• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.3 Deskripsi Data

4.3.2 Analisis Data

4.3.2.1Analisis Data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif merupakan tahap penyajian data untuk mendeskripsikan data dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menyebarkan kuesioner. Kuesioner ini disebarkan kepada 65 responden. Dengan menggunakan satu variabel penelitian, peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn. Dalam teori tersebut mengemukakan enam indikator yang akan diuraikan ke dalam 40 pernyataan. Skala yang dipakai dalam kuesioner adalah skala Likert, dengan pilihan jawaban sangat setuju bernilai 4, setuju bernilai 3, kurang setuju bernilai 2 dan tidak setuju bernilai 1. Maka semakin tinggi nilai yang diperoleh dari kuesioner semakin baik pula implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak begitupun sebaliknya.

Pemaparan jawaban responden atas kuesioner ini akan digambarkan dalam bentuk diagram disertai pemaparan dan kesimpulan hasil jawaban dari pernyataan yang diajukan melalui kuesioner berdasarkan indikator dalam teori tersebut serta

akan dipaparkan hasil wawancara dengan informan sebagai hasil dari analisis data kualitatif yang dilakukan sebelumnya. Adapun pemaparan jawaban atas kuesioner dan wawancara tersebut peneliti adalah sebagai berikut:

1. Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan dari teori implementasi Van Metter Van Horn didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor – faktor yang menentukan kinerja kebijakan. Suatu kebijakan memiliki ukuran dan tujuan yang dijadikan acuan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan tersebut diimplementasikan. Berikut adalah pemaparan mengenai indikator ukuran dan tujuan kebijakan.

Diagram 4.4

Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan dari Kuesioner Nomor 1-4, 2016. Berdasarkan diagram 4.4 di atas, hasil jawaban responden terhadap indikator ukuran dan tujuan kebijakan yaitu pemahaman responden mengenai ukuran kebijakan penerapan Sistem Pelayanan Informasi dan

Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) adalah sebesar 65%, pemahaman responden mengenai tujuan kebijakan penerapan SPIPISE sebesar 61.54%, kesesuaian antara pelaksanaan SPIPISE dengan tujuan yang telah ditetapkan sebesar 62,31%, dan penilaian responden mengenai kebijakan SPIPISE sudah tepat dan sesuai diterapkan pada perusahaan Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanam Modal Asing (PMA) di Kabupaten Lebak sebesar 62,31% serta di dapatkan rata-rata jawaban responden mengenai ukuran dan tujuan kebijakan sebesar 63%.

Dari hasil jawaban responden di atas, dapat dilihat bahwa pernyataan yang nilai persentasenya rendah adalah pada pertanyaan mengenai pemahaman tujuan kebijakan yaitu sebesar 61,54%, hal ini secara kualitatif berarti pemahaman responden mengenai tujuan kebijakan pada indikator ukuran dan tujuan kebijakan termasuk dalam kategori kurang baik. Nilai persentase yang sama terjadi pada pernyataan mengenai pemahaman responden mengenai kesesuaian antara pelaksanaan SPIPISE dengan tujuan yang telah ditetapkan sebesar 62,31% dan kebijakan SPIPISE sudah tepat dan sesuai diterapkan pada perusahaan Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanam Modal Asing (PMA) di Kabupaten Lebak sebesar 62,31%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk kategori kurang baik. Sementara itu untuk hasil jawaban responden yang nilai persentasenya tinggi yakni mengenai pemahaman reponden terhadap ukuran kebijakan sebesar 65%, hal ini berarti secara kualitatif penilaian responden mengenai pemahaman mengenai ukuran kebijakan SPIPISE termasuk dalam kategori

baik. Selanjutnya rata-rata jawaban responden mengenai ukuran dan tujuan kebijakan didapat angka sebesar 63%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik.

2. Indikator Sumber daya

Keberhasilan dari implementasi sebuah kebijakan sangat bergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk menunjang setiap kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan tersebut. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan.

Setiap implementasi kebijakan akan menuntut keberadaan sumber daya manusia yang berkualitas dalam hal ini untuk mendukung pemanfaatan SPIPISE secara optimal. Selain itu sumber daya finansial dan waktu juga merupakan faktor penunjang keberhasilan suatu kebijakan tersebut. Dalam hal ini, salah satu hal terpenting dari implementasi SPIPISE ini adalah fasilitas yang disediakan agar berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan. Selain itu waktu pun dipertimbangkan agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu diharapkan agar SPIPISE ini dapat meningkatkan iklim investasi di Kabupaten Lebak. Berikut adalah pemaparan mengenai indikator sumber daya.

Diagram 4.5 Indikator Sumber Daya

59% 60% 61% 62% 63% 64% 65% 66%

RATA-RATA FASILITAS PENDUKUNG BAIK DAN MEMADAI KETERSEDIAAN FASILITAS PENDUKUNG DUKUNGAN FINANSIAL WAKTU PENGINPUTAN CEPAT DAN AKURAT MEMAHAMI KEWENANGAN SENANTIASA BERDISKUSI BERTUKAR …

MENGETAHUI SEGALA INFORMASI SPIPISE MENGETAHUI MAKSUD DAN TUJUAN SPIPISE MEMAHAMI PROSES INPUT SPIPISE KOMPETENSI YANG BAIK SESUAI BIDANG 64% 64.62% 63.08% 62.31% 62.31% 61.54% 65% 62.31% 65% 65.38% 64.62% 63.08%

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan dari Kuesioner Nomor 5 – 15, 2016. Berdasarkan diagram 4.5 di atas, hasil jawaban responden terhadap indikator sumber daya yaitu, operator yang menangani SPIPISE memiliki tingkat pendidikan yang sesuai dengan bidang pekerjaanya sebesar 63,08%, operator yang menangani SPIPISE mempunyai kompetensi yang baik dalam mengoperasikan SPIPISE sebesar 64,62%, operator yang menangani SPIPISE memahami proses penginputan data dalam SPIPISE sebesar 65,38%, operator yang menangani SPIPISE mengetahui maksud dan tujuan pelayanan SPIPISE sebesar 65%, para operator pengguna aplikasi SPIPISE mengetahui segala informasi yang terdapat dalam penerapan SPIPISE sebesar 62,31%, para operator pengguna aplikasi SPIPISE senantiasa berdiskusi dan bertukar informasi dengan sesama rekan kerja sebesar 65%, operator pengguna aplikasi SPIPISE memahami kewenangan dalam menjalankan SPIPISE sebesar 61,54%, waktu yang dibutuhkan dalam

penginputan data baik perizinan dan non perizinan ke dalam SPIPISE cepat dan akurat sebesar 62,31%, penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak di dukung oleh sumber daya finansial yang cukup sebesar 62,31%, operator pengguna aplikasi SPIPISE disediakan fasilitas pendukung yang memadai dalam pelaksanaan pelayanan informasi dan perizinan investasi sebesar 63,08%, dan fasilitas pendukung baik sarana dan prasarana dalam penerapan SPIPISE sudah memadai sebesar 64,62% serta di dapatkan rata-rata jawaban responden mengenai sumber daya mencapai angka sebesar 64%.

Dari hasil jawaban responden di atas, dapat dilihat bahwa pernyataan yang nilai persentasenya rendah adalah mengenai pemahaman operator pengguna aplikasi SPIPISE mengenai kewenangan dalam menjalankan SPIPISE yakni sebesar 61,54%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik. Nilai persentase yang tinggi didapat pada pernyataan mengenai pemahaman operator yang menangani SPIPISE dalam proses penginputan data dalam SPIPISE yakni sebesar 65,38%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori baik. Nilai persentase yang sama yakni sebesar 63,08% didapat dari hasil jawaban responden mengenai tingkat pendidikan operator SPIPISE sudah sesuai bidang kerjanya dan ketersediaan fasilitas pendukung penggunaan SPIPISE, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik. Pernyataan mengenai kompetensi operator dalam menggunakan SPIPISE dan kondisi fasilitas pendukung yang baik dan memadai mempunyai nilai persentase

yang sama juga yakni 64,62%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik. Pernyataan mengenai pengetahuan operator pengguna SPIPISE tentang maksud dan tujuan penggunaan SPIPISE dan operator SPIPISE yang senantiasa berdiskusi dan bertukar informasi keduanya mencapai angka sebesar 65%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori baik. Selanjutnya rata-rata jawaban responden mengenai sumber daya didapatkan angka sebesar 64%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik.

3. Indikator Karakteristik Agen Pelaksana

Karakteristik agen pelaksana merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Agen pelaksana dari kebijakan ini adalah BPMPPT Lebak, BKPMPT Provinsi, BKPM RI dan investor.

Karakteristik yang harus dimiliki oleh para implementor tersebut adalah kemampuan IT minimal sudah familiar dengan penggunaan komputer atau laptop dan melakukan penelusuran di jaringan internet karena hal ini berkaitan dengan pengoperasian SPIPISE, dedikasi, pemahaman SOP serta komitmen yang dimiliki oleh setiap personal dari pengguna SPIPISE dan pengelola SPIPISE ini. Berikut adalah pemaparan mengenai penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak dengan indikator karakteristik agen pelaksana.

Kesesuaian karakteristik ini bisa dilihat dari kinerja mereka setelah keberadaan dari SPIPISE berkaitan dengan proses perencanaan

pembangunan di Kabupaten Lebak. Jika memang kinerja mereka lebih baik setelah kebaradaan SPIPISE maka karakteristik agen pelaksana dari implementasi kebijakan ini sudah dapat dikatakan sesuai, begitu pun sebaliknya.

Diagram 4.6

Indikator Karakteristik Agen Pelaksana

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan dar Kuesioner Nomor 16 – 19, 2016. Berdasarkan diagram 4.6 di atas, hasil jawaban responden terhadap indikator karakteristik agen pelaksana yaitu, operator pengguna aplikasi SPIPISE memahami tentang FAQ & troubleshoot yang diberikan oleh PUSDATIN BKPM Pusat sebesar 65,38%, semua operator pengguna aplikasi SPIPISE megetahui tentang Standard Operating Procedures (SOP) yang diterapkan sebesar 65%, pelaksanaan SPIPISE sudah sesuai dengan

Standard Operating Procedures (SOP) sebesar 62,31%, dan di dalam lingkungan kerja Operator pelaksana SPIPISE dalam aktivitasnya sudah

60% 61% 62% 63% 64% 65% 66%

RATA-RATA SESUAI TUPOKSI SESUAI STANDARD OPERATING

PROCEDURES

MENGETAHUI STANDARD OPERATING PROCEDURES

MEMAHAMI FAQ & TROUBLESHOOT SPIPISE 65% 65.38% 62.31% 65% 65.38%

sesuai dengan tupoksinya masing-masing sebesar 65,38%, serta didapatkan rata-rata sebesar 65%.

Dari hasil jawaban responden di atas, dapat dilihat bahwa pernyataan yang nilai persentasenya rendah adalah mengenai kesesuaian pelaksanaan SPIPISE dengan Standard Operating Procedures (SOP) yakni sebesar 62,31%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk kategori kurang baik. Sementara itu, pernyataan yang nilai persentasenya tinggi adalah mengenai pemahaman pengguna SPIPISE tentang FAQ & troubleshoot

yang diberikan oleh PUSDATIN BKPM Pusat dan pelaksana SPIPISE dalam aktivitasnya sudah sesuai dengan tupoksinya masing-masing yakni sebesar 65,38%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori baik. Selanjutnya pernyataan mengenai pengetahuan pengguna SPIPISE tentang Standard Operating Procedures (SOP) yang diterapkan mencapai angka sebesar 65%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk kategori baik. Adapun rata-rata yang didapatkan adalah sebesar 65%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori baik.

4. Indikator Sikap/kecenderungan (disposisi) Para Pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan. Sikap tersebut bisa berbentuk dukungan yang mana dukungan tersebut akan sangat berpengaruh dalam penerapan suatu kebijakan.

Dalam hal ini kaitannya adalah SPIPISE maka kita bisa mengetahui bagaimana kecenderungan para pengguna SPIPISE ini, apakah mereka

cenderung menerima atau menolak kebijakan ini berkaitan dengan keberadaan SPIPISE yang bertujuan untuk memudahkan proses pembangunan di bidang investasi di Kabupaten Lebak. Berikut adalah pemaparan mengenai indikator sikap/kecenderungan (disposisi) para pelakasana:

Diagram 4.7

Indikator Sikap/Kecenderungan (Disposisi) Para Pelaksana

59% 60% 61% 62% 63% 64% 65%

RATA-RATA

SETIAP IMBALAN DIPERINCI DENGAN …

BEBAN TUGAS SESUAI INSENTIF ATAU GAJI

MENDAPATKAN INSENTIF ATAU GAJI …

MEMENTINGKAN KEPENTINGAN …

KEMAUAN MENGOPERASIKAN SPIPISE

TERWUJUDNYA TRANSPARANSI DAN …

DUKUNGAN PERUSAHAAN PMDN DAN …

DUKUNGAN PEMDA LEBAK UNTUK SPIPISE

63% 61.54% 65% 65% 62.31% 62.31% 61.54% 65% 64.62%

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan dari Kuesioner Nomor 20-27, 2016. Berdasarkan diagram 4.7 di atas, hasil jawaban responden terhadap indikator sikap/kecenderungan (disposisi) para pelaksana yaitu, Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak mendukung penuh penerapan SPIPISE pada perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing yang ada di Kabupaten Lebak sebesar 64,62%, perusahaan PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak mendukung penuh penerapan SPIPISE sebesar 65%, terwujudnya transparansi dan akuntabilitas dalam kegiatan penanaman modal dengan adanya SPIPISE ini sebesar 61,54%, operator

pengguna aplikasi SPIPISE memiliki kemauan yang tinggi dalam mengoperasikan SPIPISE sebesar 62,31%, operator pengguna aplikasi SPIPISE selalu mementingkan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan pribadi sebesar 62,31%, operator pelaksana SPIPISE mendapatkan insentif atau gaji sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan sebesar 65%, beban tugas yang diberikan dalam input data perizinan dan penanaman modal sesuai dengan insentif atau gaji yang diberikan sebesar 65% dan setiap jenis imbalan diperinci dengan jelas dan sesuai dengan aturan yang berlaku sebesar 61,54% serta didapatkan rata-rata sebesar 63%. Dari hasil jawaban responden di atas, dapat dilihat bahwa pernyataan yang nilai persentasenya rendah adalah mengenai terwujudnya transparansi dan akuntabilitas dalam kegiatan penanaman modal dengan adanya SPIPISE dan setiap jenis imbalan diperinci dengan jelas dan sesuai dengan aturan yang berlaku yakni sebesar 61,54%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik. Pernyataan yang nilai persentasenya tinggi adalah mengenai dukungan perusahaan PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak penerapan SPIPISE, operator pelaksana SPIPISE mendapatkan insentif atau gaji sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, dan beban tugas yang diberikan dalam input data perizinan dan penanaman modal sesuai dengan insentif atau gaji yang diberikan sebesar 65%, hal ini secara kualitatif termasuk dalam kategori baik. Sementara itu dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak dalam penerapan SPIPISE pada perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing

yang ada di Kabupaten Lebak sebesar 64,62%, hal ini secara kualitatif termasuk dalam kategori kurang baik. Selanjutnya mengenai pernyataan operator pengguna aplikasi SPIPISE memiliki kemauan yang tinggi dalam mengoperasikan SPIPISE dan operator pengguna aplikasi SPIPISE selalu mementingkan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan pribadi sebesar 62,31%, hal ini secara kualitatif termasuk dalam kategori kurang baik. Adapun rata-rata yang didapatkan dari hasil jawaban responden adalah 63%, hal ini secara kualitatif termasuk dalam kategori kurang baik.

5. Indikator Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Para Pelaksana

Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam dari berbagai sumber informasi. Kejelasan dan konsistensi komunikasi antarorganisasi dan aktivitas para pelaksana sangat penting agar memberi kemudahan dalam pelaksanaann suatu kebijakan. Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak – pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, dalam hal ini adalah implementasi SPIPISE di Kabupaten Lebak maka kesalahan akan semakin kecil, begitupun sebaliknya. Berikut adalah pemaparan mengenai indikator tersebut:

Diagram 4.8

Indikator Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivtas Pelaksana

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan dari Kuesioner Nomor 28 – 37, 2016. Berdasarkan diagram 4.8 di atas, dapat dilihat bahwa hasil jawaban responden terhadap indikator komunikasi antarorganisasi dan aktivitas para pelaksana yaitu, penyampaian komunikasi dari atasan kepada operator yang menangani SPIPISE sudah baik dinilai responden sebesar 62,31%, operator pelaksana SPIPISE berkomunikasi dengan baik dengan sesama operator dalam pelaksanaan SPIPISE sebesar 62,31%, operator pengguna aplikasi SPIPISE melakukan koordinasi yang baik dengan atasan dalam proses pelayanan SPIPISE sebesar 63,08%, koordinasi dengan sesama operator pengguna SPIPISE sudah terjalin dengan baik sebesar 64,62%, kejelasan komunikasi tentang pelaksanaan SPIPISE sudah baik sebesar 65,38%, dalam menjalankan tugas operator pengguna SPIPISE diberi pengarahan sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing sebesar 65%, konsistensi arahan dari atasan kepada operator dalam pelaksanaan inputing data SPIPISE sudah terjalin dengan baik sebesar 62,31%, operator pelaksana

59% 60% 61% 62% 63% 64% 65% 66%

RATA-RATA

KEMUDAHAN LAYANAN DIKETAHUI …

SOSIALISASI PENERAPAN SPIPISE

KONSISTENSI KOMUNIKASI DAN …

KONSISTENSI ARAHAN DARI ATASAN PENGARAHAN SESUAI BIDANG KERJA KEJELASAN KOMUNIKASI KOORDINASI SESAMA OPERATOR KOORDINASI DENGAN ATASAN

KOMUNIKASASI SESAMA OPERATOR …

KOMUNIKASI DENGAN ATASAN

63% 61.54% 62.31% 65.38% 62.31% 65% 65.38% 64.62% 63.08% 62.31% 62.31%

SPIPISE konsisten melakukan koordinasi dan komunikasi dengan sesama operator dalam pelaksanaan SPIPISE sebesar 65,38%, sosialisasi yang dilakukan dalam penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak cukup baik dan mudah dipahami sebesar 62,31%, kemudahan layanan informasi tentang SPIPISE sudah diketahui oleh masyarakat umum sebesar 61,54%. Sehingga didapatkan rata-rata sebesar 63%.

Dari hasil jawaban responden di atas, dapat dilihat bahwa pernyataan yang nilai persentasenya rendah terdapat pada pernyataan tentang kemudahan layanan informasi SPIPISE sudah diketahui oleh masyarakat umum dengan angka sebesar 61,54%, hal secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik. Pernyataan yang nilai persentasenya tinggi terdapat pada pernyataan tentang kejelasan komunikasi tentang pelaksanaan SPIPISE yang sudah baik dan komunikasi dengan sesama operator dalam pelaksanaan SPIPISE yakni sebesar 65,38%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori baik. Sementara itu, untuk pernyataan penyampaian komunikasi dari atasan kepada operator yang menangani SPIPISE sudah baik, operator pelaksana SPIPISE berkomunikasi dengan baik dengan sesama operator dalam pelaksanaan SPIPISE, konsistensi arahan dari atasan kepada operator dalam pelaksanaan inputing data SPIPISE sudah terjalin dengan baik, dan sosialisasi yang dilakukan dalam penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak cukup baik dan mudah dipahami didapatkan nilai sebesar 62,31%, hal ini secara kualitatif termasuk dalam kategori kurang baik. Selanjutnya pernyataan tentang koordinasi yang baik

dengan atasan dalam proses pelayanan SPIPISE sebesar 63,08% dan koordinasi dengan sesama operator pengguna SPIPISE sudah terjalin dengan baik sebesar 64,62%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik. Untuk pernyataan tentang pemberian arahan sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing di dalam menjalankan tugas operator pengguna SPIPISE sebesar 65%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori baik. Adapun untuk rata-rata yang didapatkan adalah sebesar 63%, hal ini secara kualitatif termasuk dalam kategori kurang baik.

6. Indikator Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.

Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi eksternal yang kondusif. Berikut adalah pemaparan mengenai indikator tersebut.

Diagram 4.9

Indikator Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

59% 60% 61% 62% 63% 64% 65% RATA-RATA PENGARUH POLI TI K PENGARUH SOSI AL PENGARUH EKONOMI 63% 62.31% 61.54% 65%

Sumber: Hasil Peneitian Lapangan dari Kuesioner Nomor 38 – 40, 2016. Berdasarkan diagram 4.9 di atas, dapat dilihat bahwa hasil jawaban responden terhadap indikator lingkungan ekonomi, sosial, dan politik yaitu, lingkungan ekonomi turut mempengaruhi kebijakan SPIPISE di Kabupaten Lebak sebesar 65%, lingkungan sosial turut mempengaruhi kebijakan SPIPISE di Kabupaten Lebak sebesar 61,54%, dan lingkungan politik turut mempengaruhi kebijakan SPIPISE di Kabupaten Lebak sebesar 62,31% serta didapatkan rata-rata sebesar 63%.

Dari hasil jawaban responden di atas, dapat dilihat bahwa pernyataan yang nilai persentasenya rendah terdapat pada pernyataan tentang pengaruh lingkungan sosial terhadap kebijakan SPIPISE di Kabupaten Lebak sebesar 61,54%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik. Untuk pernyataan yang nilai persentasenya tinggi terdapat pada pernyataan tentang pengaruh lingkungan ekonomi terhadap kebijakan SPIPISE di Kabupaten Lebak yakni sebesar 65%, hal ini secara kualitatif

berarti termasuk dalam kategori baik. Selanjutnya untuk pernyataan tentang pengaruh lingkungan politik terhadapa kebijakan SPIPISE di Kabupaten Lebak adalah sebesar 62,31%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik. Adapun nilai rata-rata untuk indikator ini adalah 63%, hal ini secara kualitatif termasuk dalam kategori kurang baik.

4.3.2.2Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif merupakan pemaparan hasil penelitian yang didapatkan dengan melakukan wawancara dengan dua orang informan yang dianggap mewakili dalam memberikan data terhadap implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak yakni I1 adalah Bapak Rukim, SE.,M.Si selaku Kepala Bidang Data dan Pengaduan BPMPPT dan I2 adalah Bapak Atep Taupik Siregar, S.Kom selaku Tenaga IT Bidang Penanaman Modal BPMPPT Kabupaten Lebak.

Adapun dalam menganalisis data hasil penelitian lapangan dengan menggunakan teori dari Van Metter dan Van Horn yang mana terdiri dari enam indikator dalam impelementasi, yaitu ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap atau kecenderungan para pelaksana, komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Berikut adalah analisis data penelitian mengenai “implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak.

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan dari teori implementasi Van Metter Van Horn didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor – faktor yang menentukan kinerja kebijakan. Suatu kebijakan memiliki ukuran dan tujuan yang dijadikan acuan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan tersebut diimplementasikan. Berikut adalah analisis data peneliti terkait indikator ukuran dan tujuan kebijakan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1 mengenai ukuran dan tujuan kebijakan dijelaskan bahwa Ukurannya adalah Perka BKPM RI Nomor 14 tahun 2009 tentang SPIPISE. Pada dasarnya tujuannya adalah untuk mengindentifikasi jumlah investasi yang masuk dan untuk mengintegrasikan semua perizinan, mempermudah serta mempercepat pelayanan perizinan bagi para investor. Sedangkan hasil wawancara dengan I2 dijelaskan bahwa Ukuran dan tujuannya tertuang dalam Perka BKPM RI Nomor 14 tahun 2009 tentang SPIPISE. Pada dasarnya tujuan SPIPISE ini adalah mengakomodasi data-data perusahaan dari tahap pembangunan sampai produksi. (Hasil wawancara dengan Bapak Rukim, SE,.M.Si selaku Kepala Bidang Data dan Pengaduan dan Bapak Atep Taupik Siregar, S.Kom selaku Tenaga IT bidang Penanaman Modal BPMPPT Kabupaten Lebak pada hari Rabu tanggal 7 September 2016 di Kantor BPMPPT Kabupaten Lebak).

a) Pemahaman Operator Perusahaan Mengenai Ukuran Kebijakan SPIPISE

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengapa pengetahuan operator perusahaan tentang ukuran kebijakan SPIPISE yang mencapai angka 65%, walaupun angka tersebut sesuai dengan hipotesis yang peneliti tuliskan namun tentunya peneliti ingin mengetahui secara mendalam tentang hal ini.

Dari kedua informan yang telah peneliti wawancara, kedua informan tersebut memberikan informasi yang sama bahwa pemahaman operator perusahaan mengenai ukuran kebijakan SPIPISE dinilai masih kurang karena memang hal ini dipengaruhi oleh sosialisasi yang kurang sehingga penyerapan informasi juga kurang, namun kedua informan tersebut juga menjelaskan bahwa baik perusahaan PMDN dan PMA tetap konsisten

Dokumen terkait