• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SOSIOLINGUISTIK TINGKAT KEDWIBAHASAAN MAHASISWA PBSI ANGKATAN 2015, FKIP UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA DI LUAR PEMBELAJARAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN SOSIOLINGUISTIK TINGKAT KEDWIBAHASAAN MAHASISWA PBSI ANGKATAN 2015, FKIP UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA DI LUAR PEMBELAJARAN SKRIPSI"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

i

KAJIAN SOSIOLINGUISTIK TINGKAT KEDWIBAHASAAN

MAHASISWA PBSI ANGKATAN 2015, FKIP UNIVERSITAS

SANATA DHARMA YOGYAKARTA DI LUAR

PEMBELAJARAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh:

Zella Sekar Arum Putri 151224025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2019

(2)
(3)
(4)

iv

MOTO

“Tidak ada yang jelek dan yang bagus, Allah maha menghargai orang yang mau belajar dan berusaha”

(Melly Goeslaw)

“Tidak ada kesuksesan yang bisa dicapai seperti membalikan telapak tangan. Tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras.”

(Chairul Tanjung)

“Pengalaman tidak bisa dipelajari, tetapi harus dilalui.” (B.J Habibie)

“Hal paling jenius yang kita lakukan adalah tidak menyerah.” (Jay-Z)

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu membimbing, mencintai, menyertai, dan menjamah doa serta hidup penulis.

2. Kedua orang tua saya, Sudarmaji dan Konik Muji Slamet yang tetap setia, sabar mendidik dan mendukung saya hingga mampu menyelesaikan pendidikan penulis.

3. Kakak saya, Stefanus Agri Karuniawan dan Bernadeta Elshinta Kurniati yang selalu sabar membimbing, memberikan dukungan, dan motivasi kepada penulis.

4. Sahabat-sahabat saya yang memberikan dukungan, dorongan, dan semangat tiada henti kepada penulis.

(6)
(7)
(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Kajian Sosiolinguistik Tingkat Kedwibahasaan Mahasiswa PBSI Angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di Luar Pembelajaran” dapat peneliti selesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan bukan hanya karena kerja keras penulis, melainkan juga berkat bimbingan, dukungan, doa, dan saran dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang begitu sabar dalam memantau perkembangan skripsi penulis, memberikan motivasi dan saran yang membangun terhadap penyelesaian skripsi penulis.

(9)

ix

4. Prof. Dr. Pranowo., M.Pd., selaku dosen pembimbing yang sudah sabar dalam membimbing dan memberikan saran serta kritik yang membangun, sehingga peneliti termotivasi untuk menyelesaikan skripsi.

5. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen triangulator yang telah bersedia meluangkan waktu, pemikiran, dan tenaga guna memeriksa data triangulasi penelitian penulis.

6. Segenap dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan kepada penulis dengan sepenuh hati.

7. Theresia Rusmiyati, selaku karyawan sekretariat prodi PBSI yang dengan sabar memberikan pelayanan administratif kepada penulis dalam menyelesaikan berbagai urusan administrasi.

8. Segenap staf dan karyawan perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan pelayanan yang baik.

9. Kedua orang tua, Sudarmaji dan Konik Muji Slamet yang selau setia mencintai, menyayangi, memberikan dukungan, memberikan dorongan semangat, dan doa tanpa pamrih.

10. Kakak saya, Stefanus Agri Karuniawan dan Bernadeta Elshinta Kurniati yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi penulis.

11. Sahabat dan teman-teman saya yang telah memberikan saya motivasi dan memberikan dorongan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi.

(10)
(11)

xi

ABSTRAK

Putri, Zella Sekar Arum. 2019. Kajian Sosiolinguistik Tingkat Kedwibahasaan Mahasiswa PBSI Angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di Luar Pembelajaran. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas penggunaan kedwibahasaan dalam kajian Sosiolinguistik di Luar Pembelajaran Mahasiswa PBSI Angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tujuan utama penelitian untuk mengetahui penggunaan kedwibahasaan dalam kajian sosiolinguistik di luar pembelajaran pada mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Berdasarkan tujuan umum tersebut, disusun tujuan khusus sebagai berikut. Tujuan selanjutnya untuk mendeskripsikan tingkat kedwibahasaan dalam kajian sosiolinguistik di luar pembelajaran pada mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini sebagai penelitian deskriptif kualitatif sesuai dengan data penelitian dan tujuannya. Data penelitian ini adalah tuturan lisan para mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Data yang dimaksud berupa tuturan atau kalimat yang diduga mengandung tingkat kedwibahasaan dalam penggunaan kedwibahasaan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian berupa metode simak (pengamatan atau observasi) dan metode cakap (wawancara). Teknik pengumpulan data menggunakan teknik sadap dan teknik lanjutan (teknik simak bebas libat cakap, teknik catat, teknik rekam). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah identifikasi, klasifikasi, interpretasi/pemaknaan, dan mendeskripsikan.

Hasil penelitian ditemukan bahwa memang terdapat penggunaan kedwibahasaan di luar pembelajaran pada mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma. Peneliti telah menganalisis tiga tingkat kedwibahasaan yaitu tingkat kedwibahasaan subordinatif, tingkat kedwibahasaan koordinatif, dan tingkat kedwibahasaan majemuk. Berdasarkan hasil analisis data tuturan penelitian dapat dibuktikan bahwa sebagian besar pengguna kedwibahasaan adalah tingkat kedwibahasaan subordinatif. Pertama, tingkat kedwibahasaan subordinatif dalam percakapan terdapat empat puluh dua data.

Kedua, tingkat kedwibahasaan koordinatif dalam percakapan terdapat enam data. Ketiga, tingkat kedwibahasaan majemuk dalam percakapan terdapat tiga data.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan mengenai kajian sosiolinguistik tingkat kedwibahasaan mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di luar pembelajaran.

Kata kunci: tingkat kedwibahasaan subordinatif, tingkat kedwibahasaan koordinatif, dan tingkat kedwibahasaan majemuk.

(12)

xii

ABSTRACT

Putri, Zella Sekar Arum. 2019. Sociolinguistic Study of the Level of Bilingualism of the Student of PBSI 2015, FKIP Sanata Dharma University Yogyakarta Outside of Learning. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language and Literature Education, Teacher Training and Education Faculty, Sanata Dharma University.

This study discussed the use of bilingualism in the Sociolinguistic Study Outside of the learning process of PBSI Student Batch 2015, FKIP Sanata Dharma University Yogyakarta. The main objective of the study was to find out the use of bilingualism in sociolinguistic studies outside of the learning process in PBSI students of class 2015, FKIP Sanata Dharma University Yogyakarta. Based on these general objectives, specific objectives were prepared as follows. The specific objective was to describe the level of bilingualism in sociolinguistic studies outside the learning process of PBSI students batch 2015, FKIP Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research was a qualitative descriptive study according to the research data and its objectives. The data of this study were oral speeches of PBSI students batch 2015, FKIP Sanata Dharma University Yogyakarta. The intended data was in the form of utterances or sentences that were assumed containing a degree of bilingualism in bilingual usage. Data collection method in this research were referring methods (observation) and proficient methods (interviews). The data collection technique for this research used advanced and tapping techniques (referring to skillful free technique, note-taking techniques, recording techniques). The data analysis technique used in this study were identification, classification, interpretation / meaning, and describing.

The results of the study found that there was indeed a bilingualism usage outside of learning process in PBSI students batch 2015, FKIP Sanata Dharma University. The researcher analyzed three levels of bilingualism, namely subordinate bilingualism, coordinative bilingualism, and multiple bilingualism. Based on the results of analysis of research speech data it could be proven that the majority of bilingual users are subordinate bilingualism. First, the level of subordinated kedmanship in conversation involves fourty two data. Second, the level of coordination of conversation are six data. Thrid, the rate of coumpound linguistic mastery in converstation is that of three data. This research is expected to be able to contribute and knowledge about sociolinguistic study of the level of bilingualism of the student of PBSI 2015, FKIP Sanata Dharma University Yogyakarta outside of learning.

Keywords: subordinate bilingualism level, coordinative bilingualism level, and

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN DATA... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.4 Manfaat Penelitian ... 5 1.5 Batasan Istilah ... 6 1.6 Sistematika Penyajian ... 8

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN ... 9

2.1 Penelitian yang Relevan ... 9

(14)

xiv

2.2.1 Pengertian Sosiolinguistik ... 12

2.2.2 Konteks Sosial ... 15

2.2.3 Kedwibahasaan ... 19

2.3 Kerangka Berpikir ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.2 Sumber Data dan Data Penelitian ... 31

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.4 Instrumen Penelitian ... 34

3.5 Teknik Analisis Data ... 34

3.6 Triangulasi ... 36

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Deskripsi Data ... 37 4.2 Analisis Data ... 39 4.3 Pembahasan ... 69 BAB V PENUTUP ... 72 5.1 Simpulan ... 72 5.2 Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN ... 78 BIOGRAFI PENULIS ... 157

(15)

xv

DAFTAR BAGAN

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Surat Triangulasi ... 79 Hasil Triangulasi ... 80 Hasil Wawancara ... 144

(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini akan memaparkan (a) latar belakang, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian, (e) batasan istilah, (f) sistematika penelitian. Paparan selengkapnya akan disampaikan sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan bagian dari alat komunikasi seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Indonesia adalah salah satu bahasa nasional yang digunakan oleh negara Indonesia. Namun, adanya beberapa daerah di Indonesia yang tersebar luas, masyarakat Indonesia memiliki bahasa daerah yang digunakan dalam kegiatan tidak resmi. Tutur kata yang beragam serta memiliki keunikan masing-masing dalam pengucapan, mengakibatkan masyarakat Indonesia yang menggunakan dua bahasa seperti bahasa Indonesia dan bahasa daerah secara bergantian.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa orang Indonesia merupakan dwibahasawan, bahkan biasa disebut multibahasawan. Hal ini tampak dari penggunaan dua bahasa atau bahkan lebih yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Keadaan semacam itu menyebabkan bahasa komunikasi sehari-hari digunakan lebih dari satu bahasa oleh masyarakat Indonesia. Kedwibahasaan dapat terjadi pada setiap masyarakat yang mengenal dan menggunakan dua bahasa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua yang dikuasai dalam masyarakat Indonesia setelah bahasa daerah.

(18)

Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan pada mahasiswa PBSI, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta menunjukkan bahwa mereka menggunakan lebih dari satu bahasa. Mereka sering menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia, bahkan lebih sering menggunakan bahasa daerah untuk kegiatan tidak resmi pada situasi dan kondisi tertentu. Maka dapat disimpulkan bahwa mereka merupakan dwibahasawan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pranowo (2014:103) yang mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya tergolong masyarakat dwibahasa. Mereka menguasai bahasa pertama (B1) bahasa daerah dan bahasa kedua (B2) bahasa Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, mahasiswa sering menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia dalam proses komunikasi sehari-hari.

Fenomena kedwibahasaan dapat terjadi dalam lingkungan pendidikan, baik pendidikan yang berada di daerah perkotaan ataupun pinggiran perkotaan. Universitas Swasta Sanata Dharma Yogyakarta prodi PBSI memiliki dwibahasawan yang beraneka ragam dalam penggunaan kedwibahasan dengan sesama teman saat bercakap-cakap ataupun bergaul di sekitar lingkungan sosial. Hal tersebut membuat si peneliti antusias untuk mengkaji penelitian ini dibidang sosiolinguistik.

Sosiolinguistik merupakan salah satu ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dalam kemasyarakatan, hubungan bahasa dengan apa yang terjadi dalam masyarakat tutur. Hal itulah penggunaan bahasa diamati secara sosial bukan secara individu, sehinga penulis akan membahas tentang “kajian sosiolinguistik tingkat kedwibahasaan mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata

(19)

Dharma Yogyakarta di luar pembelajaran”. Tingkat kedwibahasaan mahasiswa PBSI Angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dapat ditemukan dalam kegiatan berdiskusi, istirahat di kantin, dan kegiatan sosial di sekitar lingkungan Universitas Sanata Dharma.

Komunikasi yang digunakan dalam percakapan yaitu bahasa yang bersifat santai atau tidak resmi, dengan alasan lebih sering digunakan dalam kegiatan sehari-hari serta memiliki tujuan untuk menciptakan suasana yang akrab dengan lawan bicara. Hal tersebut menimbulkan tingkat kedwibahasaan yang muncul akibat penggunaan dua bahasa atau lebih. Bahasa yang sering digunakan dalam komunikasi santai oleh mahasiswa misalnya bahasa Jawa dan bahasa Indonesia yang digunakan secara bergantian saat melakukan percakapan akrab atau santai. Adapun tingkat kedwibahasaan diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu tingkat kedwibahasaan subordinatif, tingkat kedwibahasaan koordinatif, dan tingkat kedwibahasan majemuk. Hal tersebut akan menjadi topik bahasan pada penelitan. Harapannya dengan adanya penelitian ini, kajian sosiolinguistik dalam penggunaan kedwibahasaan pada mahasiswa PBSI 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma dapat terpecahkan dengan rumusan masalah yang akan diteliti oleh peneliti. Hal tersebut semoga bermanfaat bagi informasi pengetahuan mahasiswa prodi PBSI maupun luar prodi sekaligus. Kedepannya peneliti akan meneliti kedwibahasaan mahasiswa kurang lebih selama empat bulan. Besar harapannya penelitian bisa dilakukan untuk mahasiswa PBSI angkatan 2015 untuk mendapatkan data tuturan dan latar belakang penggunaan kedwibahasaan.

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, disusun rumusan masalah utama “bagaimanakah kajian sosiolinguistik tingkat kedwibahasaan mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di luar pembelajaran?”. Oleh karena itu, atas dasar rumusan masalah utama di atas, disusun submasalah sebagai berikut.

a. Bagaimanakah tingkat kedwibahasaan subordinatif yang digunakan oleh mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di luar pembelajaran?

b. Bagaimanakah tingkat kedwibahasaan koordinatif yang digunakan oleh mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di luar pembelajaran?

c. Bagaimanakah tingkat kedwibahasaan majemuk yang digunakan oleh mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di luar pembelajaran?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui kajian sosiolinguistik tingkat kedwibahasaan mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di luar pembelajaran. Berdasarkan tujuan umum tersebut, disusun tujuan khusus sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan tingkat kedwibahasaan subordinatif yang digunakan oleh mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di luar pembelajaran.

(21)

b. Mendeskripsikan tingkat kedwibahasaan koordinatif yang digunakan oleh mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di luar pembelajaran.

c. Mendeskripsikan tingkat kedwibahasaan majemuk yang digunakan oleh mahasiswa PBSI angkatan 2015, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di luar pembelajaran.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil dari penelitian ini sekiranya dapat dijadikan salah satu referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan ranah yang sama. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman peneliti lain yang menkaji tentang kedwibahasaan dengan metode penelitian yang berbeda, sumber, ataupun data yang berbeda. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah kekayaan pada kajian sosiolinguistik khususnya dalam bidang kedwibahasaan.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan baru untuk mengadakan penelitian lanjutan lebih mendalam, khususnya dalam bidang kedwibahasaan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi mahasiswa dalam penggunaan kedwibahasaan

(22)

sehingga dapat menunjang komunikasi yang baik, serta untuk memperoleh hasil dari penggunaan kedwibahasaan dalam kajian sosiolinguistik.

1.5 Batasan Istilah

Batasan istilah ini dituliskan untuk memberikan pemahaman yang sama antar peneliti dengan pembaca. Batasan dari batasan istilah yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Sosiolinguistik

Chaer (2003: 16) “sosiolinguistik adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan pemakaiannya di masyarakat. Sosiolinguistik ini merupakan ilmu interdisipliner antara sosiologi dan linguistik.”. Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistic, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan yang erat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu berlangsung dan tetap ada. Sedangkan linguistik berusaha mempelajari mengenai bahasa. b. Kedwibahasaan

Chaer (2004:84) Bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut kedwibahasaan. Istilah yang dikemukakan oleh Chaer, dapat dipahami bahwa bilingualisme atau kedwibahasaan berkenaan dengan pemakaian dua bahasa secara bergantian oleh seorang penutur dalam aktivitasnya sehari-hari atau interaksi sosialnya. Bilingualisme dapat diartikan sebagai pengguna dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

(23)

c. Pengukur Kedwibahasaan

Mackey (dalam Pranowo, 2014:113) megemukakan pengukuran kedwibahasaan dapat dilakukan melalui beberapa aspek, yaitu a) aspek tingkat, b) aspek fungsi, c) aspek pergantian, dan d) interferensi. Tingkat kedwibahasaan adalah sesorang yang mampu menjadi seorang dwibahasawan. Fungsi kedwibahasaan adalah pengertian untuk apa seseorang menggunakan bahasa dan apa peranan bahasa dalam kehidupan pelakunya. Pergantian adalah pengukuran terhadap seberapa jauh pemakai bahasa mampu berganti dari satu bahasa ke bahasa lain. Interferensi, adanya saling mempengaruhi antarbahasa.

d. Konteks Sosial

Mey (dalam Rahardi 2003:15) konteks sosial merupakan konteks kebahasaan yang timbul sebagai akibat dari munculnya komunikasi dan interaksi antar anggota masyarakat dengan latar belakang sosial budaya yang sangat tertentu sifatnya. Konteks sosial dapat diartikan sebagai konteks yang menimbulkan adanya komunikasi dengan menitikberatkan tuturan atau percakapan yang dilakukan oleh seseorang membentuk suatu gambaran pada konteks sosial. Konteks sosial berguna untuk melatarbelakangi suatu tuturan atau percakapan yang terjadi.

e. Klasifikasi Tingkat Kedwibahasaan

Pranowo (dalam Weinreich, 1953:105-107) Kedwibahasaan dibedakan berdasarkan tingkat yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu kedwibahasaan koordinatif, kedwibahasaan subordinatif, dan kedwibahasaan majemuk.

(24)

Kedwibahasaan koordinatif adalah kedwibahasaan yang menunjukan bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baiknya oleh seorang individu. Kedwibahasaan subordinatif adalah kedwibahsaan yang menunjukan bahwa seorang individu pada saat memakai B1 sering memasukan unsur B2 atau sebaliknya. Kedwibahasaan majemuk adalah kedwibahasaan yang menunjukan bahwa kemampuan berbahasa salah satu bahasa lebih baik daripada kemampuan berbahasa bahasa yang lain.

1.6 Sistematika Penyajian

Proposal ini terdiri dari lima bab yang diuraikan secara sistematis sebagai berikut. Bab I menggunakan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II berisi mengenai kajian teori. Bab ini menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang penelitian yang sejenis dan memiliki topik yang sama. Landasan teori berisi uraian mengenai sosiolinguistik, kedwibahasaan, pengukuran kedwibahasan, konteks, dan tingkat kedwibahasaan. Bab III berisi tentang metode penelitian. Bab ini menguraikan jenis penelitian, subjek dan objek penelitian, sumber data dan data penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, triangulasi, teknik analisis data. Bab IV berisi tentang pembahasan yang berkaitan dengan hasil penelitian. Bab V adalah bagian bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan terkait dengan hasil penelitian yang disertai dengan saran.

(25)

9

BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan untuk pembelajaran kedwibahasaan dalam kajian sosiolinguistik terhadap prodi PBSI belum pernah dilakukan. Namun, skripsi yang mengkaji mengenai bidang sosiolinguistik pernah dilakukan oleh Hermi Murwanti pada tahun (2002) di Universitas Sanata Dharma dengan judul Variasi

Rubrik-Rubrik Pada Media Sekolah Menengah Umum Di Kotamadya Yogyakarta Dan Relevansinya Dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMU: Suatu Tinjaun Sosiolinguistik. Pada skripsi tersebut peneliti memiliki kesamaan menggunakan

kajian sosiolinguistik, sedangkan perbedaannya terletak pada sasaran, subjek yang dikaji, dan temuan hasil penelitian, dan rumusan masalah.

Penelitian yang disusun oleh Welsi Damayanti pada tahun (2014) di Universitas Pendidikan Indonesia dengan judul Penggunaan Kedwibahasaan

Sebagai Media Komunikasi Penjual Asesoris Toko Rock Stuff Plaza Parahyangan Bandung. Penelitian tersebut mendiskripsikan kebiasaan penggunaan bahasa

kedua (B2) para penjual asesoris di toko Rock Stuff Asesoris. Penelitian analisis kebiasaan menggunakan bahasa kedua (B2) para penjual asesoris di toko Rock

Stuff Asesoris ini berjenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode

deskriptif. Hasil penelitian ini sangat menarik bagi peneliti karena yang menjadi pembahasannya cukup menantang yaitu tentang kebiasaan menggunakan bahasa kedua oleh penjual yang berasal dari Padang di toko Rock Stuff Asesoris. Hasil

(26)

penelitian ini adalah adanya kedwibahasaan pada situasi jual beli yang terjadi di kota Bandung. Mereka selalu berusaha melayani pembeli yang berasal dari Bandung dengan menggunakan bahasa Sunda. Semua itu demi kelancaran dan keakraban antara penjual dan pembeli. Adapun kesamaan antara penelitian saya dengan penelitian tersebut adalah sama-sama meniliti penggunaan kedwibahasaan, sedangkan perbedaannya terletak pada sasaran, subjek yang dikaji, dan temuan hasil penelitian, dan rumusan masalah.

Penelitian yang relevan terkait kedwibahasaan diteliti oleh Silvia Sanca mahasiswi dari Universitas Negri Yogyakarta, tahun (2012) dengan judul

Penggunaan Dwibahasa (Indonesia-Jawa) oleh Warga keturunan Etnis Tionghoa di ketandan kota Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

ragam kedwibahasaan dan fungsi penggunaan dwibahasa oleh warga keturunan etnis Tionghoa di Ketandan Kota Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah warga keturunan etnis Tionghoa di Ketandan Kota Yogyakarta. Penelitian ini difokuskan pada ragam kedwibahasaan dan fungsi penggunaan dwibahasa. Data diperoleh dengan kartu kuisioner, teknik simak dan wawancara yang dilakukan secara berkesinambungan. Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Keabsahan data diperoleh melalui perpanjangan keikutsertaan dan ketekunan pengamatan.

Hasil penelitian terkait dengan penggunaan dwibahasan oleh warga keturunan etnis Tionghoa di Ketandan Yogyakarta menunjukkan bahwa ragam kedwibahasaan dibedakan menjadi delapan macam, yaitu berdasarkan hipotesis ambang kedwibahasaan terdiri dari kedwibahasaan substraktif dan aditif.

(27)

Berdasarkan tahapan usia pemerolehan kedwibahasaan terdiri dari kedwibahasaan masa kecil, kedwibahasaan masa kanak-kanak, dan kedwibahasaan remaja. Berdasarkan usia belajar bahasa kedua kedwibahasaan terdiri dari kedwibahasaan serentak, dan berurutan. Berdasarkan konteks kedwibahasaan terdiri dari kedwibahasaan buatan, dan alamiah. Berdasarkan hakikat tanda dalam kontak bahasa kedwibahasaan terdiri dari kedwibahasaan majemuk dan subordinatif. Berdasarkan tingkat pendidikan hanya terdiri dari kedwibahasaan rakyat biasa. Berdasarkan keresmian kedwibahasaan terdiri dari kedwibahasaan resmi, dan tidak resmi. Berdasarkan kesosialan kedwibahasaan terdiri dari kedwibahasaan sosial.

Selain itu, hasil penelitian menunjukkan pula bahwa fungsi bahasa dibedakan menjadi enam macam diantaranya, fungsi personal (marah, canda, heran, kecewa), fungsi direktif, fungsi fatik, fungsi referensial, fungsi metalingual, serta fungsi imaginatif. Pada skripsi tesrsebut peneliti memiliki kesamaan untuk membahas penggunaan kedwibahasaan. Adapun yang membedakan penelitian ini terletak pada sasaran, subjek yang dikaji, dan temuan hasil penelitian, dan rumusan masalah.

Jurnal yang relevan terkait penggunaan kedwibahasa oleh Saunir mahasiswi dari Universitas Negeri Padang, tahun (2008) dengan judul Profil

Kedwibahasaan Mahasiswa Bahasa dan sastra Inggris. Metode penelitian yang

digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif gabungan kualitatif dan kuantitatif yang bertujuan menjelaskan atau mendeskripsikan keadaan atau profil kedwibahasaan mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Inggris

(28)

FBS UHP Padang. Hasil penelitian, bahasa Indonesia lebih cenderung dipilih oleh responden. Ini dapat menjadi perhatian bagi pihak-pihak yang tertarik dalam mempertahankan bahasa Ibu dalam kaitannya dengan pemertahanan budayanya. Dilain pihak penggunaan bahasa Inggris yang sangat rendah yang didukung juga oleh pengakuan responden wawancara, hendaknya pihak yang berwenang segera mengambil tindakan atau kebijakan untuk sesegera mungkin menggerakkan dan menggairahkan penggunaan bahasa Inggris di kalangan mahasiswa. Pada jurnal tersebut memiliki kesamaan membahas kedwibahasaan mahasiswa. Adapun yang membedakan penelitian ini terletak pada sasaran, subjek yang dikaji, dan temuan hasil penelitian, dan rumusan masalah.

2.2 Landasan Teori

Untuk mendukung penelitian ini, digunakan beberapa teori yang dianggap relevan, yang diharapkan dapat mendukung temuan di lapangan. Sehingga dapat memperkuat teori dan keakuratan data responden. Teori-teori tersebut adalah sosiolinguistik, konteks, kedwibahasaan, pengukuran kedwibahasaan, dan klasifikasi tingkat kedwibahasaan.

2.2.1 Pengertian Sosiolinguistik

Kajian bahasa melalui sudut pandang kemasyarakatan termasuk dalam pembahasan sosiolinguistik. Istilah sosiolinguistik terdiri dari dua unsur yaitu, sosio dan linguistik. Linguistik membahas tentang unsur bahasa (fonem, morfem, kata, kalimat), sedangkan sosio berkaitan dengan sosial masyarakat. Menurut Nababan (1984:2) sosiolinguistik adalah ilmu yang membahas tentang aspek masyarakat bahasa, khususnya berkaitan dengan perbedaan atau variasi dalam

(29)

bahasa dan faktor-faktor kemasyarakatan lainnya. Pengertian sosiolinguistik yang disampaikan oleh para pakar khususnya bahasa, pada akhirnya selalu berkaitan antara bahasa dengan kegiatan atau aspek-aspek dalam masyarakat. Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang dan menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pengguna bahasa di dalam masyarakat, karena di dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi dikatakan sebagai individu, tetapi sebagai masyarakat sosial. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sekitarnya. Bahasa dan penggunanya tidak diamati secara individual, tetapi dipandang secara sosial.

Pride dan Holmes (dalam Soemarsono, 2002:2) merumuskan sosiolinguistik secara sederhana: the study of language aspart of culture and

society, yaitu kajian bahasa sebagai bagian dari kebudayaan dan masyarakat.

Rumusan yang dipaparkan di atas menekankan bahwa bahasa bukan merupakan suatu yang berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan. Budaya dan bahasa saling berkesinambungan, karena bahasa adalah bagian dari kebudayaan (language in

culture). J.A Fishman (dalam Chaer dan Agustina,2004:3) menjelaskan sociolinguistics is the study of the characteristics of their speakers as these three constantly interact, change and change one another within a speech community (=

sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur). J.A Fishman mengatakan kajian sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif. Jadi, sosiolinguistik

(30)

lebih berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa atau dialek dalam budaya tertentu, pilihan pemakaian bahasa atau dialek tertentu yang dilakukan penutur, topik, dan latar pembicaraan (Chaer dan Agustina, 2004:5). Secara eksplisit Fishman mendefinisikan sosiolinguistik sebagai studi tentang karakteristik variasi bahasa, karakteristik fungsi bahasa, dan karakteristik pemakaian bahasa yang terjalin dalam interaksi, sehingga menyebabkan perubahan-perubahan antara ketiganya di dalam masyarakat tuturnya.

Kridalaksana menjelaskan pula bahwa sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa serta hubungan antara bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa di dalam suatu masyarakat bahasa (Chaer, 2004). Manusia sebagai makhluk individu selalu hidup dalam kelompok sosial dan menjadi bagian dari anggota masyarakat. Selain bergantung pada pranata sosial yang berlaku, dalam interaksi sosial manusia juga tergantung pada bahasa. Maka, secara singkat dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik merupakan cabang ilmu bahasa yang membahas tentang hubungan antara bahasa dengan masyar akat pengguna bahasa, serta faktor-faktor lain yang ada di sekitarnya. Menurut Chaer (2003: 16) “sosiolinguistik adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan pemakaiannya di masyarakat. Sosiolinguistik ini merupakan ilmu interdisipliner antara sosiologi dan linguistik”.

Sosiolinguistik menurut saya merupakan ilmu bahasa yang didapatkan oleh masyarakat ketika melakukan kegiatan sosial. Kegiatan sosial ini bisa berupa aktivitas percakapan masyarakat yang mengakibatkan munculnya sebuah tuturan

(31)

dalam penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi sehari-hari. Hal tersebut sependapat oleh ungkapan beberapa para ahli mengenai pengertian sosiolinguistik.

2.2.2 Konteks Sosial

Mey (dalam Rahardi 2005:15) konteks sosial merupakan konteks kebahasaan yang timbul sebagai akibat dari munculnya komunikasi dan interaksi antar anggota masyarakat dengan latar belakang sosial budaya yang sangat tertentu sifatnya. Konteks sosial dapat diartikan sebagai konteks yang menimbulkan adanya komunikasi dengan menitikberatkan tuturan atau percakapan yang dilakukan oleh seseorang membentuk suatu gambaran pada konteks sosial. Konteks sosial berguna untuk melatarbelakangi suatu tuturan atau percakapan yang terjadi. Hal tersebut akan membantu peneliti untuk memahami suatu percakapan atau tuturan yang terjadi.

Komponen tutur yang dikembangkan Poedjosoedarmo 1985 (dalam Baryadi: 2015:24-29) merupakan pengembangan dari konsep yang disampaikan Dell Hymes. Menurutnya faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan bahasa disebut sebagai konsep memoteknik OOEMAUBICARA, yaitu (1) O1= orang ke satu, atau penutur (2) O2= orang kedua atau mitra tutur, (3) E= warna emosi O1, (4) M= maksud dan tujuan percakapan, (5) A= adanya O3 dan barang-barang lain di sekeliling adegan percakapan, (6) U= urutan tutur, (7) B= bab yang dipercakapkan; pokok pembicaraan, (8) I= instrumen tutur atau sarana tutur, (9) C= citarasa tutur, (10) A= adegan tutur, (11) R= register tutur/genre, (12) A=

(32)

aturan atau norma kebahasaan . Penjelasan setiap komponen dapat diringkas sebagai berikut.

1) O= O1, yaitu pribadi si penutur. Pribadi si penutur berkaitan dengan dua hal, yaitu siapakah O1 dan dari manakah asal atau latar belakang O1. Siapakah O1 berkenaan dengan (i) bagaimanakah keadaan fisik O1, (ii) bagaimana keadaan mental O1, dan (iii) bagaiman kemahiran bahasa O1. Latar belakang si penutur menyangkut jenis kelamin, asal daerah, asal golongan kelas masyaraktnya, umur, jenis profesi, kelompok etnik, dan aliran kepercayaannya.

2) O= O2. Orang kedua, yaitu orang yang diajak bicara oleh penutur atau mitra tutur. Faktor ini yang berkaitan dengan dua hal, yaitu anggapan O1 tentang seberapa tinggi tingkatan sosial O2 dan seberapa akrab hubungan O1 dan O2. O1 dengan O2 akan menyesuaikan penggunaan bahasa yang sesuai coraknya untuk menyesuaikan penggunaan bahasa yang dilakukan mitra tutur.

3) E= warna emosi O1. Warna emosi O1 mempengaruhi bentuk tuturanya. Seorang yang sedang gugup, marah, sakit dan semacamnya akan melontarkan ujaran-ujaran yang kurang teratur, banyak frasa-frasa yang putus, maksud yang diungkapkan tidak terujarkan, dan sukar mengontrol pilihan tingkat tutur seperti frasa serta kata-katanya.

4) M= maksud dan tujuan percakapan. Maksud dan kehendak O1 sangat mempengaruhi bentuk-bentuk tutur yang diujarkannya. Maksud O1 ini dapat mempengaruhi pemilihan bahasa, pemilihan tingkat tutur, ragam dialek,

(33)

idiolek, pemilihan ungkapan-ungkapan tertentu, atau pemilihan unsur suprasegmental tertentu.

5) A= adanya O3, yaitu kehadiran orang lain. Suatu ujaran dapat berganti bentuknya dari apa yang biasanya terjadi apabila ada seseorang yang kebetulan hadir pada adegan tutur. Pengubahan kode bahasa yang disebabkan oleh adanya O3 terjadi karena ingin mengikutsertakan O3 dalam pecakapan, ingin merahasiakan sesuatu agar O1 memberikan kesan kepada O3 bahwa O2 sebetulnya ialah orang yang terhormat dan tidak menggangu O3.

6) U= urutan bicara. Urutan bicara berkenaan dengan siapa yang harus berbicara lebih dulu dan siapa yang harus berbicara kemudian. Masyarakat ada yang memiliki aturan bahwa orang yang berstatus sosial lebih tinggai atau orang lebi tua harus berbicara lebih dulu. O1 atau penutur sebagai pengambil inisiatif berbicara dalam menentukan bentuk tuturnya daripada mitra tuturnya. O2 atau mitra tutur yang menanggapi tuturan O1 tidak sebebas O1 memilih bentuk tuturannya. Kode bahasa yang dipilih O2 tergantung pada penilaian terhadap hubungan yang ia inginkan terhadap O1 atau tergantung pada suasana kebahasaan yang ia ciptakan

7) B= bab yang dibicarakan. Bab yang dibicarakan mempengaruhi warna bicara. Hal ini tidak berarti bahwa setiap pokok pembicaraan harus dibahas dengan ragam bahasa tertentu. Namun, ada beberapa topik pembicaraan tertentu yang mengharuskan anggota masyarakat menggunakan kode bahasa tertentu apabila mereka akan membicarakannya.

(34)

8) I= instrumen atau sarana tutur. Sarana tutur dapat mempengaruhi bentuk ujaran. Yang dimaksud dengan saran tutur ialah sarana yang dipakai untuk menyampaikan sarana tutur. Adanya bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan dismapaikan secara lngsung dengan menggerakkan alat-alat bicara mulut sedangkan bahasa tulis disampaikan dengan menggunakan huruf-huruf di atas kertas atau alat tulis. Pada kebanyakan masyarakat, bahasa tulis biasanya terikat pada ragam bahasa atau bahkan pada bahasa tertentu. Sarana-saran tutur, sperti telepon, handphone, email, dan sebagainya yang mempengaruhi ujaran seorang penutur.

9) C= citarasa penutur. Nada suara bicara yang secara keseluruhan dapat mempengaruhi O1 juga berpengaruh pada ragam tutur yang diucapkan oleh O1. Hal ini sering dibedakan ragam bahasa santai, ragam bahasa formal, dan ragam bahasa indah.

10) A= adegan tutur. Adegan tutur terkait dengan tempat, waktu, dan peristiwa (termasuk kualitas suprasegmental tutur dan pilihan pokok pembicaraan). Adegan tutur mempengaruhi penutur dalam menentukan bentuk-bentuk ujaran. “percakapan di dalam masjid, gereja, dan tempat-tempat ibadah lainnya, rumah sakit, kantor pengadilan biasanya tidak terlalu keras, dan orang biasanya tidak bersenda gurau. Percakapan harus sopan, serius, dan khidmat.

11) R= register atau bentuk wacana. Di dalam masyarakat, terdapat beberapa macam wacana yang bentuknya sudah mapan. Wacana-wacana seperti surat-menyurat dinas, perundang-undangan, percakapan dengan telepon, telegram,

(35)

pidato pembukaan atau penutup suatu lokakarya, seminar, konferensi atau pidato seremonial lainnya, atur-atur kenduri, ujub dan doa kenduri, tajuk rencana surat kabar, mempunyai struktur yang kurang lebih mapan dan diketahui oleh anggota masyarakat banyak. Bentuk wacana seperti pidato akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang lazim, misalnya dimulai dengan sapaan, salam, introduksi, isi pidato, dan penutup.

12) A= aturan atau norma kebahasaan lainnya. Aturan kebahasaan lainnya bersangkutan dengan norma-norma kebahasaan yang khusus berlaku pada suatu masyarakat bahasa. Misalnya kejelasan dalam berbicara, topik yang dibicarakan harus menarik, tidak menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi, menghindari kata-kata yang dianggap tabu dan sebagainya. Aturan-aturan kebahasaan dapat mempengaruhi O1 dalam menentukan bentuk tuturan. Berdasarkan teori tersebut, penulis dapat mengetahui latar belakang tuturan dengan “OOEMAUBICARA” yang menjadi dasar kontek sosial. Kontek sosial membantu peneliti untuk menggambarkan suatu tuturan yang telah terjadi. Kontek sosial menjadi patokan peneliti untuk memahami sebuah tuturan di lingkungan sosial secara lebih mendalam.

2.2.3 Kedwibahasaan

2.2.3.1 Pengertian Kedwibahasaan

Kedwibahasaan merupakan salah satu topik yang dikaji dalam sosiolinguistik dengan fenomena kebahasaan yang ada di dalam masyarakat. Kedwibahasaan merupakan akibat dari kontak bahasa antara kelompok masyarakat yang berbahasa minoritas dengan kelompok masyarakat yang berbahasa mayoritas. Bloomfield (dalam Chaer, 1994:65) menjelaskan bahwa

(36)

bilingual merupakan kemampuan seseorang menguasai dua bahasa sama baiknya. Berdasarkan pendapat Weinrich (dalam Chaer, 1994:65) bilingualisme merupakan penggunaan dua bahasa oleh seseorang secara bergantian. Bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut kedwibahasaan Chaer (2004:84). Dari istilah yang dikemukakan oleh Chaer, dapat dipahami bahwa bilingualisme atau kedwibahasaan berkenaan dengan pemakaian dua bahasa secara bergantian oleh seorang penutur dalam aktivitasnya sehari-hari atau interaksi sosialnya.

Fenomena kedwibahasaan ini digunakan sebagai istilah kemampuan dalam menggunakan dua bahasa. Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Ervin dan Ogood (dalam Nababan, 1984:27) bahwa bilingualisme merupakan kemampuan dalam menuturkan dua bahasa. Bilingualisme merupakan rentangan berjenjang berawal dari menguasai bahasa pertama. Setelah menguasai bahasa pertama, kemudian menguasai bahasa kedua, hingga kedua bahasa dikuasai sama baiknya. Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa, kedwibahasaan merupakan kondisi pemakaian dua bahasa secara bergantian oleh penutur dwibahasawan dalam interaksi sosialnya. Kedwibahasaan tidak mengacu pada proses tetapi pada kondisi dan merupakan kebiasaan pemakai dua bahasa secara bergantian oleh penutur bilingual.

Menurut Mackey (1967:155) kedwibahasaan adalah “The alternative use

of two or more languages by the same individual” atau praktik penggunaan bahasa

secara bergantian, dari satu bahasa ke bahasa lain oleh seorang penutur. Menurutnya, dalam kedwibahasaan terdapat beberapa pengertian seperti tingkat, fungsi, alih kode, campur kode, interferensi, dan integrasi. Mackey juga

(37)

memperluas pendapatnya dengan mengemukakan adanya tingkatan kedwibahasaan dilihat dari segi penguasaan unsur gramatikal, leksikal, semantik, dan gaya yang tercermin dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

Menurut Robert Lado (1964:214) kedwibahasaan merupakan kemampuan berbicara menggunakan dua bahasa dengan sama atau hampir sama baiknya. Secara teknis pendapat ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa oleh seseorang bagaimanapun tingkatnya. Haugen (1968:10) pendapat Lado diperkuat oleh Haugen yang menyatakan bahwa kedwibahasaan adalah mengetahui dua bahasa. Jika diuraikan lebih umum maka pengertian kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa baik secara produktif maupun secara reseptif oleh seorang individu ataupun masyarakat. Haugen mengemukakan kedwibahasaan dengan mengetahui dua bahasa “knowledge of two languages” cukup mengetahui dua bahasa secara pasif atau “understanding without speaking”.

Kedwibahasaan menurut saya merupakan kemampuan seseorang yang bisa menguasai lebih dari satu bahasa atau dua bahasa. Bahasa tersebut diperoleh dari bahasa Ibu atau disebut juga bahasa pertama dan bahasa kedua yang diperoleh dari suatu lingkungan ataupun pendidikan. Misalnya bahasa pertama si A adalah bahasa Jawa yang diperoleh dari kedua orangtuanya. A juga mendapatkan bahasa Indonesia ketika berada di lingkungan sekolah, sehingga bahasa kedua si A adalah Bahasa Indonesia. Hal tersebut si A disebut juga dwibahasawan karena memiliki dua bahasa.

(38)

2.2.3.2 Pengukuran Kedwibahasaan

Penelitian kedwibahasaan sangat perlu untuk memperhatikan situasi kebahasaan yang ada dalam mahasiswa PBSI 2015 karena termasuk masyarakat dwibahasa, dengan adanya hal tersebut, maka akan dikemukakan uraian mengenai pengukuran kedwibahsaan agar si peneliti mengetahui situasi kedwibahasaan. Menurut Mackey (dalam Pranowo, 2014:113) megemukakan pengukuran kedwibahasaan dapat dilakukan melalui beberapa aspek, yaitu a) aspek tingkat, b) aspek fungsi, c) aspek pergantian, dan d) interferensi.

a) Pertama, tingkat kedwibahasaan adalah dengan mana sesorang mampu menjadi seorang dwibahasawan atau sejauh mana seseorang mampu mengetahui bahasa yang dipakainya. Masalah tingkat dalam pembahasan bilinguaisme menurut Alwasilah (1990:125) berkaitan dengan tingkat kemampuan berbahasa seseorang. Kemampuan berbahasa seseorang akan nampak dari empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Menurutnya, dalam keempat keterampilan tersebut akan mencakup fonologi, gramatik, leksis, semantik, dan stailistik. Jika diambil kesimpulan, masalah tingkat ini adalah masalah yang berkaitan dengan pemahaman dan pengetahuan seseorang terhadap bahasa yang dipakainya.

b) Kedua, fungsi kedwibahasaan adalah pengertian untuk apa seseorang menggunakan bahasa dan apa peranan bahasa dalam kehidupan pelakunya. Hal ini berkaitan dengan kapan seseorang yang bilingual menggunakan kedua bahasanya secara bergantian. Masalah fungsi ini menyangkut masalah pokok

(39)

sosiolinguistik yaitu siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa (Chaer, 2004:88). Penggunaan bahasa pertama oleh seorang penutur, misalnya bahasa pertamanya bahasa Sunda, hanya akan digunakan dengan semua anggota masyarakat tutur yang menggunakan bahasa Sunda pula. Penggunaan bahasa pertama tersebut juga akan terbatas hanya pada situasi-situasi tertentu, misalnya ketika dalam percakapan sehari-hari dalam ruang lingkup keluarga dan untuk membicarakan hal-hal yang bersifat biasa. Namun, dalam situasi-situasi tertentu pula bahasa pertama tidak dapat digunakan. Misalnya dalam kegiatan pendidikan di sekolah, walaupun guru dan murid menggunakan B1 yang sama (misalnya Bahasa Jawa), akan tetapi dalam hal ini hanya bahasa Indonesialah yang dapat digunakan, sebab bahasa Indonesia yang menjadi bahasa kedua guru dan murid tersebut merupakan bahasa nasional yang berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan.

c) Ketiga, pergantian adalah pengukuran terhadap seberapa jauh pemakai bahasa mampu berganti dari satu bahasa ke bahasa lain. Kemampuan berganti (berpindah) dari satu bahasa ke bahasa lain. Kemampuan berganti (berpindah) dari satu bahasa ke bahasa lain ini bergantung pada tingkat kelancaran pemakaian masing-masing bahasa. Terjadinya pergantian bahasa ini dapat dilihat antara lain pergantin dari satu bahasa di suatu tempat ke bahasa lain di tempat yang lain. Ada tiga faktor utama menentukan pergantian bahasa ini, yaitu topik yang dibicarakan, orang yang diajak berbicara, serta penekanan pada yang dibicarakan.

(40)

d) Keempat, interferensi adalah bagaimana seseorang yang menganut bilingualisme menjaga bahasa-bahasa itu sehingga terpisah dan seberapa jauh seeorang itu mampu mencampuradukkan serta bagaimana pengaruh bahasa yang satu dalam penggunaan bahasa lainnya. Interferensi berarti adanya saling mempengaruhi antarbahasa. Interferensi bisa terjadi pada pengucapan, tata bahasa, kosakata dan makna bahkan budaya – baik dalam ucapan maupun tulisan – terutama kalau seseorang sedang mempelajari bahasa kedua (Alwasilah, 1990:131). Ciri yang menonjol dalam interferensi adalah peminjaman kosakata dari bahasa lain, alasannya adalah perlunya kosakata untuk mengacu pada obyek, konsep, atau tempat baru. Maka, meminjam kosakata dari bahasa lain akan lebih mudah daripada menciptakan kosakata baru. Hanya saja, kosakata-kosakata hasil pinjaman yang biasa dipakai dalam bahasa Indonesia telah disesuaikan ejaannya dengan ejaan bahasa Indonesia. 2.2.3.3 Klasifikasi Tingkat Kedwibahasaan

Aslinda (2010:24) Tingkat adalah penguasaan bahasa oleh seseorang, maksudnya sejauh mana seseorang itu mampu menjadi seseorang dwibahasawan atau sejauh manakah seseorang itu mengetahui bahasa yang dipakainya. Kedwibahasaan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa dengan sudut pandang dan diantaranya adalah sebagai berikut.

Berdasarkan hakikat tanda dalam kontak bahasa, maka Weinrich (dalam Tarigan, 1988:8) mengategorikannya sebagai berikut.

(41)

Kedwibahasaan koordinatif merupakan dwibahasawan yang mempunyai dua perangkat satuan makna dan dua bentuk ekspresi.

b. Kedwibahasaan Majemuk

Kedwibahasaan majemuk merupakan dwibahasawan yang mempunyai satu perangkat satuan makna dan dua bentuk ekspresi.

c. Kedwibahasaan Subordinatif

Kedwibahasaan subordinatif merupakan dwibahasawan yang mempunyai satuan makna dari bahasa pertama dan dua bentuk ekspresi. Bentuk eskpresi bahasa pertama dan bentuk ekspresi bahasa kedua yang dipelajari melalui bahasa pertama.

Mennurut Weinreich (dalam Pranowo, 1953:105-107) Kedwibahasaan dibedakan berdasarkan derajat yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu Kedwibahasaan Koordinatif, Kedwibahasaan Subordinatif, dan Kedwibahasaan Majemuk.

a. Kedwibahasaan majemuk adalah kedwibahasaan yang menunjukan bahwa kemampuan berbahasa salah satu bahasa lebih baik daripada kemampuan berbahasa bahasa yang lain. Hal itu dapat terjadi karena proses penguasaannya di dalam kondisi yang sama sehingga pemakaian bahasa memiliki rujukan makna yang sama untuk simbol-simbol bahasa yang dipertukarkan dalam dua bahasa karna pemakaian bahasa dilibatkan dalam dua bahasa yang berbeda pada saat yang bersamaan Alwasih, 1985 (dalam Pranowo: 105)

b. Kedwibahasaan koordinatif/ sejajar adalah kedwibahasaan yang menunjukan bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baiknya oleh seorang individu.

(42)

Proses terjadinya kedwibahsaan ini karena seorang individu memiliki pengalaman yang berbeda dalam menguasai dua bahasa sehingga jarang sekali dipertukarkan pemakaiannya. Keadaan ini terjadi karena ada kemungkinan penguasaan B1 terjadi secara alamiah, sedangkan penguasaan B2 terjadi secara formal. Kemampuan dan tindak tutur dalam kedua bahasa tersebut terpisah dan bekerja sendiri-sendiri Nababan, 1984 (dalam Pranowo 2014: 155)

c. Kedwibahasaan Subordinatif (kompleks) adalah kedwibahsaan yang menunjukan bahwa seorang individu pada saat memakai B1 sering memasukan unsur B2 atau sebaliknya. Kedwibahasaan ini memiliki tanda (sign) yang kompleks, yang berisi satu konsep tunggal yang mengandung kosakata B1, dan selanjutnya mengundang, kosakata B2. Bahasa kedua dihasilkan dengan cara menerjemahkan ke dalam B2 terlebih dahulu sebelum dikatakan dalam bahasa kedua.

Menurut Weinrich 1953 (dalam Suandi, 2014:19) membedakan kedwibahasan majemuk (compound bilinguality), kedwibahasaan koordinatif/setara (coordinate bilingualism), dan kedwibahasaan subordinat (subordinate bilingualism). Pembedaan ketiganya menekankan tumpuan perhatiannya pada dimensi bagaimana dua sandi bahasa (atau lebih) diatur oleh individu yang bersangkutan. Kedwibahasaan koordinatif/sejajar menunjukkan bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baik oleh seorang individu.

a. Kedwibahsaan seimbang dikaitkan dengan taraf penguasaan B1 dan B2, yaitu orang yang sama mahirnya dalam dua bahasa.

(43)

b. Kedwibahasan subordinatif (kompleks) menunjukkan bahwa seorang individu pada saat memakai B1 sering memasukkan B2 atau sebaliknya. Kedwibahasaan ini dihubungkan dengan situasi yang dihadapi B1 Adalah sekelompok kecil yang dikelilingi dan didominasi oleh masyarakat suatu bahasa yang besar sehingga masyarakat kecil ini dimungkinkan dapat kehilangan bahasa pertamanya (B1).

Menurut Nababan 1984 Sebagaimana kita lihat di atas, bilingualitas berarti kemampuan dalam dua bahasa. Jika kita perhatikan hubungan antara kemampuan dan tindak laku dalam bahasa itu adalah terpisah dan bekerja sendiri-sendiri. Bilingualitas demikian disebut bilingualitas sejajar. Tipe bilingualitas yang lain sering terdapat dalam keadaan belajar bahasa kedua setelah kita menguasai satu bahasa (= bahasa pertama/utama) dengan baik, khususnya dalam keadaan belajar bahasa kedua atau asing di sekolah. Hal tersebut menimbulkan kemampuan dan kebiasaan orang dalam bahasa utama (source language atau bahasa sumber) berpengaruh atas pengguanaanya dari bahasa kedua (target language atau bahasa sasaran). Kedwibahasaan yang demikian disebut bilingualitas majemuk.

Menurut saya tingkat kedwibahasaan dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

a. Kedwibahasaan Subordinatif merupakan kedwibahasaan yang digunakan saat memakai B1 namun sering memasukan B2 atau sebaliknya. Hal tersebut terjadi karena situasi di masyarakat yang lebih dominan menggunakan B2 atau B1. Misalnya dwibahasawan berbicara menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.

(44)

b. Kedwibahasaan Kordinatif atau sering disebut kedwibahasaan sejajar merupakan seseorang yang memiliki dua bahasa atau lebih yang dikuasai oleh dwibahasawan dengan pengalaman atau pemerolehan yang berbeda dan kedua bahasa tersebut jarang digunakan dengan sama baiknya. Hal tersebut B1 dan B2 sama-sama dikuasai namun berbeda tempat pemerolehan bahasa yang telah di dapat oleh si dwibahasawan. Misalnya B1 di peroleh dari lingkungan rumah dan B2 di peroleh dari lingkungan sekolah.

c. Kedwibahasaan Majemuk merupakan seseorang yang memiliki dua bahasa atau lebih yang dikuasai oleh dwibahasawan dengan situasi kondisi yang sama dan bahasa yang digunakan sama jeleknya. Misalnya orangtua berbicara menggunakan dua bahasa secara bergantian lalu si anak merespon dengan satu bahasa saja walaupun paham dengan dua bahasa tersebut.

2.3 Kerangka Berpikir

Pada penelitian ini, subjek yang diteliti adalah mahasiswa PBSI 2015 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sedangkan objek yang diteliti terkait dengan penggunaan kedwibahasaan. Sosiolinguistik adalah ilmu bahasa yang didapat oleh masyarakat sehingga menghasilkan tuturan dalam kegiatan sehari-hari. Tingkat kedwibahasaan memiliki tiga jenis klasifikasi. Tingkat kedwibahasaan tersebut tingkat subordinatif, tingkat koordinatif atau sejajar, dan tingkat majemuk. Berdasarkan pernyataan yang telah diuraikan, maka dapat diketahui terkait tingkat kedwibahasaan pada mahasiswa. Berikut adalah kerangka berpikir terkait dengan penelitian.

(45)

Bagan 2.3 Kerangka Berpikir

Penggunaan Kedwibahasaan Mahasiswa di Luar Pembelajaran Sosiolinguistik Tingkat Kedwibahasaan Tingkat Kedwibahasaan Subordinatif Tingkat Kedwibahasaan Koordinatif Tingkat Kedwibahasaan Majemuk

(46)

30 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan dasar persoalan yang jelas. Objek penelitian ini adalah bahasa tertulis dengan kategori penelitian deskriptif kualitatif. Peneliti akan mengumpulkan data-data terkait penggunaan kedwibahasaan pada mahasiswa prodi PBSI angkatan 2015 Universitas Sanata Dharma. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2008: 4). Ciri utama penelitian kualitatif ini mewarnai sifat dan bentuk laporannya menjadi sebuah laporan yang dapat digunakan pada waktu tertentu. Oleh karena cirinya itu, laporan penelitian kualitatif disusun dalam bentuk narasi yang kritis, kreatif, mendalam, dan natural yang penuh dengan keautentikan.

Menurut (Arikunto, 2003:3) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan. Penelitian ini hanya menyampaikan apapun yang terjadi apa adanya tanpa merekayasa dengan maksud lain. Hal ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara sistematis. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan tingkat kedwibahasaan khususnya pada tingkat kedwibahasaan pada mahasiswa prodi PBSI angkatan 2015 Universitas Sanata Dharma. Data yang ditemukan nantinya akan dianalisis dan dideskripsikan mengenai tingkat kedwibahasaan.

(47)

3.2 Sumber Data dan Data Penelitian

Sumber data membantu peneliti memperoleh data yang akurat. Sumber data dalam penelitian ini adalah pemakaian bahasa pada mahasiswa prodi PBSI Angkatan 2015 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Data penelitian berupa tuturan atau kalimat yang diduga mengandung kedwibahasaan pada mahasiswa prodi PBSI Angkatan 2015 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Mahasiswa yang menjadi responden dalam penelitian ini sekitar berjumlah 37 orang dengan 51 tuturan atau kalimat yang mengandung tingkat kedwibahasaan yang akan dianalisis dan dideskripsikan pada bagian bab empat.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan atau diterapkan; teknik adalah cara melaksanakan atau menerapkan metode (Sudaryanto, 2015:9). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian berupa metode simak (pengamatan atau observasi) dan metode cakap (wawancara).

1. Metode simak (pengamatan atau observasi)

Metode simak adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa. Dinamakan metode simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data yaitu dengan cara menyimak penggunaan bahasa Mahsun (2007:29). Metode ini memiliki teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam teknik simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Mahsun (2007:93) menyatakan bahwa teknik sadap ini diikuti teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, catat, dan teknik rekam. Keempat teknik ini

(48)

dapat digunakan secara bersama-sama jika pengunaan Bahasa yang disadap itu berwujud seara lisan.

a. Teknik sadap maksudnya si peneliti melakukan penyadapan dengan cara berpartisipasi sambil menyimak, berpartisipasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan. Dalam hal ini, si peneliti terlibat langsung dalam dialog. Adapun teknik simak bebas libat cakap, maksudnya si peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa oleh para informannya. Dia tidak terlibat dalam peristiwa pertuturan yang bahasanya sedang diteliti. Namun, peneliti akan selalu berada di dekat subjek penelitian untuk mendapatkan tuturan antar mahasiswa PBSI angkatan 2015.

b. Teknik simak bebas libat cakap atau disebut teknik lanjutan, maksudnya si peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa responden. Adapun dalam teknik simak bebas libat cakap ini terdapat langkah untuk lebih mempermudah yaitu peneliti membuat lembar tinjauan yang berisi keterangan-keterangan yang dapat ditulis dengan cepat. Lembar tinjauan tersebut berisi tanggal, tempat kejadian, situasi, topik pembicaraan, dan orang yang terlibat dalam peristiwa tutur yang ditinjau.

c. Teknik catat adalah teknik lanjutan II yang dilakukan ketika menerapkan metode simak dengan teknik lanjutan di atas. Hal yang sama, jika tidak dilakukan pencatatan, si peneliti dapat saja melakukan perekaman ketika menerapkan metode simak dengan kedua metode lanjutan di atas.

(49)

d. Teknik rekam dimungkinkan terjadi jika bahasa yang diteliti adalah bahasa yang masih dituturkan oleh pemiliknya. Teknik rekam dilakukan dengan menggunakan voice recorder yang berada di aplikasi telepon genggam.

2. Metode Cakap (wawancara)

Metode cakap atau dalam penelitian dikenal dengan nama metode wawancara atau interview merupakan salah satu metode yang digunakan dalam tahap penyediaan data yang dilakukan dengan cara peneliti melakukan percakapan atau kontak dengan penutur Mahsun (2007:250). Metode ini memiliki teknik pancing dan teknik lanjutan yaitu teknik cakap semuka, di mana peneliti melakukan percakapan dengan cara berhadapan langsung di suatu tempat dengan informasinya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan rekaman dan informasi untuk memperjelas penelitian.

Wawancara akan peneliti tujukan kepada mahasiswa yang berasal dari Jawa. Berikut langkah-langkah untuk melakukan wawancara: menentukan tema atau topik wawancara, mempelajari masalah yang berkaitan dengan tema wawancara, menyusun daftar atau garis besar pertanyaan yang akan diajukan (5W+1H), menentukan narasumber dan mengetahui identitasnya, menghubungi atau membuat janji dengan narasumber, mempersiapkan peralatan untuk wawancara (alat tulis atau alat perekam), melakukan wawancara, mencatat pokok-pokok wawancara, menyususn laporan hasil wawancara.

(50)

3.4 Instrumen Penelitian

Peneliti sebagai instrumen penelitian tidak bisa menjalankan penelitian tanpa adanya bantuan. Peneliti dibantu dengan adanya alat dan bahan dalam penelitian. Peneliti sebagai pengendali akan membutuhkan alat-alat penelitian seperti alat perekam, laptop, dan alat tulis untuk menunjang catatan lapangan atau wawancara untuk mengetahui latar belakang dan riwayat responden. Alat perekam dan catatan lapangan digunakan untuk merekam ujaran yang terkait dengan penelitian. Selain membutuhkan alat dalam penelitian, peneliti juga membutuhkan bahan dalam penelitian yakni buku sumber kepustakaan.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis yang digunakan oleh peneliti Furchan (1982:475) menyatakan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan peneliti dalam menganaliss data adalah melihat kembali usulan penelitian guna memeriksa rencana penyajian data dan pelaksanaan data. Beberapa hal yang akan peneliti kembangkan dalam teknik analisis data adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi

Keberhasilan seorang peneliti adalah ketika ia mampu mengidentifikasi berdasarkan data yang ada dan teori yang relevan yang telah ia kemukakan. Misalnya, saat peneliti menemukan kata dalam data yang sekiranya sesuai dengan teori yang relevan sehingga ia mendapatkan ciri penanda yang terdapat dalam kata

(51)

tersebut maka identifikasi itu juga baik untuk diterapkan. Identifikasi akan dilihat dari hasil analisis kebutuhan, hasil pengamatan, dan hasil wawancara.

b. Klasifikasi

Mendeskripsikan data berarti memberikan gambaran berdasarkan data yang digunakan untuk memperoleh bentuk nyata dari responden. Hal ini dilakukan agar penelitian lebih mudah dipahami oleh peneliti itu sendiri atau pun orang lain yang telah tertarik dengan penelitian ini. Penggambaran data harus sesuai dengan sumber dan data yang diperoleh. Deskripsi data dalam penelitian ini akan digambarkan dengan cara pengelompokan data yang ada dan mengkajinya berdasarkan teori yang relevan serta sejauh mana tingkat kedwibahasaan dalam data yang diperoleh.

c. Interpretasi/Pemaknaan

Peneliti harus memaknai data yang ia peroleh sebelumnya yang bersumber dari catatan lapangan, dokumen ataupun lainnya. Pemaknaan data ini digunakan untuk menganalisis data yang telah ditemukan. Tindak lanjut yang akan dilakukan setelah menafsirkan data adalah pengecekkan keabsahan data.

d. Mendeskripsikan

Peneliti harus mengkaji hasil temuan penelitian ke dalam bentuk deskriptif. Deskriptif bertujuan untuk memperjelas tingkat kedwibahasaan. Pada tahap ini peneliti akan mendeskripsikan tingkat kedwibahasaan yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu tingkat kedwibahasaan subordinatif, tingkat kedwibahasan koordinatif, dan tingkat kedwibahasaan majemuk.

(52)

3.6 Triangulasi

Moleong (2008:330) mengatakan bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Triangulasi data dilakukan untuk me-rechek temuan dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori. Setiap hal temuan harus dicek keabsahannya, agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan dapat dibuktikan keabsahannya.

Pengecekan keabsahan yang dipakai oleh peneliti adalah triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Peneliti meminta bantuan ahli untuk mengecek keabsahan data dan hasil analisis data. Peneliti memilih Dr. R. Kunjana Rahardi, M. Hum dosen Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI) di Uniersitas Sanata Dharma sebagai traggulator, karena beliau merupakan ahli Bahasa dibidang sosiolinguistik.

(53)

37 BAB IV

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab hasil analisis dan pembahasan ini memaparkan tiga hal yaitu (1) Deskripsi data, (2) Analisis data, dan (3) Pembahasan. Deskripsi data memaparkan gambaran dari hasil analisis data penelitian. Analisis data penelitian memaparkan proses peneliti menganalisis data penelitian berdasarkan klasifikasinya. Kemudian pada pembahasan akan memaparkan hasil penelitian dengan alasan-alasan si peneliti untuk memilih tingkat kedwibahasaan dengan memperhatikan karakteristiknya. Ketiga hal tersebut yang akan dibahas satu persatu di bawah ini:

4.1 Deskripsi Data

Data penelitian ini berupa tuturan yang dihasilkan oleh mahasiswa angkatan 2015 yang tinggal di pulau Jawa dan menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jawa di Prodi PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang di dalamnya terdapat tingkat kedwibahasaan. Observasi awal dilakukan pada awal bulan februari 2019, dan penelitian berakhir pada bulan mei 2019. Observasi memiliki keuntungan bagi peneliti untuk menemukan fakta yang sesungguhnya dilapangan penelitian. Fakta-fakta tersebut berupa para mahasiswa PBSI 2015 sering berkomunikasi dalam kegiatan sehari-hari menggunakan lebih dari satu bahasa, yaitu bahasa Ibu dan bahasa kedua. Penggunaan bahasa yang digunakan tersebut tak lepas dari kedwibahasaan. Oleh karena itu, peneliti ingin menganalisis tingkat kedwibahasaan yang dimiliki mahasiswa PBSI 2015 saat

(54)

berkomunikasi di lingkungan sosial. Data diperoleh melalui metode simak observasi dan metode cakap wawancara untuk menunjang latar belakang responden.

Faktor penyebab adanya tingkat kedwibahasaan yang dikaitkan dengan kajian sosiolinguistik, dimana mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2015 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta merupakan masyarakat bilingual yang tampak adanya penggunaan kedwibahasaan yang menampilkan tingkat kedwibahasaan subordinatif, koordinatif atau sejajar, dan majemuk. Tingkat kedwibahasaan subordinatif merupakan kedwibahasaan yang digunakan saat memakai bahasa pertama namun sering memasukan bahasa kedua. Tingkat kedwibahasaan koordinatif atau sejajar merupakan seseorang yang memiliki dua bahasa sama-sama baiknya dalam penggunaan kedwibahasaan. Tingkat kedwibahasaan majemuk merupakan kedwibahasaan yang salah satu bahasa lebih baik daripada kemampuan berbahasa bahasa lain. Para mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2015 dalam interaksi di luar pembejaran menggunakan bahasa daerah (dominan Jawa), bahasa Indonesia, dan juga bahasa asing (bahasa Inggris) sesuai dengan konteks percakapakan. Data wawancara menghasilkan data yang berupa latar belakang bahasa pertama dan bahasa kedua yang telah dimiliki ataupun digunakan oleh responden.

Data berupa tuturan-tuturan mahasiswa yang mengandung kedwibahasaan lalu ditranskrip dan dianalisis, hingga ditemukan 54 analisis data terpilih. Data dari penelitian ini telah melalui tahap triangulasi. Triangulasi dilakukan kepada orang yang paham mengenai bahasa ataupun tingkat kedwibahasaan. Triangulasi ahli

Referensi

Dokumen terkait