• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN BAHASA PROKEM MAHASISWA PBSI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA ANGKATAN 2015 DALAM JEJARING SOSIAL WHATSAPP SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN BAHASA PROKEM MAHASISWA PBSI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA ANGKATAN 2015 DALAM JEJARING SOSIAL WHATSAPP SKRIPSI"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGGUNAAN BAHASA PROKEM MAHASISWA PBSI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA ANGKATAN 2015 DALAM

JEJARING SOSIAL WHATSAPP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Angela Marlyn Primatika 151224013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2019

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya ucapkan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat yang telah dilimpahkan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir

ini. Saya mempersembahkan karya ini untuk:

Kedua orang tua saya, Bapak Kabut Yulius dan Ibu Dwi Indi Astuti yang selalu setia dan tak henti memberikan dukungan secara moril, materil, dan spiritual

selama proses belajar dan penyelesaian tugas akhir ini.

Kedua adik saya Ivonne Julia Brigita dan Adikodrati Asisi Constantino yang telah memberi semangat, doa, dan dukungan selama proses penyelesaian tugas akhir

ini.

Bagi teman-teman yang selalu ada untuk saya Velisia Oktaviana Sagita, Ignatius Banu Pratama Putra, Bernardus Damar Yoga, Yosefin Ratnalestari, Rebecca Ayu Ciptaningtyas, Agnes Kusmawati, Yohanna Dwi Setyaningsih, Claudia Monika

Dwi Ayu Sari, Rifqi Danang Subagja, dan Andreas Krisna.

Bagi teman-teman PBSI angkatan 2015 yang selama ini telah memberikan dukungan, pengalaman dan petualangan berharga dalam hidup saya.

(5)

v MOTTO

SEGALA HAL YANG BERHARGA BUTUH PENGORBANAN, KESABARAN, DAN KERJA KERAS

(VENOM)

TIDAK ADA YANG INSTAN. MIE INSTAN, BUBUR INSTAN SAJA HARUS DIMASAK DULU BARU BISA DIMAKAN. BEGITU PULA

DENGAN KESUKSESAN, HARUS DIPERJUANGKAN (JEROME POLIN)

AKU, KAMU, DIA, DAN MEREKA BERBEDA. JADILAH DIRIMU SENDIRI, IKUTI KATA HATIMU, KEJARLAH MIMPIMU SETINGGI LANGIT, JIKA JATUH BANGKITLAH, JANGAN PERNAH MENYERAH

(ANGELA MARLYN P.)

TUHAN TAHU APA YANG KITA BUTUHKAN, BUKAN APA YANG KITA INGINKAN

(6)

vi

(7)

vii

(8)

viii ABSTRAK

Primatika, Angela Marlyn. 2019. Penggunaan Bahasa Prokem Mahasiswa PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Angkatan 2015 dalam Jejaring

Sosial Whatsapp. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata

Dharma.

Penelitian ini membahas mengenai penggunaan bahasa prokem di kalangan mahasiswa PBSI USD Yogyakarta angkatan 2015 dalam jejaring sosial whatsapp. Tujuan utama penelitian ini merupakan deskripsi penggunaan bahasa prokem di kalangan mahasiswa PBSI USD Yogyakarta dalam jejaring sosial whatsapp. Sub tujuan dalam penelitian ini adalah deskripsi mengenai bentuk bahasa prokem, dan fungsi bahasa prokem yang digunakan oleh mahasiswa PBSI USD Yogyakarta angkatan 2015 dalam jejaring sosial whatsapp.

Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah para mahasiswa yang sedang berkomunikasi dalam suasana santai, dengan data merupakan bahasa prokem yang digunakan. Teknik pengumpulan data ini adalah menggunakan teknik padan intralingual. Teknik padan intralingual digunakan untuk mendeskripsikan proses pembentukan bahasa

prokem dan menentukan bentuk satuan linguialnya dengan langkah-langkahnya,

yaitu identifikasi data, klasifikasi data, interpretasi hasil analisis data, dan paparan laporan penelitian.

Hasil dari penelitian ini, yaitu pertama berdasarkan bentuk bahasa prokem

(i) dari aspek kata berbentuk kata tunggal dan kata kompleks, (ii) dari aspek kalimat berbentuk kalimat tunggal, (iii) dari aspek bunyi berbentuk monoftongisasi, diftongisasi, dan zeroisasi, dan (iv) dari aspek makna berbentuk makna denotatif dan makna konotatif. Kedua berdasarkan fungsi bahasa prokem

(i) dari aspek kata berfungsi untuk menciptakan suasana humor, mengejek, menyindir, dan mengungkapkan rasa marah, (ii) dari aspek kalimat berfungsi untuk mengkritik, menasehati, menyampaikan informasi, dan bertanya, (iii) dari aspek bunyi berfungsi untuk mengakrabkan, merahasiakan pembicaraan, menyindir, dan mengajak, dan (iv) dari aspek makna berfungsi untuk bertanya, menyindir, mengungkapkan rasa marah, dan merahasiakan pembicaraan.

Kata kunci: Variasi Bahasa, Bahasa Prokem, Bentuk Bahasa Prokem, dan Fungsi Bahasa Prokem.

(9)

ix ABSTRACT

Primatika, Angela Marlyn. 2019. The Use of Jargon of PBSI Sanata Dharma University Yogyakarta Batch 2015 Students in WhatsApp Social Networking. Thesis. Yogyakarta. PBSI, FKIP, USD.

This research discusses about the use of jargon among PBSI Sanata Dharma University Yogyakarta batch 2015 students in WhatsApp social networking. The main purpose of the research is to describe the use of jargon among PBSI Sanata Dharma University Yogyakarta batch 2015 students in WhatsApp social networking. Sub-purpose of the research is to define the forms and functions of jargon used by PBSI Sanata Dharma University Yogyakarta batch 2015 students in WhatsApp social networking.

This is a descriptive-qualitative research. The data source of this research is jargon used in casual conversation among the university students. Meanwhile, the data gathering technique is intralingual equivalence. Intralingual equivalence technique was used to describe the jargon formation process and to determine the lingual unit using these steps, namely data identification, data classification, data result analysis interpretation, and research report presentation.

The research results are first, based on the jargon form (i) from the word aspects in the form of of single and complex words, (ii) from sentence aspect in the form of single sentence, (iii) from sound aspect in the form of monophthongization, diphtongization, and zeroization, and (iv) from meaning aspect in the form of denotative and connotative meanings. Second, according to jargon functions (i) word aspectfunctions to create humorous atmosphere, to mock, to quip, and to show anger, (ii) sentence aspect functions to criticize, to advise, to inform, and to ask, (iii) sound aspect functions to familiarize, to keep conversation secret, to quip, and to invite, and (iv) meaning aspect functions to ask, to quip, to show anger, and to keep conversation secret.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia, berkah dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi berjudul Penggunaan Bahasa Prokem Mahasiswa PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Angkatan 2015 dalam Jejaring Sosial Whatsapp. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan, bantuan, semangat, nasihat, dukungan doa, serta kerja sama yang tak ternilai harganya dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang selalu sabar memberikan waktu, tenaga, nasihat, arahan, dan bimbingan kepada peneliti.

4. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., yang telah bersedia menjadi triangulator data penelitian tugas akhir ini.

(11)

xi

5. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah membimbing dan mendidik peneliti dengan penuh kesabaran. 6. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu peneliti

dalam menemukan referensi dan menjadi tempat untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Teman-teman PBSI angkatan 2015 yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk mengumpulkan data penelitian.

8. Theresia Rusmiyati, selaku karyawan sekretariat PBSI yang telah membantu penulis dalam manyelesaikan skripsi.

9. Bagi kedua orang tua, Bapak Yulius Kabut dan Ibu Dwi Indi Astuti yang selalu memberikan dukungan baik secara moril, materil, dan spiritual kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan penelitian ini.

10. Adik-adik saya yang tercinta Ivonne Julia Brigita dan Adikodrati Asisi Constantino yang selalu mendukung dan mendoakan penulis selama mengerjakan skripsi.

11. Teman-teman yang selalu menemani saya selama proses penyelesaian skripsi Velisia Oktaviana Sagita, Ignatius Banu Pratama Putra, Bernardus Damar Yoga, Yosefin Ratnalestari, Rebecca Ayu Ciptaningtyas, Agnes Kusmawati, Yohanna Dwi Suryaningsih, Claudia Monika Dwi Ayu Sari, Rifqi Danang Subagja, dan Andreas Krisna. 12. Bagi teman-teman PBSI terkhusus angkatan 2015 A yang telah

memberikan semangat, kerja keras, tanggung jawab, dan pantang menyerah selama proses belajar dan penyelesaian penelitian ini.

(12)

xii

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I ... 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Batasan Masalah ... 5 1.3 Rumusan Masalah ... 6 1.4 Tujuan Penelitian ... 6 1.5 Manfaat Penelitian ... 7 1.6 Batasan Istilah ... 7

(14)

xiv

BAB II ... 9

LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 9

2.2 Sosiolinguistik ... 12

2.3 Ruang Lingkup Sosiolinguistik ... 13

2.4 Variasi Bahasa ... 16

2.5 Macam Variasi Bahasa ... 17

2.6 Bahasa Prokem ... 22

2.7 Fungsi Bahasa Prokem ... 27

2.8 Aspek Bahasa Prokem ... 28

2.9 Kerangka Berpikir ... 37

BAB III ... 39

METODOLOGI PENELITIAN ... 39

3.1 Jenis Penelitian ... 39

3.2 Sumber Data dan Data ... 40

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.4 Instrumen Penelitian ... 41

3.5 Teknik Analisis Data Penelitian ... 42

(15)

xv

BAB IV ... 45

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Identifikasi Data ... 45

4.2 Analisis Data ... 48

4.2.1 Bentuk Bahasa Prokem ... 48

4.2.2 Fungsi Bahasa Prokem ... 68

4.3 Pembahasan ... 88 BAB V ... 94 PENUTUP ... 94 5.1 Kesimpulan ... 94 5.2 Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN ... 99 BIODATA PENULIS ... 133

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahasa adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menyatakan gagasan, ide, dan perasaan seseorang kepada orang lain. Manusia tidak dapat hidup tanpa menggunakan bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Mulai dari bangun tidur, makan, mandi, sampai tidur lagi, atau melakukan berbagai aktivitas manusia lainnya; semua tidak luput dari adanya penggunaan bahasa. Melalui bahasa pula, manusia dapat saling berhubungan atau berkomunikasi, saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Bahasa menurut KBBI adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa adalah alat komunikasi yang khusus dilakukan oleh manusia dengan mempergunakan sarana berupa alat ucap manusia.

Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performensi. Proses kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari.

(17)

2

Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi yang terdiri dari dua buah proses, yakni proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat. Pemakaian bahasa Indonesia di zaman sekarang ini sudah banyak divariasikan dalam pengucapan pembicaraannya. Penyampaian kata-katanya pun sudah tidak baku lagi, hal ini disebabkan oleh era globalisasi yang berkembang pesat di Indonesia dengan pengaruh budaya luar yang masuk ke Indonesia (termasuk cara gaya bicaranya). Agar banyaknya ragam tidak mengurangi fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien dalam bahasa, timbul mekanisme untuk memilih ragam tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu yang disebut ragam standar. Oleh karena itu, penutur harus mampu memilih ragam bahasa yang sesuai dengan keperluannya, apapun latar belakangnya.

Di era globalisasi saat ini penggunaan bahasa sebagai media komunikasi sangatlah terpengaruh oleh laju perkembangan teknologi dan informasi. Terdapat dua pengaruh terhadap bahasa setelah terkontaminasi dengan adanya laju teknologi dan informasi yang sangat cepat yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Adapun pengaruh positif yang dapat diperoleh adalah dimana media teknologi informasi sangat memperlancar komunikasi antar sesama. Manusia dapat menyampaikan segala komunikasi jarak jauh maupun jarak dekat dengan sangat praktis dan efisien. Di pandang dari sisi lain, kemajuan teknologi dan cepatnya akses informasi juga mempunyai dampak negatif yang sangat mempengaruhi kelangsungan dalam bahasa yang telah kita miliki dan kita sepakati untuk menjadi bahasa pemersatu bangsa serta

(18)

tanah air yaitu bahasa Indonesia. Dapat kita ketahui bahwa, sekarang ini banyak pergaulan yang sangat berbeda dengan kaidah-kaidah kebahasaan. Dengan menurunnya kemampuan berbahasa masyarakat bangsa ini, secara tidak langsung juga akan mengurangi rasa nasionalisme yang tertanam dalam diri mereka.

Arus globalisasi tentu saja mempengaruhi seluruh aspek kehidupan dan penghidupan manusia. Pengaruh arus globalisasi ini termasuk di dalamnya pendidikan, kebudayaan (termasuk di dalamnya bahasa), yang sering mengutamakan penggunaan bahasa asing daripada bahasa Indonesia. Seperti halnya bahasa gaul yang disebut juga bahasa prokem merupakan bentuk ragam bahasa dari bahasa nonformal yang digemari pemakai bahasa. Bahasa prokem

atau bahasa gaul, pertama kali muncul kira-kira tahun 1998 yang digunakan anak-anak muda di Jakarta. Tidak hanya berawal dari bahasa yang digunakan anak-anak Jakarta, bahasa prokem juga sering diperdengarkan di sinetron-sinetron yang ditayangkan oleh televisi.

Menurut KBBI bahasa gaul adalah dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan. Sekarang bahasa prokem tidak hanya digunakan oleh anak-anak muda di Jakarta saja, tetapi bahasa prokem sudah banyak dikenal oleh anak-anak muda di semua daerah tertentu. Bahasa prokem begitu cepat berkembang dengan seiring teknologi di Indonesia yang juga berkembang begitu pesat. Bahasa prokem itu adalah bahasa yang hanya dipakai para pemuda, remaja yang digunakan seenaknya dan tidak dapat dipahami masyarakat umum.

(19)

Ada yang mengatakan bahwa bahasa prokem adalah bahasa yang digunakan untuk mencari dan menunjukkan identitas diri, bahasa yang dapat merahasiakan pembicaraan mereka dari kelompok yang lain. Ada pula yang menyatakan bahasa prokem itu adalah bahasa yang diolah kembali agar pembicaraaan mereka ini tidak dipahami orang tua ataupun guru-guru yang sering melarang mereka sebelum sempat melakukan sesuatu. Menurut Sarwono (2004), bahasa prokem adalah bahasa khas remaja (kata-katanya diubah-ubah sedemikian rupa, sehingga hanya bisa dimengerti di antara mereka) bisa dipahami oleh hampir seluruh remaja di tanah air yang terjangkau oleh media massa, padahal istilah-istilah itu berkembang, berubah dan bertambah hampir setiap hari.

Bahasa prokem adalah bahasa yang banyak digunakan kaum remaja yang pada umumnya untuk berkomunikasi dengan sesama kelompoknya dalam keadaan santai untuk menjalin keakraban dan juga remaja ingin menunjukan identitas dirinya. Selain itu bahasa prokem akan terus berkembang sesuai perkembangan zaman. Para remaja menggunakan bahasa ini dalam ragam lisan dan ragam tulis, atau juga dalam ragam berbahasa dengan menggunakan media tertentu, misalnya: berkomunikasi dalam jejaring sosial. Penggunaan kosakata bahasa prokem di dalam jejaring sosial sangat berkembang dan akan terus berkembang serta berganti seiring dengan waktu yang mengikuti tren.

(20)

Penggunaan jejaring sosial bukanlah hal baru di era globalisasi saat ini. Khususnya penggunaan jejaring sosial, seperti instagram, whatsapp, twitter,

dan facebook sangat diminati. Jejaring sosial merupakan media yang banyak

digunakan para penutur bahasa untuk berkomunikasi jarak jauh melalui internet. Penyedia layanan jaringan seluler pun menawarkan aplikasi untuk menulis bahasa gaul. Bahasa prokem sering sekali dianggap remeh; bagi kritikus bahasa, bahasa gaul ini dianggap merusak bahasa Indonesia. Namun, sebagian ada yang berpendapat bahwa penggunaan bahasa gaul dalam kehidupan sehari-hari tidak menjadi masalah karena penggunaan bahasa formal dalam obrolan santai justru terasa aneh.

1.2Batasan Masalah

Peneliti melakukan pembatasan masalah. Penelitian ini difokuskan terhadap Penggunaan Bahasa Prokem pada Mahasiswa PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Angkatan 2015 Dalam Jejaring Sosial Whatsapp. Pembatasan masalah dalam penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut:

1. Penelitian ini dibatasi pada bentuk bahasa prokem yang digunakan oleh Mahasiswa PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2015 dalam jejaring sosial Whatsapp.

2. Penelitian ini dibatasi pada fungsi bahasa prokem yang digunakan oleh Mahasiswa PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2015 dalam jejaring social Whatsapp.

(21)

3. Penelitian ini dibatasi pada Mahasiswa PBSI USD Yogyakarta angkatan 2015 sebagai subjek penelitian walaupun terdapat subjek lain.

1.3Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah bentuk bahasa prokem yang digunakan oleh Mahasiswa PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2015 dalam jejaring sosial whatsapp?

2. Fungsi bahasa prokem apa sajakah yang digunakan oleh Mahasiswa PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2015 dalam jejaring sosial whatsapp?

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bentuk bahasa prokem yang digunakan oleh Mahasiswa PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2015 dalam jejaring sosial Whatsapp.

2. Mendeskripsikan fungsi bahasa prokem yang digunakan oleh Mahasiswa PBSI Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2015 dalam jejaring sosial Whatsapp.

(22)

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini menghasilkan dua macam manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bentuk dan fungsi bahasa prokem dalam jejaring sosial whatsapp bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bentuk dan fungsi bahasa prokem dalam jejaring sosial whatsapp bagi mahasiswa sebagai pengguna bahasa

prokem.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bahasa prokem dalam kajian ilmu sosiolinguistik.

1.6Batasan Istilah

Batasan istilah perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan pemahaman dalam penafsiran. Adapun istilah-istilah yang perlu dibatasi adalah sebagai berikut.

1. Sosiolinguistik

Alwasilah (1985: 1) yang menyatakan bahwa sosiolinguistik merupakan disiplin interdisipliner yang menggeluti dan menyusun teori-teori tentang hubungan masyarakat dan bahasa.

(23)

2. Variasi Bahasa

Menurut Kridalaksana, Kamus Linguistik (1982: 17&175) variasi bahasa merupakan pelbagai bahasa yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi. Penelitian ini mendeskripsikan variasi bahasa yang digunakan oleh mahasiswa PBSI USD Yogyakarta angkatan 2015 saat berinteraksi. Variasi bahasa yang digunakan merupakan bahasa prokem atau yang lebih sering disebut sebagai bahasa slang di kalangan remaja saat ini.

3. Bahasa Prokem

Menurut Kridalaksana dalam Kamus Linguistik (1982:156) slang

atau prokem adalah ragam bahasa yang tak resmi yang dipakai oleh kaum remaja atau kelompok-kelompok sosial tertentu untuk komunikasi intern sebagai usaha supaya orang-orang kelompok lain tidak mengerti, berupa kosakata yang serba baru dan berubah-ubah.

Bahasa slang atau prokem sering digunakan oleh para remaja untuk berkomunikasi dengan sesamanya dan tidak ingin diketahui oleh lawan bicara lainnya. Bahasa slang atau prokem ini adalah jenis bahasa yang tidak resmi.

(24)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan penelitian yang relevan, landasan, teori, dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan dengan topik-topik sejenis oleh peneliti lain. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang digunakan peneliti sebagai acuan analisis yang terdiri dari teori sosiolinguistik, variasi bahasa, bahasa prokem, karakteristik bahasa prokem, proses pembentukan bahasa prokem, fungsi bahasa prokem, dan aspek dalam bahasa prokem. Kemudian, kerangka berpikir berisi tentang acuan teori berdasarkan penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.

2.1Penelitian Terdahulu yang Relevan

Peneliti menemukan beberapa penelitian dan/atau jurnal yang memiliki kesamaan topik dengan judul penelitian yang akan diteliti. Penelitian dan/atau jurnal pertama oleh Suwakil, Rahma (2018) yang berjudul “Ragam Bahasa Prokem di Kalangan Mahasiswa Asal Ambon di Universitas AMIKOM

Yogyakarta”, kedua oleh Andini, Hollysa (2013) yang berjudul “Ragam

Bahasa Gaul di Kalangan Remaja Daerah Praya Lombok Tengah, Univesitas

Mataram”, ketiga oleh Fenty, Widya (2013) yang berjudul “Penggunaan

Prokem Komunitas Bismania Terminal Purabaya Surabaya: Kajian

(25)

(2009) yang berjudul “Penggunaan Bahasa Prokem Dalam Komunikasi

Bahasa Jawa Siswa SMP N 1 Purbalingga, Universitas Negeri Semarang”.

Penelitian pertama dilakukan oleh Suwakil, Rahma (2018) dengan judul

Ragam Bahasa Prokem di Kalangan Mahasiswa Asal Ambon di Universitas

AMIKOM Yogyakarta”, peneliti memiliki tiga rumusan masalah yaitu pertama

bagaimanakah wujud bahasa prokem yang digunakan di kalangan mahasiswa asal Ambon di Universitas AMIKOM Yogyakarta?, kedua bagaimanakah ciri-ciri bahasa prokem yang digunakan di kalangan mahasiswa asal Ambon di Universitas AMIKOM Yogyakarta?, dan ketiga bagaimanakah fungsi bahasa prokem yang digunakan di kalangan mahasiswa asal Ambon di Universitas AMIKOM Yogyakarta?. Dari permasalahan yang diangkat oleh Suwakil, Rahma (2018) diperoleh hasil penelitian berupa wujud bahasa prokem, ciri-ciri bahasa prokem, dan fungsi bahasa prokem yang digunakan mahasiswa asal Ambon di Universitas AMIKOM Yogyakarta.

Penelitian kedua dilakukan oleh Andini, Hollysa (2013) dengan judul

Ragam Bahasa Gaul di Kalangan Remaja Daerah Praya Lombok Tengah,

Univesitas Mataram”, peneliti memiliki dua rumusan masalah yaitu pertama

bagaimanakah bentuk atau ragam bahasa gaul yang digunakan oleh remaja di kota Praya, Lombok Tengah?, dan kedua apa sajakah penyebab remaja di Praya Lombok Tengah menggunakan ragam bahasa gaul tersebut?

Dari permasalahan yang diangkat oleh Andini, Hollysa (2013) diperoleh hasil peneltian berupa ragam bahasa gaul di kalangan remaja daerah Praya Lombok Tengah, dan mengetahui alasan-alasan remaja menggunakan bahasa gaul.

(26)

Penelitian ketiga dilakukan oleh Endah, Septaria (2009) dengan judul

Penggunaan Bahasa Prokem Dalam Komunikasi Bahasa Jawa Siswa SMP N

1 Purbalingga, Universitas Negeri Semarang”, peneliti memiliki rumusan

masalah yaitu pertama bagaimanakah bentuk bahasa prokem yang dipakai oleh siswa SMP N 1 Purbalingga?, kedua bagaimanakah proses pembentukan bahasa prokem yang dipakai oleh siswa SMP N 1 Purbalingga?, dan ketiga bagaimanakah penggunaan bahasa prokem oleh siswa SMP N 1 Purbalingga? Dari permasalahan yang diangkat oleh Septaria Endah diperoleh hasil penelitian yaitu, bentuk bahasa prokem, proses pembentukan bahasa prokem, dan penggunaan bahasa prokem pada siswa SMP N 1 Purbalingga.

Berdasarkan dari penelitian yang relevan di atas, peneliti menemukan beberapa persamaan dan perbedaan dari penelitian sebelumnya. Pertama

persamaan, yaitu (1) mendeskripsikan bentuk dari bahasa prokem, (2) mendeskripsikan fungsi dari bahasa prokem, (3) metode penelitian menggunakan deskripsi kualitatif. Kedua perbedaan, yaitu (1) subjek penelitian, (2) sumber data dan data yang diperoleh peneliti, (3) teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh peneliti. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk dan fungsi bahasa prokem yang digunakan oleh mahasiswa PBSI USD Yogyakarta angkatan 2015 dalam jejaring sosial

whatsapp. Peneliti berharap penelitian ini bisa menjadi panduan untuk

(27)

2.2Sosiolinguistik

Sosiolinguistik terlihat dari namanya: sosio + linguistik, maka disiplin ilmu ini bisa disebut sebagai perpaduan antara sosiologi dan linguistik, ada pula yang menyebutnya sebagai linguistics plus. Mudahlah disimak bahwa bahasan inti dalam disiplin ini adalah masyarakat dan bahasa. Bisa kita dalilkan bahwa sosiolinguistik tampil sebagai disiplin interdisipliner yang menggeluti dan menyusun teori-teori tentang hubungan masyarakat dan

bahasa (Alwasilah, 1985: 1).

Sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan memperhitungkan hubungan antara bahasa dengan masyarakat, khususnya masyarakat penutur bahasa itu. Jadi jelas bahwa sosiolinguistik mempertimbangkan keterkaitan antara dua hal, yakni dengan Linguistik untuk segi kebahasaannya dan dengan Sosiologi untuk segi kemasyarakatannya (Rahardi, 2001: 12-13).

Sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Bisa dikatakan sosiolinguistik membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan (sosial) (Nababan, 1984: 2).

Berdasarkan beberapa pengertian menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah sebuah ilmu yang menjadi acuan atau dasar dalam mempelajari perilaku bahasa dan perilaku sosial masyarakat. Perilaku bahasa dan perilaku sosial masyarakat itu tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Masyarakat membutuhkan bahasa dalam sebuah komunikasi.

(28)

2.3Ruang Lingkup Sosiolinguistik

Ruang lingkup sosiolinguistik menurut (Chaer dan Agustina, 2004) dirumuskan ada tujuh yang dibicarakan dalam sosiolinguistik, yaitu (1) identitas sosial penutur, (2) identitas sosial dari pendengar yang terlibat, (3) lingkungan sosial tempat peristiwa tutur, (4) analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial, (5) penilaian sosial yang berbeda dari penutur terhadap perilaku bentuk-bentuk ujaran, (6) tingkatan variasi dan ragam linguistik, (7) penelitian praktis dari penelitian sosiolinguistik.

(1) Identitas sosial penutur

Identitas sosial penutur adalah antara lain dapat diketahui dari pertanyaan apa dan siapa penutur tersebut, dan bagaimana hubungannya dengan lawan tuturnya. Maka,identitas penutur berupa anggota keluarga, teman, guru, murid, tetangga, pejabat, dan sebagainya, (Chaer dan Agustina, 2004:5). (2) Identitas sosial dari pendegar yang terlibat

Identitas sosial dari pendengar tentu harus dilihat dari pihak penutur. Maka, identitas pendengar pun dapat berupa anggota keluarga, teman, guru, murid, tetangga, pejabat, dan sebagainya, (Chaer dan Agustina, 2004:6).

(3) Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur

Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi dapat berupa ruang keluarga di dalam sebuah rumah tangga, di dalam masjid, di lapangan sepak bola, di perpustakaan, dan sebagainya, (Chaer dan Agustina, 2004:6).

(29)

(4) Analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial

Analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial berupa deskripsi pola-pola dialek-dialek sosial, baik yang berlaku pada masa tertentu atau yang berlaku pada masa yang tidak terbatas, (Chaer dan Agustina, 2004:6).

(5) Penilaian sosial yang berada dari penutur terhadap perilaku bentuk-bentuk ujaran

Penilaian sosial yang berada dari penutur terhadap perilaku bentuk-bentuk ujaran, maksudnya adalah setiap penutur tentunya mempunyai kelas sosial tertentu di dalam masyarakat. Maka, berdasarkan kelas sosialnya penutur mempunyai penilaian tersendiri yang tentunya sama atau jika berbeda, tidak akan terlalu jauh dari kelas sosialnya, terhadap bentuk-bentuk perilaku ujaran yanh berlangsung, (Chaer dan Agustina, 2004:6).

(6) Tingkatan variasi dan ragam linguistik

Tingkatan variasi dan ragam linguistik, maksudnya bahwa sehubungan dengan heterogennya anggota suatu masyarakat tutur, adanya berbagai fungsi sosial dan politik bahasa, serta adanya tingkatan kode. Maka alat komunikasi manusia yang disebut bahasa itu menjadi sangat variasi. Setiap variasi entah namanya dialek, varietas, atau ragam mempunyai fungsi sosialnya masing-masing, (Chaer dan Agustina, 2004:6).

(30)

(7) Penilaian praktis dari penelitian sosiolinguistik

Penilaian praktis dari penelitian sosiolinguistik merupakan topik yang membicarakan kegunaan penelitian sosiolinguistik untuk mengatasi masalah-masalah praktis dalam masyarakat, (Chaer dan Agustina, 2004:6). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup sosiolinguistik terdapat tujuh klasifikasi yang disusun oleh Chaer dan Agustina. Ketujuh ruang lingkup di atas memiliki fungsinya masing-masing yaitu, pertama identitas sosial penutur diketahui melalui siapa penutur tersebut, kedua identitas sosial dari pendengar akan berpengaruh dalam pilihan kode dalam bertutur, ketiga lingkungan sosial tempat peristiwa tutur juga sangat berpengaruh dalam pilihan kode dan gaya dalam bertutur, keempat analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial berhubungan dengan kedudukan mereka sebagai anggota masyarakat, kelima penilaian sosial yang berada dari penutur terhadap perilaku bentuk bentuk ujuran dilihat dari kelas sosialnya, keenam tingkatan variasi dan ragam linguistik sangat bervariasi saat manusia berkomunikasi, dan ketujuh penilaian praktis dari penelitian sosiolinguistik dapat dilihat dari masalah pengajaran bahasa, penerjemahan, pembakuan bahasa, mengatasi konflik sosial akibat konflik bahasa.

Ketujuh ruang lingkup sosiolinguistik di atas sangat diperhatikan ketika manusia berkomunikasi. Ruang lingkup sosiolinguistik tersebut sangat membantu dan memiliki fungsinya masing-masing dalam komunikasi yang terjadi pada manusia sebagai makhluk sosial.

(31)

2.4Variasi Bahasa

Bahasa mempunyai dua aspek mendasar, yaitu bentuk dan makna. Aspek bentuk meliputi bunyi, tulisan, dan strukturnya. Aspek makna meliputi makna leksikal, fungsional, dan struktural. Jika diperhatikan lebih rinci lagi, kita akan melihat bahasa dalam bentuk dan maknanya menunjukkan perbedaan kecil maupun perbedaan yang besar antara pengungkapan yang satu dengan pengungkapan yang lainnya. Misalnya, perbedaan dalam hal pengucapan /a/ yang diucapkan oleh seseorang dari waktu satu ke waktu yang lain. Begitu juga dalam hal pengucapan kata /putih/ dari waktu satu ke waktu yang lain mengalami perbedaan. Perbedaan-perbedaan bentuk bahasa seperti ini dan lainnya dapat disebut dengan variasi bahasa, (Suandi, 2014: 34).

Terjadinya kevariasian atau keberagaman bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogeny, tetapi juga kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam, (Chaer dan Agustin, 2006: 61).

Bahasa sebagai alat komunikasi yang dibutuhkan oleh manusia sebagai makhluk sosial. Interaksi terjadi dengan adanya bahasa. Bahasa sebenarnya memiliki kesamaan antara bunyi, kata, kalimat, bentuk, dan makna. Chaer membagi keragaman bahasa terbagi atas ragam bahasa yang bersifat ragam perseorangan, ragam bahasa yang dipakai oleh sekelompok anggota masyarakat dari golongan sosial tertentu, ragam bahasa yang digunakan dalam kegiatan suatu bidang tertentu, ragam bahasa yang digunakan dalam situasi

(32)

formal atau resmi, ragam bahasa yang digunakan dalam situasi informal atau tidak resmi, serta ragam bahasa yang digunakan secara lisan dan tertulis, (Chaer, 2012 dalam Suwakil, 2018).

Berdasarkan uraian para ahli di atas dapat disimpukan bahwa variasi bahasa merupakan ragam bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan.

2.5Macam Variasi Bahasa

Halliday membedakan variasi bahasa berdasarkan pemakai (dialek) pemakaian (register). Chaer dan Agustina (1995:81, dalam Suandi, 2014:35-41) mengatakan bahwa variasi bahasa itu pertama-tama kita bedakan berdasarkan penutur dan penggunnanya. Adapun penjelasan variasi bahasa sebagai berikut:

1. Variasi Bahasa dari Segi Penutur a. Variasi Bahasa Idiolek

Variasi bahasa idiolek adalah variasi bahasa yang bersifat perorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang memiliki variasi atau idioleknya masing-masing.

b. Variasi Bahasa Dialek

Variasi bahasa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat,

(33)

wilayah, atau area tertentu. Umpamanya bahasa Jawa dialek Banyumas, Pekalongan, Surabaya, dan lain sebagainya.

c. Variasi Bahasa Kronolek atau Dialek Temporal

Variasi bahasa kronolek atau dialek temporal adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu. Misalnya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi bahasa pada tahun lima puluhan, dan variasi bahasa pada masa kini.

d. Variasi Bahasa Sosiolek

Variasi bahasa sosiolek adalah variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Variasi bahasa ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan lain sebagainya.

e. Variasi Bahasa Berdasarkan Usia

Variasi bahasa berdasarkan usia adalah variasi bahasa yang digunakan berdasarkan tingkat usia. Misalnya, variasi bahasa anak-anak akan berbeda dengan variasi bahasa remaja atau orang dewasa.

f. Variasi Bahasa Berdasarkan Pendidikan

Variasi bahasa yang terkait dengan tingkat pendidikan si pengguna bahasa. Misalnya, orang yang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar akan berbeda variasi bahasanya dengan orang yang

(34)

lulus sekolah tingkat atas. Demikian pula, orang lulus pada tingkat sekolah menengah atas akan berbeda penggunaan variasi bahasanya dengan mahasiswa atau para sarjana.

g. Variasi Bahasa Berdasarkan Seks

Variasi bahasa yang terkait dengan jenis kelamin dalam hal ini pria dan wanita. Misalnya, variasi yang digunakan oleh ibu-ibu akan berbeda dengan variasi bahasa yang digunakan oleh bapak-bapak. h. Variasi Bahasa Bedasarkan Profesi, Pekerjaan, atau Tugas Para

Penutur

Variasi bahasa ini adalah variasi bahasa yang terkait dengan jenis profesi, pekerjaan, dan juga tugas para pengguna bahasa tersebut. Misalnya, variasi yang digunakan oleh para buruh, guru , mubalik, dokter, dan lain sebagainya tentu mempunyai perbedaan variasi bahasa.

i. Variasi Berdasarkan Tingkat Kebangsawanan

Variasi bahasa ini adalah variasi yang berdasarkan tingkat dan kedudukan penutur (kebangsawanan atau raja-raja) dalam masyarakatnya. Misalnya, adanya perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh raja (keturunan raja) dengan masyarakat biasa dalam bidang kosa kata, seperti kata mati digunakan untuk masyarakat biasa, sedangkan para raja menggunakan kata mangkat. j. Variasi Bahasa Berdasarkan Tingkat Ekonomi Para Penutur

(35)

Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi penuturnya ini adalah variasi bahasa yang mempunyai kemiripan dengan variasi bahasa berdasarkan tingkat kebangsawanannya hanya saja tingkat ekonomi bukan mutlak sebagai warisan, sebagaimana halnya dengan tingkat kebangsawanannya. Misalnya, seseorang yang mempunyai tingkat ekonomi yang tinggi akan mempunyai variasi bahasa yang berbeda dengan orang yang mempunyai tingkat ekonomi lemah.

2. Variasi Bahasa dari Segi Keformalan

Variasi bahasa dari segi keformalan, Chaer (2004:700) membagi variasi bahasa atas lima macam gaya, yaitu:

a. Gaya atau ragam beku

Gaya atau ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan pada situasi-situasi hikmat, misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah, dan sebagainya.

b. Gaya atau ragam resmi (formal) adalah variasi bahasa yang digunakan pada pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat, dan lain sebagainya.

c. Gaya atau ragam usaha (konsultatif)

Gaya atau ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan biasa di sekolah, rapat, atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi.

(36)

d. Gaya atau ragam santai (casual)

Gaya atau ragam santai adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi yang tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat dan sebagainya. e. Gaya atau ragam akrab (intimate)

Gaya atau ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab. Variasi bahasa ini biasanya pendek-pendek dan tidak jelas.

3. Variasi dari Segi Sarana

Variasi bahasa dapat dilihat pula melalui segi sarana atau jalur yang digunakan. Misalnya, telepon, telegraf, radio yang menunjukkan adanya perbedaan dari variasi bahasa yang digunakan. Salah satunya, adalah ragam atau variasi bahasa lisan dan bahasa tulis yang pada kenyataannya menunjukkan struktur yang tidak sama. Adanya ketidaksamaan wujud struktur ini adalah karena dalam berbahasa lisan atau dalam menyampaikan informasi secara lisan, kita dibantu oleh unsur-unsur nonsegmental atau unsure nonlinguistik yang berupa nada suara, gerak-gerik tangan, gelengan kepala, dan sejumlah gejala-gejala fisik lainnya. Padahal di dalam ragam bahasa tulis, hal-hal yang disebutkan itu tidak ada, Chaer dan Agustina (1995:95, dalam Suandi, 2014:40).

(37)

4. Variasi dari Segi Pemakaian

Nababan (1984:68-70, dalam Suandi, 2014:38) menyatakan bahwa variasi bahasa dari segi pemakaiannya disebut variasi bahasa berkenaan dengan fungsinya/fungsiolek, ragam, atau register. Variasi bahasa dari segi penggunaannya behubungan dengan bidang pemakaiannya, contohnya dalam kehidupan sehari-hari, ada variasi di bidang militer, sastra, jurnalistik, dan kegiatan keilmuan lainnya.

2.6Bahasa Prokem

Kamus Linguistik (1993) disebutkan bahwa prokem merupakan ragam nonstandar bahasa Indonesia yang lazim digunakan oleh remaja di Jakrta. Ragam prokem ditandai dengan kata-kata dari bahasa Indonesia atau bahasa Betawi.

KBBI bahasa prokem adalah dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan. Bahasa prokem Indonesia atau bahasa gaul adalah bahasa prokem yang khas Indonesia dan jarang dijumpai di Negara-negara lain kecuali di komunitas-komunitas Indonesia.

Sumarsana dan Partana (2002:153-154, dalam Suwakil, 2018) bahasa

prokem merupakan bahasa yang awalnya digunakan oleh kaum pencoleng,

pencopet, bandit, dan sebangsanya yang memiliki fungsi sebagai bahasa rahasia, namun sekarang bahasa tersebut digunakan oleh remaja khususnya di Jakarta. Sementara menurut Chaer dan Agustina (2004:67, dalam Suwakil, 2018:25) bahasa prokem adalah variasi bahasa yang bersifat khusus dan

(38)

rahasia. Artinya variasi bahasa ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu.

Bahasa prokem bukanlah bahasa resmi Indonesia, meskipun bahasa ini digunakan secara luas dalam percakapan verbal di kehidupan sehari-hari. Cara penggunaan bahasa prokem dilafalkan sama seperti halnya dengan bahasa Indonesia. Struktur dan tata bahasa dari bahasa prokem atau bahasa gaul tidak jauh berbeda dari bahasa formalnya bahasa Indonesia. Dalam banyak kasus, kosakata yang dimilikinya hanya merupakan singkatan dari bahasa formalnya. Perbedaan utama antara bahasa formal dengan bahasa prokem ada pada perbendaharaan katanya.

Bahasa prokem berbeda dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, karena bahasa ini cenderung menggunakan ragam santai dalam penggunaannya. Hal ini bisa dilihat dari kosakata, struktur kalimat, dan intonasi yang mencerminkan bahasa prokem ini tidak baku atau kaku. Bahasa

prokem lebih sering digunakan pada anak-anak muda zaman sekarang. Bagi

anak-anak zaman sekarang, menggunakan bahasa prokem dalam berbicara dikehidupan sehari-hari merupakan hal yang sangat keren. Contoh bahasa

prokem yang sering digunakan anak Indonesia:

1) Galau, kata ini merupakan suatu ungkapan perasaan bingung, bimbang, ataupun cemas terhadap sesuatu yang dirasakan. Misalnya: “Gua lagi galau nih mau beli yang ini atau yang itu?” 2) PAP, kata ini merupakan sebuah singkatan dari bahasa Inggris Post

(39)

untuk menyuruh mengirim atau memposting foto lawan bicaranya yang jauh di sana. Misalnya: “Lu dimana? PAP dong.”

3) Bokap, kata ini merupakan suatu ungkapan panggilan kepada orang tua laki-laki yang artinya sama dengan ayah/bapak/papa. Misalnya: “Gua baru dikasi uang belanja nih sama bokap.”

4) Nyokap, kata ini merupakan suatu ungkapan panggilan kepada orang tua perempuan yang artinya sama dengan ibu/mama/bunda. Misalnya: “Nyokap gua baru pulang dari Amerika.”

5) Baper, kata ini merupakan sebuah singkatan dari kata bawa perasaan. Misalnya: “Baperan banget kamu jadi orang”

6) Sans, kata ini merupakan sebuah singkatan dari kata santai dengan ditambahi S. Misalnya: “Sans aj, gue gak marah kok.”

7) Nongs, kata ini merupakan sebuah singkatan dari kata nongkrong atau ngumpul dengan ditambahi S yang sama dengan sans. Misalnya: “Udah lama ya kita gak nongs bareng.”

8) Mager, kata ini merupakan singkatan dari malas gerak. Misalnya: “Lu mager banget sih.”

9) Sabi, kata ini merupakan sebuah kata yang dibalik dari kata aslinya. Jika dibalik sabi adalah bisa. Kata ini sering digunakan anak-anak gaul Indonesia saat berinteraksi dengan teman sebaya mereka. Misalnya: “Gua sabi aj kalau mau nongs besok.”

(40)

10) Santuy, kata ini merupakan sebuah kata yang digunakan untuk suatu kekaguman seseorang terhadap apa yang dilihatnya. Misalnya: “Santuy aja gaes!”

Mungkin sebagian besar orang tidak mengerti arti dari kata-kata dalam bahasa prokem. Tetapi tidak untuk remaja "gaul" yang sering menggunakan jejaring sosial. Mereka sangat familiar dengan kata-kata aneh semacam ini, bahkan bisa jadi mereka ikut menggunakan bahasa itu. Zaman modern seperti ini, penggunaan internet menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi adanya penggunaan bahasa prokem untuk anak-anak muda sekarang. Sudah semakin biasa bagi masyarakat umum, maka tidak kaget bila bahasa prokem cepat tersebar di masyarakat. Banyak remaja yang salah mengartikan manfaat dari situs jejaring sosial, mereka lebih banyak menggunakan situs jejaring sosial sebagai media mencari eksistensi. Whatsapp menjadi salah satu jejaring sosial komunikasi yang digunakan anak muda dan masyarakat di luar sana dalam hal

chattingan. Bahasa prokem juga tak jarang muncul dalam komunikasi

menggunakan jejaring sosial whatsapp.

Selanjutnya, bahasa prokem memperkaya bahasa para remaja. Bahasa

prokem membuat mereka memiliki berbagai ragam bahasa yang berbeda-beda.

Tetapi jika dilihat dari sudut pandang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bahasa prokem juga merusak bahasa, karena secara tidak langsung bahasa Indonesia yang baik dan benarpun semakin ditinggalkan seiring dengan berjalannya waktu. Bahasa Indonesia yang baik dan benar sudah jarang digunakan oleh anak-anak, bahkan ketika berbicara dengan orang yang

(41)

lebih tua mereka juga tidak segan menggunakan bahasa prokem tersebut terutama saat chattingan menggunakan jejaring sosial whatsapp. Itu dilakukan karena menurut mereka bahasa gaul lebih mudah digunakan dan lebih kelihatan keren atau “gaul” jika menggunakannya.

Bahasa prokem merupakan salah satu variasi bahasa. Sama halnya dengan jenis bahasa lain, bahasa prokem memiliki karakteristik. Karakteristik ini yang membedakan bahasa prokem dengan bahasa lain. Flexner (1999, dalam Endah, 2009), mencirikan bahasa prokem yaitu 1) ragam bahasa tidak resmi, 2) berupa kosakata yang ditemukan oleh kelompok orang muda atau kelompok sosial tertentu dan cepat berubah, 3) menggunakan kata-kata lama atau baru dengan cara baru atau arti baru, 4) dapat berwujud pemendekan kata seperti akronim dan singkatan, 5) diterima sebagai kata populer namun akan segera menghilang dari pemakaian, 6) merupakan kreasi bahasa yang terkesan kurang ajar, 7) berupa kata atau kalimat yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia, 8) mempuyai bentuk yang khas melalui macam-macam pembentukan.

Mastuti (2008, dalam Endah, 2009) menjelaskan bahwa bahasa gaul terbentuk melalui beberapa cara, diantaranya: 1) proses nasalisasi “kata kerja + in” misal: < curhat + in = curhatin >, 2) bentuk pasif 1: “di + kata dasar + in” misal: < di + ghibah + in = dighibahin >, 3) bentuk pasif 2: “ke + kata dasar” misal: < ke + gabut = kegabutan >, 4) penghilangan huruf atau fonem awal, misal < ilang = hilang >, 5) penghilangan huruh „h‟ pada awal suku kata bentuk baku, misal < habis = abis >, 6) pemendekan kata atau kontraksi dari dua kata yang berbeda, misal < jam berapa = jamber >, 7) penggunaan istilah

(42)

lain, misal < gercep = gerak cepat >, 8) penggantian huruf „a‟ dengan „e‟, misal < kenapa = kenape >, 9) penggantian diftong „au‟ dengan „o‟ dan „ai‟ dengan „e‟, misal < kalau = kalo, dan sampai = sampe >, 10) pengIndonesiaan bahasa asing (Inggris), misal < ASAP (As Soon As Possible = secepatnya kalau bisa >, 11) penggunaan bahasa Inggris secara utuh, misal < savage = nekad/berani >, 12) tambahan awalan „ko‟, misal < ko + muka = komuk >, 13) kombinasi „e + ong‟, misal < r(+e) mp (+ong) rempong = ribet >, 14) tambahan sisipan „pa/pi/pu/pe/po‟, misal < ma (+pa) ti (+pi) mapatipi = mati >, 15) sisipan „in‟, misal < b(in)an c (in)i binancini = banci>.

2.7Fungsi Bahasa Prokem

Pada hakikatnya bahasa merupakan alat komunikasi yang memiliki fungsi-fungsi dan peranan yang penting. Bahasa prokem sebagai salah satu jenis bahasa, juga memiliki fungsi sosial.

Surana (2000:94, dalam Endah, 2009) membagi fungsi sosial menjadi 6 fungsi sebagai berikut, 1) fungsi humor digunakan untuk suasana yang tidak terlalu tegang, misal “maklum jones jadi gada yang perhatian haha”, 2) fungsi menyindir digunakan untuk menyindir seseorang agar orang mendengar tidak langsung merasakan sindirian tersebut, misal “gua kasih tau ya, dia itu bences”, 3) fungsi mengejek digunakan untuk mengejek atau mencela seseorang atau sebagai pelampiasan kekesalan kepada seseorang, misal “gils dia tuh bucin banget!”, 4) fungsi mengkritik digunakan untuk mengkritik suatu hal atau mengkritik seseorang, misal “dasar alay lu!”, 5) fungsi menasehati digunakan untuk menasehati seseorang atau memberikan masukan

(43)

kepada pendengar, misal “lu jangan terlalu baper, dia cuma bercanda”, 6) fungsi promosi atau mempengaruhi digunakan untuk mempromosikan atau mempengaruhi seseorang agar mau membeli jasa yang dipromosikan, misal “hai gaes jangan lupa di order nih sepatunya, hypebeast banget nih!”.

2.8Aspek Bahasa Prokem

George dan Yule, 2015 (dalam Suwakil 2018) mengemukakan aspek bahasa yaitu terdiri dari kata, kalimat, bunyi, dan makna. Keempat aspek tersebut, antara lain:

1) Kata

Kata menurut Chaer (2008: 5) merupakan satuan terkecil yang biasa dan dapat menduduki salah satu fungsi sintaksis (subjek, predikat, objek, atau keterangan). Kridalaksana, 2008 (dalam Suwakil 2018) mejelaskan proses morfologis yang utama, yaitu derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi (pemendekan), komposisi (perpaduan), dan derivasi balik.

a. Derivasi zero merupakan proses morfologis yang mengubah leksem menjadi kata tanpa penambahan atau pengurangan apapun, misalnya leksem batu menjadi kata batu, Kridalaksana dalam Kamus Linguistik edisi ketiga (1993: 41).

b. Kridalaksana dalam Kamus Linguistik edisi ketiga (1993: 3) afiksasi merupakan proses atau hasil penambahan afiks pada akar, dasar, atau alas. Konsep ini mencakup prefix, sufiks, infiks, simulfiks, konfiks, dan suprafiks.

(44)

c. Reduplikasi menurut Kridalaksana dalam Kamus Linguistik edisi ketiga (1993: 186) merupakan proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonologis atau gramatikal, misalnya rumah-rumah, tetamu, bolak-balik, dsb. Terdapat tiga macam reduplikasi, yaitu reduplikasi fonologis, reduplikasi morfologis, dan reduplikasi sintaksis. Reduplikasi fonologis merupakan pengulangan unsur-unsur fonologis seperti fonem, suku kata, atau bagian kata, missal lelaki, pipi, dan kupu-kupu. Reduplikasi morfologis merupakan pengulangan morfem yang menghasilkan kata, missal rumah-rumah, mengobar-ngobarkan. Sedangkan reduplikasi sintaksis merupakan pengulangan morfem yang menghasilkan klausa, missal jauh-jauh, didatanginya (=walaupun jauh, didatanginya). d. Abreviasi (pemendekan) merupakan proses morfologis berupa penanggalan satu atau beberapa bagian dari kombinasi leksem sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata. Abreviasi ini menyangkut penyingkatan, pemenggalan, akronimi, kontraksi, lambing huruf, Kridalaksana dalam Kamus Linguistik edisi ketiga (1993: 1).

e. Komposisi (perpaduan) merupakan proses penggabungan dasar dengan dasar (biasa berupa akar maupun bentuk berimbuhan) untuk mewadahi suatu “konsep” yang belum tertampung dalam sebuah kata menurut Chaer (2008: 209).

(45)

f. Derivasi balik merupakan pembentukan kata secara terbalik, missal tikah dalam ditikahkan dibentuk dari kata nikah berdasarkan analogi dengan pola yang ada (misalnya tanya menjadi nanya), jadi tikah dianggap sebagai asalnya sedangkah nikah sebagai bentuk derivasinya, padahal kebalikannya yang betul (hal ini kita ketahui karena nikah berasal dari Bahasa Arab) Kridalaksana dalam Kamus Linguistik edisi ketiga (1993: 41).

2) Kalimat

Menurut Chaer (2009: 44) kalimat merupakan satuan di atas klausa dan di bawah wacana. Kalimat adalah satuan bahasa yang menjadi inti dalam pembicaraan sintaksis.

Chaer (2009), jenis kalimat dibagi berdasarkan tiga kategori antara lain:

a. Berdasarkan kategori klausanya dibedakan adanya, (a) kalimat verbal, yakni kalimat yang predikatnya berupa verba atau frase verbal, (b) kalimat ajektifal, yakni kalimat yang predikatnya berupa ajektifa atau frase ajektifal, (c) kalimat nominal, yakni kalimat yang predikatnya berupa nomina atau frase nominal, (d) kalimat preposisional, yakni kalimat yang predikatnya berupa frase preposisional. Perlu dicatat kalimat jenis ini hanya digunakan dalam bahasa ragam nonformal, (e) kalimat numeral, yakni kalimat yang predikatnya berupa numeralia atau

(46)

frase numeralia. Perlu dicatat kalimat jenis ini hanya digunakan dalam bahasa ragam nonformal, (f) kalimat adverbial, yakni kalimat yang predikatnya berupa adverbial atau frase adverbial. b. Berdasarkan jumlah klausanya dibedakan adanya, (a) kalimat

sederhana, yakni kalimat yang dibangun oleh sebuah klausa, (b) kalimat “bersisipan”, yakni kalimat yang pada salah satu fungsinya “disisipkan” sebuah klausa sebagai penjelas atau keterangan, (c) kalimat majemuk rapatan, yakni sebuah kalimat majemuk yang terdiri dari dua klausa atau lebih di mana ada fungsi-fungsi klausanya yang dirapatkan karena merupakan substansi yang sama, (d) kalimat setara, yakni kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih dan memiliki kedudukan yang setara, (e) kalimat majemuk bertingkat, yakni kalimat yang terdiri dari dua buah klausa yang kedudukannya tidak setara, (f) kalimat majemuk kompleks, yakni kalimat yang terdiri dari tiga klausa atau lebih yang di dalamnya terdapat hubungan koordiatif (setara) dan juga hubungan subordinatif (bertingkat), Chaer (2009: 46).

c. Berdasarkan modusnya dibedakan adanya, (a) kalimat berita (deklaratif), yakni kalimat yang berisi pernyataan belaka, (b) kalimat Tanya (interogatif), yakni kalimat yang berisi pertanyaan, yang perlu diberi jawaban, (c) kalimat perintah (imperatif), yakni kalimat yang berisi perintah dan perlu diberi

(47)

reaksi berupa tindakan, (d) kalimat seruan (interjektif), yakni kalimat yang menyatakan ungkapan perasaan, dan (e) kalimat harapan (optatif), yakni kalimat yang menyatakan harapan atau keinginan, Chaer (2009: 46).

3) Bunyi

Muslich (2010: 2, dalam Suwakil, 2018) bunyi bahasa dapat dikatakan dengan istilah lain yaitu bunyi-bunyi ujar yang dipandang sebagai bagian dari sistem bahasa. Dalam hal ini, bunyi-bunyi ujar merupakan unsur bahasa terkecil yang merupakan bagian dari struktur kata dan sekaligus berfungsi sebagai pembeda makna.

Jenis-jenis perubahan bunyi tersebut berupa asimilasi, disimilasi, modifikasi vokal, netralisasi, zeroisasi, metatesis, diftongisasi, monoftongisasi, dan anaptiksis, Muslich (2010: 118-127, dalam Suwakil 2018), antara lain 1) asimilasi merupakan perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau yang hamper sama, 2) disimilasi merupakan kebalikan dari asimilasi, yaitu perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda, 3) modifikasi vokal merupakan perubahan bunyi vokal sebagai akibat dari pengaruh bunyi lain yang mengikutinya, 4) netralisasi merupakan perubahan bunyi fenomis sebagai akibat pengaruh lingkungan, 5) zeroisasi merupakan penghilangan bunyi fenomis sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan, 6) metatesis merupakan perubahan urutan bunyi

(48)

fenomis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing, 7) diftongisasi merupakan perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi vokal rangkap (diftong) secara berurutan, 8) monoftongisasi merupakan perubahan dua bunyi vokal (diftong) menjadi vokal tunggal (monoftong), dan 9) anaptiksis merupakan perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi vokal tertentu di antara dua konsonan untuk mempelancar ucapan.

4) Makna

Chaer (2011: 30) makna atau arti lazim didefinisikan sebagai pengertian atau konsep yang terdapat di dalam satuan bahasa itu. Jadi, satuan bahasa itu adalah wadah bagi kita untuk menyampaikan konsep atau pengertian itu. Setiap kata, seperti sudah dibicarakan sebelumnya mempunyai makna yang disebut makna kata atau makna leksikal.

Chaer membagi jenis makna secara berpasang-pasangan menurut beberapa sudut pandang berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada dan tidaknya referen pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada dan tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepan maknanya dikenal adanya makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus, lalu berdasarkan kriteria lain atau sudut pandang lain dapat

(49)

disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik, dan sebagainya (Chaer, 1990: 61-80) :

a. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Makna leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata), Chaer (1990: 62). Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1990: 64). b. Makna Referensial dan Makna Nonreferensial

Makna referensial adalah bila kata-kata memiliki referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu. Sebaliknya, makna nonreferensial adalah kata-kata tidak memiliki referen. Misalnya, kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena memiliki referen, yaitu sejenis perabotan rumah tangga yang disebut „meja‟. Sedangkan kata karena tidak memiliki referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial (Chaer, 1990: 66).

c. Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya (Chaer, 1990: 68). Missalnya, kata perempuan atau wanita kedua kata itu memiliki makna yang sama, yaitu manusia dewasa bukan

(50)

laki-laki. Makna konotatif adalah makna yang tidak sebenarnya, makna ini dapat berubah dari waktu ke waktu. Misalnya, kata

ceramah duli berkonotasi negatif karena berarti „cerewet‟,

tetapi sekarang konotasinya positif, Chaer (1990: 71). d. Makna Kata dan Makna Istilah

Makna kata adalah setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Sebaliknya, makna istilah adalah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks.

Perbedaan antara makna kata dan makna istilah, dapat dilihat sebagai berikut:

1. Tangannya luka kena pecahan kaca. 2. Lengannya luka kena pecahan kaca.

Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas memiliki makna yang sama, namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan. Sedangkan, kata lengan

merupakan bagian dari pergelangan sampai pangkal bahu, Chaer (1990: 72&73).

(51)

Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan refernnya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun. Kata kuda

memiliki makna konseptual „sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai‟. Jadi makna konseptual sebenarnya sama dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata

melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian,

Chaer (1990: 74&75 ).

f. Makna Idiomatikal dan Peribahasa

Makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frase, atau kalimat) yang menyimpang dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Contoh dari idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna „bekerja keras‟, meja hijau dengan makna „pengadilan‟ (Chaer, 1990: 77).

Peribahasa adalah makna yang masih dapat diramalkan karena adanya asosiasi atau urutan antara makna leksikal dan gramatikal unsur-unsur pembentuk peribahasa itu dengan makna lain yang menjadi tautannya. Misalnya, peribahasa

(52)

dua orang yang tidak pernah akur‟. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah akur. (Chaer, 1990: 79).

g. Makna Kias

Istilah kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut memiliki arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti „bulan‟,

raja siang dalam arti „matahari‟ (Chaer, 1994).

2.9Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir adalah dasar teori yang digunakan untuk memecahkan masalah. Dalam penelitian ini kerangka berpikir dijabarkan sebagai berikut.

Bahasa prokem merupakan salah satu kajian sosiolinguistik. Bahasa

prokem adalah bahasa sandi, yang dipakai dan degemari oleh kalangan remaja

tertentu. Dilihat dari hal tersebut, untuk menjawab rumusan masalah mengenai penggunaan bahasa prokem, wujud bahasa prokem, dan dampak bahasa

prokem yang digunakan mahasiswa PBSI USD Yogyakarta angkatan 2015

merusak atau memperkaya bahasa. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan observasi dalam mengambil data dari sumber data yang dijadikan sebagai sumber data penelitian.

(53)

Bagan Kerangka Berpikir Penggunaan Bahasa

Prokem Pada Mahasiswa

PBSI USD Yogyakarta Angkatan 2015 Kajian Sosiolinguistik Penggunaan Bahasa Prokem Bentuk Bahasa Prokem Fungsi Bahasa Prokem

(54)

39 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini peneliti memaparkan mengenai metode penelitian. Hal-hal yang berkaitan dengan metode-metode penelitian, yaitu (1) jenis penelitian, (2) sumber data dan data, (3) teknik pengumpulan data, (4) instrument penelitian, (5) teknik analisis dan data penelitian, dan (6) triangulasi.

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif diambil karena dalam penelitian ini berusaha menelaah fenomena sosial dalam suasana yang berlangsung secara wajar atau alamiah, bukan dalam kondisi terkendali atau laboratoris. Moleong (2005:3) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Data yang diperoleh berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka, jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi atau berbagai variabel.

(55)

3.2Sumber Data dan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah para mahasiswa yang sedang berkomunikasi dalam suasana santai. Data dalam penelitian ini berupa tuturan yang diduga menggunakan bahasa prokem.Menurut Lofland (dalam Arikunto, 2002:157) sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan, seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data adalah subjek di mana data dapat diperoleh (dalam Arikunto, 2002:106). Sumber data dapat berupa tempat, informan, kejadian, dokumen, situs, dan lain sebagainya.

3.3Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan satu teknik pengumpulan data, yaitu nontes. Adapun teknik pengumpulan data nontes yang digunakan peniliti, yaitu:

1) Teknik Menyimak dan Catat

Peneliti menggunakan teknik menyimak untuk menyimak bentuk dari bahasa prokem yang digunakan mahasiswa PBSI USD Yogyakarta angkatan 2015. Peneliti juga melengkapi teknik menyimak ini dengan teknik catat untuk mencatat bentuk bahasa prokem yang digunakan. 2) Teknik Observasi

Susan Stainback, 1988 (dalam Sugiyono, 2014) menyatakan “In participant observation, the researcher observes what people do,

listent to what they say, and participates in their activities” Dalam

(56)

mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka. Seperti telah dikemukakan bahwa observasi ini dapat digolongkan menjadi empat, yaitu partisipasi pasif, partisipasi moderat, observasi yang terus terang dan tersamar, dan observasi yang lengkap.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi yang lengkap. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya pemakaian bahasa yang menggunakan bahasa prokem dengan melalui observasi partisipasi lengkap. Peneliti sudah terlibat sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan sumber data, jadi suasananya sudah natural, peneliti tidak terlihat melakukan penelitian.

3.4Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono, 2014 mengatakan bahwa instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh penelitian kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa peneliti sendiri yang berbekal atau memiliki pengetahuan mengenai teori sosiolinguistik dan bahasa prokem. Di samping itu peneliti adalah mahasiswa PBSI yang juga memahami kebiasaan berbahasa mahasiswa PBSI angkatan 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh mahasiswa Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta memiliki

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh mahasiswa Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta memiliki skor

bahasa yang dipakai. Kesepadanan artinya hubungan timbal balik antara subjek dengan predikat, antara predikat dan objek, serta keterangan-keterangan yang menjelaskan

Konteks bahasa nonverbal adalah konteks situasional, yaitu interaksi pembelajaran di dalam kelas, penutur sedang memberikan penjelasan materi kepada mitra tutur.. Penutur adalah

Bagi Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2014 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Saran peneliti adalah agar mahasiswa penyusun skripsi angkatan 2014 tetap

Pertama, pengintegrasian pendidikan keanekaragaman suku dengan mata kuliah Bahasa Indonesia pada mahasiswa PGSD Universitas Sanata Dharma dari segi materi perkuliahan, sikap sosial,

3 fungsi register bahasa yang digunakan oleh masyarakat Kabupaten Lembata, Nusa tenggara Timur di media sosial facebook (a) fungsi variasi tulis yang digunakan

Dalam berkomunikasi, para pengguna jejaring sosial tersebut menggunakan variasi bahasa tertentu yang berbeda dengan bahasa sehari-hari karena bahasa yang digunakan