• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

Pada bagian analisis data yang berjudul “kajian sosiolinguistik tingkat kedwibahasaan mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di luar pembelajaran”, peneliti akan memaparkan data-data yang ditemukan dan dianalisis sesuai dengan teknik analisis data. Penelitian ini ada empat tahapan teknik analisis data yaitu: Identifikasi, Klasifikasi, Interpretasi/Pemaknaan, dan Mendeskripsikan. Pada tahap pertama, peneliti mengidentifikasi adanya kedwibahasaan pada temuan tuturan-tuturan mahasiswa yang mengandung tingkat kedwibahasaan. Pada tahap kedua, peneliti mengklarifikasikan data yang telah didapatkan dari lapangan yang memiliki salah satu kategori tingkat kedwibahasaan yang berupa subordinatif, koordinatif, dan majemuk. Pada tahap ketiga, peneliti menginterpretasikan temuan-temuan peneliti dan dilanjutkan dengan perwakilan yang tidak terlepas dari konteks data

penelitian. Pada tahap terakhir, peneliti akan mendiskripsikan hasil kajian yang ditemukan oleh peneliti kedalam bentuk deskriptif.

Agar pemahaman lebih jelas mengenai hasil analisis tersebut, berikut ini akan dipaparkan terlebih dahulu penggunaan kedwibahasaan dengan teori Haugen (1968:10) pendapat Lado diperkuat oleh Haugen yang menyatakan bahwa kedwibahasaan adalah mengetahui dua bahasa. Jika diuraikan lebih umum maka pengertian kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa baik secara produktif maupun secara reseptif oleh seorang individu ataupun masyarakat. Haugen mengemukakan kedwibahasaan dengan mengetahui dua bahasa “knowledge of

two languages” cukup mengetahui dua bahasa secara pasif atau “understanding without speaking”. Selanjutnya akan dipaparkan data-data secara rinci perihal

tingkat kedwibahasaan. Tingkat kedwibahasaan akan dianalisis dengan adanya teori yang dipaparkan oleh Weinreich (dalam Pranowo, 1953:105-107) Kedwibahasaan dibedakan berdasarkan drajat yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu Kedwibahasaan Koordinatif, Kedwibahasaan Subordinatif, dan Kedwibahasaan Majemuk.

Metode dan teknik pengumpulan data sangat membantu peneliti untuk memecahkan permasalahan pada penelitian. Adanya teori tersebut diharapkan dapat membantu peneliti untuk menganalisis data responden. Metode yang digunakan peneliti yaitu metode simak (pengamatan dan observasi) dan metode cakap (wawancara). Metode simak diterapkan pada masalah tingkat kedwibahasaan. Sedangkan, metode cakap untuk mengetahui latar belakang responden yang diteliti. Latar belakang responden berguna untuk memastikan

responden adalah pengguna kedwibahasaan. Sedangkan metode simak berguna untuk memperoleh data tuturan mahasiswa. Berikut data analisis penggunaan kedwibahasaan dan tingkat kedwibahasaan yang diperoleh peneliti.

4.2.1 Kajian Sosiolinguistik Tingkat Kedwibahasaan Mahasiswa PBSI Angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di Luar Pembelajaran

Hasil analisis wawancara mahasiswa 2015 yang berasal dari Pulau Jawa, membuktikan bahwa mahasiswa 2015 menggunakan lebih dari dua bahasa atau bilingual. Peneliti mencoba menggolongkan bahasa produktif dan reseptif pada bahasa yang digunakan oleh responden. Hasil analisis data wawancara menghasilkan sebuah pernyataan bahwa mahasiswa PBSI 2015 terbukti menggunakan dua bahasa atau disebut juga dengan dwibahasawan. Data tersebut menunjukan bahwa seringnya penggunaan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dalam kegiatan sehari-hari di kehidupan sosial. Dari hasil wawancara tersebut akan diambil beberapa tuturan dari responden yang mengandung penggunaan kedwibahasaan yang memiliki tingkat kedwibahasaan. Hal tersebut akan mendukung data tuturan responden.

Tingkat kedwibahasaan yang dianalisis berupa tingkat kedwibahasaan subordinatif, tingkat kedwibahasaan koordinatif atau sejajar, dan tingkat kedwibahasaan majemuk. Tuturan yang memiliki tingkat tertinggi dengan jumlah 42 merupakan tingkat kedwibahasaan subordinatif. Tingkat kedwibahasaan koordinatif atau sejajar menemukan tuturan dengan jumlah 6 tuturan atau kalimat dari responden. Tingkat kedwibahasaan majemuk menemukan tuturan dengan

jumlah 3 tuturan atau kalimat pada responden. Hal tersebut didapat dari analisis tingkat kedwibahasaan pada tuturan responden dengan menggunakan metode simak dan teknik penelitian.

4.2.1.1 Tingkat Kedwibahasaan Subordinatif yang digunakan oleh

Mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Kajian perihal tingkat kedwibahasaan dalam kajian kedwibahasaan dengan kajian sosiolinguistik cukup variatif berdasarkan konsep ahli yang merumuskan. Penelitian ini mendasarkan pada analisis data berdasarkan tingkat kedwibahasaan yang berupa subordinatif, koordinatif, dan majemuk. Adanya penggunaan kedwibahasaan pada mahasiswa memiliki tingkat kedwibahasaan dalam setiap percakapan sehari-hari. Analisis data penelilitian ini meliputi analisis tingkat kedwibahasaan subordinatif. Hal tersebut ditemukan adanya temuan-temuan peneliti pada percakapan dan hasil tabulasi yang sudah ditriangulasi dan itu terbukti dari data percakapan berikut ini.

Tuturandata (1)

So: Din, kowe gelem ora lipstik focallure? Di: Focallure apa?

So: Tapi warnane coklat banget. Di: Banget?

So: Gelap pokok‟e. Konteks sosial

O1= penutur adalah seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. O2= mitra tutur merupakan seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. E= pertuturan terjadi dengan lancar karena mitra tutur dapat menjelaskan pada penutur terkait prodak kecantikan berupa lipstik. M= penutur menawarkan prodak kecantikan berupa lipstick yang berwarna coklat kepada mitra tutur. A= tidak ada orang ketiga. U= pertuturan diawali oleh penutur dan ditanggapi oleh mitra tutur. B= pertuturan membahas warna lipstik yang

ditawarkan kepada mitra tutur. I= pertuturan terjadi secara langsung dengan bahasa lisan. C= mitra tutur nampak ragu-ragu untuk menerima tawaran penutur. A= pertuturan terjadi di perpustakan Universitas Sanata Dharma pada hari Selasa, 26 Februari 2019 dengan situasi cukup hening dan tidak resmi diruang diskusi. R= tidak ada wacana. A= penutur dan mitra tutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia selama pertuturan berlangsung.

Data tuturan (data 1) merupakan tingkat kedwibahasaan subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh So sebagai penutur yang menjadi responden kepada Di sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan tentang prodak kecantikan berupa lipstik. Penutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2 saat berbicara dengan mitra tutur. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Tapi warnane coklat banget.”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1 (bahasa Indonesia) dan sering memasukan B2 (bahasa Jawa) yaitu dalam satu kalimat tuturan dan dapat dibuktikan pada kata “warnane” yang termasuk dalam bahasa Jawa.

Tuturan data (2)

Ty: BTW, kemarin Ay ulang tahun. Di: Storyne ndelok ora?

Ty: Storyne aku ndelok, “terima kasih sudah datang”. Konteks sosial

O1= penutur adalah seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. O2= mitra tutur merupakan seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. E= pertuturan terjadi dengan lancar karena mitra tutur dapat memberikan respon kepada mitra tutur terhadap topik yang sedang dibicarakan. M= penutur membicarakan cerita sosial media yang ditulis oleh salah satu teman kelasnya. A= tidak ada orang ketiga. U= pertuturan diawali oleh penutur dan ditanggapi oleh mitra tutur. B= pertuturan membahas cerita yang

ditulis teman kelasnya di salah satu sosial media. I= pertuturan terjadi secara langsung dengan bahasa lisan. C= mitra tutur nampak bersemangat untuk membicarakan topik yang dimulai oleh penutur. A= pertuturan terjadi pada hari Senin, 25 Februari 2019 ketika sedang di pastoran Kota Baru dengan situasi hujan deras dan tidak formal. R= story. A= penutur dan mitra tutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia selama pertuturan berlangsung.

Data tuturan (data 2) merupakan tingkat kedwibahasaan subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Ty sebagai penutur yang menjadi responden kepada Di sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan status di media sosial salah satu temannya. Penutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2 saat berbicara dengan mitra tutur. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Storyne ndelok ora, “terima kasih sudah datang”.”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1 (bahasa Jawa) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) yaitu dalam satu kalimat tuturan dan dapat dibuktikan pada kata “storyne” yang termasuk dalam bahasa Inggris dan bahasa Jawa.

Tuturan data (6)

Yo: Kondone nganu, hehheehe. Pe: Haha ketawan chatingan.

Yo: Yoi hehe, kan dia yang chatting gue, eh aku ndisik. Konteks sosial

O1= penutur adalah seorang mahasiswa berjenis kelamin pria berusia 24 tahun. O2= mitra tutur merupakan seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. E= pertuturan terjadi dengan lancer dan bersemangat karena mitra tutur dapat memberikan respon kepada mitra tutur terhadap topik yang sedang dibicarakan. M= penutur membicarakan soal salah satu teman seangkatan

yang memberikan pesan kepada penutur. A= tidak ada orang ketiga. U= pertuturan diawali oleh penutur dan ditanggapi oleh mitra tutur. B= pertuturan membahas teman angkatan yang menceritakan sesuatu kepada si penutur. I= pertuturan terjadi secara langsung dengan bahasa lisan. C= mitra tutur nampak bersemangat untuk membicarakan topik yang dimulai oleh penutur. A= pertuturan terjadi pada hari Kamis, 14 Februari 2019 ketika sedang duduk di depan sekretariat PBSI dengan situasi tidak formal. R= tidak ada. A= penutur dan mitra tutur menggunakan bahasa Jawa, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia selama pertuturan berlangsung.

Data tuturan (data 6) merupakan tingkat kedwibahasaan subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Yo sebagai penutur yang menjadi responden kepada Pe sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan salah satu seorang temannya yang sering bertukar cerita atau kabar menggunakan media sosial. Penutur menggunakan bahasa Jawa, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2 saat berbicara dengan mitra tutur pada situasi formal. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Yoi hehe, kan dia yang chatting gue, eh aku ndisik.”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1 (bahasa Jawa) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) yaitu dalam satu kalimat tuturan dan dapat dibuktikan pada kata “Yoi hehe, kan dia yang chatting gue” yang termasuk dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Tuturan data (7)

Di: Aku wes ora sariawan Yas, selama beberapa minggu. Ty: Hla iki ngopo meneh?

Di: Tiba-tiba ki muncul meneh, gara-gara disikat ketoke. Konteks sosial

O1= penutur adalah seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. O2= mitra tutur merupakan seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. E= pertuturan terjadi dengan lancar karena mitra tutur dapat memberikan respon kepada mitra tutur terhadap topik yang sedang dibicarakan. M= penutur bercerita mengenai kondisi kesehatan penutur. A= tidak ada orang ketiga. U= pertuturan diawali oleh penutur dan ditanggapi oleh mitra tutur. B= pertuturan membahas penyakit yang dialami si penutur. I= pertuturan terjadi secara langsung dengan bahasa lisan. C= mitra tutur nampak heran dan memiliki rasa ingin tahu tentang apa yang dialami si penutur. A= pertuturan terjadi pada hari Senin, 18 Februari 2019 di PKL Resto dengan situasi tidak formal. R= tidak ada wacana. A= penutur dan mitra tutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia selama pertuturan berlangsung.

Data tuturan (data 7) merupakan tingkat kedwibahasaan subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Di sebagai penutur yang menjadi responden kepada Ty sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan soal sakit sariawan yang telah diderita si penutur. Penutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2 saat berbicara dengan mitra tutur pada situasi formal. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Aku wes ora sariawan Yas, selama beberapa minggu.”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1 (bahasa Jawa) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia) yaitu dalam satu kalimat tuturan dan dapat dibuktikan pada kata “selama beberapa minggu” yang termasuk dalam bahasa Indonesia.

Tuturan data (8)

Ty: Ayo joinan tuku anting! Pe: Apik yo, pironan?

Pe: Mengko ndadak tuku 5?

Ty: Yora mengko nek tuku 5 kakean, mengko golek wong 5 sopo-sopo. Apik nggo njagong-njagong.

Konteks sosial

O1= penutur adalah seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. O2= mitra tutur merupakan seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. E= pertuturan terjadi dengan lancar karena mitra tutur dapat memberikan respon kepada mitra tutur terhadap topik yang sedang dibicarakan. M= penutur membicarakan promosi anting-anting yang ditawarkan di salah satu media sosial. A= tidak ada orang ketiga. U= pertuturan diawali oleh penutur dan ditanggapi oleh mitra tutur. B= pertuturan membahas promo anting-anting dan kegunaannya. I= pertuturan terjadi secara langsung dengan bahasa lisan. C= mitra tutur nampak bersemangat untuk membicarakan topik yang dimulai oleh penutur. A= pertuturan terjadi pada hari Senin, 25 Februari 2019 ketika sedang di depan kapel Bintang Samudra Universitas Sanata Dharma dengan situasi tidak formal. R= tidak ada wacana. A= penutur dan mitra tutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia selama pertuturan berlangsung.

Data tuturan (data 8) merupakan tingkat kedwibahasaan subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Ty sebagai penutur yang menjadi responden kepada Pe sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan soal anting yang dijual di media sosial instagram. Penutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2 saat berbicara dengan mitra tutur pada situasi formal. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Ayo joinan tuku anting! dan Iki eneng promo seng 100k dapat 5.”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1 (bahasa Jawa) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) yaitu

dalam satu kalimat tuturan dan dapat dibuktikan pada kata “joinan dan 100k” yang termasuk dalam bahasa Indonesia, bahasa Jawad an bahasa Inggris.

Tuturan data (10)

Na: Apik mantole transparan.

Gi: Ndemok-ndemok! nek apik mantole, hahaha. Konteks sosial

O1= penutur adalah seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. O2= mitra tutur merupakan seorang mahasiswa berjenis kelamin pria berusia 22 tahun. E= pertuturan terjadi dengan lancar karena mitra tutur dapat memberikan respon kepada mitra tutur terhadap topik yang sedang dibicarakan. M= penutur membicarakan jas hujan yang digunakan saah satu temannya. A= tidak ada orang ketiga. U= pertuturan diawali oleh penutur dan ditanggapi oleh mitra tutur. B= pertuturan membahas jas hujan yang dipuji oleh si penutur dan ditanggapi oleh mitra tutur. I= pertuturan terjadi secara langsung dengan bahasa lisan. C= mitra tutur nampak bersemangat untuk mengolok-ngolok penutur. A= pertuturan terjadi pada hari Senin, 25 Februari 2019 ketika sedang di depan kapel Bintang Samudra Universitas Sanata Dharma dengan situasi tidak formal. R= tidak ada wacana. A= penutur dan mitra tutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia selama pertuturan berlangsung.

Data tuturan (data 10) merupakan tingkat kedwibahasaan subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Na sebagai penutur yang menjadi responden kepada Gi sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan soal jas hujan yang digunakan oleh temannya. Penutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2 saat berbicara dengan mitra tutur pada situasi formal. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Apik mantole transparan.”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1 (bahasa Jawa) dan sering memasukan B2

(bahasa Indonesia) yaitu dalam satu kalimat tuturan dan dapat dibuktikan pada kata “transparan” yang termasuk dalam bahasa Indonesia.

Tuturan data (11)

Ag: Aku gur muni, “Opo kowe nak rapopo to Din? Kok paket lengkap, sikut barang?”.

Pe: Neng jarene keseret, tapi yo untungno rapopo sih, maksute yo dek‟e bersyukur untunge iseh selamet.

Konteks sosial

O1= penutur adalah seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. O2= mitra tutur merupakan seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. E= pertuturan terjadi dengan lancar karena mitra tutur dapat memberikan respon kepada mitra tutur terhadap topik yang sedang dibicarakan. M= penutur membicarakan saat menanyakan keadaan ke salah satu temannya yang mengalami kecelakaan. A= tidak ada orang ketiga. U= pertuturan diawali oleh penutur dan ditanggapi oleh mitra tutur. B= pertuturan membahas cerita keadaan salah satu temannya. I= pertuturan terjadi secara langsung dengan bahasa lisan. C= mitra tutur nampak prihatin untuk membicarakan topik yang dimulai oleh penutur. A= pertuturan terjadi pada hari Senin, 01 April 2019 ketika di kantor BAA Universitas Sanata Dharma dengan situasi tidak formal. R= tidak ada wacana. A= penutur dan mitra tutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia selama pertuturan berlangsung.

Data tuturan (data 11) merupakan tingkat kedwibahasaan subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Ag sebagai penutur yang menjadi responden kepada Pe sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan soal kejadian kecelakaan yang menimpa teman sekelasnya. Penutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2 saat berbicara dengan mitra tutur pada situasi formal. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Aku gur muni, “Opo kowe nak rapopo to Din? Kok paket lengkap, sikut

barang?”.”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1 (bahasa Jawa) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia) yaitu dalam satu kalimat tuturan dan dapat dibuktikan pada kata “Kok paket lengkap” yang termasuk dalam bahasa Indonesia.

Tuturan data (13)

Fe: Kowe nggawe apa nes, pas arep tes TKBI?

Ag: Nggawe rancangan tanya jawab beberapa doang. Fe: Iku pertanyaane angel ora?

Ag: Ora

Konteks sosial

O1= penutur adalah seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. O2= mitra tutur merupakan seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. E= pertuturan terjadi dengan lancar karena mitra tutur dapat memberikan respon kepada mitra tutur terhadap topik yang sedang dibicarakan. M= penutur membicarakan tes TKBI yang telah dilalui mitra tutur. A= tidak ada orang ketiga. U= pertuturan diawali oleh penutur dan ditanggapi oleh mitra tutur. B= pertuturan membahas rancangan tanya jawab tes TKBI. I= pertuturan terjadi secara langsung dengan bahasa lisan. C= mitra tutur nampak memberikan tanngapan apa adanya kepada penutur. A= pertuturan terjadi pada hari Senin, 01 April 2019 ketika di ruang Perpustakaan Universitas Sanata Dharma dengan situasi tidak formal. R= tidak ada wacana. A= penutur dan mitra tutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia selama pertuturan berlangsung.

Data tuturan (data 13) merupakan tingkat kedwibahasaan subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden. Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Ag sebagai penutur yang menjadi responden kepada Fe sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan soal kejadian kecelakaan yang menimpa teman sekelasnya. Penutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2 saat berbicara dengan

mitra tutur pada situasi formal. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Nggawe rancangan tanya jawab beberapa doang.”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1 (bahasa Jawa) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia) yaitu dalam satu kalimat tuturan dan dapat dibuktikan pada kata “nggawe” yang termasuk dalam bahasa Jawa.

Tuturan data (16)

Fe: Tumben banget dia naik montor pelan-pelan, Sumpah ya din, di sebelah kanan pada nyelip-nyelip. Bocah ki ngapa to, kok sui banget ki numpak montor’e?

Di: Mending koyo ngunu deh, sesok aku ngunu kui nek numpak motor. Konteks sosial

O1= penutur adalah seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. O2= mitra tutur merupakan seorang mahasiswa berjenis kelamin perempuan berusia 22 tahun. E= pertuturan terjadi dengan lancar karena mitra tutur dapat memberikan respon kepada mitra tutur terhadap topik yang sedang dibicarakan. M= penutur membicarakan kejadian yang dialami saat di jalan. A= tidak ada orang ketiga. U= pertuturan diawali oleh penutur dan ditanggapi oleh mitra tutur. B= pertuturan membahas cerita yang dialami saat berkendara. I= pertuturan terjadi secara langsung dengan bahasa lisan. C= mitra tutur nampak memberikan tanngapan apa adanya kepada penutur. A= pertuturan terjadi pada hari Senin, 01 April 2019 ketika di rumah Di dengan situasi tidak formal. R= tidak ada wacana. A= penutur dan mitra tutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia selama pertuturan berlangsung.

Data tuturan (data 16) merupakan tingkat kedwibahasaan subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden. Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Fe sebagai penutur yang menjadi responden kepada Di sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan soal kejadian kecelakaan yang menimpa teman sekelasnya. Penutur menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2 saat berbicara dengan

mitra tutur pada situasi formal. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan

Dokumen terkait