• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.3. Metode Penelitian

4.3.2. Analisis dan Sintetis

Analisis dilakukan untuk melihat kondisi fisik sub DAS Naborsahon, kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan kondisi wisata Danau Toba. Kegiatan ini dilakukan dalam beberapa tahapan, (1) analisis spasial dengan cara tumpang susun peta-peta tematik sehingga didapat zona wisata berkelanjutan, yaitu zona kesesuaian wisata berdasarkan standar penilaian untuk dilakukan pengembangan dan penataan kawasan wisata yang berkelanjutan, (2) analisis kebijakan-kebijakan yang telah dan akan dilaksanakan didalam penataan kawasan wisata. kedua analisis ini akan menghasilkan suatu konsep rencana penataan kawasan wisata berkelanjutan di kawasan wisata Danau Toba dengan kasus sub DAS Naborsahon.

a. Analisis Ekologis di Sub DAS Naborsahon

Penilaian ekologis DAS dilakukan untuk melihat kesesuaian kawasan sebagai lokasi, dan obyek dan atraksi wisata pada lima desa di lokasi penelitian. Metode yang digunakan berupa analisis deskriptif kualitatif dan dengan pendekatan analisis spasial Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan software ArcView versi 3.2. Analisis deskriptif kualitatif berupa penilaian dengan skoring dan pembobotan untuk mendapatkan klasifikasi zona ekologis di sub DAS Naborsahon. Pengklasifikasian dilakukan dengan rentang nilai batas minimum dan maksimum dari penilaian kualitas ekologis DAS, yaitu:

Penilaian ekologis sub DAS dinilai berdasarkan pada skor peubah- peubahnya yang terdiri atas penilaian kualitas fisik sub DAS (Tabel 9) dan penilaian kualitas air (Tabel 10). Penilaian dilakukan dengan menggunakan skoring nilai kesesuaian yang hasilnya dapat di klasifikasikan berdasarkan klasifikasi zona ekologis pada sub DAS tersebut. Parameter kualitas fisik sub DAS adalah kemiringan lereng, kepekaan tanah, ketinggian tempat, penutupan lahan dan intensitas curah hujan. Parameter kualitas air berdasarkan pada kualitas fisik air dan kualitas kimia air, yaitu kandungan sedimen tersuspensi dan bahan kimia yang terlarut didalam air (Arsyad 2006)

Σ skor maksimal - Σ skor minimal Klasifikasi kelas kesesuaian wisata = --- Σ klasifikasi kesesuaian wisata

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/kpts/um/11/1980 dalam Soerianegara I. 1996, klasifikasi kemiringan lereng terdiri dari: datar - landai (0 - 15%), Agak curam (15 - 25%), Curam (25 - 40%), Sangat curam (> 40%). Klasifikasi kepekaan tanah terhadap erosi terdiri dari: tidak peka (aluvial,

glei, planosol, hidromorf), agak peka (latosol, brown forest, non-calcic brown,

mediteran), peka (andosol, laterit, grumusol, podsol, podsolik) dan sangat peka (regosol, litosol, organosol, renzina). Klasifikasi intensitas curah hujan tahunan terdiri dari: Rendah (<13,6 - 20,7 mm), Sedang (20,7 - 27,7 mm), Tinggi (27,7 - 34,8 mm), dan Sangat tinggi (>34,8 mm). Klasifikasi ketinggian tempat berdasarkan pada zona vegetasi (Whitmore 1991), yaitu daerah dataran rendah (900-1200 m dpl), daerah perbukitan (1200-1500 m dpl), daerah pegunungan bawah (1500-1800 m dpl), dan daerah pegunungan atas (>1800 m dpl).

Tabel 9. Penilaian Kualitas Fisik Sub DAS Naborsahon

Peubah Bobot Sub Peubah Nilai

Kemiringan lereng 15  0 - 8% (landai 4

 8 - 15% (agak curam) 3

 15 - 45% (curam) 2

 > 45% (sangat curam) 1

Kepekaan tanah 10  Tidak peka 4

 Agak peka 3

 Peka 2

 Sangat peka 1

Penutupan lahan 15  Bervegetasi rapat 4

 Bervegetasi tidak rapat 3

 Lahan pertanian 2  Pemukiman 1 Ketinggian tempat 10  900 – 1200 mdpl 4  1200 – 1500 mdpl 3  1500 – 1800 mdpl 2  > 1800 mdpl 1

Intensitas curah hujan 10  Rendah (<13,6 - 20,7 mm) 4

 Sedang (20,7 - 27,7 mm) 3

 Tinggi (27,7 - 34,8 mm) 2

 Sangat tinggi (>34,8 mm) 1

Sumber : DEPTAN (1980), Whitmore (1991), hasil diskusi bimbingan (2008).

Perhitungan kualitas fisik sub DAS =

(Σ Fkl x 15) + (Σ Fkt x 10) + (Σ Fpl x 15) + (Σ Fktp x 10) + (Σ Fich x 10) Keterangan:

Fkt = faktor kepekaan tanah

Fpl = faktor penutupan lahan (land cover) Fktp = faktor ketinggian tempat

Fich = faktor intensitas curah hujan

Σ = lokasi ke 1 sampai 5

Parameter yang telah diskoring selanjutnya dilakukan pembobotan dan kemudian dikategorikan dalam kelas kesesuaian, yaitu:

T = Tinggi, nilai 180 – 240 S = Sedang, nilai 120 – 179 R = Rendah, nilai 60 - 119

Tabel 10. Penilaian Kualitas Air

Peubah Bobot Sub peubah Nilai

Warna Air 5  Jernih 4

 Coklat jernih 3

 Coklat pekat 2

 Hitam 1

Kecepatan Arus (m/detik) 5  0 < nilai ≤ 0,17 4

 0,17 < nilai ≤ 0,34 3

 0,34 < nilai ≤ 0,51 2

 nilai > 0,51 1

Sedimentasi (TDS, TSS) 10  Baku mutu kelas I 4

 Baku mutu kelas II 3

 Baku mutu kelas II 2

 Baku mutu kelas IV 1

Kualitas BOD 10  Baku mutu kelas I 4

 Baku mutu kelas II 3

 Baku mutu kelas II 2

 Baku mutu kelas IV 1

Kualitas COD 5  Baku mutu kelas I 4

 Baku mutu kelas II 3

 Baku mutu kelas II 2

 Baku mutu kelas IV 1

Kualitas DO 5  Baku mutu kelas I 4

 Baku mutu kelas II 3

 Baku mutu kelas II 2

 Baku mutu kelas IV 1

Sumber : USDA (1968)

Perhitungan kondisi badan air:

Keterangan:

Fwa = faktor warna air Fka = faktor kecepatan arus Fs = faktor sedimentasi Fb = faktor kualitas BOD Fc = faktor kualitas COD Fd = faktor kualitas DO

Σ = lokasi ke 1 sampai 5

Parameter yang telah diskoring selanjutnya dilakukan pembobotan dan kemudian dikategorikan dalam kesesuaian wisata, yaitu:

T = tinggi, nilai 120 – 160 S = sedang, nilai 80 – 119 R = rendah, nilai 40 - 79

Hasil penilaian kualitas biofisik sub DAS dan penilaian kualitas air digabungkan untuk mendapatkan tingkatan aspek ekologis dari setiap lokasi pengamatan yang selanjutnya dapat dilakukan penataan kawasan menjadi kawasan wisata yang berkelanjutan. Klasifikasi berdasarkan aspek ekologis sebagai berikut:

Klasifikasi S1 : nilai minimum + 3 selang nilai, dengan nilai 300 – 400.

Kualitas lingkungan pada lokasi ini sangat potensial untuk dilakukan penataan dan pengembangan kawasan wisata. Perlakuan yang dilakukan adalah menjaga kualitas lingkungan agar tetap baik.

Klasifikasi S2 : nilai minimum + 2 selang nilai, dengan nilai 200-299

Kualitas lingkungan pada lokasi ini potensial dan pada tingkat sedang diperlukan perbaikan dan penataan ulang untuk meningkatkan kualitas lingkungan.

Klasifikasi S3 : nilai minimum + selang nilai, dengan nilai 100-199

Kualitas lingkungan pada lokasi ini sangat rendah, sehingga diperlukan perlakuan khusus penataan dan perbaikan kualitas lingkungan yang cukup serius.

b. Analisis Obyek dan Atraksi Wisata

Penilaian obyek dan atraksi untuk pengembangan dan penataan kawasan wisata dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, penilaian potensi obyek dan atraksi wisata yang tersedia. Penilaian dilakukan untuk melihat tingkat potensi obyek dan atraksi wisata yang tersedia. Penilaian ini diklasifikasikan berdasarkan kriteria dari Inskeep (1991), (Tabel 11). Penilaian dilakukan oleh 11 narasumber yang terdiri dari kepala desa (n=5, dari lima lokasi penelitian), Dinas Pariwisata Propinsi Sumatera Utara (n=1), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Propinsi Sumatera Utara (n=1), Akademisi (n=1), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Propinsi Sumatera Utara (n=1), Pemerintahan Kabupaten Simalungun (n = 1), dan Pemerintahan kecamatan Girsang Sipanganbolon (n=1). Perhitungan nilai diklasifikasikan dalam tingkatan tinggi (T), sedang (S), dan rendah (R). Penentuan klasifikasi tingkat potensi obyek dan atraksi wisata sebagai berikut:

Σ skor maksimal - Σ skor minimal Klasifikasi tingkat potensi = ---

Σ tingkat klasifikasi

Tahap kedua, yaitu menilai kelayakan obyek dan atraksi wisata disetiap lokasi pengamatan. Penilaian dilakukan berdasarkan obyek dan atraksi, estetika dan keaslian, fasilitas pendukung, ketersediaan air, transportasi dan aksebilitas, dan dukungan dan partisipasi masyarakat (Tabel 12).

Tabel 11. Penilaian Potensi Obyek dan Atraksi Wisata

Peubah Sub Peubah Nilai

Kerajinan  Ada (>3), dikembangkan dengan baik 4

 Ada (3-5), tapi kurang dikembangkan 3

 Ada (<3), dikembangkan dengan baik 2

 Tidak ada 1

Upacara agama  Ada upacara keagamaan, secara periodik 4

 Ada upacara keagamaan, jarang dilakukan 3

 Ada upacara keagamaan, tapi tidak dilakukan 2

 Tidak ada upacara keagamaan 1

Upacara adat  Ada upacara adat, dilakukan secara periodik 4

 Ada upacara adat, jarang dilakukan 3

 Ada upacara adat, tapi tidak dilakukan 2

Tabel 11. Lanjutan

Kesenian  Ada (>3), dikembangkan dengan baik 4

 Ada (3-5), tapi kurang dikembangkan 3

 Ada (<3), tapi dikembangkan 2

 Tidak ada 1

Arsitektur  Ada (>3), menarik dengan kondisi baik 4

 Ada (3-5), menarik dengan kondisi baik 3

 Ada (<3), menarik dengan kondisi tidak baik 2

 Tidak ada 1

Bahasa  Dominan menggunakan bahasa asli 4

 Bahasa asli agak terasimilasi 3

 Ada bahasa asli cukup terasimilasi bahasa asing 2

 Tidak ada bahasa asli 1

Permainan rakyat  Banyak dan menarik 4

 Ada beberapa, menarik 3

 Ada beberapa, tidak menarik 2

 Tidak ada 1

Sumber : Inskeep (1991)

Tabel 12. Penilaian Kelayakan Obyek dan Daya Tarik Wisata

Peubah Bobot Sub Peubah Nilai

Obyek dan atraksi 30  Hanya terdapat di Tapak 4

 Terdapat <3 lokasi di tempat lain 3

 Terdapat 3-5 lokasi di tempat lain 2  Terdapat > 5 lokasi di tempat lain 1

Estetika dan Keaslian 25  Asli 4

 Asimilasi, dominan bentuk asli 3

 Asimilasi, dominan bentuk baru 2

 Sudah berubah sama sekali 1

Fasilitas Pendukung 10  Tersedia dalam kondisi sangat baik 4

 Tersedia dalam kondisi baik 3

 Tersedia dalam kondisi kurang baik 2  Prasarana dan sarana tidak tersedia 1

Ketersediaan Air 10  < 2 km 4  2 km 3  2,5 km 2  Jarak >2,5 km 1 Transportasi dan Aksesibilitas 15  Jalan aspal 4

 Jalan aspal berbatu 3

 Jalan berbatu 2  Jalan tanah 1 Dukungan dan Partisipasi Masyarakat 10  Sangat Mendukung 4  Mendukung 3  Kurang mendukung 2  Tidak mendukung 1 Sumber : Inskeep (1991)

Perhitungan kelayakan obyek dan daya tarik wisata =

(Σ Foa x 30) + (Σ Fek x 25) + (Σ Ffp x 10) + (Σ Fka x 10) + (Σ Fta x 15) + (Σ Fdp x 10)

Keterangan:

Foa = faktor obyek dan atraksi Fek = faktor estetika dan keaslian Ffp = faktor fasilitas pendukung Fka = faktor ketersediaan air

Fta = faktor transportasi dan aksesibilitas

Fdp = faktor dukungan dan partisipasi masyarakat

Σ = lokasi ke 1 sampai 5

Hasil penilaian kelayakan obyek dan atraksi wisata diklasifikasikan dalam tingkatan sebagai berikut:

SP : Sangat Potensial, dengan nilai 300 - 400

Obyek dan atraksi wisata sangat potensial untuk dilakukan pengembangan dan penataan kawasan wisata. Perlakukan yang dilakukan hanya untuk menjaga kualitas obyek dan atraksi agar tetap terjaga.

P : Potensial, dengan nilai 200 - 299

Obyek dan atraksi wisata cukup potensial untuk dilakukan pengembangan dan penataan kawasan wisata. Perlu perlakuan untuk meningkatkan kualitas menjadi sangat potensial.

TP : Tidak Potensial, dengan nilai 100 – 199

Obyek dan atraksi wisata yang tersedia tidak potensial untuk dilakukan pengembangan dan penataan kawasan wisata. Perlu perlakuan yang khusus dan mahal untuk meningkatkan kualitas menjadi sangat potensial.

c. Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat

Penilaian aspek sosial ekonomi masyarakat dilakukan untuk mengetahui keikutsertaan masyarakat dalam pengembangan dan penataan kawasan wisata di Danau Toba. Penilaian dilakukan secara acak terhadap penduduk di lokasi pengamatan, yang diharapkan mampu mewakili penilaian seluruh penduduk kawasan Danau Toba yang relatif homogen. Penilaian dibagi dalam dua tahap,

pertama menilai akseptabilitas masyarakat terhadap rencana pengembangan dan penataan kawasan wisata di Danau Toba dan tahap kedua menilai preferensi masyarakat terhadap jenis peluang ekonomi yang dipilih.

Tahap pertama, yaitu penilaian akseptabilitas masyarakat terhadap rencana pengembangan dan penataan kawasan wisata yang berkelanjutan Danau Toba (Tabel 13). Setelah dilakukan penilaian, selanjutnya dilakukan pernilaian akseptabilitas masyarakat setiap desa berdasarkan pada perhitungan sebagai berikut:

Σ Fdtw + Σ Fpk + Σ Fpa + Σ Fkw + Σ Fku

Keterangan:

Fdtw = faktor penataan kawasan sebagai daerah tujuan wisata. Fpk = faktor Pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat Fpa = faktor Peran aktif masyarakat dalam pariwisata Fkw = faktor Keberadaan wisatawan

Fku = faktor Keuntungan kegiatan wisata

Σ = lokasi ke 1 sampai 5

Tabel 13. Penilaian Akseptibilitas Masyarakat Danau Toba Terhadap wisata

Peubah Nilai Keterangan

Penataan kawasan sebagai daerah tujuan wisata 4  Setuju 3  Kurang setuju 2  Tidak setuju

1  Tidak tahu

Pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat 4  Setuju 3  Kurang setuju 2  Tidak setuju

1  Tidak tahu

Peran aktif masyarakat dalam pariwisata 4  ya 3  Kurang 2  Tidak

1  Tidak tahu

Keberadaan wisatawan 4  Setuju

3  Kurang setuju 2  Tidak setuju

1  Tidak tahu

Keuntungan kegiatan wisata 4  ya 3  Kurang 2  Tidak

1  Tidak tahu

Hasil penghitungan nilai skor dijumlahkan untuk mendapatkan tingkat akseptabilitas masyarakat yang terbagi dalam tiga kategori sebagai berikut:

T : Tinggi, dengan nilai 451 – 600

Tingkat akseptabilitas masyarakat tinggi tidak ada hambatan untuk rencana pengembangan dan penataan kawasan wisata.

S : Sedang, dengan nilai 301 - 450

Tingkat akseptabilitas masyarakat sedang, terdapat hambatan untuk rencana pengembangan dan penataan kawasan wisata. Perlu perlakuan untuk meningkatkan akseptabilitas masyarakat.

R : Rendah, dengan nilai 150 - 300

Tingkat akseptabilitas masyarakat rendah, terdapat banyak hambatan untuk rencana pengembangan dan penataan kawasan wisata. Perlu perlakuan yang cukup khusus untuk meningkatkan akseptabilitas masyarakat.

Tahap kedua, yaitu penilaian preferensi masyarakat terhadap peluang ekonomi yang berfungsi menilai tingkat keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktifitas kepariwisataan di kawasannya. Penilaian didasarkan peluang ekonomi yang terkait langsung wisata, dan peluang ekonomi sebagai penunjang wisata. Cara penilaian adalah dengan melihat jenis peluang ekonomi terbanyak yang dipilih masyarakat (Tabel 14).

Penilaian preferensi masyarakat di setiap desa berdasarkan pada perhitungan sebagai berikut:

Fx desa ke p = (4 x n) + (3 x n) + (2 x n) + (1 x n) Keterangan:

Fx = faktor tertentu p = desa tertentu

n = jumlah orang yang memiliki

Berdasarkan hasil penilaian preferensi ditentukan tiga peringkat peluang ekonomi teratas. Dari peringkat tersebut dilakukan penilaian peringkat. Kategori jenis kegiatan ekonomi menentukan bobot dari masing-masing peringkat. Penilaian faktor peluang kegiatan ekonomi dilakukan dengan mengalikan seluruh

nilai dengan bobot masing-masing untuk memperoleh skor. Selanjutnya Skor dijumlahkan berdasarkan skor di setiap desa dan dikategorikan menjadi:

S1 = tinggi (skor 91 – 120) S2 = sedang (skor 61 - 90) S3 = rendah (skor 30 – 60)

Tabel 14. Jenis Peluang Ekonomi Masyarakat

Peluang Ekonomi Terkait Wisata Peluang Ekonomi Penunjang Wisata

A. Mengembangkan obyek dan atraksi wisata a. Penyedia produk pertanian

B. Membuka toko/restaurant/penginapan b. Penyedia produk perikanan

C. Pembuatan dan penjualan souvenir D. Pagelaran seni dan budaya

E. Pemandu wisata/guide

F. Bertani/berternak

Sumber: Yusiana (2007), Rosmalia (2008).

Hasil penggabungan antara akseptibilitas masyarakat dan peluang ekonomi masyarakat dibagi dalam zona sangat aktif (S1) dengan kategori tinggi, zona kurang aktif (S2) dengan kategori sedang, dan zona tidak aktif (S3) dengan kategori rendah.

d. Analisis Prioritas Penataan Kawasan Wisata

Penilaian ini menggunakan metode penilaian Proses Hierarki Analitik (PHA) oleh Saaty, 1993. Penilaian ini menjadi dasar dan prioritas bagi perencanaan dan penataan kawasan wisata Danau Toba guna mewujudkan wisata yang berkelanjutan. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka perlu disusun struktur yang dibangun atas tiga tingkatan (Gambar 5), yaitu:

1. Tujuan, yaitu penentuan sasaran yang akan dicapai. Target yang akan dicapai ialah penataan kawasan wisata Danau Toba yang berkelanjutan. Tujuan di buat sebagai landasan guna membantu penilaian expert dalam membandingkan masing-masing elemen terhadap elemen lainnnya.

2. Kriteria, yaitu merupakan elemen yang dibangun untuk mencapai tujuan. Elemen yang dibangun sebagai parameter penilaian untuk mencapai tujuan. Kriteria yang digunakan adalah perbaikan kualitas lingkungan, peran aktif masyarakat, pengembangan potensi wisata, dan perlindungan kawasan Danau Toba.

3. Skenario, merupakan alternatif model penataan kawasan wisata di Danau Toba. Skenario ditentukan berdasarkan aspek ekologis, aspek sosial ekonomi, dan aspek wisata.

Penilaian dilakukan untuk menentukan aspek yang menjadi prioritas utama dalam penataan KWDT yang berkelanjutan. Prinsip penilaian PHA pada penataan kawasan wisata di Danau Toba yang berkelanjutan adalah dengan membandingkan tingkat prioritas antara satu elemen dengan elemen lainnya yang berada pada tingkatan atau level yang sama berdasarkan pertimbangan- pertimbangan tertentu.

Gambar 5. Skema Hierarki Penataan Kawasan Wisata Danau Toba Berkelanjutan

Dokumen terkait