• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Data

Persepsi siswa terhadap kandungan nilai moral pada pengajaran akuntansi diperoleh dari frequency table, dengan program olah data statistik SPSS versi 13.00 for Windows terhadap masing- masing pernyataan. Kuesioner dalam penelitian disusun dengan indikator sebagai berikut:

Tabel 5. 27

Kategori Penyusunan Kuesioner

Pernyataan Indikator

1 – 3 Nilai Religiositas 4 – 6 Nilai Kerendahan hati 7 – 9 Nilai Demokrasi 10 – 12 Nilai Sosialitas 13 – 15 Nilai Kebenaran 16– 18 Nilai Keberanian 19 – 21 Nilai Keadilan 22 – 24 Nilai Kejujuran 25 – 27 Nilai Tanggungjawab 28 – 30 N ilai Kehati- hatian

Nilai religiositas, yaitu: Tuhan sebagai pemilik tunggal, dan kita sebagai pekerjanya. Maka kita wajib mempertanggungjawabkan hidup ini/ modal kepadaNya dengan cara berdoa, berbakti padaNya dengan sepenuh hati, pikiran, waktu, dan hormat pada ciptaan lain yaitu orang tua dan sesama kita. Setiap kepercayaan, tugas yang diberikan pada kita, wajib kita pertanggungjawabkan kepada orang yang memberi kepercayaan/ tugas. Maka kita wajib menginformasikan kepadaNya dengan keterbukaan yang total, tidak ditutupi/ menyesatkan (fair dan Full) pada yang memberi tugas /Tuhan.

Nilai kerendahan hati. Kita tidak tahu kehidupan itu berakhir, yang pasti adalah hidup ada batasnya. Maka demi kehidupan kita wajib hidup yang baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Nilai demokrasi. Nilai yang membentuk sikap tidak diskriminatif dalam kehidupan bersama. Setiap orang mendapat perlakuan dan penghargaan yang sama tanpa pembedaan dalam hidup / suatu keputusan. Jadi keputusan yang benar mengandung arti sepakat antara yang satu dengan yang lain.

Nilai sosialitas. Sosialitas adalah keadaan yang membuat manusia untuk menjadi berkembang satu dengan yang lain dalam hidup bersama dalam mencapai tujuan hidup bersama. Jadi manusia disamping unik, pribadi juga sosial dalam arti tidak bisa melulu hidup sendiri tapi membutuhkan orang lain.

Nilai kebenaran. Manusia akan tumbuh dan berkembang menuju pribadi yang utuh. Satu hal penting yang membedakan kita dengan ciptaan lain adalah akal budi, yang bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Sehingga manusia diharapkan mampu mengusahakan hal yang benar dan itu dapat diketahui dengan bukti obyektif, bukan subyektif.

Nilai keberanian. Keberanian merupakan sikap mandiri yang terungkap dalam tindakan nyata yang beresiko. Dalam hal ini setiap orang yang ingin mendapatkan sesuatu, harus mengadakan tindakan dan setiap tindakan pasti mengandung resiko/ konsekuensi.

Nilai keadilan. Secara sederhana pelaksanaan kewajiban dan penerimaan hak merupakan bagian dari keadilan yang nyata dalam kehidupan yang paling dasar, yaitu perlakuan yang sama terhadap semua orang dalam situasi yang sama.

Nilai kejujuran. Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah kejujuran. Bersikap terbuka berarti sikap terbuka dan fair, yaitu tampil sebagai diri sendiri apa adanya, tidak egois dan orang boleh tahu siapa aku ini. Terhadap orang lain, memperlakukan menurut standart-standart yang diharapkannya dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Jadi dengan kata lain kejujuran / obyektivitas merujuk pada realitas yang ada tanpa manipulasi atau rasionalisasi.

Nilai tanggungjawab. Dalam hidup kita selalu dihadapkan 2 alternatif, / pilihan kalau tidak hitam-putih, terang-gelap, siang- malam, dsb. Dan kita wajib mengadakan pilihan hanya satu , lainnya dikorbankan demi pertanggungjawaban kita pada hidup kita pada Tuhan, diri sendiri dan sesama. Nilai kehati-hatian. Kita sebagai makhluk sosial dalam keseharian harus mengambil keputusan dalam hidup. Keputusan yang benar dan baik tidak

lepas dari sikap kehati-hatian kita dan sikap ini perlu perhitungan/ hati-hati, karena segala keputusan mengandung resiko dan tanggungjawab. Kehati-hatian merupakan bagian penting untuk pengembangan dan pertahanan hidup, sehingga selalu mengusahakan yang terbaik dengan penuh tanggungjawab dan dengan batasan yang ada.

Nilai kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, yang pada hakekatnya dapat diatasi dengan cara yang tepat apakah berhubungan langsung/ tidak, lebih mementingkan kepentingan umum/ orang lain dibanding kepentingan pribadi, tidak egois, namun bela rasa pada orang lain.

Penyusunan indikator kuesioner tersebut di atas untuk menentukan persepsi siswa terhadap kandungan nilai moral dengan tanggapan responden pada setiap butir pernyataan. Bentuk tanggapan yang disediakan dengan skala pilihan SS: Sangat Sering mempunyai skor 4, S: Sering mempunyai skor 3, JR: Jarang mempunyai skor 2, dan TP: Tak Pernah mempunyai skor 1. Berdasarkan tanggapan dari responden melalui kuesioner sebanyak 33 butir dapat dijelaskan melalui tabel-tabel berikut ini:

Tabel 5. 28

Tanggapan Responden tentang Nilai Religiositas (A) Tanggapan Responden tentang Nilai Religiositas No. SS % S % JR % TP % Total 1 13 11,8 35 31,8 13 11,8 49 44,5 110 2 39 35, 5 26 23,6 19 17,3 26 23,6 110 3 25 22,7 40 36,4 21 19,1 24 21,8 110 Total 77 101 53 99 330

Tabel di atas menunjukkan bahwa pernyataan nomor 1 ada 13 responden (11,8%) menyatakan sangat sering guru menjelaskan untuk

bertanggungjawab pada Tuhan dengan cara bersyukur, doa dengan memberikan segala pikiran, tenaga, dan waktunya dalam hidup dan tugas kesehariannya. 35 responden (31,8%) menyatakan sering, 13 responden (11,8%) menyatakan jarang, dan 49 responden (44,5%) menyatakan tidak pernah diajarkan untuk mempertanggungjawabkan pada Tuhan.

Pernyataan no. 2 menunjukkan bahwa ada 39 responden (35, 5%) menyatakan bahwa guru sangat sering menjelaskan kewajiban untuk

berterima kasih pada orang tua, menghormati dan berbakti padanya, 26 responden (23,6%) menyatakan guru sering mengajarkan kewajiban untuk

berterima kasih pada orang tua, menghormati dan berbakti padanya, 19 responden (17,3%) menyatakan guru jarang mengajarkan kewajiban untuk

berterima kasih pada orang tua, menghormati dan berbakti padanya, 26 responden (23,6%) menyatakan guru tidak pernah mengajarkan kewajiban

untuk berterima kasih pada orang tua, menghormati dan berbakti padanya. Pernyataan no. 3 menunjukkan bahwa ada 25 responden (22,7%) menyatakan bahwa guru sangat sering menjelaskan untuk memelihara kehidupan dengan memelihara dan memakai alam ciptaan secukupnya, tidak merusak, serakah. 40 responden (36,4%) menyatakan bahwa guru sering mengajarkan untuk memelihara kehidupan dengan memelihara dan memakai alam ciptaan secukupnya, tidak merusak, serakah. 21 responden (19,1%)

menyatakan bahwa guru jarang mengajarkan untuk memelihara kehidupan dengan memelihara dan memakai alam ciptaan secukupnya, tidak merusak, serakah. 24 responden (21,8%) menyatakan bahwa guru tidak pernah mengajarkan untuk memelihara kehidupan dengan memelihara dan memakai alam ciptaan secukupnya, tidak merusak, serakah.

Tabel 5. 29

Tanggapan Responden tentang Nilai Kerendahan Hati ( B) Tanggapan Responden tentang Nilai Kerendahan Hati No. SS % S % JR % TP % Total 4 22 20 38 34,5 39 35, 5 11 10 110 5 17 15,5 56 50,9 24 21,8 13 11,8 110 6 8 7,3 24 21,8 43 39,1 33 30 108 Total 47 118 106 57 328

Sumber: Data primer diolah Juni 2008

Tabel di atas menunjukkan bahwa pernyataan no 4 ada 22 responden (20%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa setiap orang belajar mencintai diri sendiri, menerima diri apa adanya, positip-negatip, kelebihan-kekurangan, dan tidak menuntut diri serta orang lain melebihi batas kemampuannya. 38 responden (34,5%) menyatakan guru sering menjelaskan bahwa setiap orang belajar mencintai diri sendiri, menerima diri apa adanya, positip-negatip, kelebihan-kekurangan, dan tidak menuntut diri serta orang lain melebihi batas kemampuannya. 39 responden (35, 5%) menyatakan guru jarang menjelaskan bahwa setiap orang belajar mencintai diri sendiri, menerima diri apa adanya, positip-negatip, kelebihan-kekurangan, dan tidak

menuntut diri serta orang lain melebihi batas kemampuannya. 11 responden (10%) menyatakan guru tidak pernah menjelaskan bahwa setiap orang belajar mencintai diri sendiri, menerima diri apa adanya, positip- negatip, kelebihan-kekurangan, dan tidak menuntut diri serta orang lain melebihi batas kemampuannya.

Pernyataan no. 5 menunjukkan bahwa ada 17 responden (15,5%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa setiap orang mengusahakan pengembangan diri dalam hal- hal positip dan mengikis diri yang negatip. 56 responden (50,9%) menyatakan guru sering menjelaskan bahwa setiap orang mengusahakan pengembangan diri dalam hal- hal positip dan mengikis diri yang negatip. 24 responden (21,8%) menyatakan guru jarang menjelaskan bahwa setiap orang mengusahakan pengembangan diri dalam hal- hal positip dan mengikis diri yang negatip. 13 responden (11,8%) menyatakan guru tidak pernah menjelaskan bahwa setiap orang mengusahakan pengembangan diri dalam hal- hal positip dan mengikis diri yang negatip.

Pernyataan no. 6 menunjukkan bahwa 8 responden (7,3%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa agar tidak dicap sombong setiap siswa mengajari teman yang tidak bisa waktu ulangan. 24 responden (21,8%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa agar tidak dicap sombong setiap siswa mengajari teman yang tidak bisa waktu ulangan. 43 responden (39,1%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa agar tidak dicap sombong setiap siswa mengajari teman yang tidak bisa waktu ulangan. 33 responden (30%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa agar

tidak dicap sombong setiap siswa mengajari teman yang tidak bisa waktu ulangan. 2 responden (1,8%) tidak mengisi kuesioner no. 6 ini.

Tabel 5. 30

Tanggapan Responden tentang Nilai Demokrasi (C) Tanggapan Responden tentang Nilai Demokrasi No. SS % S % JR % TP % Total 7 17 15, 5 49 44,5 30 27,3 14 12,7 110 8 34 30,9 56 50,9 18 16,4 2 1,8 110 9 8 7,3 17 15, 5 32 29,1 53 48,2 110 Total 59 122 80 69 330

Sumber: Data primer diolah Juni 2008

Tabel di atas menunjukkan bahwa pernyataan no. 7 ada 17 responden (15, 5%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa setiap orang mendapat penghargaan dan perlakuan dasar yang sama tanpa membedakan suku, ras, agama, gender, tingkat sosial, pendidikan, dan hal mendasar yang lain. 49 responden (44,5%) menyatakan guru sering menjelaskan bahwa setiap orang mendapat penghargaan dan perlakuan dasar yang sama tanpa membedakan suku, ras, agama, gender, tingkat sosial, pendidikan, dan hal mendasar yang lain. 30 responden (27,3%) menyatakan guru jarang menjelaskan bahwa setiap orang mendapat penghargaan dan perlakuan dasar yang sama tanpa membedakan suku, ras, agama, gender, tingkat sosial, pendidikan, dan hal mendasar yang lain. 14 responden (12,7%) menyatakan guru tidak pernah menjelaskan bahwa setiap orang mendapat penghargaan dan perlakuan dasar yang sama tanpa membedakan suku, ras, agama, gender,

tingkat sosial, pendidikan, dan hal mendasar yang lain.

Pernyataan no. 8 menunjukkan bahwa 34 responden (30,9%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan dalam setiap diskusi pelajaran akuntansi bahwa setiap siswa menghargai perbedaan pendapat dan tidak memutlakkan salah satu pendapat, namun menjunjung keterbukaan terhadap perbedaan pendapat tersebut, dan menghargai serta melaksanakan segala keputusan bersama meski tidak sesuai dengan pendapat sendiri. 56 responden (50,9%) menyatakan guru sering menjelaskan dalam setiap diskusi pelajaran akuntansi bahwa setiap siswa menghargai perbedaan pendapat dan tidak memutlakkan salah satu pendapat, namun menjunjung keterbukaan terhadap perbedaan pendapat tersebut, dan menghargai serta melaksanakan segala keputusan bersama meski tidak sesuai dengan pendapat sendiri. 18 responden (16,4%) menyatakan guru jarang menjelaskan dalam setiap diskusi pelajaran akuntansi bahwa setiap siswa menghargai perbedaan pendapat dan tidak memutlakkan salah satu pendapat, namun menjunjung keterbukaan terhadap perbedaan pendapat tersebut, dan menghargai serta melaksanakan segala keputusan bersama meski tidak sesuai dengan pendapat sendiri. 2 responden (1,8%) menyatakan guru tidak pernah menjelaskan dalam setiap diskusi pelajaran akuntansi bahwa setiap siswa menghargai perbedaan pendapat dan tidak memutlakkan salah satu pendapat, namun menjunjung keterbukaan terhadap perbedaan pendapat tersebut, dan menghargai serta melaksanakan segala keputusan bersama meski tidak sesuai dengan pendapat sendiri.

bahwa setiap siswa sangat sering diajarkan guru untuk tidak setuju dengan orang yang pasip, malas, dan tidak berpartisipasi dalam setiap kegiatan sekolah, dan mengabaikan mereka. 17 responden (15, 5%) menyatakan bahwa setiap siswa sering diajarkan guru untuk tidak setuju dengan orang yang pasip, malas, dan tidak berpartisipasi dalam setiap kegiatan sekolah, dan mengabaikan mereka. 32 responden (29,1%) menyatakan bahwa setiap siswa jarang diajarkan guru untuk tidak setuju dengan orang yang pasip, malas, dan tidak berpartisipasi dalam setiap kegiatan sekolah, dan mengabaikan mereka. 53 responden (48,2%) menyatakan bahwa setiap siswa tidak pernah diajarkan guru untuk tidak setuju dengan orang yang pasip, malas, dan tidak berpartisipasi dalam setiap kegiatan sekolah, dan mengabaikan mereka.

Tabel 5. 31

Tanggapan Responden tentang Nilai Sosialitas (D) Tanggapan Responden tentang Nilai Sosialitas No. SS % S % JR % TP % Total 10 36 32,7 47 42,7 20 18,2 7 6,4 110 11 36 32,7 47 42,7 20 18,2 7 6,4 110 12 14 12,7 31 28,2 55 50 10 9,1 110 Total 86 125 95 24 330

Sumber: Data primer diolah Juni 2008

Tabel di atas menunjukkan bahwa pernyataan no. 10 ada 36 responden (32,7%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa setiap orang tidak boleh mementingkan diri sendiri, satu sama lain saling memberi dan menerima, serta saling membangun. 47 responden (42,7%) menyatakan guru sering menjelaskan bahwa setiap orang tidak boleh mementingkan diri sendiri,

satu sama lain saling memberi dan menerima, serta saling membangun. 20 responden (18,2 %) menyatakan guru jarang menjelaskan bahwa setiap orang tidak boleh mementingkan diri sendiri, satu sama lain saling memberi dan menerima, serta saling membangun. 7 responden (6,4%) menyatakan guru tidak pernah menjelaskan bahwa setiap orang tidak boleh mementingkan diri sendiri, satu sama lain saling memberi dan menerima, serta saling membangun.

Pernyataan no. 11 menunjukkan bahwa 36 responden (32,7%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa setiap siswa membangun persahabatan dan kedekatan bersama dengan teman di sekolah, saling menolong, sikap ramah, empati serta betapa perlunya memperhatikan dan mengarahkan secara positif dan konstruktif. 47 responden (42,7%) menyatakan guru sering menjelaskan bahwa setiap siswa membangun persahabatan dan kedekatan bersama dengan teman di sekolah, saling menolong, sikap ramah, empati serta betapa perlunya memperhatikan dan mengarahkan secara positif dan konstruktif. 20 responden (18,2%) menyatakan guru jarang menjelaskan bahwa setiap siswa membangun persahabatan dan kedekatan bersama dengan teman di sekolah, saling menolong, sikap ramah, empati serta betapa perlunya memperhatikan dan mengarahkan secara positif dan konstruktif. 7 responden (6,4%) menyatakan guru tidak pernah menjelaskan bahwa setiap siswa membangun persahabatan dan kedekatan bersama dengan teman di sekolah, saling menolong, sikap ramah, empati serta betapa perlunya memperhatikan dan mengarahkan secara

positif dan konstruktif.

Pernyataan no. 12 menunjukkan bahwa 14 responden (12,7%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa setiap orang harus memperingatkan dengan keras jika ada teman egois, menang sendiri, dan tidak mau bekerjasama dengan teman lain,karena ini merugikan kepentingan bersama. 31 responden (28,2%) menyatakan guru sering menjelaskan bahwa setiap orang harus memperingatkan dengan keras jika ada teman egois, menang sendiri, dan tidak mau bekerjasama dengan teman lain, karena ini merugikan kepentingan bersama. 55 responden (50%) menyatakan guru jarang menjelaskan bahwa setiap orang harus memperingatkan dengan keras jika ada teman egois, menang sendiri, dan tidak mau bekerjasama dengan teman lain,karena ini merugikan kepentingan bersama. 10 responden (9,1%) menyatakan guru tidak pernah menjelaskan bahwa setiap orang harus memperingatkan dengan keras jika ada teman egois, menang sendiri, dan tidak mau bekerjasama dengan teman lain,karena ini merugikan kepentingan bersama.

Tabel 5. 32

Tanggapan Responden tentang Nilai Kebenaran (E) Tanggapan Responden tentang Nilai Kebenaran No. SS % S % JR % TP % Total 13 7 6,4 63 57,3 36 32,7 4 3,6 110 14 41 37,27 47 42,73 20 18,18 2 1,82 110 15 4 3,64 34 38,18 45 40,91 27 24,55 110 Total 52 144 101 33 330

Tabel di atas menunjukkan bahwa pernyataan no. 13 ada 7 responden (6,4%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa setiap orang bersikap tidak rasionalisasi, tidak munafik, tapi apa adanya dan mampu membedakan mana yang benar dan salah. 63 responden (57,3%) menyatakan guru sering menjelaskan bahwa setiap orang bersikap tidak rasionalisasi, tidak munafik, tapi apa adanya dan mampu membedakan mana yang benar dan salah. 36 responden (32,7%) menyatakan guru jarang menjelaskan bahwa setiap orang bersikap tidak rasionalisasi, tidak munafik, tapi apa adanya dan mampu membedakan mana yang benar dan salah. 4 responden (3,6%) menyatakan guru tidak pernah menjelaskan bahwa setiap orangbersikap tidak rasionalisasi, tidak munafik, tapi apa adanya dan mampu membedakan mana yang benar dan salah.

Pernyataan no. 14 menunjukkan bahwa 41 responden (37,3%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa setiap orang harus berusaha mengembangkan nilai- nilai kebenaran sesuai akal budi dan kemampuannya. Contoh: mengerjakan ujian dengan jujur. 47 responden (42,7%) menyatakan guru sering menjelaskan bahwa setiap orang harus berusaha mengembangkan nilai- nilai kebenaran sesuai akal budi dan kemampuannya. Contoh: mengerjakan ujian dengan jujur. 20 responden (18,2%) menyatakan guru jarang menjelaskan bahwa setiap orang harus berusaha mengembangkan nilai- nilai kebenaran sesuai akal budi dan kemampuannya. Contoh: mengerjakan ujian dengan jujur. 2 responden (1,8%) menyatakan guru tidak pernah menjelaskan bahwa setiap orang harus

berusaha mengembangkan nilai- nilai kebenaran sesuai akal budi dan kemampuannya. Contoh: mengerjakan ujian dengan jujur.

Pernyataan no. 15 menunjukkan bahwa 4 responden (3,6%) menyatakan bahwa ketika siswa belum mengerjakan tugas rumah, agar tidak dimarahi guru, siswa sangat sering akan datang pagi-pagi dan mencontoh pekerjaan teman agar tidak dimarahi guru. 34 responden (30,9%) menyatakan bahwa ketika siswa belum mengerjakan tugas rumah, agar tidak dimarahi guru, siswa sering akan datang pagi-pagi dan mencontoh pekerjaan teman agar tidak dimarahi guru. 45 responden (40,9%) menyatakan bahwa ketika siswa belum mengerjakan tugas rumah, agar tidak dimarahi guru, siswa jarang datang pagi-pagi dan mencontoh pekerjaan teman agar tidak dimarahi guru. 27 responden (24,5%) menyatakan bahwa ketika siswa belum mengerjakan tugas rumah, agar tidak dimarahi guru, siswa tidak pernah datang pagi-pagi dan mencontoh pekerjaan teman agar tidak dimarahi guru.

Tabel 5. 33

Tanggapan Responden tentang Nilai Keberanian (F) Tanggapan Responden tentang Nilai Keberanian No. SS % S % JR % TP % Total 16 0 0 21 19,1 59 53,6 30 27,3 110 17 25 22,7 41 37,3 29 26,4 15 13,6 110 18 4 3,6 2 1,8 20 18,2 84 76,4 110 Total 29 64 108 129 330

Tabel di atas menunjukkan bahwa pernyataan no. 16 tidak ada responden (0%) yang menyatakan guru menjelaskan bahwa setiap siswa harus berani mengambil resiko dengan tidak mau berkompromi dengan teman yang suka menyontek. 21 responden (19,1%) menyatakan guru sering menjelaskan bahwa setiap siswa harus berani mengambil resiko dengan tidak mau berkompromi dengan teman yang suka menyontek. 59 responden (53,6%) menyatakan guru jarang menjelaskan bahwa setiap siswa harus berani mengambil resiko dengan tidak mau berkompromi dengan teman yang suka menyontek. 30 responden (27,3%) menyatakan guru tidak pernah menjelaskan bahwa setiap siswa harus berani mengambil resiko dengan tidak mau berkompromi dengan teman yang suka menyontek.

Pernyataan no. 17 menunjukkan bahwa 25 responden (22,7%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa setiap siswa belajar untuk berani berbeda yaitu tidak mudah ikut- ikutan yang tidak baik meskipun banyak teman dan akan disebut gaul, juga berani tidak membiarkan teman sendirian dan tersingkir karena dia bodoh, miskin, dan kurang gaul. 41 responden (37,3%) menyatakan guru sering menjelaskan bahwa setiap siswa belajar untuk berani berbeda yaitu tidak mudah ikut- ikutan yang tidak baik meskipun banyak teman dan akan disebut gaul, juga berani tidak membiarkan teman sendirian dan tersingkir karena dia bodoh, miskin, dan kurang gaul. 29 responden (26,4%) menyatakan guru jarang menjelaskan bahwa setiap siswa belajar untuk berani berbeda yaitu tidak mudah ikut- ikutan yang tidak baik meskipun banyak teman dan akan disebut gaul, juga berani tidak membiarkan

teman sendirian dan tersingkir karena dia bodoh, miskin, dan kurang gaul. 15 responden (13,6%) menyatakan guru tidak pernah menjelaskan bahwa setiap siswa belajar untuk berani berbeda yaitu tidak mudah ikut- ikutan yang tidak baik meskipun banyak teman dan akan disebut gaul, juga berani tidak membiarkan teman sendirian dan tersingkir karena dia bodoh, miskin, dan kurang gaul.

Pernyataan no. 18 menunjukkan bahwa 4 responden (3,6%) menyatakan bahwa setiap siswa sangat sering hanya berteman dengan yang pintar karena mengajari dan memberi contekan. 2 responden (1,8%) menyatakan bahwa setiap siswa sering hanya berteman dengan yang pintar karena mengajari dan memberi contekan. 20 responden (18,2%) menyatakan bahwa setiap siswa jarang hanya berteman dengan yang pintar karena mengajari dan memberi contekan. 84 responden (76,4%) menyatakan bahwa setiap siswa tidak pernah hanya berteman dengan yang pintar karena mengajari dan memberi contekan.

Tabel 5. 34

Tanggapan Responden tentang Nilai Keadilan (G) Tanggapan Responden tentang Nilai Keadilan No. SS % S % JR % TP % Total 19 36 32,7 54 49,1 19 17,3 1 0,9 110 20 29 26,4 57 51,8 21 19,1 3 2,7 110 21 11 10 26 23,6 43 39,1 30 27,3 110 Total 76 137 83 34 330

Tabel di atas menunjukkan bahwa pernyataan no. 19 ada 36 responden (32,7%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa dalam melaksanakan segala tugas, pantang menyerah, tekun, semangat sampai selesai sehingga pada saatnya dapat menikmati hasil upaya yaitu nilai- nilai yang maksimal. 54 responden (49,1%) menyatakan guru sering menjelaskan bahwa dalam melaksanakan segala tugas, pantang menyerah, tekun, semangat sampai selesai sehingga pada saatnya dapat menikmati hasil upaya yaitu nilai-nilai yang maksimal. 19 responden (17,3%) menyatakan guru jarang menjelaskan bahwa dalam melaksanakan segala tugas, pantang menyerah, tekun, semangat sampai selesai sehingga pada saatnya dapat menikmati hasil upaya yaitu nilai- nilai yang maksimal. 1 responden (0,9%) menyatakan guru tidak pernah menjelaskan bahwa dalam melaksanakan segala tugas, pantang menyerah, tekun, semangat sampai selesai sehingga pada saatnya dapat menikmati hasil upaya yaitu nilai- nilai yang maksimal.

Pernyataan no. 20 menunjukkan bahwa 29 responden (26,4%) menyatakan guru sangat sering menjelaskan bahwa hendaknya berani membuat pilihan yang tepat, tekun, dan berani menghadapi tantangan karena setiap keberhasilan membutuhkan pengorbanan (Jer basuki mawa bea). 57 responden (51,8%) menyatakan guru sering menjelaskan bahwa hendaknya berani membuat pilihan yang tepat, tekun, dan berani menghadapi tantangan karena setiap keberhasilan membutuhkan pengorbanan (Jer basuki mawa bea). 21 responden (19,1%) menyatakan guru jarang menjelaskan bahwa hendaknya berani membuat pilihan yang tepat, tekun, dan berani menghadapi tantangan

karena setiap keberhasilan membutuhkan pengorbanan (Jer basuki mawa bea). 3 responden (2,7%) menyatakan guru tidak pernah menjelaskan bahwa hendaknya berani membuat pilihan yang tepat, tekun, dan berani menghadapi tantangan karena setiap keberhasilan membutuhkan pengorbanan (Jer basuki mawa bea).

Pernyataan no. 21 menunjukkan bahwa 11 responden (10%) menyatakan sangat sering berpikir bahwa keberhasilan membutuhkan biaya, kecerdasan, maka siswa akan pesimis. 26 responden (23,6%) menyatakan sering berpikir bahwa keberhasilan membutuhkan biaya, kecerdasan, maka siswa akan pesimis. 43 responden (39,1%) menyatakan jarang berpikir bahwa keberhasilan membutuhkan biaya, kecerdasan, maka siswa akan pesimis. 30 responden (27,3%) menyatakan tidak pernah berpikir bahwa keberhasilan membutuhkan biaya, kecerdasan, maka siswa akan pesimis.

Tabel 5. 35

Dokumen terkait