• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dari Pembagian Royalty fee (bagi hasil) ditinjau dari prinsip syariah

B. Analisis Pelaksanaan Waralaba terkait dengan Prinsip keadilan Kerjasama dalam Islam

2) Analisis dari Pembagian Royalty fee (bagi hasil) ditinjau dari prinsip syariah

⌧ ⌧

Artinya: .”Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat Dusta terhadap Allah?. mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan Para saksi akan berkata: "Orang-orang Inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim,( Q.S Al Huud ayat 18)

2) Analisis dari Pembagian Royalty fee (bagi hasil) ditinjau dari prinsip syariah

a) Pembagian royalty fee ditinjau dari prinsip syariah sudah sesuai dengan .Islam Hal ini dapat disimpulkan bagi hasil antara antara franchisor dengan franchisee dengan ketentuan jika dibawah Rp 30 juta franchisee tidak harus membayar royalty fee ( bagi hasil) sebesar 3,5% karena sudah diperhitungkan bahwa dalam hal tersebut

keuntungan franchise tidak banyak sehingga franchisor memaklumi dengan tidak

membebankan royalty fee. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut:

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.(Q.S An Nahl : 90)

b) Dalam pembagian keuntungan dalam bisnis, biasanya didasarkan pada bagi hasil

sebagai berikut gross profit ( keuntungan kotor yang belum di kurangi biaya-biaya yang dikeluarkan selama usaha) dan net profit (keuntungan bersih yang sudah dikurangi oleh biaya-biaya selama usaha) namun Bakmi Tebet tidak mempergunakan dua perhitungan tersebut. Yang digunakan bakmi Tebet adalah bagi hasil yang diambil dari omset penjualan. Jika dilihat dari sudut pandang bisnis, hal ini tentu bisa merugikan franchisee karena belum jelas untung yang didapatkan tetapi sudah harus bagi hasil 3,5% omset penjualan kepada franchisor. Oleh karena itu, walaupun menggunakan perhitungan bagi hasil berdasarkan omset penjualan tetapi manajemen Bakmi Tebet mempunyai solusi yang baik bagi kedua belah pihak dan saling menguntungkan, yakni dengan adanya pembatasan omset penjualan yang dikenakan royalty feenya. Dan ketentuan bagi hasil ini tertulis dalam perjanjian waralaba, sehngga jika dihubungkan dengan musyarakah dalam Islam, kedua belah pihak sudah

tahu dan sama-sama rela karena syarat sahnya akad adalah tidak saling memaksa dan tidak saling mendzolimi, seperti hadist larangan berbuat zalim sebagai berikut:

“Rasulullah SAW menyampaikan kutbah kepada kami; sabdanya:’ketauhilah : tidak halal bagi seseorang sedikitpun harta saudaranya dengan kerelaan hatinya…” (hadist riwayat H.R Muslim)

c) Dalam hal pembelian bahan baku utama seperti mie dan bumbu-bumbu yang wajib

dibeli dari manajemen Bakmi Tebet pusat, hal ini tidak bertentangan dengan kaidah kerjasama dalam Islam. Hal ini didasari bahwa yang harus diperhatikan adalah bahwa tujuan utama yang mengharuskan pembelian bahan baku utama di Bakmi Tebet pusat adalah agar terjadi keseragaman rasa di semua outlet Bakmi Tebet. Hal ini sejalan dengan Qawa’id fiqh dalam hal “ Menghindarkan mufsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat”. Jika bahan baku utama tidak dibeli di satu tempat yang sama, maka akan terjadi perbedaan rasa dan kualitas makanan yang disajikan disetiap outlet Bakmi Tebet dan tentu saja ini dapat merusak image Bakmi Tebet dimata masyarakat sehingga akan merugikan bisnis franchisee juga. Bapak Abdul Hafizh selaku manajer operasional Bakmi Tebet menjamin tidak terjadi perbedaan harga signifikan dengan bahan baku yang ada dipasaran. Pembelian di pusat ini semata-mata untuk menjaga konsistensi rasa yang sama di setiap cabang Bakmi Tebet.

d) Pada perjanjian waralaba terdapat klausal yang tertulis bahwa franchisee wajib

membeli bahan baku utama dipusat, dapat disimpulkan bahwa ini tidak melanggar kaidah bermusyarakah, karena kedua belah pihak saling mengetahui dan sama-sama rela sehingga tidak melanggar etika bisnis yang berlaku.

e) Pajak usaha ditanggung oleh franchisee karena dalam operasionalnya franchisee yang menjalankan usaha, sedangkan franchisor hanya mengontrol usaha tersebut tidak kleuar dari SOP (Standard Operasional Manual.

Disini dapat kita analisis bahwa Manajemen Bakmi Tebet sangat memikirkan keuntungan dan kerugian partner bisnisnya dan tidak serta merta memikirkan keuntungan pemilik waralaba saja.Islam secara jelas menjelaskan ketulusan dan transparansi dalam bermuamalah (berbisnis). Alquran dengan tegas menekankan perlunya hal ini dalam nilai semua ukuran. Allah berfirman:

⌧ ⌧ ⌧ ☺ ⌧ ⌧ ☺ ) ةﺮﻘﺒﻟ : 143 (

Artinya :” Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.( Al Baqarah: 143).

Dr Mustaq Ahmad mengatakan para pelaku bisnis Muslim diharuskan berhati-hati agar jangan sampai melakukan tindakan yang merugikan dan membahayakan

orang lain dan atau malah merugikan dirinya sendiri akibat tindakan-tindakannya dalam dunia bisnis. Al Qur’an memperingatkan para pelaku bisnis yang tidak memperhatikan kepentingan orang lain, sebagaimana Islam juga memperingatkan sesuatu yang akan menimbulkan kerugian pada orang lain, dan bahwa itu bukan hanya tidak disetujui, tapi lebih dari itu, perilaku demikian sangatlah dikutuk.3 Menghalalkan segala cara dalam rangka meraup keuntungan yang sebesar-besarnya, sekalipun mengorbankan hak-hak orang lain adalah manisfestasi sikap keserakahan yang muncul karena banyak mengikuti nafsu setan. Singkatnya, seorang pelaku bisnis hendaknya menghindari dan menahan diri dari bisnis yang tidak menguntungkan dan jangan sampai melakukan sebuah bentuk kedzaliman atau perampasan hak orang lain, sebab tindakan ini hanya akan menimbulkan kerugian yang pasti.

Muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam urusan untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik. Dari pengertian tersebut, bentuk kegiatan bisnis apapun termasuk dalam muamalat yang dalam prakteknya dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia. Hal ini isebabkan persoalan muamalah dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dijelaskan secara global dan umum saja. Dengan demikian Allah memberikan kesempatan pada matnya untuk melakukan inovasi terhadap berbagai bentuk muamalah, selama tidak keluar dari prinsip-prinsip usaha yang telah ditentukan dalam

      

3 Hermawan Kartajaya, dkk, Syariah Maketing,(Bandung: PT.Mizan Pustaka, 2006) h. 117-118

Islam.4 Dapat disimpulkan bahwa waralaba Bakmi Tebet sudah menjalankan usaha waralabanya sesuai dengan syariat Islam, yang pada dasarnya adalah untung dan rugi ditanggung bersama, dan tidak keluar dari prinsip-prinsip syariat Islam .

C. Respon Franchisee terhadap Franchise fee dan Royalty fee Yang Diterapkan

Dokumen terkait