• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA

Dalam dokumen Gambar 1. Peta Stasiun Penelitian (Halaman 34-40)

Indeks Kerapatan dan Penutupan

Rumus yang digunakan untuk menghitung kerapatan jenis dari lamun sebagai berikut (Khouw, 2009):

Keterangan:

Di = kerapatan lamun jenis-i (ind/m2) ∑Ni = Jumlah tunas lamun jenis-i (ind)

Ai = Jumlah luas transek dimana lamun jenis-i ditemukan (m2).

Tabel 1. Skala Kondisi Padang Lamun Berdasarkan Kerapatan menurut (Braun-Blanquet, 1965).

Skala Kerapatan (ind/m2) Kondisi

Sangat rapat

2 - Rapat

- 2 Agak rapat

2 2 - Jarang

2 Sangat jarang

Perhitungan persentase penutupan jenis lamun pada setiap petak, dapat dilihat berapa persen suatu jenis menutupi area pengamatan dengan didasarkan oleh panduan Seagrass Percentage Cover.

Tabel 2. Skala Kondisi Padang Lamun Berdasarkan Persentase Tutupan menurut (Braun-Blanquet, 6

Skala Persentase Tutupan Kondisi

Sangat bagus

- Bsgus

2 - Agak bagus

2 -2 Sedikit

Sangat sedikit

Indeks Keseragaman, Keanekaragaman dan Dominasi

Tingkat keanekaragamn suatu spesies dapat dihitung dengan menggunakan rumus Shannon – Wienner (Kamarrudin et al.,2 6 : H‟ = -∑ Pi ln Pi

Keterangan:

H‟ = Keanekaragaman Shannon – Wienner Pi = ni/N

ni = Jumlah individu dari tiap jenis ke-i N = Jumlah total individu semua jenis

Untuk mengetahui keseimbangan suatu komunitas seperti lamun maka digunakan indeks keseragaman, dalam pengertiannya yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam komunitas. Rumus indeks keseragaman menurut Shanon – Wiener (Suherlan et al 2 6 :

Keterangan:

E = Indeks keseragaman (0 –

H‟ = Indeks keanekaragaman jenis Shannon – Wienner S (H‟ =Indeks keanekaragaman maksimum

Untuk mencari ada tidaknya spesies dominasi, dapat dinyatakan dalam indeks dominasi dengan rumus (Yusuf et al 2 : D = ( ∑ Pi 2

Keterangan:

D = indeks dominasi Pi = ni/N

Setelah dilakukan perhitungan terhadap kerapatan dan berat kering pada sampel lamun, kemudian dapat dilakukan perhitungan untuk menghitung biomassa lamun oleh persamaan menurut Duarte (1990):

B = W x D Keterangan:

B = Biomassa lamun (g/m2)

W = Berat kering sebuah tunas lamun (g) D = Kepadatan Lamun (jumlah tunas/m2)

Kandungan karbon jaringan lamun dengan metode pengabuan, dihitung dengan persamaan Helrich (1990):

Keterangan: a = berat cawan

b = berat cawan + berat kering jaringan lamun c = berat cawan + berat abu jaringan lamun

Perhitungan bahan organik dengan metode pengabuan yaitu pengurangan berat saat pengabuan menurut Helrich (1990): Kadar Bahan Organik = ( ) ( )

( ) Keterangan:

a = berat cawan

b = berat cawan + berat sampel c = berat (cawan + abu)

Perhitungan nilai kandungan karbon jaringan lamun dihitung dengan rumus (Helrich, 1990):

Nilai 1,724 merupakan konstanta dari nilai bahan organik.

Total Stok Karbon

Hasil dari konversi ke karbon keseluruhan dirata-rata dengan satuan gC/m2 dan dikali dengan luasan lamun di suatu lokasi merupakan kandungan stok karbon (Graha et al., 2016). Perhitungan total stok karbon menggunakan rumus menurut Sulaeman et al (2 :

Ct = ∑(Li x Ci) Keterangan:

Ct = karbon total (ton)

Li = luas padang lamun kategori kelas ke i (m2) Ci = rata-rata stok karbon kategori kelas ke i (gC/m2)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerapatan dan Presentase Penutupan Lamun

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan yang didapatkan empat spesies lamun yang berada di Pulau Menjangan Besar yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata dan Halophila ovalis. Pada stasiun 1 terdapat 4 jenis lamun yang ditemukan antara lain Enhalus acoroides dengan nilai kerapatan sebesar 724 ind/m2; Thalassia hemprichii yaitu 188 ind/m2; Cymodocea rotundata yaitu 108 ind/m2 dan Halophila ovalis yaitu 112 ind/m2. Pada stasiun 2 hanya terdapat 2 jenis yaitu Thalassia hemprichii dengan nilai kerapatan sebesar 1364 ind/m2 dan Cymodocea rotundata yaitu 888 ind/m2. Pada stasiun 3 terdapat 2 jenis lamun yaitu Thalassia hemprichii dengan nilai kerapatan sebesar 484 ind/m2 dan Cymodocea rotundata yaitu 2084 ind/m2 (Gambar 4).

Tabel 3. Kerapatan lamun di ketiga stasiun Pulau Menjangan Besar

Transek Jenis Lamun (Tegakan/m) Total (Tegakan/m)

Ea Th Ho Cr 2 6 - 6 2 2 2 - - 2 2 6 - 2 2 - 2 - - 2 2 2 - - 2 6 2 - 6 - 2 6 6 2 - - - 2 - - 2 6 - - 66

Sumber: Data Primer, 2020

Ketiga stasiun yang digunakan untuk penelitian, diketahui bahwa T. hemprichii dan C. rotundata selalu dijumpai di setiap stasiun. Hal tersebut juga dibuktikan oleh penelitian dari Ristianti et al. (2014) dan Ganefiani et al. (2017), yang menyatakan bahwa lamun dengan jenis T. hemprichii dan C. rotundata sering dijumpai di perairanKarimunjawa. T. hemprichii sering ditemukan di substrat pasir kasar maupun pecahan

karang (Wicaksono et al., 2012). Kerapatan pada stasiun 1 sebesar 80 ind/m2 yang dapat dikategorikan bahwa kerapatan lamun jenis tersebut agak rapat, stasiun 2 sebesar 152 ind/m2 kategori rapat dan stasiun 3 sebesar 232 ind/m2 kategori rapat (Braun-Blanquet, 1965).

Tabel 4. Persentase Penutupan lamun di ketiga stasiun Pulau Menjangan Besar

Transek Persentase Penutupan Lamun

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

12,08 ± 9,72 27,92 ± 11,61 25,83 ± 6

2 21,67 ± 4,73 25,42 ± 5,64 26,25 ± 8,20

25 ± 6,25 29,17 ± 5,20 23,75 ± 5,45

Sumber: Data Primer, 2020

Penutupan lamun yang berada pada ketiga stasiun tersebut menunjukkan bahwa pada stasiun 1 penutupan lamun sebesar 12,08 ± 2 % yang dapat dikategorikan bahwa kondisi penutupan lamun stasiun tersebut sedikit, stasiun 2 sebesar 21,67 ± 4,73% dengan kategori agak bagus dan stasiun 3 sebesar 25 ± 6,25% dengan kategori agak bagus (Braun-Blanquet, 1965). Penutupan lamun yang tinggi ada kaitannya dengan ukurannya yang besar dan juga kemampuan adaptasi lamun terhadap tipe-tipe substrat yang ada seperti tipe substrat berpasir yaitu dari pasir halus hingga pasir kasar (Fahruddin et al 2

Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi

Tabel 5. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi

Stasiun Line H' Keanekaragaman Kategori E Keseragaman Kategori D Dominasi Kategori

2 Sedang Besar Tidak Dominasi

2 6 Rendah Besar Dominasi

Rendah Sedang Tidak Dominasi

2 Rendah 6 Besar Dominasi

2 Rendah 66 Besar Dominasi

Rendah 66 Besar Dominasi

Sedang Kecil Tidak Dominasi

2 Rendah 6 Besar Dominasi

Rendah 6 Kecil 6 Dominasi

Hasil analisis nilai dari indeks keanekaragamn lamun dari seluruh transek dengan menggunakan rumus Shannon – Wienner yang ditunjukkan pada tabel dibawah didapatkan hasil berkisar 66 Nilai tersebut tergolong sedang karena H‟ = ≤ H‟ ≤ dimana semakin tinggi nilai dari keberagaman maka semakin rendah pula tingkat pencemaran di perairan tersebut (Kamarrudin et al 2016). Indeks keseragaman yang didapatkan yaitu berkisar 0,61 yang dapat dikategorikan keseragamannya sedang. Sedangkan nilai dari indeks dominasi yaitu sebesar 0,60 yang dikategorikan bahwa indeks dominasi nya sedang. Ketiga indeks tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi lingkungan dimana akan berpengaruh pada tingkat spesies (Wijana et al., 2

Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur pada lokasi penelitian antara lain suhu, salinitas, pH, DO, CO2 dan intensitas cahaya. Pada pengukuran suhu didapatkan hasil berkisar 28,3 - C; nilai salinitas berkisar 29 - ‰; nilai pH berkisar 6,56 – 7; nilai oksigen terlarut berkisar 6,53 – 6 mg/l; nilai karbondioksida berkisar 10,16 – 2 mg/l dan nilai intensitas cahaya berkisar 27800 – 52700 lux. Beberapa penelitian melaporkan bahwa suhu optimal untuk lamun berfotosintesis yaitu 25- C dan salinitas yang tinggi dapat ditoleransi oleh lamun yang sudah tua (Yusuf et al 2

Tabel 6. Nilai Pengukuran Parameter Kualitas Air

Parameter Stasiun Suhu( C) 2 2 Salinitas(‰ 2 pH 6 6 DO(mg/l) 6 6 CO2(mg/l) 2 6 Intensitas Cahaya(Lux) 2 2 Biomassa Lamun

Nilai biomassa lamun yang paling tinggi terdapat pada jenis Cymodocea rotundata dengan biomassa atas substrat sebesar 6 6 gbk/m2 dan biomassa bawah substrat sebesar 560,292 gbk/m2.nilai biomassa terendah didapatkan pada lamun jenis Halophila ovalis dengan biomassa atas substrat sebesar 11,988 gbk/m2 dan biomassa bawah substrat sebesar 17,496 gbk/m2 (Tabel 7). Tinggi

rendahnya nilai biomasssa suatu lamun, selain dikarenakan faktor morfologi tetapi dapat dikarenakan oleh faktor nilai kerapatan. Nilai kerapatan lamun tinggi maka nilai biomassa yang dihasilkan lamun akan tinggi (Azizah et al 2

Tabel 7. Biomassa Lamun Tiap Spesies

Jenis Lamun Biomassa Lamun (gbk/m) Total Biomassa (gbk/m)

Atas Substrat Bawah Substrat

Thalassia hemprichii 2 6 6 2 26 2

Enhalus acoroides 2 2 6 2

Cymodocea rotundata 6 6 6 2 2 2

Halophila ovalis 6 2

Pada hasil pengukuran biomassa lamun atas dan bawah substrat dapat diketahui bahwa nilai biomassa lamun atas substrat lebih kecil dibandingkan dengan biomassa lamun bawah substrat, secara berturut-turut yaitu sebesar 363,180 gbk/m2 dan 649,760 gbk/m2 (Gambar 4). Adaptasi yang dilakukan lamun yaitu mengumpulkan biomassa bagian bawah substrat dengan tujuan dapat menempel pada substrat dengan kuat. Selain itu, tingginya nilai biomassa bawah substrat dikarenakan akar serta rizhoma pada substrat bawah mampu menyerap unsur-unsur hara yang dapat meningkatkan nilai dari biomassa (Christon et al 2 2

Gambar 4. Biomassa atas substrat dan bawah substrat

Kandungan Karbon Lamun

Nilai estimasi kandungan karbon yang dihasilkan pada semua stasiun penelitian pada bagian bawah substrat yaitu berkisar

gC/m2 – gC/m2, sedangkan pada bagian atas substrat berkisar 25,606 gC/m2 – 6 gC/m2. Nilai kandungan karbon bawah substrat pada tiap jenis memiliki nilai yang tinggi dibandingkan dengan nilai kandungan karbon atas substrat, kecuali pada jenis Halophila ovalis karena nilai biomassa akan berbanding lurus dengan kandungan karbon yang ada. Sedangkan nilai biomassa pada lamun, dapat berbeda-beda karena morfologi tiap jenis lamun seperti ukurannya. Nilai daripada estimasi kandungnan karbon di bawah substrat lebih besar dikarenakan jaringan bawah tidak terlalu mendapat perubahan secara fisik (Supriaddi et al., 2 2 Jenis lamun yang memiliki morfologi besar memiliki kemampuan mengakumulasi karbon lebih besar pula (Runtuboi, 2018). Sesuai dengan penelitian dari Putra (2017), bahwa kandungan karbon bawah substrat lebih tinggi disbanding dengan kandungan karbon atas substrat. Tingginya karbon bawah substrat sangat penting kehadirannya karena karbon akan terakumulasi dalam sedimen tersebut (Supriadi, 2014).

Tabel 8. Nilai Kandungan Karbon Lamun

Total Stok Karbon pada Lamun

Jenis Lamun Kandungan Karbon (gC/m) Total Kandungan Karbon (gC/m)

Atas Substrat Bawah Substrat

Thalassia hemprichii 2 2 6 6 6

Enhalus acoroides 2 2 6 2 2

Cymodocea rotundata 6 6 6

Kandungan estimasi stok karbon jenis Enhalus acoroides lebih rendah daripada Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata karena jenis tersebut mendominasi pada stasiun penelitan yang ditentukan, sehingga penyerapan hanya dipengaruhi oleh kedua jenis tersebut, meskipun secara ukuran E. acoroides lebih besar. Nilai total stok karbon yang paling tinggi yaitu jenis Cymodocea rotundata sebesar 315,155 gC/m2 yang diketahui bahwa nilai kerapatannya paling tinggi diantara jenis lamun yang ditemukan lainnya. Sehingga dapat diketahui bahwa lamun jenis Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata memiliki kontribusi besar dalam penyimpanan karboh di Pulau Menjangan Besar, Karimunjawa. Selain itu, nilai tutupan lamun dapat berkorelasi dengan biomassa dan kandungan karbon pada lamun (Graha et al., 2016). Jenis Halophila ovalis memiliki penyimpanan karbon yang kecil yaitu sebesar 14,245 gC/m2 karena nilai kerapatannya kecil sehingga tidak mendominasi wilayah tersebut serta morfologi seperti ukuran dari jenis tersebut sangat kecil. Sehingga biomassa dan stok karbonnya yang didapatkan juga kecil.

Tabel 9. Nilai Total Stok Karbon pada Lamun

Jenis Lamun Total Stok Karbon (gC/m) Total Karbon (gC/m)

Atas Substrat Bawah Substrat

Thalassia hemprichii 6 26 2

Enhalus acoroides 6 6

Cymodocea rotundata 2 2 ,

Halophila ovalis 2 2

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan:

Terdapat 4 jenis lamun yang ditemukan di Pulau Menjangan Besar, Karimunjawa antara lain: Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata dan Halophila ovalis. Kerapatan tertinggi berada pada stasiun 3 yaitu jenis Cymodocea rotundata sebesar 2084 ind/m2. Sedangkan penutupan tertinggi pada stasiun 2 yaitu sebesar 27,5%. Nilai biomassa bagian atas substrat sebesar 6 gbk/m2 dan bawah substrat sebesar 979,060 gbk/m2. Sehingga didapatkan hasil untuk total stok karbon lamun bagian atas substrat sebesar 346,861 gC/m2 atau 3,47 ton/ha dan bagian bawah substrat sebesar 534.345 gC/m2 atau 5,34 ton/ha.

Daftar Pustaka

Agus, F. 2013. Soil and Carbon Conservation for Climate Change Mitigation and Enhancing Sustainability of Agricultural Development. Pengembangan Inovasi Pertanian, 6( : 2 -

Azizah, E., Nasution, S., & Ghalib, M.2017. Biomass and Density of Seagrass Enhalus Acoroides in the Village Waters Jago Jago of Tapanuli Tengah North Sumatera Province. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan, 4(2), 1- Burhanuddin,A.I dan H.N.M. Nessa. 2018. Pengantar Ilmu Kelautan dan Perikanan. Yogyakarta. Deepublish. 250 hlm.

Braun-Blanquet, J., 1965, Plant Sociology: The Study of Plant Communities, (Trans. rev. and ed. by C.D. Fuller and H.S. Conard), Hafner, London.

Christon, C., Djunaedi, O. S., dan Purba, N. P. 2012. Pengaruh Tinggi Pasang Surut Terhadap Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamaun Enhalus acoroides di Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta. Jurnal Perikanan dan Kelautan. ( 2 -2

Fourqurean, J.W., C.M. Duarte, H. Kennedy, N. Marba, M. Holmer, M.A. Mateo, E.T. Apostolaki, G.A. Kendrick, D.K. Jensen, K.J. McGlathery, and O. Serrano. 2012. Seagrass Ecosystem as a Globally Significant Carbon Stock. Articles, Nature Geoscience, ( : -

Ganefiani, A., Suryanti, S., & Latifah, N. 2019. Potensi Padang Lamun Sebagai Penyerap Karbon Di Perairan Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa (Ability Of Seagrass Beds As Carbon Sink In The Waters Of Karimunjawa Island, Karimunjawa National

Park). Saintek Perikanan: Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology, (2 - 22

Graha, Y. I., Arthana, I. W., dan Karang, I. A. 2016. Simpanan karbon padang lamun di kawasan pantai sanur, kota denpasar. Ecotrophic: Journal of Environmental Science, ( : 6-

Kamarrudin, Z. S., Rondonuwu, S. B., dan Maabuat, P. V. 2016. Keragaman Lamun (Seagrass) di Pesisir Desa Lihunu Pulau Bangka Kecamatan Likupang Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Jurnal MIPA, ( : 2 -2 .

Kuslani, H., Sarbini, R., dan Nugraha, Y. 2016. Komposisi Jenis Lamun di Pulau Menjangan Besar, Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah. Buletin Teknik Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan, (2 : -

Parry, M. L. 2019. Climate change and world agriculture. Routledge.

Putra, I. A., Thamrin, T., dan Zulkifli, Z. 2017. Potensi Penyimpanan Karbon Pada Lamun (Cymodocea serrulata) di Perairan Pulau Poncan Sibolga Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan (2 - 2

Rahadiarta, I. K. V. S., Putra, I. D. N. N., dan Suteja, Y. 2018. Simpanan karbon pada padang lamun di kawasan Pantai Mengiat, Nusa Dua Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, ( -

Runtuboi, F., Nugroho, J., dan Rahakratat, Y. 2018. Biomassa And Accumulation Carbon On Seagrass Enhalus Acroides In Gunung Botak Bay Coastal, West Papua. Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, 2(2 : - 2

Rustam, A., Ningsih, Y. P. R., Suryono, D. D., Daulat, A., dan Salim, H. L. 2019. Dinamika Struktur Komunitas Lamun Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Jurnal Kelautan Nasional, ( : -

Ristianti, N., Ruswahyuni dan Suryanti. 2014. Hubungan Kelimpahan Epifauna pada Kerapatan Lamun Yang Berbeda di Pantai Pancuran Belakang Pulau Karimunjawa, Jepara. Diponegoro Journal of Maquares, ( : -

Sahertian, D. E., dan Wakano, D. 2017. Laju Pertumbuhan Daun Enhalus acoroides pada Substrat Berbeda di Perairan Pantai Desa Poka Pulau Ambon. BIOSEL (Biology Science and Education): Jurnal Penelitian Science dan Pendidikan, 6( : 6 -6

Supriadi., R.F. Kaswadji., D.G. Bengen dan M. Hutomo. 2012. Potensi Penyimpanan Karbon Lamun Enhalus acoroides di Pulau Baranglompo Makassar. Universitas Hasanuddin Makassar. J. Ilmu Kelautan 19(1): 1–10. DOI: 10.14710/ik.ijms.19.1.1- Supriadi, S., Kaswadji, R. F., Bengen, D. G., dan Hutomo, M. 2014. Carbon Stock of Seagrass Community in Barranglompo Island,

Makassar. Indonesian Journal of Marine Sciences ( : -

Susetiono. 2004. Fauna Padang Lamun Tanjung Merah Selat Lembeh. Pusat Penlitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (P2O-LIPI), Jakarta. 106hlm.

Tangke, U. 2010. Ekosistem padang lamun (manfaat, fungsi dan rehabilitasi). Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, ( : -2

Triyatno., R.Wilis dan D.Angraina. 2017. Perubahan Iklim Berbasis Pendugaan Cadangan Carbon di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Georafflesia, 2(2): 24 – 2

Wicaksono, S. G., Widianingsih, W., dan Hartati, S. T. 2012. Struktur vegetasi dan kerapatan jenis lamun di perairan Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara. Journal of Marine Research, (2 -

Wijana, I. M. S., Ernawati, N. M., dan Pratiwi, M. A. Keanekaragaman Lamun Dan Makrozoobentos Sebagai Indikator Kondisi Perairan Pantai Sindhu, Sanur, Bali. Ecotrophic, 13(2): 238 – 2

Yuniwati, Y., dan Suhartana, S. 2014. Potensi Karbon Pada Limbah Pemanenan Kayu Acacia Crassicarpa (Carbon Potential Of Waste Timber Harvesting Acacia Crassicarpa). Jurnal Ilmu Lingkungan, 2( : 2 -

Yusuf, M., Koniyo, Y., dan Panigoro, C. 2013. Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. Jurnal Nike, ( : -2

Draft artikel Jurnal Nasional Terakreditasi

Dalam dokumen Gambar 1. Peta Stasiun Penelitian (Halaman 34-40)

Dokumen terkait