukkan perubahan pembukuan dalam perkiraan ekuitas pemegang
saham pada neraca perusahaan. Proporsi kepemilikan saham dalam
perusahaan tetap sama. Besar kecilnya dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham tergantung dari kebijaksanaan dividen masing-masing
perusahaan dan ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dari segi perusahaan, membagikan dividen kepada para investor
memerlukan pertimbangan yang mendalam karena perusahaan juga harus
memikirkan kelangsungan pertumbuhan perusahaan.
DPS = Dividen Tunai Ang (1997) dalam Intan (2009:8). Jumlah Saham Beredar
2.2.5.2.Dividend Payout Ratio (DPR)
Menurut Ang (1997:623) Dividend pay out ratio merupakan
perbandingan antara dividend per share (DPS) dengan earning per share
(EPS). Sedangkan menurut Husnan (2001:316) dalam Lestariningsih
(2007:24) perusahaan hanya dapat memebagikan dividen semakin besar
jika perusahaan mampu menghasilkan laba yang semakin besar, jika laba
yang dihasilkan besarnya tetap, perusahaan tidak bisa membagikan dividen
yang makin besar karena hal ini berarti perusahaan akan membagikan
modal sendiri.
Menurut Indriyo (2000:232) dalam Lestariningsih (2007:24)
prosentase. Semakin tinggi dividend pay out ratio akan menguntungkan
para investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah Internal
Financial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya dividend
payout ratio semakin kecil akan merugikan investor (para pemegang
saham) tetapi internal financial perusahaan akan semakin kuat.
Dividend pay out ratio dapat diukur sebagai dividen yang
dibayarkan dibagi dengan laba yang tersedia untuk pemegang saham
umum. Perusahaan uang mempunyai risiko tinggi cenderung untuk
membayar dividend pay out ratio lebih kecil supaya nanti tidak memotong
dividen jika laba yang diperoleh turun. Untuk perusahaan yang berisiko
tinggi, probabilitas untuk mengalami laba yang menurun adalah tinggi
(Jogiyanto, 2003:280) dalam Lestariningsih (2007:25).
Dividend Payout Ratio (DPR) ini ditentukan perusahaan untuk
membayar dividen kepada para pemegang saham setiap tahun, penentuan
DPR berdasarkan besar kecilnya laba setelah pajak. Deviden pay out ratio
dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
DPR = EPS DPS
(Ang, 1997 : 623) dalam Lestariningsih (2007:24).
Keterangan :
DPR = Dividend payout ratio / rasio pembayaran dividen
DPS = Dividen per lembar saham
2.2.6. Abnormal Return
Jogiyanto (2000:415) menyatakan bahwa abnormal return atau
excess return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi
terhadap return normal. Return normal merupakan return ekspektasi
(return yang diharapkan oleh investor). Return menurut Ang (1997:202)
adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu
investasi yang dilakukan. Husnan dan Astuti Pudji (1993:125) menyatakan
bahwa abnormal return adalah selisih antara tingkat keuntungan
sebenarnya dengan tingkat keuntungan yang diharapkan dihasilkan dengan
menggunakan model tertentu.
Dengan demikian abnormal return adalah selisih antara return
sesungguhnya yang terjadi dengan return ekspektasi. Return sesungguhnya
merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t yang merupakan selisih
harga sekarang relatif terhadap harga sebelumnya sedangkan return
ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi. Periode estimasi
umumnya merupakan periode sebelum periode peristiwa. Periode
peristiwa (event period) disebut juga dengan periode pengamatan atau
jendela peristiwa (event window).
ARi,t = Ri,t – E[Ri,t] (Peterson, 1989) dalam Kurniawati (2001:6).
Keterangan :
ARi,t = Abnormal return (return tidak normal) sekuritas ke-i pada
Ri,t = Return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i pada
periode peristiwa ke-t.
E[Ri,t] = Return ekspektasi sekuritas ke-i untuk periode peristiwa ke-t
2.2.7. Pengaruh Dividend Per Share (DPS) Terhadap Abnormal Return
Atmaja (2008:289) dalam pengujian ex-Dividend day menyatakan
bahwa jika Dividend yield dan capital gains yield adalah indefferent, harga
saham setelah hari pembayaran Dividen (ex-Dividend day) akan berkurang
sebesar Dividen yang dibayarkan. Jika investor lebih suka capital gains,
harga saham pada ex-Dividend day akan turun tetapi tidak sebesar Dividen
yang dibayarkan. Ini disebabkan karena investor menghargai 1 rupiah
Dividen tidak sebesar 1 rupiah capital gains. Pengujian ini dilakukan oleh
Elton dan Gruber serta beberapa pengujian lain menunjukkan bahwa harga
saham turun pada ex-Dividend day tetapi penurunannya tidak sebesar
jumlah Dividen yang dibayarkan. Hal ini menunjukkan bahwa Dividend
per share (DPS) mampu memberikan pengaruh yang positif terhadap
abnormal return.
Bukti empiris menunjukkan bahwa pada umumnya perusahaan di
Amerika Serikat cenderung memberikan Dividen yang tetap jumlahnya
atau meningkat secara konstan dari waktu ke waktu. Jarang sekali mereka
memotong atau meniadakan pembayaran Dividen. Penemuan ini
menunjukkan dividend per share berpengaruh signifikan terhadap
abnormal return.
Dapat disimpulkan bahwa Dividend per share memberikan
pengaruh yang positif terhadap abnormal return.
2.2.8. Pengaruh Dividend Payout Ratio (DPR) Terhadap Abnormal Return
Atmaja (2008:287) dalam teori signalling hipotesys menyatakan
bahwa terdapat bukti empiris yang menyatakan bahwa jika ada kenaikan
Dividen, sering diikuti oleh harga saham yang naik. Sebaliknya penurunan
Dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini
dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai Dividen
daripada capital gains. Tapi Modigliani dan Miller (1996) mengatakan bahwa suatu kenaikkan Dividen yang di atas biasanya merupakan suatu
sinyal kepada investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu
penghasilan yang baik di masa mendatang. Sebaliknya suatu penurunan
Dividen atau kenaikkan Dividen yang di bawah kenaikkan normal
(biasanya) diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan
menghadapi masa sulit di masa mendatang.
Pengumuman Dividen mempunyai kandungan informasi
(information content) di mana pasar memberikan reaksi atas pengumuman
Dividen, ini terlihat pada perubahan abnormal return selama periode
pengamatan. Dividen dapat berpengaruh positif terhadap abnormal return.
pengumuman Dividen ternyata menunjukkan pengaruh positif yang berarti
investor lebih menyukai Dividen yang sifatnya lebih pasti daripada capital
gains. Informasi Dividen dapat dijadikan salah satu sinyal tentang prospek
cash flow perusahaan. Hasil penelitian Surtikanti (2005) menunjukkan
dividend payout ratio berpengaruh signifikan terhadap abnormal return.
Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Dividend
2.3. Kerangka Konseptual
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Konseptual Uji Linier Berganda
Dividend Per Share (DPS) (X1)
Dividend Payut Ratio (DPR) (X2)
Abnormal Return
2.4. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan landasan teori dapat disusun
hipotesis penelitian sebagai berikut :
1. “Diduga bahwa Dividend Per Share berpengaruh positif terhadap
Abnormal Return”
2. “Diduga bahwa Dividend Payout Ratio berpengaruh positif terhadap
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi Variabel adalah pernyataan tentang definisi dan
pengukuran variabel-vaiabel penelitian secara operasional berdasarkan
teori yang ada dan pengalaman empiris, dalam usulan penelitian ini
definisi operasional terdiri dari:
1. Abnormal Return (Y)
Abnormal Return adalah selisih antara tingkat keuntungan sebenarnya
dengan tingkat keuntungan yang diharapkan dihasilkan dengan
menggunakan model tertentu.
ARi,t = Ri,t – E[Ri,t] (Peterson, 1989) dalam Kurniawati (2001:6).
Keterangan :
ARi,t = Abnormal return (return tidak normal) sekuritas ke-i pada
periode peristiwa ke-t.
Ri,t = Return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i
pada periode peristiwa ke-t.
E[Ri,t] = Return ekspektasi sekuritas ke-i untuk periode peristiwa
ke-t
2. Dividend Per Share (X1)
Dividend Per Share adalahtotal semua dividen tunai yang dibagikan
DPS = Dividen Tunai Ang (1997) dalam Intan (2009:8). Jumlah Saham Beredar
3. Dividend Payout Ratio (X2)
Dividend Payout Ratio adalah rasio antara dividen yang dibayarkan
dibandingkan dengan jumlah keuntungan bersih yang diperoleh
perusahaan dari setiap lembar saham.
DPR = EPS DPS
(Ang, 1997 : 623) dalam Lestariningsih (2007:24).
Keterangan :
DPR = Dividend payout ratio / rasio pembayaran dividen
DPS = Dividen per lembar saham
EPS = Laba per saham
3.2 Teknik Penentuan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah himpunan individu/unit/unsur/elemen yang
memiliki ciri / karakteristik yang sama (anonim, 2004). Populasi
dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di
bursa Efek Indonesia tahun 2005-2009. Populasi dalam penelitian ini
adalah sebanyak 7 perusahaan dengan kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan-perusahaan manufaktur Go public yang terdaftar di
2. Perusahaan-perusahaan manufaktur pada tahun 2005-2009 yang
mengumumkan pembagian dividen secara kontinu.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian (himpunan bagian) dari populasi (Anonim,
2004). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan metode sensus.
Sampel dari penelitian ini antara lain :
1) PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk ;
2) PT. Fast Food Indonesia Tbk ;
3) PT. Multi Bintang Indonesia Tbk ;
4) PT. Tunas Ridean Tbk ;
5) PT. Semen Gresik Tbk ;
6) PT. Unilever Indonesia Tbk ;
7) PT. Astra Otoparts Tbk.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
3.3.2. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Indonesian
Capital Market Directory (ICMD) yang dijadikan obyek penelitian.
3.3.3. Pengumpulan Data
Prosedur yang digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah :
1. Survey Pendahuluan
Pelaksanaan survey pendahuluan ini lebih menitikberatkan pada
pencarian atau pengumpulan masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini beserta alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah
tersebut.
2. Survey Kepustakaan
Sebagai dasar untuk melakukan pemecahan masalah yang ada dengan
cara pengumpulan literatur-literatur yang diperlukan sebagai landasan
teoritis.
3. Survey Lapangan
Mendapatkan data kuantitatif dengan teknik dokumentasi antara lain
pencatatan dan pemfotokopian sebelum akhirnya diseleksi sesuai
3.4 Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis
3.4.1 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data
mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data
tersebut mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan berbagai
metode di antaranya adalah metode Kolmogorov-Smirnov (Sumarsono,
2004:40).
Menurut Santoso (2000:294) syarat pengambilan keputusan dalam
uji normalitas adalah :
a. Sig > 0.05, maka distribusi data mengikuti pola distribusi normal.
b. Sig < 0.05, maka distribusi data tidak mengikuti pola distribusi normal
3.4.2. Uji Asumsi Klasik
3.4.2.1Autokorelasi
Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi linier berganda ada korelasi antar kesalahan pengganggu
pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika
terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Santoso,
2001:218).
Uji autokorelasi dapat diketahui dari nilai Durbin Watson (DW).
Untuk mendiagnosa adanya autokorelasi dalam suatu model regresi, nilai
Durbin Watson (DW) dibandingkan dengan tabel Durbin Watson dengan
Tabel 3.1 : Ketentuan Uji Durbin Watson
Nilai D-W Kesimpulan
Angka D-W di bawah -2 Ada autokorelasi positif Angka D-W di atas +2 Ada autokorelasi negatif Angka D-W di antara -2
sampai +2
Tidak ada autokorelasi
Sumber : Gujarati (1999:217 – 218)
3.4.3. Multikorelasi
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
persamaan regresi ditemukan adanya kolerasi antar variabel bebas
(independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
diantara variabel bebas.
Menurut Gujarati (1999:328) deteksi tidak adanya
multikolinieritas, sebagai berikut :
a. Mempunyai nilai VIF disekitar 10.
b. Mempunyai angka tolerance mendekati 10.
3.4.4. Heteroskedasitisitas
Uji Heteroskedasitisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidakpastian variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain.
Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidak adanya
heteroskedastitas dapat diuji dengan alat rank spearman yaitu dengan
membandingkan antara nilai residual dengan seluruh variabel bebas.
1. Nilai probabilitas > 0.05 berarti bebas dari heteroskedastitas.
2. Nilai probabilitas < 0.05 berarti terkena heteroskedastitas.
3.4.5. Model Analisis
Untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, maka
dilakukan pengujian dengan alat statistik regresi linear berganda. Hal ini
untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel
tergantung/terikat. Selanjutnya model yang digunakan adalah :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + ei ...
Di mana : Y = Abnormal Return
b0 = Konstanta
b1 = Koefisien Regresi Dividend Per Share
b2 = Koefisien Regresi Dividend Payout Ratio
X1 = Dividend Per Share
X2 = Dividend Payout Ratio
ei = Variabel Penggangu
3.4.6. Uji Hipotesis
Penelitian yang digunakan adalah metode sensus. Dalam penelitian
ini untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas dengan variabel
terikat dapat dilakukan dengan cara melihat nilai R (koefisien korelasi)
yang diperoleh. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas
terhadap variabel terikat dapat dilakukan dengan cara melihat nilai R
3.4.6.1.Uji secara Simultan (Uji F)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas
secara serempak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
terikat. Bentuk pengujian: H0: b1=b2= 0, artinya variabel Dividend Per
Share dan Dividend Payout Ratio yang terdapat pada model ini secara
serempak tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Abnormal
Return. H1: b1 ≠ b2 ≠ 0, artinya variabel Dividend Per Share dan Dividend
Payout Ratio yang terdapat pada model ini secara serempak berpengaruh
signifikan terhadap Abnormal Return. Pada penelitian ini nilai F hitung
akan dibandingkan dengan F tabel pada tingkat signifikan (α) = 5%.
Kriteria penilaian hipotesis pada uji-F ini adalah: Terima H0 bila F hitung
≤ F tabel, tolak H0 (terima H1) bila F hitung > F tabel
3.4.6.2.Uji Secara Parsial (Uji t)
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah setiap variabel
bebas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.
Bentuk pengujian: H0: b1=b2= 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang
signifikan dari faktor Dividend Per Share dan Dividend Payout Ratio
terhadap Abnormal Return. H1: b1 ≠ b2 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh
yang signifikan dari variabel Dividend Per Share dan Dividend Payout
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1 Sejarah Singkat PT. Bursa Efek Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia
merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial
Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu
didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah
kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912,
perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang
diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal
mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah
kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi
yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana
mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal
pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami
pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang
dikeluarkan pemerintah. Secara singkat, tonggak perkembangan pasar
modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut : 14 Desember 1912
Hindia Belanda. 1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama
Perang Dunia I. 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali
bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya Awal tahun 1939 :
Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan
Surabaya ditutup. 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali
selama Perang Dunia II.
Tahun 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU
Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman
(Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof. DR. Sumitro
Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah
RI (1950). 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek
semakin tidak aktif. 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.
Tanggal 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden
Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar
Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal.
Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT
Semen Cibinong sebagai emiten pertama.
Tahun 1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah
emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih
instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal. 1987 :
Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang
memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran
1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal
diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat
meningkat. 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi
dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE),
sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer. Desember 1988 :
Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang
memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa
kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal. 16 Juni 1989 :
Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan
Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya. 13 Juli 1992 :
Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar
Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ. 22 Mei 1995 : Sistem
Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS
(Jakarta Automated Trading Systems).
Tanggal 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –
Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini
mulai diberlakukan mulai Januari 1996. 1995 : Bursa Paralel Indonesia
merger dengan Bursa Efek Surabaya. 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa
Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia.
2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote
trading). 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek
4.1.2. Gambaran umum Perusahaan
4.1.2.1 PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk ("Perusahaan") didirikan di
Indonesia pada 19 Oktober 1963 berdasarkan Akta Notaris No 69, Anwar
Mahajudin, S.H. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan meliputi industri dan
perdagangan rokok dan investasi pada perusahaan lain. Perusahaan mulai
komersial operasi pada tahun 1913 di Surabaya, sebagai industri rumah
tangga. Pada tahun 1930, industri rumah resmi diselenggarakan dengan
nama NVBM Handel Maatschapij Sampoerna.
Perusahaan berkedudukan di Surabaya, dengan kantor pusat
berlokasi di Jln. Rungkut Industri Raya No 18, Surabaya, dan pabrik yang
berlokasi di Surabaya, Pandaan, Malang dan Karawang. Perusahaan juga
memiliki kantor perusahaan di Jakarta. Perusahaan memiliki kepemilikan
langsung dan tidak langsung di sejumlah anak perusahaan antara lain, PT.
Dagang dan Industri Panamas Anak, PT. Sampoerna Printpack, PT.
Handal Logistik Nusantara, PT. Asia Tembakau, PT. Sampoerna Air
Nusantara, PT. Union Sampoerna Dinamika, PT. Taman Dayu, PT.
Sampoerna Joo Lan Sdn. Bhd dan Sampoerna International Pte. Ltd
4.1.2.2PT. Fast Food Indonesia Tbk
PT. Fast Food Indonesia Tbk ("Perusahaan") didirikan berdasarkan
Akta No 20 tanggal 19 Juni 1978 dibuat di hadapan Sri Rahayu, SH.
di Jln. M.T. Haryono, Jakarta, Indonesia. Pada Juni 2010, Perusahaan
memiliki 373 gerai restoran sedangkan 141 gerai restoran berlokasi di
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dan sisanya berlokasi di
luar Jabodetabek. Perusahaan adalah pemilik tunggal dari franchise KFC
di Indonesia, didirikan oleh Kelompok Gelael pada tahun 1978 sebagai
pihak pertama yang memperoleh franchise untuk KFC Indonesia.
Perusahaan mulai restoran pertama pada bulan Oktober 1979 di Jalan
Melawai, Jakarta, dan keberhasilan ini outlet, diikuti dengan membuka
outlet lebih di Jakarta dan perluasan cakupan untuk lainnya Kota-kota
besar di Indonesia seperti Bandung, Semarang, Surabaya, Medan,
Makassar dan Manado. Lanjutkan untuk mencapai keberhasilan dalam
mengembangkan merek sebagai franchise KFC fastfood membuat terkenal
dan dominan di Indonesia.
Perusahaan memperoleh waralaba KFC dari Yum! Internasional
Restoran (YRI), sebuah badan usaha yang dimiliki oleh Yum! Brands Inc,
sebuah perusahaan publik di Amerika Serikat yang juga pemilik waralaba
dari empat merek lain, yaitu, Pizza Hut, Taco Bell, A & W dan Long John
Silvers. Lima merek di bawah kepemilikan tunggal yang telah dinyatakan
sebagai Yum! Group sebagai sebuah rantai makanan cepat saji terbesar
dan terbaik di dunia dalam menyediakan berbagai restoran terkenal,
sehingga memastikan kepemimpinan dalam usaha multi-branding. Untuk