• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek sosial ekonomi adalah salah satu aspek dalam melihat kondisi masyarakat dan kegiatannya dalam pemenuhan kebutuhan hidup serta peranan dan tingkat akseptibilitas dalam pengembangan suatu kawasan (Umar 2006). Dalam penelitian ini untuk mengetahui kondisi masyarakat, dilakukan dua tahap penilaian. Pertama, menilai akseptabilitas atau dukungan masyarakat terhadap penataan dan pengembangan kawasan wisata di lingkungannya, dan kedua,

Gambar 15. Peta Kesesuaian Wisata Berdasarkan Obyek dan Atraksi Wisata di Sub DAS Naborsahon.

Keterangan 1. Hutan alam 2. Lahan pertanian kopi 3. Hutan alam

4. Air terjun Halambingan 5. Lahan pertanian kopi 6. Wisata air

7. Hutan wisata alam 8. Festival budaya 9. Batu gantung 10. Istana presiden 11. Bumi perkemahan 12. Wisata air 13. Pasar tradisional 14. Wisata air

melihat preferensi masyarakat terhadap jenis partisipasi di kawasan wisata tersebut.

a. Akseptabilitas Masyarakat terhadap Rencana Penataan Kawasan Wisata Danau Toba dan kawasan di sekitarnya merupakan suatu ekosistem yang mempunyal nilai tinggi, baik nilai ekologi, sosial budaya, maupun ekonomi bagi kehidupan manusia. Bagi masyarakat yang bermukim di sekitar Danau Toba, potensi sumberdaya alam yang merupakan dataran tinggi dan sebagian besar merupakan lahan kering namun dikaruniai oleh pemandangan alam dan danau yang indah, mengakibatkan masyarakat mulai memanfaatkan keindahan alam yang dipadukan dengan budaya tradisional Batak sebagai atraksi budaya, yang pada akhirnya menjadi sumber mata pencaharian sekaligus fenomena sosial ekonomi yang dominan di kawasan tersebut. Sehingga terjalin hubungan yang saling membutuhkan antara manusia dengan danau.

Berdasarkan hal tersebut, sangat perlu untuk mengetahui tingkat penerimaan masyarakat terhadap rencana penataan dan pengembangan kawasan wisata, karena masyarakat merupakan bagian dari lingkungan yang merasakan dampak dan manfaat dari perubahan di lingkungan tersebut (Rosmalia 2008). Dampak negatif pada kawasan yang dikembangkan sebagai kawasan wisata dapat dikurangi dengan keikutsertaan masyarakat dalam aktifitas kepariwisataan di kawasan tersebut (Place1998 diacu dalam Buchsbaum 2004).

Keikutsertaan masyarakat dalam menerima wisata dan menjadi bagian dari sistem wisata akan mempermudah dalam proses penataan dan pengembangan. Keterlibatan masyarakat dapat mengurangi kemungkinan konflik yang akan terjadi dimasa mendatang dan mengurangi terjadinya kesalahan informasi (Suwantoro 1997). Untuk mengetahui keikutsertaan masyarakat, dilakukan penilaian untuk melihat tingkat akseptibilitas atau dukungan masyarakat.

Penilaian tingkat akseptabilitas atau dukungan masyarakat dilakukan melalui wawancara dengan 150 orang responden, yang dipilih secara acak di setiap lokasi penelitian. Berdasarkan hasil penilaian yang ditunjukkan Tabel 22, terlihat tingkat akseptabilitas masyarakat di seluruh lokasi penelitian mempunyai

skor tinggi (T). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sangat mendukung rencana penataan dan pengembangan kawasan wisata di sub DAS Naborsahon.

Tabel 22. Tingkat Akseptabilitas Masyarakat terhadap Rencana Penataan kawasan Kawasan Wisata di Sub DAS Naborsahon

Zona Desa/Kelurahan I II III IV V T S

Hu 1. Sipangan Bolon 105 104 105 103 91 508 T

T 2. Girsang 104 99 105 113 96 517 T

Hi 3. Parapat 120 106 107 120 106 559 T

Hi 4. Tigaraja 120 106 105 115 101 547 T

Hi 5. Pardamean Ajibata 108 101 105 109 97 520 T

Sumber : Olahan data lapangan, 2008, (n=150).

Keterangan: I = Penataan kawasan sebagai daerah tujuan wisata. II = Pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat. III = Peran aktif masyarakat dalam pariwisata. IV = Keberadaan wisatawan.

V = Keuntungan kegiatan wisata

S = Skor (T=tinggi, S=sedang, R=rendah) Total = Total nilai (maksimal 600, minimal 150) Hu = hulu, T = tengah, Hi = hilir

Masyarakat di sub DAS Naborsahon memberikan tanggapan yang positif dalam penataan dan pengembangan kawasan wisata. Sebagian besar masyarakat menerima apabila dilakukan penataan dan pengembangan kawasan wisata dan masyarakat akan berperan aktif didalamnya. Masyarakat juga lebih memilih untuk mengelola sendiri kawasan wisata tersebut karena dapat memperkirakan berbagai keuntungan dari adanya kegiatan wisata di daerahnya.

Berkembangnya sektor pariwisata di kawasan ini akan berakibat ganda terhadap sektor lainnya seperti, pertanian, peternakan, kerajinan rakyat, permodalan, industri, dan lainnya, dimana produk dari sektor-sektor tersebut diperlukan untuk menunjang perkembangan pariwisata.

b. Preferensi Masyarakat terhadap Peluang Kegiatan Ekonomi

Penilaian preferensi masyarakat terhadap peluang kegiatan ekonomi diperlukan untuk melihat tingkat keinginan masyarakat untuk terlibat langsung di kawasan wisata. Penyelenggaraan wisata dapat terus berlanjut apabila masyarakat ikut terlibat didalamnya dan masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraannya dari kegiatan wisata tersebut. Jika ini berjalan dengan baik maka dapat menunjang kelangsungan penyelenggaraan wisata di kawasan tersebut. Horwich et al. (1995)

mengatakan partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan penataan kawasan wisata merupakan usaha bersama antara masyarakat dan pengunjung untuk melindungi lingkungan budaya dan ekologis, melalui dukungan terhadap pembangunan masyarakat setempat, dalam mengontrol dan mengelola sumber daya agar tetap lestari dan mampu memenuhi kebutuhan secara sosial, budaya dan ekonomi.

Penilaian preferensi masyarakat terhadap peluang kegiatan ekonomi di sub DAS Naborsahon dilakukan pada 150 orang responden. Masyarakat lokal dapat menerima kegiatan wisata apabila mereka percaya bahwa wisata dapat memberikan dampak positif dalam kehidupan mereka dengan memperbaiki usaha perdagangan lokal, menggunakan tenaga kerja lokal, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga (Buchsbaum 2004). Peluang ekonomi bagi masyarakat lokal di sub DAS Naborsahon dapat diwujudkan dengan memberi kesempatan bagi masyarakat lokal untuk melakukan usaha yang terkait langsung dengan wisata maupun yang hanya bersifat menunjang ekonomi wisata.

Hasil penilaian yang ditunjukkan Tabel 23, memperlihatkan masyarakat di bagian hulu dan tengah (Desa Sipangan Bolon dan Girsang) lebih memilih peluang ekonomi yang dekat dengan kehidupan keseharian mereka, yaitu sebagai petani, maka berdasarkan penilaian daerah hulu dan tengah tidak potensial sebagai zona wisata. Sedangkan peluang ekonomi di bagian hilir sangat potensial (Parapat dan Tigaraja) dan potensial (Pardamean Ajibata) sebagai zona wisata, karena keberadaan kegiatan wisata di ketiga desa ini telah berlangsung lama, mengakibatkan masyarakat lebih memilih peluang ekonomi yang terkait langsung dengan wisata.

Masyarakat di setiap desa memiliki preferensi yang tinggi terhadap kegiatan pembuatan souvenir yang memerlukan keahlian khusus agar produk yang dihasilkan layak untuk diperdagangkan kepada wisatawan. Untuk memenuhi permintaan wisatawan tersebut disarankan untuk melakukan pelatihan bagi masyarakat lokal dan menggunakan bahan-bahan lokal yang ada dilokasi, seperti pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan dasar kerajinan. Jika hal ini berjalan dengan baik, akan terjadi keseimbangan antara lingkungan dengan manusia yang menghasilkan produk wisata yang berkelanjutan. Produk sustainable tourism

merupakan produk yang dioperasikan dalam keharmonisan antara lingkungan lokal, masyarakat dan budaya sehingga mendatangkan keuntungan bagi mereka dan bukan menjadi korban pengembangan wisata (Wramner et al. 2005).

Tabel 23. Preferensi Masyarakat Terhadap Peluang Kegiatan Ekonomi

Daerah Desa/kelurahan Peluang Kegiatan Ekonomi Kategori

Hu 1. Sp. Bolon 1. Pembuatan dan penjualan souvenir

2. Bertani/berternak S3

3. Penyedia produk pertanian

T 2. Girsang 1. Pembuatan dan penjualan souvenir

2. Bertani/berternak S3

3. Penyedia produk pertanian

Hi 3. Parapat 1. Mengembangkan obyek dan atraksi wisata

2. Membuka toko/restaurant/penginapan S1 3. Pagelaran seni dan budaya

Hi 4. Tigaraja 1. Mengembangkan obyek dan atraksi wisata

2. Membuka toko/restaurant/penginapan S1 3. Pembuatan dan penjualan souvenir Hi 5. Pardamean Ajibata 1. Pembuatan dan penjualan souvenir

2. Membuka toko/restaurant/penginapan S2

3. Bertani/berternak

Sumber : Olahan data lapangan, 2008, (n=150).

Keterangan: S1 = sangat potensial, S2 = potensial, S3 = tidak potensial Hu = hulu, T = tengah, Hi = hilir

c. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Gabungan antara akseptibilitas dan peluang ekonomi masyarakat diwujudkan dalam zona akseptibilitas dan peluang ekonomi masyarakat yang terdiri dari zona sangat aktif (S1), zona aktif (S2), dan zona tidak aktif (S3). Zona sangat aktif adalah zona dengan tingkat akseptibilitas dan peluang ekonomi masyarakat yang sangat tinggi, yang termasuk didalam zona ini adalah desa Parapat dan Tigraja. Zona aktif adalah zona dengan tingkat akseptibilitas dan peluang ekonomi masyarakat yang tinggi, yang termasuk didalam zona ini adalah desa Pardamean Ajibata. Zona tidak aktif adalah zona dengan tingkat akseptibilitas dan peluang ekonomi masyarakat yang rendah, yang termasuk didalam zona ini adalah desa Sipangan Bolon dan Girsang. Distribusi zona peringkat akseptibilitas dan peluang ekonomi dapat dilihat pada Gambar 16.

Dokumen terkait