• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI STOK DAN SERAPAN KARBON OLEH PADANG LAMUN DI PULAU MENJANGAN BESAR, KARIMUNJAWA

Dalam dokumen Gambar 1. Peta Stasiun Penelitian (Halaman 31-34)

Potential Stock and Carbon Sequestration of Seagrass at Menjangan Besar Island, Karimunjawa Pratita Melia Astuti, Suryanti*, Sigit Febrianto, Nurul Latifah dan Churun „Ain

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Departemen Sumberdaya Akuatik

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto,SH Tembalang, Semarang

Email: Suryantidr@gmail.com ABSTRAK

Fenomena yang sering menjadi topik hangat untuk dibahas yaitu perubahan iklim secara global yang diketahui dikarenakan oleh peningkatan suhu karena adanya peningkatan gas rumah kaca, salah satunya disebabkan oleh ativitas manusia. Seiring berjalannya waktu, terdapat bukti ilmiah yang menyatakan bahwa ekosistem laut juga berperan dalam rosot karbon seperti ekosistem lamun yang dikenal dengan sebutan blue carbon., dimana akan disimpan dalam bentuk biomassa lamun. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis, kerapatan, penutupan lamun serta potensi serapan karbon lamun yang ada di Pulau Menjangan Besar yang dilakukan pada bulan Agustus 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling yang diasumsikan dapat mewakili kondisi perairan tersebut serta metode untuk analisis kandungan karbon yaitu dengan metode LOI (Loss of Ignition). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis yang ditemukan di pulau tersebut sebanyak 4 jenis antara lain Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata dan Halophila ovalis. Nilai kerapatan tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu jenis Cymodocea rotundata sebesar 2084 ind/m2. Sedangkan penutupan tertinggi pada stasiun 2 yaitu sebesar 27,5%. Nilai biomassa bagian atas substrat sebesar 763,780 gbk/m2 dan bawah substrat sebesar 979,060 gbk/m2. Sehingga didapatkan hasil untuk total stok karbon lamun bagian atas substrat sebesar 346,861 gC/m2 atau 3,47 ton/ha dan bagian bawah substrat sebesar 534.345 gC/m2 atau 5,34 ton/ha.

Kata kunci: Lamun, CO2, Penyerap Karbon, Karimunjawa

ABSTRACT

A frequent topic for discussion is global climate change known as a result of rising temperatures due to an increased greenhouse gases, one of which is caused by human activity. Over time, there is scientific evidence stating that marine ecosystems also play a role in carbon sinks such as seagrass ecosystems known as blue carbon, which will be stored in the form of seagrass biomass. The purpose of this research is to determine the type, density, covery of seagrass, potential stock and carbon sequestration of seagrass in Menjangan Besar Island which was conducted in August 2020. The method used in this research is purposive sampling which is assumed to represent the conditions of these waters and the method for analysis. carbon content by using the LOI (Loss of Ignition) method. The results showed that there were 4 species found on the island, namely Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata and Halophila ovalis. The highest density value is found at station 3, namely the type of Cymodocea rotundata at 2084 ind / m2. While the highest closure was at station 2 which was 27.5%. The top biomass value of the substrate is 763,780 gbk / m2 and the bottom of the substrate is 979,060 gbk / m2. So that the results obtained for the total carbon stock of seagrass at the top of the substrate was 346.861 gC / m2 or 3,47 ton/ ha and the bottom of the substrate was 534,345 gC / m2 or 5,34 ton/ha. Key word: Seagrass, CO2, Carbon sink, Karimunjawa

I. PNDAHULUAN

Fenomena yang sering terjadi dan menjadi topik yang hangan untuk dibahas yaitu perubahan iklim secara global (Triyatno et al., 2017). Diketahui, peningkatan suhu secara global ini, sebagian besar dikarenakan adanya peningkatan gas rumah kaca karena ativitas manusia (Parry, 2019). Peran daripada konservasi tanah menjadi kian penting setelah menghangatnya isu tersebut. Tidak hanya meningkatkan serta mempertahankan produktivitas tanah, tetapi juga sebagai cadangan karbon (carbon stock) baik di permukaan tanah maupun dalam tanah (Agus, 2013). Peran vegetasi dalam menyerap karbon sebelumnya, dikenal dengan istilah green carbon yang berasal dari vegetasi daratan seperti hutan (Graha et al.,2016). Seiring berjalannya waktu, terdapat bukti ilmiah yang menyatakan bahwa ekosistem laut juga berperan dalam rosot karbon seperti ekosistem mangrove maupun lamun, yang dikenal dengan sebutan blue carbon.

Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi dan berbunga yang dapat hidup pada perairan yang dangkal (Runtuboi et al., 2018). Ekosistem lamun merupakan produsen primer tertinggi dibandingkan ekosistem laut dangkal lainnya (Burhanuddin dan Nessa, 2018). Selain memiliki peran sebagai penyedia makanan bagi berbagai biota laut, lamun juga mempunyai peran sebagai penyerap karbon. Ekosistem padang lamun memiliki tingkat produktivitas yang tinggi, di daerah tropis ekosistem padang lamun juga memiliki tingkat kecepatan pertumbuhan yang tinggi (Tangke, 2010). Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi pertumbuhan serta distribusi dari lamun antara lain temperatur, cahaya, salinitas, gelombang, arus, dan keberadaan nutrien (Sahertian dan Wakano, 2017).

Karbon merupakan bagian dampak dari perubahan iklim yang dapat meningkat dari tahun ke tahun akibat adanya penambahan pembangunan industri, pembukaan lahan, dan juga faktor lainnya. Karbon sebagai komponen penyusun utama dari biomassa tanaman melalui proses fotosintesis (Yuniawarti dan Suhartana, 2014). Aliran karbon dari atmosfer ke tumbuhan bersifat dua arah yaitu pengikatan karbon dioksida ke dalam biomassa melalui fotosintesis dan pelepasan karbon dioksida ke atmosfer melalui pembakaran (Windusari et al., 2012). Kontribusi lamun dalam menyerap karbon diawali dari adanya proses fotosintesis yang selanjutnya akan disimpan dalam bentuk biomassa. Menurut Fourqurean et al.(2012), diperkirakan bahwa besar sumber karbon lamun berkisar 4,2 hingga 8,4 Pg. Angka tersebut menunjukkan bahwa kemampuan ekosistem padang lamun mampu menyerap karbon dua kali lipat dari kemampuan hutan dalam menyerap karbon.

Perairan Pulau Menjangan Besar di Kepulauan Karimunjawa memiliki potensi sumberdaya lamun yang cukup baik, yang berbatasan langsung dengan ekosistem mangrove dan memiliki tingkat kerapatan lamun yang sedang serta dinamika arus yang ada cenderung tenang (Kuslani et al., 2014). Pada penelitian Kuslani et al. (2014), pada tahun 2013 di Pulau Menjangan Besar, Karimunjawa ditemukan tujuh jenis lamun diantaranya: Cymodocea rotundata; Cymodocea serrulata; Enhalus acoroides; Halophila ovalis; Halophila uninervis; Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii. Dikarenakan pemanasan global semakin meningkat dan ekosistem lamun memilliki peran penting dalam rosot karbon, maka tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis lamun, kerapatan dan tutupan lamun serta mengestimasi potensi stok dan serapan karbon dalam bentuk biomassa pada jaringan lamun di perairan pulau Menjangan Besar, Karimunjawa

II. METODE PENELITIAN

Materi

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2020 di Pulau Menjangan Besar, Karimunjawa. Parameter yang diukur yaitu kerapatan, tutupan, biomassa, dan kandungan karbon pada setiap jenis lamun. Beberapa parameter kualitas air meliputi parameter fisika (suhu air, kecerahan, kedalaman, salinitas, pH) yang kemudian diuji di Laboratorium PSDIL Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Gizi Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Diponegoro.

Metode

Metode yang digunakan dalam penentuan titik sampling lamun yaitu purposive sampling method. Metode yang dimaksud yaitu teknik pengambilan sampel dimana peneliti memilih sampel berdasarkan pengetahuan mengenai studi dan populasi. Penelitian ini terbagi dalam 3 stasiun yaitu stasiun 1 (Utara), stasiun 2 (tengah), dan stasiun 3 (Selatan) dari pulau Menjangan Besar sehingga dapat mewakili keberadaan lamun. Lokasi serta stasiun penelitian tersaji pada Gambar 1.

Gambar . Peta Lokasi Penelitian Pulau Karimunjawa

Metode yang digunakan diadopsi dari metode Seagrass Watch, dimana sebanyak 3 transek garis dibentangkan di setiap titik stasiun dengan panjang 50 meter. Transek ditarik tegak lurus garis pantai dengan menentukan titik pertama ketika lamun ditemukan pertama kali (Dewi et al., 2017). Jarak masing-masing dari transek 25 meter (Ganefiani et al., 2019). Sehingga didapatkan 3 (tiga) transek garis dan 9 (sembilan) transek kuadran seperti yang tersajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Peletakkan Transek Garis, Transek Kuadran dalam 1 Stasiun (Sumber: Modifikasi Seagrass Watch)

Pengamatan lamun dilakukan dengan cara menempatkan transek kuadran dengan ukuran 50 cm x 50 cm yang dibagi menjadi 4 sub plot berukuran 25 cm x 25 cm, diletakkan pada titik 0 m, 25 m, dan 50 m. Pada tiap transek dilakukan pengamatan jenis, tegakan, dan tutupan lamun menggunakan kuadran 50 cm x 50 cm (Herandarudewi et al., 2019). Pengamatan dilakukan langsung di lapangan terhadap identifikasi spesies lamun, tegakan lamun, persentase penutupan lamun, dan kondisi perairan yang meliputi pengukuran suhu, kecerahan, kedalaman, intensitas cahaya, salinitas, pH, oksigen terlarut serta substrat di setiap stasiun (Harimbi et al., 2019).

Gambar . Transek Kuadran 50 cm x 50 cm

Menurut Rustam (2 dalam Buku Pedoman Pengukuran Karbon Pada Ekosistem Padang Lamun, menjelaskan bahwa pengambilan sampel biomassa lamun dapat dilakukan dengan cara mengambil sampel dalam kuadran dengan menggunakan sekop kecil yang dibenamkan ke dalam substrat di setiap sisi kuadran dan kemudian diambil sampelnya. Lalu, sampel dibersihkan dengan memasukkan sampel ke dalam kantong jaring, setelah bersih disimpan dalam kantok plastik yang diberi label. Setelah itu, pasir dibersihkan dari epifit dan pasir menggunakan air tawar, lalu dipisahkan sesuai jenis spesies lamun dan disimpan ke dalam nampan plastik. Selanjutnya, sampel yang telah dipisahkan tiap spesiesnya, kemudian dibagi menjadi biomassa atas (pelepah dan helai daun) dan biomassa bawah (akar dan rimpang).

Sampel lamun dipisahkan menurut jaringannya yaitu akar, rhizoma dan daun, kemudian dipotong-potong menjadi bagian terkecil untuk ditimbang berat basahnya. Sampel basah dimasukkan kedalam oven dengan temperatur 6 C selama 6jam dan ditimbang untuk didapatkan berat kering. Sampel lamun diukur berat basah dan berat keringnya sehingga didapatkan nilai biomassa dari setiap jaringan (Duarte, 1990). Pengukuran kandungan karbon sampel lamun dilaukan dengan menggunakan metode Loss of Ignition (LOI). Pada prinsipnya metode tersebut menghilangkan bahan organik melalui proses pembakaran dalam tanur. Perhitungan pada total stok karbon dapat dilakukan dengan menggunakan konversi dari data biomassa menjadi kandungan karbon. Hasil dari konversi ke karbon keseluruhan dirata-rata dengan satuan gC/m2 dan dikali dengan luasan lamun di suatu lokasi merupakan kandungan stok karbon (Graha et al 2 6

Dalam dokumen Gambar 1. Peta Stasiun Penelitian (Halaman 31-34)

Dokumen terkait