• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep franchise fee dan royallty fee pada waralaba bakmi Tebet menurut prinsip Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep franchise fee dan royallty fee pada waralaba bakmi Tebet menurut prinsip Syariah"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE. Sy)

Oleh:

ANNISA DYAH UTAMI NIM : 206046103806

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

(2)

Puji syukur kehadirat Allah Swt. Penulis panjatkan atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan pada kita semua. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.

Sepenuhnya penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini yang berjudul "KONSEP FRANCHISE FEE DAN ROYALTY FEE PADA WARALABA BAKMI TEBET MENURUT PRINSIP SYARIAH " bukan semata-mata atas usaha penulis sendiri namun juga karena bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH.,MA.,MM, Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum

2. Ibu Dr Euis Amalia, M.Ag ,Ketua Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Ah Azharudin Latief, M.Ag.MH, Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Djawahier Hejazziey,SH.,MA,Koordinator Teknis Program Non regular dan Bapak Drs.H. Ahmad Yani,M.Ag, Sekretaris Teknis Program Non reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak A.M Hasan Ali, M.A dan Bapak Muzazin, SE.M.Ag, dosen pembimbing skripsi penulis, terima kasih atas dukungan dan motivasi bapak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Terima kasih kepada owner Bakmi Tebet Bapak Dr. Ir. Wahyu Saidi, MSC, Pak Yusuf dan Pak Hafizh dari manajemen Bakmi Tebet yang telah banyak membantu dan meluangkan memberikan informasi,data,dalam menyelesaikan

(3)

8. Untuk Staf perpustakaan, terutama kepada bapak Zuhri.SH. dan Mas Farhan terima kasih atas kemudahan, arahan dan bantuannya kepada penulis dalam memperoleh data-data kepustakaan dalam penulisan skripsi ini.

9. Untuk orang tuaku tercinta. Ibundaku HJ. Herlina Damayanti Noor dan ayahanda Bambang Edi Hermanto, kedua adikku, Ririn dan Afin serta seluruh keluarga besar penulis, khususnya Tante Reni dan keluarga, terima kasih atas curahan cinta dan kasih sayangnya, yang tiada henti mendoakan, menyemangati baik moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan tak lupa, ini untuk mu Ibu. Letihmu, Keringatmu masih tergambar jelas dalam benakku, semoga aku dapat mempersembahkan yang terbaik untukmu. Perjuangan yang tanpa lelah, pengorbanan yang tiada dapat diukur, doa yang tiada letih. Terima kasih Ibu.

10. Untuk Rivaldi Pragola, SE.Sy dan keluarga. Ini untuk mu… Ini buah dari doa, semangat, dorongan kamu. Terima kasih untuk semangat yang tidak pernah lelah diberikan ya abang..

11. Untuk Teman-teman seperjuanganku, PS.C, sahabat-sahabatku, Sila, Mitra, Dita, Devi, 5 Star, dan semua teman-teman yang tidak saya bisa sebutkan satu- persatu, terima kasih untuk semua dukungannya

12. Untuk Mas Aan dan Mas To’ terima kasih untuk bantuannya dalam pengeditan skripsiini, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Ciledug, 12 Agustus 2010

Annisa Dyah Utami

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kajian Pustaka ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II KONSEP WARALABA DAN KEADILAN DALAM ISLAM A. Konsep Waralaba 1. Pengertian Waralaba, Franchisee Fee, dan Royalty fee ... 18

2. Manfaat Waralaba, Franchise fee dan Royalty Fee ... 25

3. Mekanisme Pembayaran Franchisee fee ... 27

4. Mekanisme Pembagian Royalty Fee ... 28

B. Konsep Keadilan Kerjasama Dalam Islam 1. Pengertian Keadilan ... 31

2. Manfaat Keadilan ... 35

3. Konsep Keadilan dalam Islam ... 36

4. Konsep Kerjasama dalam Islam ... 39

BAB III PENERAPAN ROYALTY FEE DAN FRANCHISE FEE PADA RESTAURAN BAKMI TEBET A. Sejarah dan Perkembangan Restauran Bakmi Tebet ... 46

B. Sistem Pembayaran Franchise Fee pada Restauran Bakmi Tebet .... 54

C. Sistem Pembayaran Royalty Fee pada Restauran Bakmi Tebet ... 58

(5)

C.Mekanisme pembagian royalty fee ... 63 D.Respon Franchisee terhadap Penetapan Franchise Fee dan

Pembayaran Royalty fee pada Restauran Bakmi Tebet ... 74 BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 88 B.Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN

(6)

Tabel 1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Cabang ... 74 Tabel 1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 75

Tabel 1.3 Gambaran Identitas dan Karateristik Pengetahuan Franchisee (Menurut Pengetahuan Adanya Waralaba Bakmi Tebet) ... 76 Table 1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bergabung dengan Bakmi

Tebet ... 76 Table 1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Franchise fee yang dibayarkan

Kepada Manajemen Bakmi Tebet ... 77 Table 1.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sistem Pembayaran Franchise

fee ... 77 D.1 Tanggapan Responden Atas Gambaran Umum dan Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Waralaba dan Kerjasama dalam Islam

Table 2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden Mengenai Waralaba ... 78 Table 2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden

Mengenai Konsep Franchise fee pada Waralaba ... 79 Table 2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden

Mengenai Konsep Royalty fee pada Waralaba ... 80 Table 2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden

Mengenai Konsep Waralaba dalam Perspeeektif Islam ... 80

(7)

vii   

fee yang Diterapkan Manajemen Bakmi Tebet

Table 3.1 Pendapat Responden Mengenai Besar Franchise fee yang Dibayarkan ... 82

Table 3.2 Pendapat Responden Mengenai Konsep Keadilan Terhadap Besar Franchise fee ... 83 Table 3.3 Pendapat Responden Mengenai Kepuasan Responden Terhadap

Royalty fee yang harus dibayar ... 84 Table 3.5 Pendapat Responden Konsep Keadilan Terhadap Penetapan Royalty

Fee ... 84 Table 3.6 Pendapat Responden Mengenai Kepuasan Responden Terhadap

(8)

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang paling sempurna dari semua agama di dunia. Islam mengatur semua hal, dari tata cara beribadah kepada Allah SWT, hingga urusan duniawi seperti bermuamalah. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, berdagang merupakan hal yang ladzim dilakukan. Begitupun yang dilakukan oleh Rasulullah, beliau sejak kecil berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam mempunyai konsep tersendiri dalam berbisnis, dalam hal ini berdagang. Dimana bahwa dalam berdagang seorang penjual harus mempunyai etika bisnis yang baik seperti tidak menipu terhadap pembeli,menjual barang yang jelas kuantitas dan kualitasnya, serta tidak mengambil keuntungan yang diluar batas kewajaran. Islam juga mengatur tentang konsep syirkah atau kerjasama dalam berdagang. Bagi seorang muslim, mu’amalah adalah persoalan duniawi yang bagi pelakunya diberi kebebasan untuk mengembangkan dan berkreasi menurut perkembangan zaman. Meskipun demikian, kebebasan dalam bermuamalah dan syirkah tidak boleh keluar dalam prinsip prinsip Islam seperti keduanya dilakukan atas dasar mendahulukan manfaat dan menghilangkan mudharat1. Seperti misalnya seorang muslim tidak boleh berdagang minuman keras yang tentu saja lebih banyak mudharatnya dibandingkan dengan       

1

Darmawan Budi Suseno,Waralaba Syariah, (Jakarta,CAKRAWALA,2008,Cet pertama), h. 105

(9)

manfaatnya. Selain itu dalam bersyirkah seorang muslim dituntut untuk selalu adil dengan rekan bisnisnya. Adil disini maksudnya adalah bahwa untung rugi dalam suatu usaha ditanggung bersama. Keadilan merupakan sifat yang selalu diterapkan oleh Rasulullah dalam berdagang, sehingga sudah selayaknya kita mengikuti sifat beliau yang mulia tersebut dalam kegiatan sehari-hari terutama dalam bersyirkah. Dunia bisnis Islam memberikan pelajaran agar selalu memegang asas keadilan dan keseimbangan. Selain itu juga telah dicontohkan aplikasi nilai-nilai Islam dalam mengelola bisnis oleh Nabi Muhammad SAW agar berhasil baik di dunia ataupun di akhirat. Nilai-nilai bisnis Islam telah menjadi tren baru dalam mengendalikan tujuan dan harapan ekonomi dalam jangka panjang, yang selalu mengedepankan kejujuran, kepercayaan, keadilan (profesional) dan komunikatif akan membawa spirit moral dalam bisnis sehingga melahirkan suatu bisnis ataupun usaha yang transparan2.

Ilmu pengetahuan semakin berkembang seiring dengan berkembangnya zaman. Begitu pun dengan gagasan tentang bermua’malah. Pada zaman dahulu, berdagang hanya dilakukan dengan cara-cara sederhana seperti berdagang dipasar atau menjajakan barang dagangannya door to door. Namun, sekarang terdapat berbagai macam variasi yang dibuat oleh seorang wirausahawan dalam menjajakan produk dagangannya.

Seorang penjual bahkan tidak harus bertemu dengan si pembeli. Ini adalah salah satu inovasi pemasaran dalam bermua’malah. hal ini dapat kita temukan pada       

2

(10)

bisnis E commerce misalnya. Selain bisnis E commerce ada juga bisnis Multi Level Marketing yang pada konsepnya menjual barang secara langsung kepada pelanggan melalui jaringan. Selain E commerce dan Multi level Marketing terdapat juga bisnis yang semakin berkembang dewasa ini yaitu bisnis waralaba, atau lebih kita kenal dengan istilah franchise.

Salah satu wirausahawan yang berhasil dalam menangkap peluang pasar dan mengembangkan cara bisnis dengan metode franchise ini adalah Isaac M. Singer. Isaac M Singer (1811-1875) menandai munculnya franchise di Amerika dengan bisnis mesin jahitnya. Dia menggunakan franchise untuk menambah jangkauan distribusi pasarnya dengan cepat. Format franchisenya adalah dengan memberikan hak penjualan mesin jahitnya dan tanggung jawab pelatihan kepada franchisee-nya.3

Waralaba sesungguhnya mengandalkan pada kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan menjalankan kegiatan usaha waralabanya melalui tata cara, proses serta suatu code of conduct dan sistem yang telah ditentukan oleh pengusaha pemberi waralaba.4 Format bisnis waralaba ini terdiri atas konsep bisnis yang menyeluruh, sebuah proses permulaan dan pelatihan mengenai seluruh aspek pengelolaan bisnis sesuai dengan konsep franchise dan proses bantuan yang terus menerus.5

      

3

Tri Wahyudi, All About Business, artikel diakses pada 24 maret 2010 dari http://yud71bisnis.blogspot.com/2009/10/sejarah-waralaba.html

4

Gunawan Widjaja, Waralaba,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2003) h.4 5

(11)

Waralaba merupakan sistem keterkaitan usaha vertikal antara pemilik paten yang menciptakan paket teknologi bisnis pewaralaba (franchisor) dengan penerima hak pengelolaan operasional bisnis, terwaralaba (franchisee). Jadi sesungguhnya waralaba dapat dikatakan sebagai teknik menjual “Sukses” dari usaha yang sudah berhasil. Dalam bisnis waralaba seperti yang telah dibahas diatas, seorang terwaralaba harus membayar sejumlah royalty fee kepada pewaralaba sebagai timbal balik karena telah mengizinkan terwaralaba ini berusaha dengan merek dagangnya. Dan sebaliknya pihak terwaralaba atau licence franchisee dari pihak pewaralaba untuk menggunakan kekhasan usaha atau spesifikasi usaha pewaralaba tersebut.6

Berbicara tentang waralaba tentu tak bisa lepas dari konsep franchise fee dan royalty fee yang ada pada waralaba tersebut. franchise fee adalah biaya investasi awal. Biaya ini termasuk biaya set up, biaya iklan, dan biaya pelatihan.7 Sedangkan Royalty fee adalah Kontribusi bagi hasil dari pendapatan terwaralaba (biasanya dari penjualan)8. Lebih jelasnya. royalty fee adalah jumlah uang yang dibayarkan secara periodik oleh terwaralaba kepada pewaralaba sebagai imbalan dari pemakaian hak waralaba oleh yang merupakan persentase dari omzet penjualan9.

Dengan masuknya waralaba asing seperti Mc’D, Texas, Pizza Hut, dan lain-lain, menumbuhkan minat pengusaha lokal untuk mewaralabakan usahanya, salah       

6

Ibid h. 9. 7

Peni.R.Pramono, Cara Memilih Waralaba yang Menjanjikan Profit, (Jakarta, PT.Elex Media Komputindo, 2007) h. 15.

8

Jaya Setiadi,”Yuk Bisnis” artikel diakses pada 27 Desember 2009 dari http://yukbisnis.com/content/view/116/47/

9

(12)

satu pengusaha lokal tersebut adalah Bapak Wahyu Saidi dengan usaha waralaba milikya yakni Bakmi Tebet. Bakmi Tebet didirikan beliau pada tahun 2001 dengan membuka Restauran Bakmi di Menara Kadin, yang merupakan usaha bersama beliau dengan rekan bisnisnya pada saat itu. Namun ternyata manajemen Bakmi Gajah Mada tidak mewaralabakan usahanya. Oleh karena itu, beliau berusaha membuka usaha bakmi yang cita rasanya tidak jauh berbeda dengan cita rasa Bakmi Gajah Mada, yakni Bakmi Langgara dan Bakmi Tebet. Pada awal berdirinya usaha bakmi ini, Beliau tidak menggunakan nama Bakmi Tebet, namun menggunakan nama Bakmi Langgara yang terkesan nuansa Islaminya. Untuk membedakan segmentasi target konsumen, maka pak Wahyu Saidi memutuskan untuk membagi dua usaha Bakminya. Nama Bakmi Langgara dipakai untuk waralaba yang berada di wilayah Jakarta, sedangkan nama Bakmi Tebet dipakai untuk waralaba yang berada diluar Jakarta.. dai awal pendiriannya sampai dengan saat ini terbukti Bakmi Tebet sudah mulai dikenal masyarakat dengan cabangnya yang sampai saat ini berjumlah 19.

(13)

dan royalty fee pada waralaba yang diterapkan oleh Bakmi Tebet dalam sebuah skripsi dengan judul “Konsep Franchise Fee dan Royalti Fee Pada Waralaba Bakmi Tebet Menurut Prinsip Syariah”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya dan agar permasalahan tidak melebar dalam penulisan skripsi ini, maka penulis merasa perlu untuk memberikan batasan dan rumusan masalah terhadap objek yang dikaji. Penelitian ini akan dilaksanakan di Restaurant Bakmi Tebet yang merupakan Restaurant yang mengembangkan jaringannya dalam bentuk waralaba. Penulis merasa perlu untuk meneliti lebih jauh apakah waralaba Bakmi Tebet menerapkan sistem waralaba yang sesuai syariah di dalamnya.

Adapun batasan masalah terhadap penulisan ini hanya mengenai penerapan royalty fee dan franchise fee yang diterapkan oleh Restaurant Bakmi Tebet dan mengkaji apakah hal tersebut sudah dilakukan sesuai dengan hukum ekonomi Islam, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pelaksanaan waralaba, pembayaran franchise fee dan pembagian royalty fee pada Bakmi Tebet?

2. Apakah penerapan pembayaran franchise fee dan pembagian royalty fee pada Restauran Bakmi Tebet sudah memenuhi prinsip keadilan kerjasama dalam Islam? 3. Bagaimana respon franchisee terhadap franchise fee dan royalty fee yang

(14)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui penerapan pembayaran franchise fee pada Restaurant Bakmi Tebet disesuaikan dengan prinsip keadilan kerjasama dalam Islam.

2. Untuk mengetahui penerapan pembagian royalty fee pada Restaurant Bakmi Tebet disesuaikan dengan prinsip keadilan kerjasama dalam Islam.

3. Untuk mengetahui respon franchisee terhadap franchise fee dan royalty fee yang diterapkan bakmi Tebet.

Dengan tujuan yang disebutkan diatas, maka diharapkan dapat diambil manfaat antara lain:

1. Secara akademis untuk menambah khazanah pengetahuan dibidang ekonomi, khususnya ekonomi kontemporer seperti waralaba.

2. Bagi praktisi bisnis waralaba ini, diharapkan mendapatkan pengetahuan lebih mendalam mengenai aplikasi waralaba syariah dalam penerapannya.

3. Bagi masyarakat luas, diiharapkan skripsi ini dapat menjadi salah satu referensi bagi siapapun yang ingin mengetahui konsep berbisnis dalam waralaba syariah.

(15)

Jenis penelitian ini bersifat deskriftif yang terdiri dari kualitatif dan kuantitatif guna memperoleh data-data tersebut, penulis menggunakan penelitian lapangan (field research) dan penelitian kepustakaan (library research).

2. Populasi dan sampel. a. Populasi

Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karateristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti10. Populasi dalam penelitian ini adalah franchisee atau terwaralaba waralaba Bakmi Tebet. Jumlah seluruh terwaralaba pada waralaba Bakmi Tebet adalah 19 orang.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memilki karateristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa melalui populasi. Sampel dari penelitian ini adalah sebanyak 4 orang, dikarenakan dari semua rerwaralaba Bakmi Tebet hanya 4 saja yang bersedia mengisi angket. Adapun 15 terwaralaba lainnya berhalangan untuk mengisi angket dikarenakan kesibukan masing-masing yang padat, sehingga dirasa cukup mewakili dengan responden sebanyak 4 orang ini. Adapun penarikan sampelnya dilakukan dengan cara random sampling (pengampilan sample

      

10

(16)

secara acak )atau probabilitas sampling artinya semua unit populasi mempunyai kesempatan untuk dijadikan sampel atau suatu sampel yang ditarik sedemikian rupa dimana suatu elemen (unsure) individu dari populasi, tidak didasarkan pada kepentingan pribadi, tetapi tergantung kepada aplikasi kemungkinan.

3. Teknik pengumpulan data.

a. Penelitian kepustakaan. (library research). Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan, yaitu suatu teknik penelitian untuk memperoleh data dari buku, jurnal, artikel maupun majalah dan internet yang berhubungan dengan permasalahan diatas.

b. Penelitian Lapangan (field research). Penelitian di lapangan dimaksudkan untuk mendapatkan data primer, yaitu dengan cara :

1. Kuisioner (angket)

Kuisioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari respoden, dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui.11 Pertanyaan kuisioner sebagian bersifat tertutup dimana pilihan atau alternatif jawaban tersedia dan sebagian lagi bersifat terbuka untuk menggali informasi yang mungkin muncul diluar pertanyaan yang tersedia.

2. Wawancara       

11

(17)

Wawancara atau interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara dan jawaban-jawabannya dicatat atau direkam.12. wawancara dilakukan dengan responden yang representatif adalah terwawancara menduduki jabatan sebagai kepala bidang penelitian yang dianggap layak mewakili waralaba Bakmi Tebet. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan pemilik waralaba Bakmi Tebet dan asisten beliau.

4. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode yaitu kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan mewawancarai langsung pemilik Bakmi Tebet dan Asisten beliau. Analisis dan pengolahan data dilakukan melalui metode deskriptif analitis, dimana data-data yang diperoleh dipaparkan lalu diinterpretasikan dan dianalisis. Dengan menggunakan metode deskriptif analitis, penulis berusaha untuk memecahkan permasalahan yang ada sekarang berdasarkan data data yang diperoleh secara langsung di lapangan. Permasalahan yang ada adalah mengenai konsep franchisee fee dan royalty fee yang menurut beberapa pakar ekonomi Islam kurang adil bagi terwaralaba dan hanya menguntungkan pihak pewaralaba,disinilah letak permasalahannya dan jalan untuk memecahkan masalah yang ada adalah dengan meneliti langsung bisnis waralaba syariah dan menganalisis konsep franchise fee dan royalty fee dan yang

      

12

(18)

digunakan dan melihat secara riil apakah franchise fee dan royalty fee ini memberatkkan pihak terwaralaba atau tidak.

Sedangkan metode kuantitatif dijalankan dengan membagikan kuisioner kepada 4 pengusaha mitra waralaba Bakmi Tebet yang dikunjungi secara acak dari semua cabang Bakmi Tebet. Untuk cabang yang berada diluar Jakarta Penulis melakukan wawancara dengan media telpon dikarenakan keterbatasan biaya dan keterbatasan waktu. Seluruh data yang penulis peroleh dari wawancara, angket dan dan kepustakaan diseleksi dan disusun setelah itu penulis melakukan klasifikasi data yaitu usaha menggolongkan data berdasarkan katagori tertentu. Setelah data-data yang ada diklasifikasikan lalu diadakan analisis data dalam hal ini data yang dikumpulkan penulis adalah kualitatif kemudian diolah menjadi data kuantitatif, maka teknik yang digunakan adalah analisa statistic deskriptif yang akan disajikan dalam bentuk uraian dan tabel.

Data-data yang telah terkumpul diperiksa kembali mengenai kelengkapan jawaban yang diterima, kejelasannya, konsistensi jawaban atau informasi yang biasa disebut editing. Kemudian data-data tersebut ditabulasi, yakni disusun kedalam bentuk tabel dengan menggunakan statistic persentasi sebagai berikut: P = F/N X 100%

Keterangan:

P : Besarnya persentase

(19)

5. Pedoman Penulisan Laporan

Pedoman penulisan laporan ini merujuk pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis,Disertasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta Press Tahun 2007

E. Tinjauan Kajian Pustaka

Pembahasan mengenai waralaba telah dilakukan penelitian sebelumnya. Terdapat enam penelitian yang dapat dijadikan sebagai fokus tinjauan kepustakaan berkenaan dengan topik yang dipilih penulis dalam penelitian ini.

No Nama dan Judul

Skripsi

Isi Skripsi Perbedaan dengan Penulis

1 Siti Musrofah dengan

(20)

keseluruhan namun franchise fee dan royalty

fee yang diterapkan

didalamnya.

3 Syarah Septiana

dengan judul “Konsep Islam dan adil dalam menerapkan royalty franchise fee dimana hal

(21)

Syarah Septiana dalam dalam hal ini, waralaba PRIMAGAMA tidak aplikasi franchise fee

(22)

penerapan franchisee fee franchise fee dan royalty

fee yang diterapkan Bakmi Tebet dan pokok penelitian bertujuan untuk mencari keadilan

pada penetapan franchise fee dan royalty

(23)

F. Sistematika Penulisan 1. BAB I Pendahuluan.

Dalam bab ini dijelaskan latar belakang permasalahan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan, tinjauan kajian terdahulu, dan sistematika penulisan.

2. BAB II Konsep Waralaba dan keadilan dalam Islam

Dalam bab ini akan dibahas tinjauan umum tentang pengertian waralaba, royalty fee, franchisee fee, manfaat waralaba, franchise fee, royalty fee, mekanisme pmbayaran franchise fee,mekanisme pembagian royalty fee ,konsep keadilan kerjasama dalam Islam,pengertian keadilan, manfaat keadilan dalam Islam, dan konsep kerjasama dalam Islam.

3. BAB III Penerapan Franchise Fee dan Royalty Fee pada Restauran Bakmi Tebet Dalam bab ini akan dibahas mengenai kondisi internal Restaurant Bakmi Tebet yang meliputi sejarah pendirian, ,aplikasi Franchisee fee dan royalty fee. Pada Restauran Bakmi Tebet

4. BAB IV Hasil Penelitian

Dalam bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai Franchise fee dan Royalty fee dalam perspektif keadilan kerjasama Islam, serta bagaimana respon franchisee tentang konsep franchise fee dan royalty fee pada manajemen bakmi Tebet.

(24)
(25)

A. Konsep Waralaba

1. Waralaba

Secara bebas dan sederhana, waralaba didefinisikan sebagai hak istimewa

(privilege) yang terjalin dan atau diberikan oleh pemberi waralaba (franchisor)

kepada penerima waralaba (franchisee) dengan sejumlah kewajiban atau pembayaran.

Dalam format bisnis, pengertian waralaba adalah pengaturan bisnis dengan system

pemberian hak pemakaian nama dagang oleh franchisor kepada pihak independen

atau franchisee untuk menjual produk atau jasa sesuai dengan kesepakataan.1

Franchise sendiri berasal dari bahasa latin yaitu francorum rex yang artinya

“bebas dari ikatan”, yang mengacu pada kebebasan untuk memiliki hak usaha.

Sedangkan pengertian franchise berasal dari bahasa perancis abad pertengahan,

diambil dari kata “franc” (bebas) atau “francher” (membebaskan) yang secara umum

diartikan sebagai pemberian hak istimewa. Oleh sebab itu pengertian franchise

diinterpretasikan sebagai pembebasan dari pembatasan tertentu atau kemungkinan

untuk melaksanakan tindakan tertentu, yang untukorang lain dilarang.2

Menurut Dr Martin mendelsonh, pakar waralaba asal Amerika Serikat,

format bisnis franchise adalah modal izin dari satu orang (franchisor) kepada orang

      

1 

Adrian Sutedi, Hukum Waralaba,( Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h. 6 2 

Ibid.,h 6 

(26)

lain (franchisee) yang memberikan haknya (dan bisanya mempersyaratkan).

Franchisee mengadakan bisnis dibawah nama dagang franchisor, meliputi seluruh elemen yang dibutuhkan untuk membuat orang yang sebelumnya belum terlatih

dalam berbisnis yang dikembangkan / dibangun oleh franchisor dibawah brand

miliknya, dan setelah trainning untuk menjalankannya berdasarkan pada basis yang

ditentukan sebelumnya dengan pendampingan yang berkelanjutan. Amir Karamoy

mengatakan bahwa secara hukum waralaba berarti persetujuan legal atas pemberian

hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk / jasa dari pemilik (waralaba)

kepada pihak lain terwaralaba yang diatur daklam suatu pemainan tertentu.3

Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan

Waralaba ialah Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir,

dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan

untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang

telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.4

Waralaba di Indonesia saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No 16 tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang WARALABA yang

kemudian diganti dengan peraturan pemerintah no42 tahun 2007 tentang

WARALABA, dan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik

Indonesia Nomor: 259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang ketentuan dan

Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba yang diperkuat dengan peraturan

      

3

Lukman Hakim, Info Lengkap Waralaba (Jakarta: PT.Buku Kita, 2008 cet 1). h.13-17 4

(27)

menteri perdaganganNomor 12/M-Dag/Per/3/2006.5 Dalam PP tersebut ditegaskan

bahwa “waralaba” (franchise) adalah perikatan antara pembeli waralaba dengan

penerima waralaba, dimana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan

usaha dengan memanfaatkan dan/menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau

penemuan atau cirri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu

imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pembeli waralaba dengan sejumlah

kewajiban menggunakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan

oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba. Dalam peraturan ini juga

dijelaskan bahwa pemberi waralaba ( franchisor) adalah badan usaha atau perorangan

yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan

hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas yang dimliki pemberi

waralaba. Sedangkan penerima waralaba (franchisee) adalah badan usaha atau

perseorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak

atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas yang dimiliki pemberi

waralaba.6

2. Franchise fee

Terkait dengan biaya biaya yang timbul dalam bisnis waralaba, umumnya

seorang terwaralaba berkewajiban menanggung berbagai macam biaya yang timbul

dari pelaksanaan perjanjian waralaba seperti franchise fee. Franchise fee adalah       

5

Gunawan Widjaja, Waralaba, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2003) h.147 6

(28)

jumlah yang harus dibayar sebagai imbalan atas pemberian hak intelektual pemberi

waralaba, yang dibayar untuk satu kali ( one time fee) , yaitu pada saat bisnis

waralaba akan dimulai atau pada saat penandatanganan akta perjanjian waralaba.

Nilai franchisee fee ini sangat bergantung pada jenis waralaba. Semakin terkenal suatu waralaba semakin mahal franchisee fee yang harus dibayarkan.7

Menurut International Franchise Association Fee untuk memulai

sebuahwaralaba bisa serendah $ 8000 atau bahkan setinggi $5 juta. Sedangkan

franchise fee waralaba lokal berkisar antara 10-400 juta rupiah. Biaya ini biasanya mencakup initial fee, renovasi, supply, dan inventory, deposit,biaya sebelum memulai

bisnis, biaya pelatihan dan modal kerja. Biaya lain yang akan muncul adalah royalty

fee yang besarnya antara 2-15% dari penjualan.8

Pembayaran franchisee fee jumlah dan jangka waktunya dicantumkan di

dalam perjanjian. Pembayaran yang telah diserahkan sepenuhnya menjadi milik

pewaralaba dan tidak dapat dikembalikan kecuali disebutkan dalam

perjanjian.franchisee fee diperlukan oleh pewaralaba untuk membantu terwaralaba

untuk operasional usaha waralaba.Franchise fee diperlukan franchisor untuk

membantu franchisee dan terdiri dari:

a. Bantuan pra-operasi dan awal operasi bisnis terwaralaba.

b. Pembuatan manual operasi untuk digunakan terwaralaba.

      

7

Adrian Sutedi,ibid.,h.73 8

(29)

c. Penyelenggaraan pelatihan awal (initial training ) dan biaya konsultasi, khususnya

pada operasi bisnis waralaba.

d. Biaya promosi/iklan, khususnya untuk promosi menjelang pembukaan perusahaan

(grand opening terwaralaba).

e. Survey pemilikan/seleksi lokasi.9

Pemberian waralaba senantiasa dikaitkan dengan suatu bentuk imbalan tertentu.

Secara umum dikenal dua macam kompensasi yang dapat diminta oleh franchisor

dari franchisee yaitu sebagai berikut:

1) Kompensasi langsung dalam bentuk moneter (direct monetary compesansation).

Berikut ini adalah kompensasi yang termasuk kompensasi langsung dalam bentuk

moneter:

a. Lump-sum payment. Suatu jumlah uang yang telah dihitung terlebih dahulu (precalculated amount) yang wajib dibayarkan oleh franchisee untuk diberikan

kepada franchisor pada saat persetujuan waralaba disepakati.

b. Royalty, pembayaran oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor sebagai imbalan, yang besarnya dihitung dari jumlah produksi dan/atau penjualan

barang atau jasa berdasarkan perjanjian waralaba, baik yang disertai dengan

jumlah minimum atau maksimum atau tidak.

2) Kompensasi tidak langsung dalam bentuk nilai moneter (indirect moneter

compensation) yang meliputi sebagai berikut:       

9

Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah , (Yogyakarta: CAKRAWALA, Cet

(30)

a. Keuntungan dari penjualan barang modal atau bahan mentah setengah jadi, dan

termasuk barang jadi yang merupakan satu paket dengan pemberian waralaba

(exclusive purchase arrangement)

b. Pembayaran dalam bentuk dividen atau bunga pinjaman dimana franchisor

memberikan bantuan financial baik dalam bentuk ekuitas (equity participation)

atau dalam bentuk pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang.

c. Cost shifting atau pengalihan atas sebagian biaya yang harus dikeluarkan oleh franchisor. Pengalihan ini biasanya dilakukan dalam bentuk kewajiban franchisee untuk mengeluarkan semua biaya yang diperlukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran maupun untuk mempertahankan perlindungan atas hak

kekayaan intelektual paket yang diwaralabakan kepadanya.

Dari berbagai macam kompensasi yang telah dijelaskan, berdasarkan Peraturan

Pemerintah No 16 Tahun 1997, kompensasi yang diizinkan dalam pemberian

waralaba ialah dalam bentuk kompensasi langsung dalam bentuk moneter.10

3. Royalty Fee

Adalah jumlah uang yang dibayarkan secara periodik oleh terwaralaba kepada

pewaralaba sebagai imbalan dari pemakaian hak waralaba oleh terwaralaba yang

merupakan persentasi dari omset penjualan terwaralaba . sama seperti franchise fee,

nilai royalty fee ini sangat bervariatif, tergantung pada jenis waralaba.Royalty fee yang ditarik oleh pewaralaba secara rutin diperlukan untuk membiayai pemberian       

10  

(31)

bantuan teknik selama kedua belah pihak terikat dalam perjanjian.Biaya royalty

dihitung dari porsentasi omset yang didapat setiap bulannya.11

Selain Franchise fee dan Royalty fee ada beberapa biaya yang umumnya ada

dalam bisnis waralaba, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Direct expenses

Merupakan biaya langsung yang harus dikeluarkan oleh terwaralaba

sehubungan dengan pengoperasian suatu usaha waralaba, misalnya terhadap biaya

pelatihan manajemen dan keterampilan tertentu.

b. Marketing dan advertising fees

Sebagian pewaralaba juga memberlakukan advertising fee (biaya periklanan)

untuk membiayai pos pengeluaran dan belanja iklan dari pewaralaba yang

disebarluaskan secara nasional maupu internasional. Besarnya advertising fee

maksimum 3% dari penjualan.

Biaya ini dikenakan dengan alasan bahwa tujuan dari jaringan waralaba

adalah membentuk suatu skala ekonomi yang demikian besar sehingga biaya-biaya

per outletnya menjadi sedemikian efisien untuk bersaing dengan usaha

sejenis.Mengingat iklan dirasakan manfaatnya oleh seluruh jaringan maka setiap

anggota jaringan diminta memberikan kontribusi dalam bentuk advertisisng fee.12

c. Assignment fee

      

11

Adrian Sutedi,Ibid h. 73 12 

(32)

Meupakan biaya yang harus dibayar oleh franchisee kepada franchisor jika

pihak franchisee mengalihkan bisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnis yang

merupakan objek franchisee. Oleh franchisor, biaya tersebut biasanya dimanfaatkan

untuk kepentingan penetapan pembuatan perjanjian penyerahan, pelatihan, franchisee

baru, dan sebagainya.13

B. Manfaat Waralaba, Franchise fee dan Royalty Fee

Martin Mendelson dalam Franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan

Franchisee merumuskan keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian pemberian waralaba. Menurut Mandelson keuntungan-keuntungan bagi pemberi waralaba

adalah:

1. Pemberi waralaba akan lebih mudah untuk melakukan eksploitasi wilayah yang

belum masuk lingkungan organisasinya.

2. Penerima waralaba akan mengkonsentrasikan diri secara lebih optimum pada

bisnis yang diwaralabakan tersebut, oleh karena mereka adalah pemilik bisnis itu

sendiri. Penerima waralaba yang berpikiran tajam, bermotivasi kuat dan tajam

pengamatannya dalam meminimalkan biaya serta memaksimalkan penjualan

memiliki nilai lebih yang jauh lebih banyak daripada yang harus dan dapat

diselesaikan oleh seorang manajer yang harus dibayar pemberi waralaba.

      

13

(33)

3. Pemberi waralaba cenderung untuk tidak memiliki asset outlet dagang sendiri.

Tanggung jawab bagi asset tersebut diserahkan pada penerima waralaba yang

memilikinya.14

Sedangkan hal-hal yang merugikan yang mungkin dapat dihadapi oleh

pemberi waralaba meliputi antara lain:

1. Beberapa penerima waralaba menganggap dirinya cenderung independen. Seorang

penerima waralaba yang memperoleh keberhasilan, usahanya berjalan dengan

baik, dan memperoleh pendapatan sesuai yang diharapkannya, cenderung

membuatnya berpikir bahwa ia tidak membutuhkan pemberi waralaba lagi. Akan

timbul suatu keyakinan pada dirinya bahwa factor keberhasilannya berasal dari

inisiatifnya sendiri dalam menjalankan usahanya dengan baik. Sikap seperti ini

akan menjadi masalah dan tantangan bagi pemberi waralaba.

2. Pemberi waralaba harus memiliki keyakinan untuk menjamin bahwa standar

kualitas barang dan jasa dijaga melalui rantai waralaba. Pemberi waralaba harus

dapat menyediakan staf pendukung lapangan yang akan bertindak sebagai penyelia

dari standar-standar tersebut serta untuk memberikan bantuan bagi penerima

waralaba untuk mengatasi masalah yang mungkin akan dihadapi oleh penerima

waralaba.

3. Hindari timbulnya kemungkinan kekuraangpercayaan diantara pemberi waralaba

dengan penerima waralaba.

      

14 

(34)

4. Pemberi waralaba harus yakin bahwa orang yang telah diseleksi sebagai waralaba

sesuai untuk tipe waralaba tertentu dan mempunyai kapasitas untuk menerima

tanggung jawab dan tekanan untuk memiliki dan menjalankan bisnisnya sendiri.15

Selain itu, Manfaat waralaba banyak sekali, terutama untuk terwaralaba.

Karena terwaralaba tidak memerlukan pengetahuan dasar dan pengetahuan khusus.

Karena dalam menjalankan usaha waralaba ini, terwaralaba menerima bantuan,

seperti pelatihan bagi staf terwaralaba dari perwaralaba, diberikan bantuan pembelian

peralatan, bahkan terwaralaba mendapatkan pengetahuan khusus serta pengalaman

dari organisasi dan manajemen kantor pusat pewaralaba, walaupun ia tetap mandiri.

C. Mekanisme Pembayaran Franchise fee

Setiap waralaba memilki mekanisme pembayaran yang berbeda. Ada

pewaralaba yang mengharuskan terwaralaba untuk membayar penuh uang franchisee

fee, namun ada juga pewaralaba yang mengizinkan terwaralaba untuk membayar franchisee fee secara berangsur. Pembayaran franchisee fee biasanya dilakukan didepan, dalam arti pembayaran dilakukan setelah penandatanganan perjanjian

waralaba antara pewaralaba dan terwaralaba.

Franchisee fee ini digunakan oleh pewaralaba sebagai biaya investasi awal, dimana digunakan untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk membuka usaha

waralaba tersebut, seperti untuk membeli peralatan masak bagi waralaba yang terkait

      

15 

(35)

dengan usaha food and beverages, untuk biaya iklan, bahkan untuk biaya pelatihan

yang diberikan pewaralaba terkait dengan usaha yang dijalankannya.

D. Mekanisme Pembagian Royalty Fee

Dalam franchise sebagai suatu format bisnis yang dituangkan dalam suatu

perjanjian antara franchisor sebagai pemilik dari hak intelektual, brand, logo dan

sistem operasi dan franchisee sebagai penerima (konsep, sistem, penemuan, proses,

methode/cara (HAKI), logo, merk/nama) royalti fee wajib dibayarkan oleh franchisee

kepada franchisor sesuai yang diperjanjikan dan dalam hal ini wajib dibayarkan

setiap bulan/triwulan, yang diambil dari penjualan dengan tingkat persentase tertentu.

Besar royalty fee tergantung jenis usaha serta hitung-hitungan dari franchisor yang

mencakup aspek feasibility atau kelayakannya suatu usaha franchise. 16

Selain itu, menurut Anang Sukandar, ketua Asosiasi Franchise Indonesia

(AFI) besarnya royalti fee yang wajar adalah yang seperti di luar negeri, yakni antara

1%-12%. Kalau lebih dari itu sudah tidak wajar. Dan prosentase tersebut harus

diambil dari omset kotor bukan profit. Bila dihitung dari profit akan menyusahkan

karena profit itu sudah masuk dalam pembukuan sehingga perhitungan harus

memperhatikan banyak aspek.Keberadaan royalti fee sudah seharusnya dijadikan

sumber utama pendapatan franchisor demi kelangsungan usahanya, karena

bagaimanapun juga franchisor membutuhkan dana tersebut untuk membiayai segala       

16 

Gunawan Widjaja., Ibid h.108-109

(36)

pengeluaran untuk men-support usahanya seperti: membayar biaya supervisi, biaya

monitoring dan biaya on going asistensi secara terus menerus.17

Jadi bisa disimpulkan franchisor harus bisa membuat untung bukan dari

franchisor tetapi melalui franchisee. Maksudnya adalah Franchisee untung maka dia

sebagai franchisor juga untung. Jadi hubungan franchisor dan franchisee harus

win-win, tidak hanya memungut royalti fee kemudian dilepas begitu saja.Sebab itu, sudah

sewajarnya dalam franchise ada royalti fee. Dan sebagai usaha franchise sudah

selayaknya terbuka alias tidak menutup berapa keuntungan yang didapat. Kalau

sampai ada yang menutup-nutupi keuntungan namanya bukan franchise. Meskipun

royalti fee sewajarnya ada dan harus ada dalam franchise namun penetapannya harus

sama untuk setiap franchisee. Jadi tidak boleh ada diskriminasi meskipun franchisor

memiliki franchisee di beberapa daerah dan omsetnya berbeda-beda. Misalnya, kalau

franchisor mematok royalti fee 5% maka semua franchisee harus membayar 5%.

Karena itu, franchisee harus memiliki omset yang memadai. 18

Setiap waralaba memilki mekanisme pembagian royalty fee tersendiri. Pada

umumnya dalam perjanjian waralaba menyebutkan bahwa terwaralaba membayar

sejumlah biaya waralaba (royalty fee) kepada pewaralaba berdasarkan besarnya

penjualan. Isinya antara lain mengenai:

1. Dasar pembayaran biasanya berdasarkan penjualan kotor

      

17 

Anang Sukandar, Aspek Royalty fee pada franchise, artikel ini dikutip pada 16 Mei 2010, dari http://bisnis2121.com/2008/content/view/192/73/ 

18 

(37)

2. Tingkat royalty seminimum mungkin, terutama ditempat terwaralaba memperoleh

hak atas wilayah tertentu / exclusive territory tanpa persyaratan tingkat kuota

terendah

3. Pembayaran secara periodic ( mingguan, bulanan, kuartalan, dan sebagainya).

4. Waktu pembayaran (misalnya setiap hari kamis, atau berdasarkan penjualan pada

minggu sebelumnya, setiap tanggal sepuluh berdasarkan penjualan pada bulan

sebelumnya dan sebagainya.19

Sedangkan besarnya franchisee fee dan royalty fee masing masing memang

berbeda. Tidak semua jenis fee atau royalty disyaratkan oleh pewaralaba. Setiap pewaralaba mempunyai kebijakan sendiri dalam menentukan jenis fee atau royalty

fee. Sebagai perbandingan lihat tabel dari beberapa perusahaan:

Tabel 4.1

Joining fee perusahaan waralaba

Nama Joining fee Royalty fee

Mc Donald’s $42.500 8% dari penjualan

CFC Rp 40-60 juta 7 % dari penjualan

Es Teler 77 Rp 50-100 juta 10 % dari penjualan

5 a Sec Rp 400-500 /10 thn

Sumber: (republika 1996:9)

      

19

(38)

1. Perlu dipikirkan pajak yang harus dibayar akibat pembayaran royalty fee dan

franchise fee.

2. Perlu dipikirkan jika ada bunga atas keterlambatan pembayaran fee, apakah bunga

tersebut cukup masuk akal (reasonabie).

3. Perlu dipikirkan jika ada ceiling berupa minimum monthly payment, apakah adil

atau tidak.20

B. Konsep Keadilan Kerjasama dalam Islam 1. Pengertian Keadilan

Salah satu dari prinsip dalam bermuamalah yang harus menjadi akhlak dan

harus tertanam dalam diri pengusaha adalah sikap adil (Al Adl). Cukuplah bagi

alQu’ran telah menjadikan semua tujuan risalah langit adalah melaksanakan keadilan.

‘Adl (Yang Maha Adil) adalah termasuk diantara nama-nama Allah (Asma’

Al-Husna). Lawan kata dari keadilan adalah kezaliman (al-dzulm), yaitu sesuatu yang

diharamkan Allah atas diri-Nya sebagaimana telah diharamkan-Nya atas

hamba-hamba-Nya. Allah mencintai orang-orang yang berbuat zalim, bahkan melaknat

mereka.21 Firman-Nya:

      

20

Andrian Sutedi, Ibid, h. 74

21

(39)

Artinya: “ dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat Dusta terhadap Allah?. mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan Para saksi akan berkata: "Orang-orang Inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim”(surat Al Huud: 8)

Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan

kewajiban. Keadilan juga dapat berarti suatu tindakan yang tidak berat sebelah atau

tidak memihak ke salah satu pihak, memberikan sesuatu kepada orang sesuai dengan

hak yang harus diperolehnya. Bertindak secara adil berarti mengetahui hak dan

kewajiban, mengerti mana yang benar dan yang salah, bertindak jujur dan tepat

menurut peraturan dan hukum yang telah ditetapkan serta tidak bertindak

sewenang-wenang.22

Keadilan pada dasarnya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara

penuntutan hak dan menjalankan kewajiban. Berdasarkan segi etis, manusia

diharapkan untuk tidak hanya menuntut hak dan melupakan atau tidak melaksanakan

kewajibannya sama sekali. Sikap dan tindakan manusia yang semata-mata hanya

menuntut haknya tanpa melaksanakan kewajibannya akan mengarah pada pemerasan

atau perbudakan terhadap orang lain.23

      

22

Gading Mahendrata, Keadilan Dalam Islam dan Bisnis, artikel ini diakses pada 1 Juni 2010 dari http://gadingmahendradata.wordpress.com/2009/11/27/keadilan-dalam-islam-dan-bisnis/

23

(40)

Keadilan dalam Islam bukanlah prinsip yang sekunder. Ia adalah dasar dan

fondasi yang kokoh yang memasuki semua ajaran dan hukum Islam yang berupa

aqidah, syariah, dan akhlak (moral).Ketika Allah memerintahkan tiga hal. Keadilan

merupakan hal pertama yang disebutkan.

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (surat An Nahl : 90)

Ketika Allah memerintahkan dua hal, keadilan salah satu yang disebut.

Firman Allah

Artinya:” Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (An-nisa ayat 58)

Ketika allah memerintahkan satu hal, keadilan merupakan hal yang

(41)

Artinya: Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)".(Al A’raaf ayat 29)

Implementasi sikap adil dalam bisnis merupakan hal yang sangat berat baik

dalam industri perbankan, asuransi, maupun dalam bentuk bentuk perdagangan dan

bisnis lainnya. Mungkin karena itulah Allah SWT demikian sering menekankan sikap

adil ini ketika berbicara muamalah (bisnis). Sikap adil misalnya, dibutuhkan ketika

seorang praktisi dibutuhkan ketika seorang praktisi perbankan syariah menentukan

nisbah mudharabah, musyarakah, wakalah, wadiah dan sebagainya. Sikap adil juga

diperlukan ketika asuransi syariah menentukan bagi hasil dalam surplus

underwriting, penentuan bunga teknik( bunga teknik tidak ada dalam asuransi syariah) dan bagi hasil investasi antara perusahaan dan peserta24. Pada dasarnya,

berbisnis apapun asalkan halal harus selalu berlaku adil bagi orang lain yang ikut

andil dalam bisnis tersebut.

Begitu pula dengan bisnis waralaba. Keadilan sangat diperlukan dalam

penentukan franchise fee dan royalty fee. Dalam penentuan franchisee fee, seorang pewaralaba harus adil untuk menentukan berapa besar biaya yang dibutuhkan dalam

menjalankan bisnisnya tersebut. Tidak boleh ada biaya terselubung dalam hal

      

24

(42)

tersebut. Dan hendaknya pemilik waralaba juga bijak dalam menentukan pengeluaran

terwaralaba sehingga tidak membebankan rekan bisnisnya. Demikian pula dalam

penentuan royalty fee.

2. Manfaat Keadilan dalam Konsep Bisnis Islam

Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang

berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah SAW diutus Allah SWT untuk

membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu

orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi,

sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.Kecurangan

dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis

adalah kepercayaan. Al Quran memerintahkan kepada kaum muslimin untuk

menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan

kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan. Hal ini sesuai dengan

firman Allah SWT, sebagai berikut :

(43)

Menegakkan keadilan dalam berbisnis tentu sangat disukai oleh Allah SWT.

Dengan berlaku adil, tentu saja banyak manfaat yang kita dapatkan, seperti, bisnis

kita InsyaAllah akan mendapatkan berkah dari Allah SWT, rekan bisnis akan selalu

percaya dengan kuantitas dan kualitas barang yang akan kita perdagangkan, karena

mereka yakin kita akan berlaku adil terhadap mereka.

3. Konsep Keadilan Bisnis dalam Islam

Bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan yang dilakukan oleh

manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka

memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya

ekonomi secara efektif dan efisien.Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran

barang. jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut

Anoraga dan Soegiastuti, bisnis memiliki makna dasar sebagai “the buying and

selling of goods and service”. Sementara dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis tak lain adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan

barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh

profit.25

Secara umum ajaran Islam menawarkan nilai-nilai dasar atau prinsip-prinsip

umum yang penerapannya dalam bisnis disesuaikan dengan perkembangan zaman

dan mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu. Dalam Islam terdapat nilai-nilai

      

25

(44)

dasar etika bisnis, diantaranya adalah tauhid, khilafah, ibadah, tazkiyah dan ihsan.

Dari nilai dasar ini dapat diangkat ke prinsip umum tentang keadilan, kejujuran,

keterbukaan (transparansi), kebersamaan, kebebasan, tanggungjawab dan

akuntabilitas.26

Adil sangat diperlukan dalam kegiatan perniagaan supaya tidak merugikan

salah satu pihak atau bisa mengeksploitasi orang lain. Berbuat adil akan lebih dekat

pada takwa sehingga akan terhindar dari hal hal yang akan mengarah pada perbuatan

dosa. Dalam Alquran kata adil disebut berkali kali. Artinya, Islam sangat menjunjung

tinggi nilai keadilan, termasuk di dalamnya adil ketika melakukan perniagaan.

Walaupun mungkin telah disebutkan dalam bab-bab sebelumnya, tetapi perlu

digarisbawahi lagi bahwa ada satu hal mendasar dalam penataan hubungan antara

manusia yang Islami, yaitu tidak ada yang dizalimi dan tidak ada yang menzalimi

atau dalam perkataan lainditegakkan konsep ‘adil’. Al-Quran menegaskan bahwa

keadilan adalah salah satu alasan Allah mengirim rasul-Nya pada manusia. Seperti

pada firman Allah SWT sebagai beikut:

      

26

Gading Mahendradata,ibid

(45)

Artinya : Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.(QS. Al-Hadid (57): 25).

Rasulullah Muhammad SAW pernah mengatakan bahwa sebagian besar rezeki

manusia di peroleh dari aktifitas perdagangan. Hal ini disabdakan beliau dalam

hadist yang diriwayatkan oleh Habsyi AL Harabi “berdaganglah kamu sebab dari

sepuluh bagian penghidupan Sembilan diantaranya dihasilkan dari berdagang”. Dalam ilmu ekonomi, perdagangan secara konvensional dapat diartikan sebagai

proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing masing

pihak. Mereka yang terlibat dalam aktifitas perdagangan dapat menentukan

keuntungan maupun kerugian dari kegiatan tukar menukar secara bebas itu.27

Oleh karena itu, agar diperoleh suatu keharmonisan dalam system

perdagangan, diperlukan suatu :perdagangan yang bermoral”. Rasulullah SAW secara

jelas telah banyak memberi contoh tentang sistem perdagangan yang jujur dan adil

serta tidak merugikan kedua belah pihak. Sabda Rasulullah Muhammad SAW yang

diriwayatkan oleh Abu Sa’id menegaskan: saudagar yang jujur dan dapat dipercaya

      

27

(46)

akan dimasukan dalam golongan para nabi, golongan orang orang jujur dan golongan

para syuhada. Hadist tersebut menyatakan bahwa dalam setiap transaksi perdagangan

diperintahkan untuk lebih mengutamakan kejujuran dan memegang teguh

kepercayaan yang dipegang oleh orang lain. 28

Berdasarkan hadist tersebut tampak jelas bahwa Muhammad SAW telah

mengajarkan untuk bertindak jujur dan adil serta bersikap baik dalam setiap transaksi

perdagangan.dalam hal ini kunci keberhasilan dan setiap transaksi perdagangan.

Dalam hal ini kunci keberhasilan dan kesuksesan Nabi dalam perdagangan

diantaranya adalah dimilikinya sifat sifat terpuji beliau yang sangat dikenal penduduk

mekah kala itu, yaitu jujur siddiq), menyampaikan (tabligh), dapat dipercaya

(amanah) dan bijaksana (fathanah). Sifat terpuji itulah merupakan kunci kesuksesan

Nabi dalam berdagang (Afzalurrahman, 2000). Bersikap adil dan bertindak jujur

merupakan prasyarat penting seseorang dalam melakukan perdagangan, disamping

menjaga hubungan baik dan berlaku ramah tamah kepada mitra dagang serta para

pelanggan. Pedagang yang tidak jujur meskipun mendapat keuntungan dagang yang

besar, boleh jadi keuntungan tersebut sifatnya hanya sementara. Ini dikarenakan

ketidakjujuran akan menghilangkan kepercayaan para pelanggan sehingga lama

kelamaan akan memundurkan dan mematikan usahanya.29

4. Konsep Kerjasama dalam Islam       

28

Era Muslim, “Media Islam Rujukan” dikutip pada 11 Agustus 2010 dari

www.eramuslim.com/.../hadist-hadist-tentang-keutamaan-dan-keadilan-sahabat.htm - 29

(47)

Kerjasama dalam Islam disebut dengan syirkah. Syirkah menurut bahasa

berarti pencampuran. Secara terminologi definisi syirkah adalah akad yang dilakukan

oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keuntungan.dengan adanya

akad syirkah yang disepakati diantara kedua belah pihak, semua pihak yang

mengikatkan diri berhak hukum terhadap harta syarikat itu dan berhak mendapatkan

keuntungan terhadap harta yang disepakati.30 Akad syirkah diperbolehkan menurut

para ulama fiqh, berdasarkan kepada firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 12 yang

berbunyi:

Artinya: …Maka mereka berserikat dalam sepertiga harta…(Q.S An-Nisa ayat 12)

Konsep kerjasama dalam Islam ada 2 macam:

a. Syirkah AlMusyarakah. secara etimologi asy syirkah berarti percampuran yaitu

percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya sehingga sulit dibedakan.31

Sedangkan menurut terminology adalah akad kerjasama antara dua pihak atau

lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing masing pihak memberikan

kontribusi dana (atau amal /expertise) denggan kesepakatan bahwa keuntungan

dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

      

30

A.H Azarudin Latif, Fiqh Muamalat, (Penerbit: UIN Jakarta Press, Jakarta, 2005) h. 129 31

(48)

b. Syirkah ada dua jenis syirkah al Amlak (kepemilikan) dan syirkah al uqud (akad /

kontrak). Syirkah kepemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lain

yang mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam

syirkah ini kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata

dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset tersebut. Sedangkan

syirkah akad tercipta dengan kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju

bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah merekapun sepakat

berbagi keuntungan dan kerugian.

Syirkah akad menjadi:

1) Syirkah al-‘Inan

Para ulama fiqih sepakat bahwa syirkah al-‘inan hukumnya boleh. Dalam

syirkah ini modal yang digabungkan oleh masing-masing pihak tidak harus sama

jumlahnya, demikian juga halnya dalam soal tanggung jawab, kerja, keuntungan

serta kerugian yang terjadi jumlahnya tidak harus sama dan dilakukan berdasarkan

kontrak atau perjanjian.Syirkah al-‘inan merupakan jenis syirkah yang paling

banyak diterapkan dalam dunia bisnis, hal ini dikarenakan keluasan ruang

lingkupnya dan sistem pelaksanaannya yang fleksibel. Berikut ini beberapa

karakteristik dari syirkah al-‘inan :

a. Besar penyertaan modal dari masing-masing anggota tidak harus sama.

b. Masing-masing anggota mempunyai hak penuh untuk aktif langsung dalam

pengelolaan usaha, tetapi ia juga dapat menggugurkan hak tersebut dari

(49)

c. Pembagian keuntungan dapat didasarkan pada persentase modal

masing-masing, tetapi dapat pula atas dasar negosiasi.

d. Kerugian dan keuntungan bersama sesuai dengan besarnya penyertaan modal

masing-masing.

2) Syirkah al-Mufawadhah

Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing

pihak menyerahkan bagian modal yang jumlahnya sama besar dan ikut

berpartisipasi dalam pekerjaan. Demikian pula tanggung jawab dan beban utang

dibagi oleh masing-masing pihak. Beberapa syarat dalam syirkah al-mufawadhah

adalah sebagai berikut :

a. Nilai masing-masing pihak harus sama.

b. Persamaan wewenang dalam bertindak. Dengan demikian tidak sah

perserikatan anak kecil dengan orang dewasa.

c. Persamaan agama. Maka tidak sah perserikatan antara orang muslim dengan

non muslim.

d. Setiap pihak atau mitra harus dapat penjamin atau wakil pihak yang lainnya

dalam pembelian dan penjualan barang yang diperlukan.

3) Syirkah al-Abdan (al-A’mal)

Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih yang memiliki keahlian

atau profesi yang sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dimana keuntungan

dibagi bersama. Misalnya, kerjasama dua orang arsitek untuk menggarap proyek

(50)

keahlian ini bisa sama dan juga bisa berbeda, misalnya tukang kayu dengan tukang

besi, mereka menyewa tempat untuk perniagaannya dan bila mendapat keuntungan

dibagi menurut kesepakatan bersama. Dalam syirkah ini para mitra hanya

menyumbangkan keahlian dan tenaga untuk bisnis tanpa memberikan modal.

Syirkah ini lazim disebut juga syirkah al-sanaa’i (syirkah para tukang) atau syirkah

al-taqabbul (syirkah penerimaan).

4) Syirkah al-Wujuh

Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih yang masing-masing

memiliki reputasi dan kredibilitas (kepercayaan) dalam melakukan suatu usaha.

Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang

tersebut secara tunai. Sedangkan keuntungan yang diperoleh dibagi sama. Syirkah

semacam ini mirip dengan makelar yang banyak dilakukan orang pada zaman

modern sekarang ini. Dalam perserikatan ini pihak yang berserikat membeli suatu

barang hanya didasarkan kepada kepercayaan yang kemudian barang tersebut

mereka bayar dengan tunai.

1. Sama halnya dengan syirkah abdan, dimana para mitra hanya menyumbangkan

keahlian dan tenaganya untuk mengelola bisnis tanpa memberikan modal, dalam

syirkah wujuh para mitra juga hanya menyumbangkan goodwill, credit worthiness

dan hubungan-hubungan (kontak-kontak) mereka untuk mempromosikan bisnis

mereka tanpa menyetorkan modal. Oleh karena itu biasanya kedua bentuk

kemitraan ini terbatas hanya digunakan untuk usaha kecil saja.

(51)

1. Syarat Akad. Karena musyarakah merupakan hubungan yang dibentuk oleh para

mitra melalui kontrak/akad yang disepakati bersama, maka otomatis empat syarat

akad yaitu: 1) syarat berlakunya akad (In’Iqod), 2) syarat sahnya akad (Shihah)

3) syarat terealisasinya akad (Nafadz) dan 4) syarat lazim juga harus dipenuhi.

Misalnya para mitra usaha harus memenuhi syarat pelaku akad (ahliyah dan

wilayah), akad harus dilaksanakan atas persetujuan para pihak tanpa adanya

tekanan, penipuan, atau penggambaran yang keliru dan sebagainya.

2. Pembagian proporsi keuntungan. Dalam pembagian proporsi keuntungan, harus

dipenuhi hal-hal berikut:

a. Proporsi keuntungan yang dibagikan kepada mitra usaha harus disepakati

diawal kontrak/akad. Jika proporsi belum ditetapkan, akad tidak sah menurut

syariah.

b. Rasio / nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus ditetapkan

sesuai dengan keuntungan nyata yang diperoleh dari usaha, dan tidak

ditetapkan berdasarkan modal yang disertakan. Tidak diperbolehkan untuk

menetapkan lumsum untuk mitra tertentu, atau tingkat keuntungan tertentu

yang dikaitkan dengan modal investasinya.

3. Penentuan proporsi keuntungan. Dalam menentukan proporsi keuntungan terdapat

beberapa pendapat para ahli hokum Islam sebagai berikut:

a. Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa proporsi keuntungan dibagi

diantara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad

(52)

       

b. Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat pula berbeda dari

proporsi modal yang mereka sertakan.

c. Imam Abu Hanifah yang dapat dikatakan sebagai pendapat tengah-tengah

berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari proporsi modal

pada kondisi normal. Namun demikian mitra yang memutuskan untuk menjadi

sleeping partner, proporsi keuntungannya tidak boleh melebihi proporsi modalnya.32

 

32 

(53)

Sebuah gagasan cemerlang kerap muncul disaat yang tepat. Awalnya Dr.Ir.H Wahyu Saidi, Msc adalah murni seorang pekerja mapan di sebuah perusahaan pembangunan jalan tol. Namun krisis moneter yang melanda Indonesia dua belas tahun lalu telah memaksanya untuk beralih profesi menjadi seorang pengusaha.Ketika perusahaan tempatnya bekerja gulung tikar, dengan jabatan manajer tentulah sulit baginya mencari pekerjaan diperusahaan lain dengan gaji dan jabatan yang setimpal. Maka pilihannya adalah berhenti, dan mencoba berusaha sendiri. Mulailah ia memasuki agribisnis dengan bertanam cabe, ternak ayam, pembesaran ikan, membuka bimbingan belajar, dan membuka usaha makanan Palembang.1

Pada tahun 1996, Pak Wahyu saidi mengawali usahanya dengan membuka rumah makan ikan patin, menu khas Palembang tempat kelahirannya. Namun ternyata hasil yang diperoleh masih jauh dari ekspetasi awal. Hal ini dikarenakan karena menu ikan patin dirasa kurang fleksibel. Dalam artian bahwa penggemar hidangan ini hanya terbatas pada orang dewasa dan hanya nikmat bila dihidangkan di siang hari. Seharusnya yang diusahakan adalah makanan untuk semua umur dan semua waktu. Belajar dari pengalaman inilah Pak Wahyu Saidi kemudian mulai mencari alternatif menu lain yang lebih fleksibel dan populer. Tentunya hidangan       

1

Bud’s, “Doktor Jualan Bakmi” ,artikel ini diakses pada 25 Juni 2010 pada http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?f=1&t=39630&start=0

(54)

tersebut harus dapat di nikmati oleh seluruh kalangan baik orang tua maupun anak-anak dan dapat dinikmati kapan saja. Setelah melalui serangkaian pengamatan dibeberapa tempat makan, maka Pak Wahyu akhirnya memilih bakmi sebagai menu andalannya.2

Walaupun demikian, pak wahyu berkeyakinan bahwa usaha makanan adalah usaha yang paling mudah dan beresiko relative kecil karena semua kebutuhan bahan bakunya dapat diperoleh sesuai dengan kebutuhan. Sepanjang jalan di Margonda, Depok ditelusuri untuk survey. Pilihan jatuh pada usaha Bakmi, karena menurutnya selain banyak yang menggemari makanan tersebut yang dapat dinikmati sepanjang hari.3

Bapak Wahyu Saidi mulai belajar membuat bakmi yang lezat. Patokannya adalah Bakmi Gajah Mada (GM). Bapak Wahyu menyatakan kekagumannya pada restaurant yang sangat terkenal dan banyak penggemarnya itu. Sayangnya Bakmi GM tidak membuat waralaba. Tapi Pak Wahyu tak hilang akal, ia mengundang para pakar kuliner analis rasa juga pensiunan koki bakmi GM.. Segala cara dilakukan beliau untuk mendapatkan rahasia bumbu tersebut. Dan akhirnya berhasil didapatkan dengan mengeluarkan dana yang tidak sedikit yaitu sekitar Rp 200 juta rupiah hanya untuk bumbu bakmi saja. Pak Wahyu berhasil memperoleh bumbu penyedap bakmi dan 33 jenis hidangan lain, kendati cita rasanya tentu tak seratus persen menyamai bakmi GM.

      

2 

Bud’s,ibid

3

(55)

Pada bulan Januari tahun 2002 ia mulai membuka gerai bakmi di Menara Kadin. Lokasi itu diperoleh berkat pertemanannya dengan seorang pengusaha. Gerai pertama itu diberi nama “Langgara”. Omsetnya pada hari pertama sebanyak Rp 66.000. Tak lama kemudian dibukanya lagi satu warung dijalan Pemuda dengan omset hari pertama Rp 200.000.Kemudian menyusul gerai dikawasan Rawamangun Jakarta Timur, lalu dikawasan Setia Budi, Jakarta Selatan. Tapi gerai baru ini menggunakan nama “Bakmi Tebet” yang diambil dari sebuah nama kawasan yang berkonotasi Jakarta, untuk menciptakan kesan bagi orang yang berdomisili di luar Jakarta.

Di bisnis bakminya pak Wahyu sengaja membidik kalangan menengah ke bawah. Hal ini berbeda dari beberapa rumah makan bakmi terkemuka yang lebih banyak menjadikan kalangan menengah ke atas sebagai target utama konsumen mereka. Pak wahyu mengambil peluang ini dengan menjual makanannya dengan harga yang relatif murah.4 Untuk bisnis bakminya yang berada di luar Jakarta, bapak Wahyu menggunakan merek Bakmi Tebet dengan alasan bahwa biasanya segala sesuatu yang “berbau” Jakarta disukai oleh orang daerah, karena Tebet merupakan salah satu nama kawasan di Jakarta, maka Pak Wahyu memutuskan untuk menggunakan nama Bakmi Tebet bagi restaurannya diluar Jakarta.5

Walaupun Bakmi Tebet dan Bakmi Langgara merupakan satu produk yang sama, namun dalam pengelolaanya, tetap mempunyai manjemen dan strategi yang       

4 

Majalah sharing, bisnis waralaba Islami. 5

(56)

berbeda. Di karenakan target pasar yang berbeda pula. Meski bisnisnya terus berkembang pak wahyu mengaku masih menghadapi kendala terutama masalah keterbatasan sumber daya manusia. Saat ini banyak lulusan akademi pariwisata yang enggan masuk ke dapur mie miliknya. Sehingga ia memilih tenaga tamatan SMA yang bersedia menjadi karyawannya. Enam bulan pertama menggeluti bisnis ini, beliau masih ragu karena perekonomian mulai membaik, godaan kerja banyak, sementara penghasilan dibandingkan dengan tawaran hanya sekitar 30 %, sementara itu berjualan bakmi juga tifak mempunyai suatu kebanggaan.

Setelah satu tahun berjalan, beliau mulai merasa senang dengan bisnis yang dijalaninya tetapi keraguan masih tinggi. Namun dibalik keraguan itu, beliau tetap berusaha terus untuk untuk mengembangkan bisnisnya dengan membuka cabang ke 5, penghsilan beliau setara dengan ataupun sebelum krisis moneter. Hal ini juga yang membuat semangat untuk terus ,membuka cabang lagi. Dan keyakinan berbisnis mulai dirasakan setelah membuka cabang yang ke 10.6

Konsep waralaba mulai dikembangkan pada saat membuka cabang ke 11. Tapi sebenarnya lebih pada konsep Joint Operation, Partnership Waralaba baru dimulai ketika membuka cabang yang ke 12. Bagi mereka yang minat untuk berbisnis dimakanan ini cukup menyediakan dana sekitar kurang dari Rp 100 juta. Ia berkeyakinan modal akan kembali dalam waktu enam bulan sampai satu tahun apabila bisnis

      

6

(57)

Bila ingin mencicipi pasar bakmi yang cukup besar, tawaran waralaba Bakmi tebet ini bisa menjadi pilihan. Modalnya relative terjangkau. Diharapkan usaha ini bias balik modal dalam waktun Sembilan bulan hingga 1,5 tahun. Dia memang bukan makanan asli Indonesia. Tapi panganan bernama bakmi ini sudah lekat dengan masyarakat Indonesia. Penggemarnya banyak dan tak kenal kasta. Abang becak maupun tukang ojek bisa menikmati bakmi pengkolan di gerobak. Ibu rumah tangga ataupun anak kos bias mencegat tukang bakmi keliling diperumahan mereka. Para bos pun biasa menyantapnya direstauran.7

Tak heran ada banyak restaurant yang khusus menyajikan bakmi sebagai menu utama. Sebut saja bakmi GM yang sudah taka sing lagi ditelinga kita. Ada juga bakmi Gang Kelinci, Bakmi Japos, bakmi golek, hingga Bakmi Margonda. Diluar nama nama beken itu, diluar masih banyak rumah makan bakmi yang diam diam tumbuh membesar dikawasan jabotabek hingga ke berbagai daerah. Contohnya Bakmi langgara yang juga beken dengan nama Bakmi Tebet, dua merek dengan satu nama.8

Sulur sulur bakmi tebet disekitar Jakarta sudah mencapai 32 cabang. Menu andalan Bakmi Tebet tak jauh beda denggan menu restaurant bakmi lain. Ada bakmi kuah, ada pula bakmi goreng dengan aneka varian. Tampilan dan rasanya mirip dengan bakmi GM namun dengan harga yang sedikit lebih murah. Wahyu Saidi       

7

Wahyu saidi, asiknya berbisnis restaurant panduan untuk sukses, Penerbit: Enno Media 2007 h. 5

8

Gambar

Tabel 1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Cabang ...........................................
Table 3.1 Pendapat Responden
Joining feeTabel  4.1  perusahaan waralaba
Tabel 1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Nama Cabang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akibatnya, sel-sel mulai berkembang biak tak terkendali, gagal untuk mati sewaktu sel harusnya mati dan sel tersebut akan menumpuk, baik membentuk massa tumor

Konsultansi Publik dihadiri oleh 33 orang yang terdiri dari perwakilan dari desa disekitar konsesi dimasing-masing distrik (Distrik I s/d 8), Jaringan Pemantau

Pengujian sifat kinetika pembakaran dilakukan untuk mengetahui nilai dari energi aktivas (E) dan faktor pre-eksponensial (A) dari briket biomassa sekam padi

Analisis Pelaksanaan Sistem Bisnis Waralaba Laundry Syariah Waralaba (Franchise) dapat diartikan sebagai suatu sistem bisnis kerja sama yang dilakukan oleh dua belah pihak,

Pada pertemuan pertama metode pembelajaran adalah dalam bentuk ceramah dan diskusi kelas, sedangkan untuk pertemuan lainnya metode pembelajaran adalah dengan

Arief, Hasan Asy’ari “Pengembangan Aplikasi Penentu Arah Kiblat Berdasarkan Global Positioning System (GPS) dan Arah Bayangan Matahari Pada Smartphone Berbasis Android”,

Tujuan pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat mencukupi kebutuhan

Biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan ini sudah termasuk dalam franchise fee, proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari pihak pemberi waralaba selama masa