• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.2. Bahan dan Alat

3.3.2. Analisis data

Klasifikasi penggunaan lahan

Citra satelit yang diperoleh telah terkoreksi geometri berdasarkan peta Bakosurtanal sehingga dapat dilanjutkan dengan proses klasifikasi penggunaan lahan. Metode klasifikasi visual didasarkan pada tiga hierarki klasifikasi penutupan/penggunaan lahan yaitu primer, sekunder, dan tersier. Ketiga hierarki klasifikasi diturunkan menjadi warna/rona, tekstur, bentuk, ukuran, pola, bayangan, asosiasi spasial (Lillesand dan Kiefer 1997), dan kedekatan interpreter dengan objek (Munibah 2008). Teknik dijitasi secara on screen digunakan untuk mengklasifikasikan penggunaan lahan. Klasifikasi penggunaan lahan seperti Permukiman/Perumahan (PP), Lahan Industri (LI), Bisinis (B) merupakan penggunaan lahan utama dalam analisis. Penggunaan lahan mangrove dan tanaman kehutanan lainnya diklasifikasi menjadi Hutan (H). Tambak dan Empang diklasifikasi sebagai penggunaan lahan Empang/Tambak (ET). Sawah diklasifikasi menjadi Tanaman Pangan Lahan Basah (TPLB). Klasifikasi Tanaman Pangan Lahan Kering (TPLK) terdiri dari tegalan, kebun campuran, tanah kosong. Taman, Lapangan, Jalan Utama, dan Pekuburan diklasifikasi sebagai Penggunaan Lahan Lain (PLL). Tubuh Air (TA) terdiri dari sungai, kanal, waduk, dan rawa. Generalisasi penutupan lahan menjadi klasifikasi penggunaan lahan disajikan ada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi penutupan/penggunaan lahan wilayah peri-urban Kota Makassar

No Penutupan Lahan Klasifikasi Penggunaan Lahan

1 Sawah Tanaman Pangan Lahan Basah

(TPLB)

2

Ladang

Tanaman Pangan Lahan Kering (TPLK) Kebun Campuran Lahan Kosong Area berumput 3 SPBU Pertamina Bisnis (B) Mini Market/Mall Pasar Tempat Rekreasi Hotel

Terminal Angkutan Darat

4

Pabrik Pengolahan/Pengepakan

Industri (I) Pabrik Kapur

Pergudangan

Instalasi Gardu Listrik PLN

5

Perumahan/Permukiman

Perumahan/Permukiman (PP) Rumah Ibadah

Gedung Olah Raga Rumah / Toko (Ruko) Perkantoran

Sekolah/Perguruan Tinggi

6 Mangrove Hutan (H)

Jati/Tanaman Kehutanan

7 Tambak Empang/Tambak (ET)

Empang

8

Rawa

Tubuh Air (TA) Sungai/Kanal

Waduk Area Perairan

9

Jalan Utama

Penggunaan Lahan Lain (PLL) Lapangan Terbuka ( Sepak Bola

dan Golf)

Area Pekuburan Taman Kota

TPAS (Tempat Pembuangan Akhir Sampah)

Visualisasi penggunaan lahan pada sumber yang berbeda memberikan karakteristik tampilan objek yang berbeda. Tampilan penggunaan lahan pada wilayah penelitian disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Tampilan penggunaan lahan pada citra satelit dan foto lapangan

No Penggunaan Lahan Citra Satelit Foto Lapangan

1 Tanaman Pangan Lahan Basah (TPLB): Sawah 2 Tanaman Pangan Lahan Kering (TPLK): Kebun/Ladang 3 Bisnis: SPBU Pertamina 4 Industri: Industri Pengepakan 5 Perumahan/ Permukiman 6 Hutan : Mangrove 7 Empang/ Tambak 8 Tubuh Air : Sungai 9 Penggunaan Lahan Lain : Jalan Utama

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan distribusi penggunaan lahan pada dua (atau lebih) data dapat diidentifikasi dengan berbagai teknik. Teknik identifikasi yang umum digunakan adalah membandingkan atribut data tersebut. Perubahan nilai pada atribut tersebut umumnya luasan (ha) penggunaan lahan (Trisasongko et al. 2009). Perubahan distribusi penggunaan lahan tahun 2001 ke tahun 2007 dan tahun 2007 ke tahun 2010 dianalisis menggunakan matriks transisi. Hasil analisis matriks transisi menyajikan informasi pola perubahan penggunaan lahan. Analisis Fragmentasi Penggunaan Lahan

Fragmentasi penggunaan lahan adalah proses perubahan penggunaan lahan dari penggunaan homogen menjadi heterogen. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun dan indikasi perkembangan kota yang sprawl dapat diidentifikasi dengan analisis fragmentasi. Salah satu alat analisis fragmentasi penggunaan lahan adalah Landscape Fragmentation Analysis, yang dapat dijalankan di software Arc View maupun Arc GIS (Vogt et al. 2007). Analisis fragmentasi mengidentifikasi empat tipe yaitu : Core (inti), perforated (berlubang), edge (tepi), dan patch. Kajian fragmentasi penggunaan lahan dapat dilakukan untuk berbagai tipe penutupan/penggunaan lahan seperti hutan, lahan semak, lahan perkotaan, dan lain-lain (Parent dan Hurd 2008). Gambaran mengenai empat tipe fragmentasi penggunaan lahan perumahan/permukiman disajikan pada Gambar 3.

Proses diferensiasi pada Model LFA menggunakan operasi logika dengan dua pendekatan analisis piksel (picture element) yaitu 8 tetangga dan 4 tetangga (Gambar 4). Proses analisis fragmentasi dimulai dari peta tematik dengan dua atribut, misalnya perumahan/permukiman dan non perumahan/permukiman. Ukuran batas ditentukan secara arbiter yaitu 25 meter. Core ditetapkan jika piksel inti dan 8 tetangga adalah perumahan/permukiman, dan berada pada jarak lebih besar 25 meter dari non perumahan/permukiman. Patch ditetapkan jika piksel dan 4 tetangga (depan belakang, kiri kanan) perumahan/permukiman, berada pada jarak lebih kecil sama dengan 25 meter dari non perumahan/permukiman, dan tidak masuk dalam track piksel core. Edge ditetapkan berada pada track piksel core perumahan/permukiman tetapi tidak berdekatan dengan patch non perumahan/permukiman. Perforated ditetapkan berada pada track piksel core perumahan/permukiman tetapi berdekatan dengan

patch non perumahan/permukiman. Analisis fragmentasi penggunaan lahan perkotaan hanya dilakukan pada penggunaan lahan perumahan/permukiman, industri, dan bisnis. Bagan alir proses pemilahan tipe fragmentasi penggunaan lahan perkotaan disajikan pada Gambar 5.

Gambar 3. Tipe fragmentasi perumahan/permukiman.

(a) (b)

Piksel inti Piksel

tetangga

Gambar 4. Ilustrasi piksel 8 tetangga (a) dan 4 tetangga (b).

Area Core, misalnya pada perumahan/permukiman, memiliki piksel yang dipertimbangkan tidak terdegradasi oleh “efek tepi”. Bagian tepi dalam perumahan/permukiman yang lain dipertimbangkan sebagai Perforated, selebihnya diklasifikasi sebagai Edge. Sementara itu, Patch adalah fragmen kecil perumahan/permukiman yang sama sekali terdegradasi oleh “efek tepi”.

Proses analisis fragmentasi penggunaan lahan perkotaan untuk tiga titik pengamatan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Mengekstrak peta penggunaan lahan menjadi dua tema seperti peta perumahan/permukiman (2), peta non perumahan/permukiman (1).

2. Mengkonversi format data vektor menjadi data raster (interval 10 m) dengan pertimbangan ukuran rata-rata satu unit bangunan (10x10) m, ukuran file, dan waktu pemrosesan data.

3. Menentukan edge width (lebar tepi), yaitu diasumsikan sebesar 25 m

4. Memasukkan peta penggunaan lahan (perumahan/permukiman) dua tema (Perumahan/permukiman dengan kode 2 dan non perumahan/permukiman dengan kode 1) pada Landscape Fragmentation Tools

5. Menghasilkan peta fragmentasi penggunaan lahan permukiman/permukiman. 6. Tahapan 1-5 dilakukan ulang untuk penggunaan lahan industri dan area

bisnis.

Hasil dari proses analisis fragmentasi penggunaan lahan memberikan gambaran mengenai proporsi tipe fragmentasi penggunaan lahan pada tiga seri pengamatan penggunaan lahan selama 10 tahun terakhir. Kecenderungan perubahan luasan tipe fragmentasi memberikan gambaran motif perubahan penggunaan lahan dan proses fragmentasi penggunaan lahan.

Analisis Deskriptif: Aktor Perubahan Penggunaan Lahan

Proses perubahan penggunaan lahan dikendalikan oleh manusia sebagai aktornya. Aktor perubahan penggunaan lahan di wilayah peri urban Kota Makassar ditelusuri dengan melakukan wawancara semi terstruktur ke masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan dengan pola transek 8 arah dari pusat kota (Center of Business District). Metodologi transek telah digunakan oleh Shrestha et al. (2012) untuk mendeksi fragmentasi sepanjang perkotaan-perdesaan di Phoenix Metropolitan Area AS. Shrestha et al. (2012) menggunakan ukuran blok transek dengan interval 15 km dan pusat piksel digunakan untuk analisis fagmentasi. Namun pada penelitian ini, penentuan titik sampel dilakukan secara purposive berdasarkan penggunaan lahan yang melewati garis transek dari Center of Business District (CBD). Penentuan sampel berbasis titik dilakukan dengan pertimbangan penggunaan lahan yang heterogen di wilayah perkotaan. Jumlah responden yang menjadi sampel pengamatan dan wawancara adalah sebanyak 72 titik. Informasi yang digali adalah terkait status kepemilikan lahan, etnis/suku, dan tingkat pendidikan. Variabel ini didasarkan pada fakta kualitatif bahwa status kepemilikan, etnis/suku, dan tingkat pendidikan diduga mendorong terjadinya perubahan

penggunaan lahan. Pengambilan foto penggunaan lahan dilakukan bersamaan dengan proses wawancara. Hasil wawancara dan pengamatan lapangan diorganisir menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif mampu memberikan informasi pendukung dalam menggambarkan identitas dan kecenderungan aktor perubahan penggunaan lahan. Karakteristik aktor perubahan penggunaan lahan yang diamati adalah etnis/suku dan tingkat pendidikan.

Gambar 5. Bagan alir klasifikasi tipe fragmentasi penggunaan lahan (Diadopsi dari Parent dan Hurd 2008).

Dokumen terkait