• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Tipe Fragmentasi Penggunaan Lahan

Analisis fragmentasi penggunaan lahan perkotaan dilakukan pada penggunaan lahan perumahan/permukiman, industri, dan bisnis sebagai pola penggunaan lahan utama pada wilayah urban atau wilayah yang menuju ke struktur urban. Pola aktivitas manusia dalam memanfaatkan ruang dapat terindentifikasi dari analisis fragmentasi penggunaan lahan. Gambaran tipe fragmentasi penggunaan lahan perumahan/permukiman, industri, dan bisnis tersaji pada Tabel 12

Tabel 12. Luas (ha) tipe fragmentasi penggunaan lahan perkotaan di wilayah peri urban Kota Makassar

No Penggunaan Lahan Tipe Fragmentasi Tahun Periode 2001 2007 2010 2001-2007 2007-2010 1 Perumahan/ Permukiman Core 2437.3 2700.9 2782.0 + + Patch 82.5 102.8 107.0 + + Edge 1202.9 1295.6 1314.2 + + Perforated 138.9 153.6 147.3 + - 2 Industri Core 181.2 286.7 360.0 + + Patch 2.4 4.1 2.0 + - Edge 135.3 206.5 218.7 + + Perforated 0.4 0.9 1.3 + + 3 Bisnis Core 29.0 50.7 62.4 + + Patch 2.7 4.3 5.1 + + Edge 26.3 49.1 58.2 + + Perforated 0.0 0.0 0.0 0 0

Keterangan : (+) Bertambah, ( - ) Berkurang, ( 0 ) Tetap.

Tipe Fragmentasi Penggunaan Lahan Perumahan/Permukiman

Tabel 12 menunjukkan bahwa tiga tipe fragmentasi penggunaan lahan perumahan/permukiman, yaitu core, patch, dan edge mengalami peningkatan

luasan pada dua periode pengamatan. Hal ini mengisyaratkan bahwa peri urban Makassar merupakan wilayah yang sangat dinamis berubah, tidak hanya dari segi luasan tetapi juga dari proses yang kompleks. Peningkatan luasan ketiga tipe fragmentasi diartikan sebagai perkembangan perumahan/permukiman perkotaan yang sprawl. Hal ini sesuai pendapat Hurd et al. (2006) bahwa indikasi sprawl adalah terjadinya peningkatan luasan tipe core yang didukung oleh peningkatan luasan tipe patch. Urban sprawl adalah perkembangan area periferi yang bergerak ke arah menjauhi pusat kota (Martinuzzi et al. 2007).

Tipe perforated mengalami peningkatan luasan pada periode pertama tetapi terjadi penurunan luasan pada periode kedua. Peningkatan luasan tipe perforated menjadi indikasi kuat mulai terjadinya isolasi lahan non perumahan/permukiman oleh penggunaan lahan perumahan/permukiman. Proses fragmentasi penggunaan lahan dicirikan oleh peningkatan luas tipe perforated. Penurunan luasan tipe perforated menandakan konversi penggunaan lahan menjadi perumahan/permukiman telah sangat berkembang, dengan kemungkinan segera menuju ke tahap leveling off dengan laju perubahan yang semakin menurun karena tidak adanya lahan yang dikonversi (Gambar 14). Survei lapangan menguatkan fenomena tersebut bahwa pembangunan perumahan/permukiman didahului dengan mengisolasi penggunaan lahan non perumahan/permukiman.

Gambar 14. Perubahan tipe perforated perumahan/permukiman tahun 2001 (a) dan 2007 (b) menjadi tipe core perumahan/permukiman tahun 2010 (c).

Fenomena urban sprawl membawa dampak negatif khususnya dari aspek mobilitas. Zhao (2010) mengungkapkan dua dampak negatifnya. Pertama: meningkatnya kebutuhan untuk jarak perjalanan yang panjang antara pusat kota dan area sub-urban. Kedua: menghasilkan masalah yang berhubungan dengan penyediaan transportasi publik dan meningkatnya kebutuhan perjalanan oleh kendaraan pribadi. Menurut Habibi dan Asadi (2011), beberapa faktor penting

penyebab urban sprawl adalah pertumbuhan penduduk dan pendapatan, harga lahan dan akses penyediaan perumahan yang murah, beberapa pertimbangan terkait sistem transportasi yang murah, pusat pelayanan baru untuk melayani daerah pinggiran kota, infrastruktur, subsidi dan pelayanan publik. Poelmans et al. (2009) menambahkan bahwa faktor yang penting menentukan pola urban sprawl yaitu aksesibilitas dan interaksi dengan wilayah tetangga.

Kebijakan Pemerintah Kota Makassar yang terkait penataan ruang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Makassar No. 6 Tahun 2006 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar (2005-2015). Arahan pengembangan Kawasan Permukiman Terpadu terdapat di Kecamatan Manggala, Kecamatan Rappocini, dan Kecamatan Tamalate. Perkembangan perumahan/permukiman terjadi pada seluruh wilayah penelitian. Fenomena ini dapat dijadikan indikasi adanya perbedaan perencanaan yang disusun oleh pemerintah dengan orientasi masyarakat. Perbedaan kebijakan pemerintah dengan orientasi masyarakat terkait arahan pemanfaatan ruang juga ditemukan oleh Huang et al. (2009) di Taipei Taiwan. Peningkatan luas perumahan/permukiman di Makassar tidak lepas dari pertambahan jumlah penduduk. Jumlah penduduk keseluruhan di lima kecamatan pada tahun 2001 sebanyak 521.908 jiwa. Jumlah penduduk Makassar meningkat menjadi 597.335 jiwa pada tahun 2006 dan menjadi 709.977 jiwa pada tahun 2010. Kecenderungan para migran memiliki rumah tinggal permanen di wilayah perkotaan mendorong meningkatnya kebutuhan perumahan/permukiman. Nilai yang dianut masyarakat migran akan meningkatnya kelas sosial adalah jika memiliki rumah di perkotaan sehingga mendorong tingginya permintaan perumahan/permukiman. Dari aspek ekonomi, investasi di sektor perumahan/permukiman mempunyai risiko kerugian yang rendah. Nilai investasi perumahan/permukiman mengalami kenaikan seiring perkembangan waktu. Tipe Fragmentasi Penggunaan Lahan Industri

Penggunaan lahan industri pada tiga seri pengamatan mengalami pertambahan luasan untuk tiga tipe fragmentasi, yaitu core, edge, dan perforated. Tipe core industri mengalami pertambahan luasan. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan industri tumbuh cukup pesat di wilayah studi. Pola peningkatan luasan tipe core diikuti oleh tipe edge dan perforated. Peningkatan luasan tipe edge merupakan dampak meningkatnya luasan tipe core yang tidak tertata baik dalam satu kawasan khusus. Peningkatan luasan

tipe perforated menjadi indikasi pembangunan industri yang mengisolasi penggunaan lahan non industri. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa penggunaan lahan di sekitar industri adalah TPLB, TPLK, Tubuh Air (Rawa), dan Empang/Tambak. Pembentukan patch-patch industri pada periode 2001-2007 dan penurunan luasan pada periode 2007-2010 menjadi indikasi adanya aglomerasi industri. Menurut Rustiadi et al. (2009), aglomerasi disebabkan oleh adanya kerjasama untuk memanfaatkan skala ekonomi atau untuk penghematan biaya transportasi. Lin dan Ben (2009) menambahkan bahwa aglomerasi industri menawarkan banyak keuntungan dan industri yang selaras dengan aglomerasi akan menarik banyak perusahaan karena mampu mendapat manfaat ekonomi. Aglomerasi industri ditemukan di sepanjang Jalan Tol Ir. Sutami, sebagai sarana jalan tol yang menjadi akses utama dari luar Kota Makassar menuju Pusat Kota Makassar, Pelabuhan Soekarno Hatta, dan Pusat Bisnis Panakukkang. Arahan pemanfaatan ruang untuk Pengembangan Industri Terpadu dan Pergudangan Terpadu terdapat di wilayah Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan Tamalanrea. Pertambahan areal industri terdapat di lokasi yang sesuai dengan RTRW Kota Makassar 2005-2015.

Pembangunan area industri yang cenderung meningkat tidak lepas dari arahan pembangunan wilayah Kota Makassar. Sektor industri menjadi sektor kedua dalam menopang PDRB Kota Makassar setelah sektor perdagangan/restoran/hotel. Area industri tahun 2001 adalah seluas 319,16 ha dan meningkat menjadi 498,15 ha pada tahun 2007. Pertambahan luas area industri diiringi oleh meningkatnya PDRB Kota Makassar (harga konstan) dari Rp 1.198.574.000.000,- pada 2001 menjadi Rp 2.756.584.000.000,- pada tahun 2007. Area industri tahun 2007 meningkat dari 489,15 ha menjadi 582,00 ha pada tahun 2010. Pertambahan luas area industri diiringi oleh meningkatnya PDRB Kota Makassar (harga konstan) sebesar Rp 2.756.584.000.000,- pada 2007 menjadi Rp 3.134.152.000.000,- pada tahun 2010. Peranan sektor industri pengolahan di Kota Makassar sebesar 20,74% dari PDRB Kota Makassar (BPS, 2011).

Tipe Fragmentasi Penggunaan Lahan Bisnis

Perbedaan pola perubahan nilai tipe fragmentasi ditemukan pada penggunaan lahan bisnis. Ketiga tipe fragmentasi mengalami peningkatan luasan yaitu core, patch, dan edge. Peningkatan luasan tipe core dan tipe edge menandakan bahwa terbentuknya core baru diikuti juga oleh terbentuknya tipe

edge. Kecenderungan yang sama terjadi pada tipe patch. Ketiga fenomena peningkatan tipe fragmentasi bisnis mengindikasikan berkembangnya area bisnis secara sprawl. Perbedaan mendasar dari dua penggunaan lahan sebelumnya adalah bahwa pembangunan area bisnis tidak mengisolasi penggunaan lahan non bisnis. Hal ini ditandai dengan tidak ditemukannya tipe perforated pada analisis fragmentasi penggunaan lahan bisnis dari tahun 2001, tahun 2007, dan tahun 2010.

Wilayah Kecamatan Tamalate menjadi arahan pemanfaatan untuk Pengembangan Kawasan Bisnis Global Terpadu, Kawasan Bisnis Pariwisata Terpadu, dan Kawasan Bisnis Olah Raga Terpadu. Pembangunan Mall GTC, Wisata Pantai (Akkarena, Tanjung Merdeka,Tanjung Bayam, dan Barombong), dan Trans Studio adalah bentuk dukungan pemerintah dalam menciptakan daya tarik sektor bisnis di Kota Makassar. Tetapi perkembangan area bisnis terjadi secara tidak teratur di sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan (Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan Tamalanrea). Peningkatan kualitas jalan sebagai sarana aksesibilitas utama diduga mendorong berkembangnya area-area bisnis di wilayah penelitian. Hal ini mirip dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Poelmans dan Romapey (2009) dan Habibi dan Asadi (2012). Fenomena ini berdampak pada bertambahnya waktu tempuh ke pusat kota akibat kemacetan. Arus kendaraan yang mengalami kemacetan khususnya terjadi di depan Makassar Town Square (MTos).

Penggunaan lahan bisnis terdiri dari pasar tradisional, pusat niaga, mini market, mall, SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum), hotel, dan tempat rekreasi. Sektor bisnis merupakan wujud dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor tersebut menjadi komponen utama dalam menopang pertumbuhan ekonomi Kota Makassar. Peranan sektor perdagangan/hotel/dan restoran dalam PDRB Kota Makassar adalah sebesar 28,71%. Pembangunan mall dan mini market berkembang mengikuti jalan di wilayah Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan Tamalanrea, walaupun ruang fasilitas bisnis sudah disediakan oleh pemerintah. Pembangunan Pusat Niaga Daya di Kecamatan Biringkanaya dan Pasar Sentral BTP (Bumi Tamalanrea Permai) di Kecamatan Tamalanrea merupakan bentuk penyediaan sarana bisnis oleh pemerintah Kota Makassar. Fenomena ini memberikan gambaran lemahnya pengawasan pemerintah terkait pengendalian pemanfaatan ruang.

Proses fragmentasi penggunaan lahan utama berdasarkan letak administrasi di wilayah penelitian disajikan pada Tabel 13. Tipe perforated untuk penggunaan lahan perumahan/permukiman di wilayah studi mengalami peningkatan luasan pada periode pertama tetapi terjadi penurunan luasan pada periode kedua, kecuali Kecamatan Biringkanaya. Nilai perforated di Kecamatan Biringkanaya mengalami peningkatan luasan baik periode pertama maupun kedua. Peningkatan luasan tipe perforated mengindikasikan bahwa proses fragmentasi lahan sangat intensif di Kecamatan Biringkanaya dibandingkan empat kecamatan lainnya di wilayah studi. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya perumahan baru di sekitar Gedung Olah Raga Sudiang dan Rumah Sakit Sayang Rakyat. Tipe perforated untuk penggunaan lahan industri hanya ditemukan di Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan Tamalanrea. Dua periode pengamatan menyajikan pola perubahan nilai luasan yang berbeda. Proses fragmentasi lahan masih berlangsung di Kecamatan Biringkanaya sedangkan di Kecamatan Tamalanrea baru mulai berkembang yang ditandai oleh munculnya tipe perforated pada periode kedua. Tipe perforated penggunaan lahan bisnis tidak ditemukan di lima kecamatan wilayah studi. Tabel. 13. Luas (ha) tipe fragmentasi perforated pada penggunaan lahan utama

di wilayah peri urban Kota Makassar

No Kecamatan Penggunaan Lahan Tahun Periode

2001 2007 2010 2001-2007 2007-2010 1 Biringkanaya Perumahan/Permukiman 5,8 8,2 8,3 + + Industri 0,4 0,9 0,9 + 0 Bisnis 0,0 0,0 0,0 0 0 2 Tamalanrea Perumahan/Permukiman 9,9 11,0 10,6 + - Industri 0,0 0,0 0,4 0 + Bisnis 0,0 0,0 0,0 0 0 3 Manggala Perumahan/Permukiman 13,1 15,3 13,1 + - Industri 0,0 0,0 0,0 0 0 Bisnis 0,0 0,0 0,0 0 0 4 Rappocini Perumahan/Permukiman 68,5 71,9 68,6 + - Industri 0,0 0,0 0,0 0 0 Bisnis 0,0 0,0 0,0 0 0 5 Tamalate Perumahan/Permukiman 41,5 47,2 45,6 + - Industri 0,0 0,0 0,0 0 0 Bisnis 0,0 0,0 0,0 0 0

Perkembangan area perumahan/permukiman, industri, dan bisnis (Gambar 15) seharusnya menjadi perhatian pemerintah dalam menyusun perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang perkotaan. Dampak jangka panjang dari perkembangan kota yang tidak terkendali adalah perubahan iklim mikro. Tokairin et al. (2010) menemukan adanya peningkatan rata-rata suhu udara di Jakarta akibat perubahan penggunaan lahan menjadi area terbangun menggunakan model meteorologi mesoscale. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan kenyamanan tinggal dalam wilayah urban tersebut.

Penelitian ini menunjukkan bahwa Landscape Fragmentation Analysis (LFA) mampu dimanfaatkan dalam mengkaji proses fragmentasi dan perubahan penggunaan lahan di wilayah studi. Namun demikian, perubahan penggunaan lahan dengan pendekatan analisis fragmentasi penggunaan lahan perlu didalami dengan menganalisis aktor perubahan penggunaan lahan, terutama berdasarkan etnis/suku dan tingkat pendidikan.

Dokumen terkait