• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisia ketidakefektifan penggunaan kalimat pada abstrak skripsi mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma lulusan 2017 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisia ketidakefektifan penggunaan kalimat pada abstrak skripsi mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma lulusan 2017 - USD Repository"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS KETIDAKEFEKTIFAN PENGGUNAAN KALIMAT PADA ABSTRAK SKRIPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH UNIVERSITAS SANATA DHARMA

LULUSAN TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh

Emilinda Oktaviani Jehamin NIM: 141224077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk

 Tuhan Yang Maha Esa yang sudah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

 Kedua orang tua tercinta, Bapa Agustinus Jehamin dan Mama Matilde Heriberta Muina serta ketiga adik saya Reginardus Leven Jehamin, Fridolin Jesika Jehamin, Maryano Beatus Joho yang selalu memberikan dukungan dan Doa kepada saya.

(5)

v MOTTO

Dia Memberi Kekuatan kepada yang Lelah dan Menambah Semangat kepada yang Tidak Berdaya (Yesaya 3:16)

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 31 Januari 2019 Penulis

(7)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPERLUAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Emilinda Oktaviani Jehamin

Nomor Mahasiswa : 141224077

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS KETIDAKEFEKTIFAN PENGGUNAAN KALIMAT PADA ABSTRAK SKRIPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH UNIVERSITAS SANATA DHARMA

LULUSAN TAHUN 2017

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 31 Januari 2019 Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

Jehamin,Emilinda Oktaviani.2019. Analisis Ketidakefektifan Penggunaan Kalimat pada Abstrak Skripsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma Lulusan Tahun 2017.Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Penelitian ini mengkaji tentang penyimpangan-penyimpangan pengggunaan kalimat efektif pada abstrak skripsi mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma lulusan tahun 2017. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyimpangan penggunaan kalimat yang tidak efektif pada abstrak skripsi mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma lulusan tahun 2017.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah abstrak skripsi mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma lulusan tahun 2017. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca dan catat. Analisis data menggunakan teknik inventarisasi, teknik identifikasi, teknik klasifikasi, dan teknik paparan.

Hasil penelitian menunjukkan data yang dikumpulkan berjumlah 23 berupa kalimat-kalimat yang tidak efektif dalam skripsi mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma lulusan tahun 2017. Kalimat-kalimat tersebut meliputi tiga belas Kalimat-kalimat yang menyimpang dari prinsip Kalimat-kalimat efektif yaitu prinsip kehematan, lima kalimat yang menyimpang dari prinsip kalimat efektif yaitu prinsip kecermatan, dua kalimat yang menyimpang dari prinsip kesepadanan struktur, dan tiga kalimat yang menyimpang dari prinsip kelogisan makna.

Penyimpangan-penyimpakan tersebut karena, para mahasiswa belum memahami bagaimana penggunaan kalimat yang efektif dalam penulisan karya ilmiah. Selain itu, tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut tenang kalimat efektif cukup rendah

(9)

ix ABSTRACT

Jehamin, Emilinda Oktaviani. 2019. Analysis of the Ineffectiveness of Using Sentences in the Thesis Abstract of Students of History Education

Program Sanata Dharma University Graduates in 2017.Thesis.

Yogyakarta: Indonesia Language and Literature Education Study Program

This study examines errors is the use of the effective sentences in the thesis abstract of 2017 graduate student of Sanata Dharma university’s history education program. The purpose of this study is to describe ineffective sentences in the abstract of the year old sanata dharma university history education students 2017.

This type of research is qualitative research. The subject of this study is the abstract of the thesis of the student of the history education program of sanata dharma university in 2017. The instruments in the study are self research data collection. Techniques using note-talking, techniques and reading data analysis using, techniques of inventory identification, techniques for classification, techniques and exposure techniques.

The results of this study indicate 23 collected data in the form of sentence sentences that are ineffective in the student thesis of the history education program of Sanata Dharma university graduates in 2017. The sentences includes thirteen sentences that deviate from the principle of effective sentences, namely of the principle of truth five sentences deviating from the principle of effective sentences is the principle of accuracy of two sentences that deviates from the principle of comparability of structure and three sentences that deviate from the principle of logic of meaning

These deviations is because the students did not yet understand how to use effective sentences in writing scientific papers. In addition, the level of knowledge possessed by students about effective sentences is quite low.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan.

Selama penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang sudah memberikan banyak dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Rishe Purnama Dewi,S.Pd.,M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing yang sudah banyak memberikan dukungan, dan meluangkan waktunya dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, serta telah banyak membantu memberikan bimbingan, kritikan serta saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini

3. Bapak Danang Satria Nugraha, S.S,M.A., selaku trianggulator dan Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

(11)

xi

5. Orang tua tercinta Bapa Agus Jehamin dan mama Matilde Heriberta Muina yang telah memberikan segala fasilitas, dana, dukungan doa demi terselesaikannya skripsi ini.

6. Adik saya tercinta Reginaldus Leven Jehamin ,Fridolin Jesika Jehamin, Mariyano Beatus Joho yang selalu memberikan dukungan dan motivasi sehingga peneliti menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

7. Sahabat saya (Margareta Novera, Maria Yosefina Elsi Jehaduk, Natalia Kadus, Emili Defialar Paskalin Luntar, Klementini Pleumatis Rana, Maria Eudoksia Suryani Din ) yang sudah membantu, memberikan dukungan dan doa untuk kelancaran skripsi ini.

8. Teman-teman Pendidikan PBSI, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, bantuan, dan menyumbangkan saran demi kelancaran skripsi ini.

(12)

xii

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.

Penulis

(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

Bab I Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian. ... 5

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 5

1.4.2 Manfaat Praktis ... 5

1.5 Batasan Istilah ... 6

1.6 Sistematika Penulisan ... 6

Bab II Landasan Teori ... 8

2.1 Penelitian yang Relevan ... 8

2.2 Kajian Teori ... 9

2.2.1 Ragam Bahasa ... 9

2.2.2 Ragam Bahasa Ilmiah ... 11

2.2.3 Kalimat..………12

(14)

xiv

2.2.5 Kalimat Efektif ... 17

2.2.6 Pinsip-prinsip Kalimat Efektif ... 18

2.2.7 Faktor Penyebab Ketidakefektifan Kalimat ... 42

2.2.7.1 Kontaminasi atau Kerancuan ... 43

2.2.7.2 Pleonasme ... 48

2.2.7.3 Ambiguitas ... 51

2.2.7.4 Ketidakjelasan Unsur Inti Kalimat ... 51

2.2.7.5 Kemubaziran Preposisi dan Kata ... 53

Bab III Metodologi Penelitian ... 64

3.1 Jenis Penelitian ... 64

3.2 Sumber dan Data Penelitian. ... 65

3.3 Instrument Penelitian ... 65

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 66

3.5 Teknik Analisis Data ... 67

3.6 Triangulasi ... 68

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 70

4.1 Deskripsi Data ... 70

4.2 Hasil Analisis Data dan Pembahasan ... 71

(15)

xv

4.2.1.1 Ketidakjelasan Predikat ... 72

4.2.1.2 Penggunaan Konjungsi Kurang Tepat ... 73

4.2.2 Kecermatan ... 74

4.2.2.1 Kesalahan Penulisan Ejaan ... 75

4.2.2.2 Penggunaan Tanda Baca ... 78

4.2.3 Kehematan... 80

4.2.4 Kelogisan Makna ... 83

Bab V Penutup ... 86

5.1 Kesimpulan ... 86

5.2 Saran……….. ... 87

Daftar Pustaka……….. ... 89

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Masing-masing mempunyai makna yaitu, hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dan objek atau konsep yang diwakili kumpulan kata atau kosakata (Mulyati, 2016: 2). Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem yaitu, seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya (Widjono, 2007:14-15).

Manusia membutuhkan bahasa sebagai media untuk berkomunikasi. Bahasa Indonesia adalah alat komunikasi paling penting untuk mempersatukan seluruh masyarakat Indonesia sehingga, dalam berkomunikasi penutur dan lawan tutur harus jelas dalam menyampaikan isi informasi, sehingga informasi yang disampaikan dapat dipahami. Oleh karena itu, perlu mengetahui bagaimana menggunakan kalimat yang benar dan baik dalam komunikasi verbal dan tulis. Dalam menggunakan komunikasi yang bersifat tulis, penggunaan kalimat yang efektif mutlak harus dipahami, salah satunya adalah penggunaan kalimat pada karya ilmiah.

(17)

ilmiah dan akademis. Oleh karena itu, bahasa Indonesia masuk ke dalam kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian mahasiswa yang kelak sebagai insan terpelajar akan terjun ke dalam kancah kehidupan berbangasa dan bernegara. Hal ini karena, mahasiswa diharapkan kelak dapat menyebar pemikiran dan ilmunya, mereka diberi kesempatan melahirkan karya tulis ilmiah dalam berbagai bentuk, dan menyajikannya dalam forum ilmiah.

Tujuan pembelajaran menulis karya ilmiah bagi seorang mahasiswa adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis, bernalar, kepentingan emosional, serta meningkatkan kepekaan dan kemauan mahasiswa untuk memahami dan meminati karya ilmiah. Karya ilmih juga sebagai tugas dan syarat seorang mahasiswa untuk memperoleh gelar sarjana yaitu dalam bentuk skripsi.

(18)

sehingga pembaca dapat memahami informasi yang disampaikan penulis melalui tulisannya.

Pada kenyataannya, masih banyak mahasiswa yang belum mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Hal ini dibuktikan dengan adanya penggunaan bahasa Indonesia yang tidak tepat dalam penulisan abstrak skripsi mahasiswa, contohnya penggunaan kata bertujuan untuk yang memiliki makna yang sama. Dalam penyusunan karya ilmiah terutama skripsi, masih banyak mahasiswa yang belum mampu menggunakan kalimat yang efektif, sehingga informasi yang disampaikan kurang dimengerti atau dipahami oleh pembaca. Kesalahan-kesalahan penyusunan kalimat dalam skripsi menunjukan bahwa bahasa Indonesia terkadang tidak digunakan dengan baik dan benar.

(19)

Abstrak Skripsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma Lulusan 2017.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah yaitu.

1. Apa sajakah wujud kebahasaan yang menyimpang prinsip-prinsip kalimat efektif dalam abstrak skripsi mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah lulusan tahun 2017 Universitas Sanata Dharma? 2. Jenis penyimpangan apa saja yang terdapat pada abstrak skripsi

mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma lulusan tahun 2017?

3. Apa sajakah faktor-faktor penyebab ketidakefektifan sebuah kalimat?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah.

1. Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan apa saja yang terdapat dalam abstrak skripsi mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma lulusan tahun 2017.

2. Untuk mengetahui jenis penyimpangan apa saja yang terdapat dalam abstrak skripsi mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma lulusan tahun 2017.

(20)

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan diadakan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai kalimat efektif dalam skripsi mahasiswa.

2. Penelitian ini juga bermanfaat untuk memberikan penjelasan secara teoretis yang berkaitan dengan masalah penelitian. Teori-teori tersebut dijadikan sebagai landasan atau titik acuan bagi penjelasan masalah penelitian, sehingga sangat perlulah penjelasan teori-teori tersebut untuk menambah pengetahuan dan pemahaman pembaca tentang kalimat efektif.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Bagi program studi pendidikan Bahasa Indonesia

Peneliti diharapkan dapat menambah informasi mengenai penggunaan kalimat efektif dalam karya ilmiah khususnya skripsi.

2. Bagi program studi pendidikan sejarah

Peneriti diharapkan dapat memberi informasi mengenai penggunaan kalimat efektif dalam penulisan skripsi.

3. Bagi peneliti sendiri

(21)

1.5 Batasan Istilah

1. Kalimat

Kalimat adalah bagian terkecil suatu ujaran yang dapat mengungkapkan pikiran atau gagasan dan dapat berdiri sendiri.

2. Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang jelas, padat, yang dapat mengungkapkan gagasan penutur dan minimal memiliki subjek dan predikat.

3. Abstrak Skripsi

Abstrak merupakan uraian atau ikhtisar singkat, namun lengkap dari karya tulis ilmiah yang memuat permasalahan, tujuan, metode penelitian, hasil, dan kesimpulan. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan akan mempermudah dan mengarahkan hasil

penelitian agar tidak menyimpang dari pembahasan yang akan diteliti. Sistematika menjadikan penulisan hasil penelitian menjadi lebih terarah, jelas, mendetail, dan sistematis. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini tersusun atas lima bab. Kelima bab itu adalah sebagai berikut.

(22)

yakni melalui pendekatan pragmatik. Kerangka berpikir berisi cara kerja yang dilakukan oleh penulis untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Bab ketiga adalah metode penelitian. Bab ini terdiri atas jenis penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis data. Bab keempat adalah analisis data. Bab ini menjabarkan analisis terhadap data-data yang menjadi objek penelitian berdasarkan data yang tersedia.

(23)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian yang Relevan

Dari berbagai tulisan yang sudah peneliti telusuri, peneliti menemukan penelitian yang relevan yaitu penelitian Dewi Susanti berjudul Penggunaan Kalimat Efektif dalam Karangan Argumentasi pada Siswa Kelas X-IPA 1 SMA Cyber Media Tahun Pelajaran 2010\2011. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian dari Dewi Susanti adalah objek penelitian. Pada penelitian Dewi Susanti objeknya adalah karangan argumentasi, sedangkan pada penelitian ini objeknya adalah abstrak skripsi mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma lulusan tahun 2017. Dalam penelitian Dewi Susanti, lebih menegaskan pada penggunaan kalimat efektif dalam karangan argumentasi, sementara pada penelitian saya lebih menganalisis kesalahan penggunaan kalimat efektif dalam abstrak skripsi mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma lulusan tahun 2017.

Penelitian yang relevan yang kedua adalah penelitian dari Rini Setianingrum yang berjudul Penggunaan Kalimat Efektif dalam Karangan Argumentasi ”Pemilihan Anggota Legislatif dari Kalangan Selebritas” Siswa Kelas X SMK

(24)

Dari dua penelitian yang relevan di atas, yang menjadi persamaan adalah kedua penelitian tersebut dan penelitian ini sama-sama menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sementara itu, yang menjadi perbedaan mendasarnya adalah objek penelitian yakni kedua penelitian tersebut menggunakan karangan argumentasi sementara, pada penelitian ini objeknya adalah abstrak skripsi mahasiswa program studi pendidikan sejarah lulusan tahun 2017.

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Ragam bahasa

Bahasa Indonesia memiliki ragam bahasa yang tidak sedikit jumlahnya. Perkembangan pemakaian bahasa Indonesia dalam pemakaian kontenporer seperti yang terjadi sekarang ini sepertinya justru semakin memperjelas bahwa bahasa Indonesia ternyata bermanifestasi dalam rupa-rupa bentuk kesalahan. Sudah menjadi kodratnya bahwa, sebuah bahasa termasuk bahasa Indonesia yang digunakan oleh berbagai etnis (suku bangsa) yang berbeda serta digunakan secara luas untuk berbagai keperluan dan kegiatan, sehingga bahasa Indonesia menjadi banyak ragamnya.

(25)

Ragam bahasa terdiri dari ragam bahasa ilmiah dan ragam bahasa non ilmiah (Nugraheni 2017:7).

Menurut Ramlan (2008: 4), ragam bahasa dibagi menjadi ragam bahasa percakapan, ragam bahasa tulis, ragam bahasa kedaerahan, ragam bahasa santai, ragam bahasa lawak, ragam bahasa sastra, ragam bahasa resmi, dan ragam bahasa ilmu. Ragam bahasa percakapan ialah bahasa Indonesia yang digunakan dalam percakapan, baik percakapan di lingkungan keluarga, lingkungan jual beli di pasar, lingkungan pekerjaan, dan sebagainya. Ragam bahasa tulis adalah pembicara (dalam hal ini penulis) dan kawan bicara (dalam hal ini pembaca) tidak bersemuka, tidak berada dalam situasi. Ragam bahasa kedaerahan adalah dimana bahasa daerah itu lebih dahulu dipelajari dan dikuasai dari pada bahasa Indonesia. Itu sebabnya, penduduk Indonesia pada umumnya termasuk dwibahasawan dalam arti, mereka menggunakan dua bahasa yaitu bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Ragam bahasa santai adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi santai dan bertujuan menimbulkan suasana santai.

(26)

Kridalaksana (1984:165 dalam Nasucha, dkk, 2009:12), mengemukakan bahwa, ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya yang dibedakan menurut topik, hubungan pelaku, dan medium pembicaraan. Jadi, ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang timbul menurut situasi dan fungsi yang memungkinkan adanya variasi tersebut.

Dari pemaparan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ragam bahasa adalah varian bahasa yang digunakan dalam situasi tertentu. Ragam bahasa terdiri atas banyak jenisnya dan digunakan sesuai dengan situasi tertentu. Di Indonesia ragam bahasa atau varian bahasa memiliki jumlah yang tidak sedikit diantaranya ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa lawak, ragam bahasa sastra, ragam bahasa santai, ragam bahasa resmi, yang digunakan sesuai situasi dan fungsi secara luas untuk berbagai keperluan dan kegiatan.

2.2.2 Ragam Bahasa Ilmiah

(27)

Menurut Nugraheni (2017:11), bahasa ilmiah merupakan ragam bahasa yang disusun dengan menggunakan ejaan bahasa Indonesia dan digunakan untuk kepentingan ilmiah. Bahasa yang digunakan dalam bahasa ilmiah adalah bahasa pasif, yaitu bahasa yang mengungkapkan bahwa penulis hanya berperan sebagai media penyampai maksud dan bukan sebagai pelaku. Menurut Widjono (2007:26), ragam bahasa ilmiah adalah verba yang efektif, efesien, baik, dan benar. Ragam bahasa ilmiah lazim digunakan untuk mengkomunikasikan proses kegiatan dan hasil penalaran ilmiah.

Dari beberapa pengertian yang dipaparkan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ragam bahasa ilmiah adalah ragam bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah, disusun menggunakan ejaan bahasa Indonesia dan sering digunakan dalam melaporkan kegiatan atau mengkomunikasikan kegiatan ilmiah. Dalam dunia pendidikan biasanya ragam bahasa ilimiah digunakan dalam penulisan skripsi, tesis dan disertasi. Ragam bahasa ilmiah juga digunakan untuk melaporkan suatu hasil penelitian.

2.2.3 Kalimat

(28)

Jika disampaikan secara tertulis diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik berupa kalimat bertita, tanda tanya berupa kalimat tanya, tanda seru berupa kalimat perintah. Jika disampaikan secara lisan ditandai dengan intonasi tinggi dan rendahnya suara, dan ekspresi (Santoso dan Muhamad, 2016: 89).

Menurut Bahtiar dan Fatimah ( 2014:53), kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran utuh secara ketatabahasaan. Kalimat ialah bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang berdiri sendiri dan yang menyatakan makna lengkap. Dalam bahasa tulis biasanya diawali dengan huruf besar (kapital) dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru. Dalam bahasa lisan, kalimat dituturkan dengan pola lagu kalimat atau intonasi tertentu. Menurut Nungraheni (2017:80), kalimat adalah satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap.

(29)

2.2.4 Unsur-unsur Kalimat

Ibarat sebuah bangunan rumah yang terdiri dari sejumlah komponen dan unsur yang membanggn atau membentuk rumah itu, sosok kalimat juga dapat hadir karena terbangun dari unsur-unsur pembangun kalimat itu. Tanpa unsur pembangun yang jelas sebuah kalimat tidak dapat terwujud dengan benar dan baik. Berikut ini dipaparkan satu per satu unsur-unsur pembentuk kalimat yang dirujuk dari teori Rahardi (2010:77).

2.2.4.1 Subjek

(30)

Pada kalimat di atas Ranu subjek, menyiram predikat, tanaman objek. Subjek pada kalimat tersebut berbentu nomina. Jika dinegasikan kalimat tersebut menjadi tanaman sedang disiram Ranu. Yang dikenai perbuatan adalah tanaman. Tanaman subjek, disiram predikat, ranu objek.

2.2.4.2 Predikat

Predikat memiliki karakter yang sama dengan subjek. Akan tetapi, kejatian sebuah subjek menjadi jelas juga karena ada subjek kalimat. Cara paling mudah untuk mengidentifikasi predikat kalimat adalah dengan menggunakan formula pertanyaan bagaimana atau mengapa atau predikat kalimat yang berupa kata kerja dan sifat dapat dinegasikan dengan kata tidak. Akan tetapi, jika predikat kalimat itu nomina atau kalimat benda, penegasian itu dilakukan dengan menggunakan bukan. Contohnya Ibu tidak memasak nasi. ibu subjek, memasak predikat, nasi objek. Predikat biasanya dinegasikan dengan kata tidak. Apabila predikat berbentuk nomina, maka menggunakan negasi bukan. Contohnya Bandung bukan ibu kota provinsi Jawa Barat. Bandung subjek, ibu kota provinsi predikat, Jawa Barat objek. Kalimat di atas dinegasikan dengan kata bukan karena menggunakan subjek berbentuk nomina.

2.2.4.3 Objek

(31)

adalah bahwa bentuk kebahasaan itu selalu terletak langsung di belakan predikat kalimat. Ciri selanjutya dari objek kalimat adalah bentuk kebahasaan itu menjadi sumber di dalam kalimat pasif. Contohnya Saya makan sebuah apel. Saya subjek, makan predikat, sebuah apel objek. Subjek pada kalimat tersebut berbentuk verba dan menggunakan kata kerja transitif yaitu kata kerja yang diikuti oleh objek. 2.2.4.4 Pelengkap

Pelengkap merupakan salah satu unsur yang penting dalam sebuah struktur kalimat. Pelengkap tidak sama dengan objek kalimat. Dalam kalimat pasif, pelengkap tidak dapat menempati fungsi subjek. Pada posisi yang sama, objek dapat menempatinya. Contohnya Adik diberikan sepatu baru oleh ibu. Adik subjek, diberikan predikat, sepatu baru objek, oleh ibu pelengkap. Jika dipasifkan, pelengkap tidak bisa menduduki sebagai subjek. Contohnya Sepatu baru akan dibelikan adik oleh ibu. Sepatu baru subjek, akan dibelikan predikat, adik objek , oleh ibu pelengkap.

2.2.4.5 Keterangan

(32)

2.2.5 Kalimat efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat menyampaikan pesan kepada pembaca persis seperti yang ingin disampaikan penulis (Chaer, 2011:63). Menurut Arifin dan Zunaiyah (2009:74), kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis kalimat. Menurut Santoso dan Muhamad (2016:99), kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan penutur/penulis secara tepat, sehingga dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula.

(33)

dan pembaca atau pembicara tidak akan menghadapi keraguan, salah komunikasi, salah informasi, atau salah pengertian.

Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis. Kalimat efektif minimal terdiri atas S+P yang disusun hendaknya memiliki kelengkapan struktur (Ngalimun, dkk, 2013: 47-48). Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakaian secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula. Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat memenuhi kriteria kejalasan, sesuai dengan kaidah, dan enak dibaca (Bahtiar dan Fatimah, 2014: 57). Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki satu gagasan pokok dan mampu memunculkan gagasan kepada pembaca atau pendengar sesuai yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis dengan jelas, tepat, padat, dan minimal memiliki subjek dan predikat.

2.2.6 Pinsip-prinsip Kalimat Efekif

(34)

a. Ide Pokok Pada Induk Kalimat

Ide pokok (atau gagasan pokok, pikiran pokok) harus ditempatkan pada induk kalimat, bukan pada anak kalimat. Anak kalimat biasanya hanya memberikan keterangan waktu (keterangan sebab, atau keterangan lainnya). Perhatikan kalimat berikut ini.

1. Jaksa ditangkap petugas KPK ketika sedang menerima uang suap dari pengecara terdakwa.

2. Jaksa itu sedang menerima uang suap dari pengecara terdakwa ketika ditangkap petugas KPK.

Ide pokok pada kalimat (1) adalah “jaksa itu ditangkap petugas KPK”, yang berada pada induk kalimat atau klausa utama,“ketika sedang

menerima uang suap dari pengecara terdakwa” adalah anak kalimat atau

klausa dari bawahnya. Sebaliknya, ide pokok pada kalimat (2) adalah”

jaksa itu sedang menerima uang suap dari pengecara terdakwa”, yang

berada pada induk kalimat atau klausa utamanya. “ketika ditangkap

petugas KPK” adalah anak kalimat atau klausa bawahnya.

b. Tanpa Penumpukan Ide (Pikiran)

(35)

yang belum lama ini secara berutal menyerang dari udara dan laut rombongan aktifis kemanusiaan Fredom Flotilla dari 50 negara, yang menggunakan kapal Mavia Marmar di perairan internasional, sehingga menyebabkan sejumlah aktifis dan jurnalis menjadi korban kebiadaban mereka.

Kalimat di atas sukar atau agak sukar dipahami karena di dalam banyak sekali terdapat ide atau pokok pikiran. Untuk memudahkan memahami kalimat di atas sudah seharusnya kalimat tersebut dipenggal menjadi beberapa kalimat yang lebih singkat. Umpamanya kalimat di atas dengan sedikit memodifikasi dapat dipenggal menjadi empat buah kalimat yaitu sebagaimana diwartakan dalam situasi Isykarima. Com, aksi apel siaga yang diikuti oleh berbagai elemen ini bertujuan menyatuhkan visi ormas Islam, meningkatkan semangat perjuangan yang kini kian memudar. Disamping itu juga, untuk menyatuhkan kaum muslimah untuk melawan The Real Terrorist in this World, yaitu Israel. Seperti kita ketahui, Israel belum lama ini secara berutal menyerang dari laut dan udara rombongan aktifis kemanusian Fredom Flotilla dari 50 negara yang menggunakan kapal Mavi Marmara di perairan internasional. Akibat serangan itu, sejumlah aktifis dan jurnalis menjadi korban kebiadaban mereka.

c. Bentuk yang Sejajar (paralel)

(36)

maka ide lain yang sederajat juga harus dinyatakan dengan kata kerja bentuk me- atau bentuk di-. Kesejajaran dapat memberi kejelasan kalimat secara keseluruhan. Simak contoh berikut “Mula-mula para buruh wanita memetik daun teh itu, lalu dibawa dan menyetorkannya ke pabrik, kemudian daun-daun teh itu dikeringkan dengan menjemurnya, dan selanjutnya ialah diolah menjadi daun teh yang siap

dipakai”.

Kesejajaran pada kalimat di atas tidak ada karena ide gagasan yang sederajat ada yang dinyatakan dengan kata kerja berawalan me-, yaitu kata memetik, menyetor, dan menjemur. Akan tetapi, ada pula dengan kata kerja berawalan di-, yaitu dibawa, dikeringkan, dan diolah. Kalimat itu akan menjadi efektif dan mudah dipahami kalau semua ide (gagasan) itu dinyatakan dengan kata kerja berawalan di-. Tentu saja dengan sedikit modifikasi. Simak kalimat berikut dengan hasil refisi “Mula-mula daun teh itu dipetik oleh para buruh wanita lalu, dibawa dan disetorkan ke pabrik kemudian, daun teh itu dikeringkan dengan dijemur selanjutnya, diolah menjadi daun teh yang siap dipakai

d. Penekanan atau Penegasan

Setiap kalimat berisi ide (gagasan) pokok. Lalu inti dari ide itu ingin ditekankan atau ditonjokan. Penekanan atau penegasan dalam tulisan dapat dilakukan dengan cara antara lain sebagai berikut ini.

(37)

a) Pakar itu berpendapat, salah satu indikator yang menunjukan tidak efesiennya. Pertamina adalah rasio yang masih timpang antara jumlah pegawai pertamina dengan produktif minyak.

b) Salah satu indikator yang menunjukan tidak efesiennya pertamina, menurut pendapat pakar iti adalah rasio yang masih timpang antara jumlah pegawai pertamina dengan produksi minyak.

Pada kalimat (a) dan (b) di atas, sesungguhnya mempunyai informasi yang sama, yaitu tentang tidak efesien perusahan Negara yang bernama Pertamina. Namun, ide atau gagasan yang dipentinkan, ditekankan atau ditonjolkan tidak sama. Pada kalimat (a) yang dipentingkan adalah yang menyatakan pendapat itu, yaitu pakar itu. Pada kalimat (b) yang dipentingkan adalah salah satu indikator yang membuat ketimpangan itu. 2. Penekanan atau penegasan untuk mencapai kalimat yang efektif dapat pula

dilakukan dengan membuat urutan yang logis. Maksudnya, membuat urutan ide atau gagasan yang makin lama makin penting. Jadi, ide atau gagasan yang penting dapat pada bagian terakhir. Simak contoh berikut ini.

a) Telekomunikasi cepat vital untuk mempersatukan keamanan, mobilitas, dan pembangunan.

b) Telekomunikasi cepat vital untuk keamanan mobilitas, pembangunan, dan persatuan.

(38)

3. Penegasan kalimat yang dapat dilakukan dengan mengulangi kata atau frase yang dianggap penting. Simak contoh berikut ini.

a) Pembangunan dilihat sebagai proses yang rumit dan mempunyai banyak dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi politik, dimensi sosial, dan dimensi budaya.

b) Inilah yang disebut arus pembangunan yang satu harus dapat membangkitkan arus-arus pembangunan yang lain, dan arus-arus itu lebih baik terarah jika ada koordinasi, ada pengarahan yang jelas. Selain keempat prinsip di atas, Rahardi (2010:93) membagi tujuh prinsip kalimat efektif yang dijadikan pedoman yaitu prinsip kesepadanan bentuk atau kesepadanan struktur, keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan, kecermatan, kelogisan, dan kepaduan makna. Prinsip-prinsip tersebut akan dipaparkan sebagai berikut ini.

a. Kesepadanan Bentuk atau Kesepadanan Struktur

Adapun yang dimaksud dengan prinsip kesepadanan struktur adalah adanya keseimbangan antar ide atau pikiran yang dimiliki oleh seseorang dengan bentuk kalimat atau struktur kalimat yang digunakan. Prinsip kesepadanan struktur diantaranya terlihat dari.

1. Adanya kejelasan subjek 2. Tidak adanya subjek ganda

3. Tidak adanya kesalahan dalam pemanfataan konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat

(39)

Kejelasan subjek dapat dijamin dari tidak ditempatkannya preposisi atau kata depan di depan subjek kalimat. Kejelasan predikat dijamin tidak adanya „yang‟ di depan predikat. Subjek ganda lazimnya terjadi karena orang tidak benar-benar paham dengan esensi dan fungsi subjek dalam kalimat. Kesalahan penempatan konjungsi lazimnya juga disebab tidak pahamnya seseorang akan hakikat konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat dalam sebuah kalimat majemuk.

b. Keparalelan Bentuk

Keparalelan bentuk adalah kesejajaran antara kesamaan bentuk atau jenis kata yang digunakan di dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama dalam kontruksi beruntun menggunakan verba, bentuk yang kedua dan ketiga juga harus menggunakan verba. Demikian juga kalau bentuk yang pertama menggunakan ajektiva, maka bentuk yang kedua dan seterusnya juga harus menggunakan ajektiva.

c. Ketegasan Makna

Ketegasan makna yaitu bahwa perlakuan penonjolan pada gagasan pokok kalimat tersebut. Dengan kata lain, gagasan yang hendak ditonjolkan itu harus diletakan pada posisi depan pada sebuah kalimat.

d. Kehematan

(40)

e. Kecermatan

Kecermatan adalah kehati-hatian dalam menyusun kalimat dan bentuk-bentuk

kebahasaan yang, lain sehingga hasilnya tidak akan menimbulkan tafsiran ganda. Kecermatan dapat berupa penggunaan tanda baca yang tepat dan penulisan ejaan yang benar.

f. Kepaduan

Kalimat efektif dalam bahasa Indonesia juga harus memiliki ciri kepaduan

makna. Adapun yang dimaksud dengan „padu‟ adalah „bersatu‟. Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa bentuk kebahasaan yang „padu‟ adalah bentuk kebahasaan yang tidak terpecah-pecah atau bentuk kebahasaan yang bersatu makna.

g. Kelogisan Makna

Kelogisan makna sangat berkaitan dengan nalar, sehingga dapat dikatakan

(41)

Selain kedua ahli di atas, Bahtiar, dan Fatimah (2014: 59-64) mengatakan kalimat yang dikatakan efektif jika memenuhi prinsip-prinsip yaitu prinsip kepaduan, keparalelan, ketegasan, kehematan, kecermatan, kepaduan, dan kelogisan.

a. Kesepadanan

Kesepadanan adalah keseimbangan antara pikiran gagasan dan struktur

bahasa yang dipakai. Kesepadanan artinya hubungan timbal balik antara subjek dengan predikat, antara predikat dan objek, serta keterangan-keterangan yang menjelaskan unsur-unsur kalimat. Setiap kalimat yang baik harus jelas memperhatikan kesatuan gagasan. Kesatuan gagasan berarti kalimat tersebut harus utuh dan mempunyai satu ide pokok. Jika kalimat itu utuh dan terdapat satu ide pokok, maka kalimat tersebut telah memenuhi ciri sebagai kalimat yang memiliki kesepadanan dan kesatuan gagasan. Kesepadanan mempunyai beberapa ciri sebagai berikut ini.

1. Kalimat itu mempunyai subjek dan predikat yang jelas.

Kejelasan suatu subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata di, dalam, bagi, untuk, pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan subjek. Contohnya sebagai berikut.

a) Bagi semua siswa sekolah harus membayar iuran bulanan. ( salah) b) Semua siswa sekolah ini harus membayar iuran bulana. ( Benar)

(42)

Tidak terdapat subjek yang ganda. Contohnya sebagai berikut ini. 1. Penyusunan laporan itu saya kurang jelas.

2. Soal itu saya kurang jelas.

2. Kata penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal. Contohnya sebagai berikut ini.

a) Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama.

b) Kakaknya membeli sepeda motor Yamaha. Sedangkan dia membeli sepeda motor Honda.

Pada kalimat di atas, penggunaan konjungsi sedangkan dan sehingga tidak benar. Konjungsi sedangkan dan sehingga adalah konjungsi antarkalimat bukan konjungsi intrakalimat. Jadi, penggunaan konjungsi antarkalimat di awal kalimat sangat tidak tepat.

Perbaikan kalimat-kalimat ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, ubahlah kalimat itu dengan kalimat majemuk dan kedua, gantilah ungkapan penghubung intrakalimat menjadi ungkapan penghubung antarkalimat, sebagai berikut ini.

(43)

3. Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang.

Penggunaan kata yang mendahului predikat menimbulkan perluasan subjek, sehingga kalimat tersebut tidak efektif.

a) Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. b) Sekolah kami di depan bioskop Gunting

b. Keparalelan

Keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat itu. Keparalelan atau kesejajaran bertalian dengan hubungan antara unsur-unsur kalimat, misalnya antara kata dengan kata, frasa dengan frasa dalam sebuah kalimat. Hubungan tersebut harus jelas dan logis. Kesejajaran membantu kesejajaran dalam unsur gramatikal dengan mempertahankan bagian-bagian yang sederajat dalam konstruksi yang sama. Struktur gramatikal yang baik bukan merupakan tujuan dalam komunikasi. Namun, sekedar merupakan suatu alat untuk merangkaikan sebuah pikiran atau maksud dengan sejelas-jelasnya. Contohnya sebagai berikut ini.

1. Harga minyak dibekukan atau dinaikan secara luwes.

Kalimat di atas tidak mempunyai kesejajaran karena dua bentuk kata yang mewakili predikat terjadi dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan dan kenaikan. Kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan kedua bentuk itu Harga minyak dibekukan atau dinaikan secara luwes.

(44)

kata yang menduduki predikat tidak sama bentuknya, yaitu kata, pengecatan, memasang, pengujian, dan pengaturan. Kalimat itu akan baku kalau diubah menjadi predikat yang nominal, sebagai berikut. Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan tembok, pemasangan penerang, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang.

c. Ketegasan

Ketegasan ialah suatu perlakuan penonjolan pada ide pokok kalimat. Inti pikiran yang terkandung dalam tiap kalimat (gagasan utama) haruslah dibedakan dari sebuah kata yang dipentingkan. Kata yang penting harus mendapatkan tekanan atau harus lebih ditonjolkan dari unsur-unsur yang lain. Penekanan juga dapat dimunculkan dari bagian yang terpenting dalam kalimat dengan menempatkan bagian tersebut pada awal atau akhir kalimat. Ada beberapa contoh untuk membentuk penekanan dalam kalimat sebagai berikut ini.

1. Meletakan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat) Contohnya Presiden mengharapkan, agar rakyat membangun bangsa dan Negara ini dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Penekananya pada kalimat tersebut ialah Presiden mengharapkan.

2. Membuat urutan kata yang bertahap. Contohnya berikut ini.

(45)

3. Melakukan pengulangan kata (repetisi). Contohnya berikut ini.

Saya suka budi pekerti mereka, saya suka akan sikap mereka. Pengulangan pada kalimat tersebut adalah saya suka.

4. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan. Contohnya Anak itu tidak bodoh dan malas, tetapi pintar dan rajin. Pertentangan pada kalimat tersebut adalah bodoh dan malas bertentangan dengan pintar dan rajin.

5. Mempergunakan partikel penekanan (penegasan). Contohnya berikut ini. Saudaralah yang harus bertanggung jawa. Pada kalimat tersebut terdapat penggunaan partikel lah pada kata saudaralah, sehingga penekanan pada kalimat tersebut adalah saudaralah.

d. Kehematan

Kehematan di sini artinya tidak selalu yang hemat kata-kata, yang pendek bentuknya, pasti bersifat efektif. Kehematan dalam kalimat efektif adalah hemat menggunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu. Kalimat efektif harus memperhatikan kehematan kata yang digunakan, sehingga tidak ada kata yang mubazir atau tidak terpakai. Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut ini.

(46)

2. Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan pemakaian superordinate pada hiponim kata. Contohnya Pada hari kamis tanggal 25 Januari 2007 Direktur PT Renata Kanaratih Jaya yang berbendera warna merah kuning, dan hijau meresmikan berdirinya perusahaan yang memproduksi lampu neon. Semua orang mengetahui bahwa kamis adalah nama hari jadi, tidak perlu kita tulis hari. Begitu pula pada ungkapan 25 Januari 2007 dan merah, kuning, dan hijau, lampu neon. Jadi, sebelum kata-kata tersebut, tidak perlu didahului kata tanggal, warna, dan lampu. Pada kamis, 25 januari 2007, Direktur PT.Pelangi Renata Kanaratih Jaya, yang berbendera merah, kuning, dan hijau, meresmikan berdirinya perusahaan yang memproduksi neon.

3. Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.

Kata naik bersinonim dengan ke atas Kata turun bersinonim dengan ke bawah Kata hanya bersinonim dengan kata saja Kata sejak bersinonim dengan kata dari Contohnya

a. Dia hanya membawa badannya saja. b. Sejak dari pagi ia termenung.

(47)

4. Penghematan dapat dilakukan dengan cara tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak. Misalnya

Bentuk Tidak Baku Bentuk Baku Para tamu-tamu Para tamu Beberapa orang-orang beberapa orang Para hadirin Hadirin

e. Kecermatan

Prinsip kecermatan berarti cermat dengan tepat menggunakan diksi. Kecermatan sangat diperlukan dalam membuat suatu kalima dengan cara menyusun kalimat dengan penuh kehati-hatian, sehingga hasilnya tidak akan menimbulkan tafsiran ganda. Contohnya berikut ini.

1. Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah. Kalimat tersebut memiliki makna ganda, yaitu siapa yang terkenal mahasiswa atau perguruan tinggi.

2. Yang diceritakan menceritakan tentang putra-putri raja, para hulubalang, dan para menteri. Kalimat tersebut terdapat pemilihan dua kata yang bertentangan, yaitu diceritakan dan menceritakan. Kalimat itu dapat diubah menjadi yang diceritakan ialah putra-putri raja, para hulubalang, dan para menteri.

f. Kepaduan

(48)

jelas sekali akan sangat berpengaruh terhadap makna atau maksud sebuah kalimat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kalimat efektif itu salah satunya harus memenuhi kepaduan bentuk dan kepaduan makna. Sebuah kalimat akan dikatakan padu apabila tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris.

Kalimat yang bertele-tele biasanya sama sekali tidak dapat digunakan untuk menyampaikan gagasan atau ide yang tepat, padat, pendek, dan akurat. Misalnya,

kalau dengan kata “rapat” saja cukup jelas, kenapa harus dibuat bentuk “menyelengarakan rapat” atau “mengadakan rapat”. Demikian pula kalau dengan

bentuk “menembak”, kenapa harus diungkapkan dengan bentuk “melemparkan peluru”.

g. Kelogisan

Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. Kelogisan kalimat adalah kemampuan sebuah kalimat untuk menyatakan sesuatu sesuai dengan logika. Kelogisan kalimat berhubungan dengan penalaran. Kalimat yang logis berarti kalimat yang nalar. Contoh berikut ini.

1. Waktu dan tempat kami persilahkan

2. Untuk mempersingkat waktu kita teruskan saja

3. Taufik hidayat meraih juara pertama Indonesia Terbuka

Kalimat di atas tidak logis (tidak masuk akal). Supaya menjadi kalimat yang logis, kalimat tersebut diperbaiki sebagai berikut.

(49)

b. Untuk menghemat waktu, kita teruskan saja acara ini

c. Taufik Hidayat meraih gelar juara pertama Indonesia Terbuka.

Adapun menurut Ngalimun, dkk, (2013: 48), sebuah kalimat dikatakan tidak efektif apabila memenuhi prinsip-prinsip yaitu pengunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat, penggunaan kata berlebihan yang menganggu struktur kalimat, kalimat tak selesai, penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang tidak baku, penggunaan kata daripada yang tidak tepat, pemilihan kata yang tidak tepat, kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti, pengulangan kata yang tidak perlu, dan kata “kalau” yang dipakai secara salah. Berikut ini akan dipaparkan satu per satu.

a. Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat

Penggunaan dua kata yang memiliki makna atau arti yang sama menimbulkan ketidakefektifan sebuah kalimat. Jika memiliki dua kata yang maknanya sama digunakan secara bersamaan, ada baiknya kata tersebut digunakan salah satunya saja. Contohnya berikut ini.

1. Sejak dari usia delapan tahun ia telah ditinggal ayahnya (tidak efektif). Sejak usia delapan tahun ia telah ditinggal ayahnya (efektif).

2. Hal ini disebabkan karena perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan (tidak efektif).

(50)

Pengguaan kata dari pada kalimat pereta memiliki arti yang sama dengan kata sejak. Jadi, ada baiknya digunakan salah satunya saja. Pada kalimat kedua kata disebabkan dan karena memiliki arti yang sama. Jadi, ada baiknya digunakan salah satu saja.

b. Penggunaan kata berlebihan yang menganggu struktur kalimat

Jika penggunaan kata yang berlebihan dalam sebuah kalimat menimbulkan kalimat tersebut menjadi tidak efektif, ada baiknya kalimat tersebut tidak digunakan. Apabila kalimat tersebut digunakan, kalimat tersebut menjadi tidak efektif. Contohnya berikut ini.

1. Menurut berita yang saya dengar mengambarkan bahwa kurikulum agar segera diubah (tidak efektif).

Berita yang saya dengar mengambarkan bahwa kurikulum akan segera diubah atau menurut berita yang saya dengan kurikulum akan segera diubah (efektif).

2. Kepada yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal ( tidak efektif). Yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal (efektif).

Penggunaan agar pada kalimat (1) menimbulkan kalimat tersebut menjadi tidak efektif. penggunaan konjungsi agar pada kalimat tersebut menimbulkan kalimat tersebut tidak jelas.

c. Penggunaan imbuhan yang kacau

(51)

penggunaan imbuhan dalam sebuah kalimat harus disesuaikan dengan struktur kalimat. Contohnya berikut ini.

1. Yang meminjam buku di perpustakaan harap dikembalikan (tidak efektif).

Yang meminjam buku di perpustakaan harap dikembalikan (efektif). 2. Ia diperingati oleh kepada sekolah agar tidak mengulai perbuatannya

( tidak efektif).

Ia diperingatkan oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya (efektif).

Penggunaan imbuhan dalam kata diperingati sangatlah tidak tepat dan tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, awalan di- dan akhiran kan- merupakan imbuhan yang benar, maka penggunaan kata diperingatkan sangatlah efektif.

d. Kalimat tak selesai

Kalimat yang tak selesai menimbulkan makna yang kurang tepat bagi si pembaca atau pendengar. Contohnya berikut ini.

1. Manusia secara kodrati merupakan mahluk sosial yang selalu ingin berinteraksi (tidak efektif)

Manusia secara kodrati merupakan mahluk sosial, selalu ingin berinteraksi (efektif).

(52)

Penggunaan kata yang pada kalimat pertama tidak tepat. kata yang menyatakan bagian kalimat yang berikutnya menjelaskan kata yang di depan. Jadi, kata yang pada contoh kalimat nomor satu tidak perlu digunakan karena kata yang hanya untuk memperjelaskan kalimat yang di depan. Oleh karena itu, kata yang tidak perlu digunakan. Pada kalimat nomor 2 kalimat tersebut merupakan kalimat yang tidak selesai, sehingga menimbulkan makna yang kurang tepat.

e. Penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang tidak baku

Dalam sebuah kalimat, jika ditulis dengan ejaan yang kurang tepat atau benar,

maka makna yang disampaikan oleh penulis atau pembicara kepada pembaca atau pendengar akan kabur atau tidak jelas. Contohnya berikut ini.

1. Pertemuan itu berhasil menolerkan ide-ide cemerlang (tidak efektif). Pertemuan itu telah menolerkan ide-ide cemerlang (efektif).

2. Gereja itu dilelo oleh para rohaniwan secara professional (tidak efektif). Gereja itu dikelola oleh para rohaniwan secara professional (efektif) Pada kalimat pertama kata berhasil memiliki maka mendatangkan hasil artinya masih dalam proses atau belum ada hasilnya, sedangkan kata telah berarti sudah dilaksanakan atau sudah ada hasilnya. Pada kalimat nomor dua, dalam KBBI tidak ada kata dilelo tetapi yang ada adalah dikelola.

f. Penggunaan tidak tepat kata di mana dan yang mana

(53)

sedangkan kata yang mana merupakan kata tanya yang menunjukan benda atau orang. Contohnya berikut ini.

1. Saya menyukainya di mana sifat-sifatnya sangat baik (tidak efektif). Saya menyukainya karena sifat-sifatnya sangat baik (efektif).

2. Rumah sakit di mana orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih (tidak efektif).

Rumah sakit tempat orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih (efektif).

Pada kalimat nomor satu, kata di mana menunjukan tempat, bukan menunjukan sifat. Jadi, penggunaan kata di mana sangatlah tidak tepat. Pada kalimat nomor dua penggunaan kata di mana sangat tidak tepat, kata di mana hanya digunakan untuk kalimat tanya, bukan digunakan untuk menjelaskan. g. Penggunaan kata daripada yang tidak tepat

Menurut KBBI (2008:319) kata daripada menunjukan makna perbandingan. Penggunaan kata daripada dalam sebuah kalimat harus dilihat dari bentuk kalimat tersebut. Apabila menggunakan bentuk kalimat perbandingan, maka bisa digunakan kata daripada. Contohnya berikut ini.

1. Seorang daripada pembantunya pulang ke kampung kemarin (tidak efektif).

Seorang di antara pembantunya pulang ke kampung kemari (efektif). 2. Tendangan daripada Bambang Pamungkas berhasil mematahkan

(54)

Tendangan Bambang Pamungkas berhasil mematahkan perlawanan musuh (efektif).

Penggunaan kata daripada pada kalimat pertama menunjukan kata perbandingan, sehingga menimbulkan kalimat tersebut menjadi tidak efektif. Penggunaan kata di antara menunjukan salah satu dari pembantu, sehingga kalimat tersebut menjadi efektif. Pada kalimat nomor dua, penggunaan kata daripada menimbulkan kalimat tersebut menjadi tidak efektif. Kata daripada menunjukan kata perbandingan. Jadi, jika menggunakan kata daripada kalimat tersebut menjadi tidak efektif, ada baiknya kata daripada tidak digunakan.

h. Pemilihan kata yang tidak tepat

Dalam penulisan sebuah kalimat efektif, pemilihan kata yang tepat sangatlah

penting. Apabila menggunakan kata yang tidak tepat, maka makna yang ingin disampaikan oleh penulis atau pembicara kepada pembaca atau pendengar tidak tersampaikan dengan benar sesuai yang diinginkan oleh pembaca atau pendengar. 1. Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan waktu untuk

berbincang-bincang dengan masyarakat (tidak efektif).

Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan masyarakat.

2. Bukunya ada di saya (tidak efektif). Bukunya ada pada saya (efektif).

(55)

nomor dua, kata di menunjukan buku itu ada di saya, tetapi belum bisa di pastikan atau belum benar ada pada saya akan tetapi, penggunaan kata pada saya menunjukan benar-benar ada pada saya.

i. Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti

Sebuah kalimat harus memiliki makna atau arti yang tepat. Jika, makna dari

kalimat tersebut tidak jelas atau ambiguitas, pesan yang ingin disampaikan oleh penulis atau pembicara tidak dapat dipahami dengan baik oleh pembaca atau pendengar. Contohnya berikut ini.

1. Usulan itu merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai pembicaraan damai antara komunis dan pemerintah yang gagal (tidak efektif).

Usulan ini merupakan suatu perkembangan yang mengembirakan untuk memulai kembali pembicaraan damai yang gagal antara pihak komunis dan pemerintah (efektif).

2. Sopir Bus Santoso yang masuk jurang melarikan diri (tidak efektif). Bus santoso masuk jurang. Sopirnya melarikan diri (efektif).

(56)

j. Pengulangan kata yang tidak perlu

Pengulangan kata yang tidak perlu menimbulkan kata tersebut menjadi mubazir. Jadi, kata yang tidak perlu digunakan dalam sebuah kalimat dihindarkan. Contohnya berikut ini.

1. Dalam setahun ini berhasil menerbitkan 5 judul buku setahun (tidak efektif).

Dalam setahun ini berhasil menerbitkan 5 judul buku (efektif).

2. Film ini menceritakan perseteruan antara dua kelompok yang saling menjatuhkan, yaitu perseteruan antara kelompok Tang Peng Liang dan kelompok Khong Guang yang saling menjatuhkan (tidak efektif).

film ini menceritakan perseteruan antara kelompok Tan Peng Liang dan Kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan (efektif).

Pada kalimat pertama kata setahun sudah digunakan pada awal kalimat. Jadi, tidak perlu digunakan lagi. Pada kalimat nomor penggunaan kata perseteruan sudah digunakan pada awal kalimat. Jadi, tidak perlu digunakan lagi.

k. Kata “kalau” yang dipakai secara salah

Kata “kalau” merupakan kata penghubung. Jika digunakan secara tidak tepat, kalimat tersebut menjadi tidak efektif. Contohnya berikut ini.

1. Dokter itu mengatakan kalau penyakin AIDS sangat berbahaya (tidak efektif)

dokter itu mengatakan bahwa penyakit AIDS sangat berbahaya (efektif). 2. Siapa yang dapat memastikan kalau kehidupan anak pasti lebih baik

(57)

Siapa yang dapat memastikan bahwa kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang tuanya (efektif).

Pada kalimat nomor satu, penggunaan kata kalau pada kalimat tersebut sebenarnya tidak perlu digunakan karena kalimat tersebut bukan menyatakan syarat melainkan memberitahukan bahwa penyakit AIDS itu sangat berbahaya. Pada kalimat kedua, kata kalau menunjukan belum pasti apakah kehidupan anak lebih baik daripada orang tua.

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan sebuah kalimat efektif tidak hanya dibentuk secara acak tanpa mempergunakan prinsip pembentukan kalimat efektif sebagai pedoman pembentukannya. Dalam penulisan sebuah kalimat efektif, prinsip yang harus diperhatikan adalah kesepadanan struktur, kehematan, kelogisan makna, kepaduan, dan kelogisan.

2.2.7 Faktor Penyebab Ketidakefektifan Kalimat

(58)

2.2.7.1 Kontaminasi atau Kerancuan

Kontaminasi adalah suatu gejala bahasa yang dalam bahasa Indonesia istilahkan dengan kerancuan. Rancu artinya “kacau”. Jadi, kerancuan artinya

“kekacauan”, yang dirancu ialah susunan, perserangkaian, dan penggabungan. Dua hal yang masing-masing berdiri sendiri disatukan dalam satu perserangkaian baru yang tidak berpasangan atau berpadanan. Hasilnya ialah kerancuan. Alwi (2003 dalam Putrayasa 2014:101), mengatakan bahwa, rancu dalam bahasa

Indonesia berarti “kacau”. Sejalan dengan itu, kalimat yang rancu berarti kalimat

yang kacau atau kalimat yang susunanya tidak beraturan, sehingga informasinya sulit dipahami. Jika dilihat dari segi penataa gagasan maka, kerancuan sebuah kalimat dapat terjadi karena dua gagasan digabung ke dalam satu pengungkapan. Sementara itu, jika dilihat dari segi strukturnya, kerancuan itu timbul karena pengabungan dua struktur kalimat dalam satu struktur. Gejala kontaminasi ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu.

1. Kontaminasi kalimat 2. Kontaminasi susunan kata

3. Kontaminasi bentuk kata (Badudu, 1993) dalam (Pureayasa, 2014: 102) Ketiga hal tersebut akan dipaparkan satu per satu berikut ini.

a. Kontaminasi Kalimat

(59)

1) Orang kurang menguasai penggunaan bahasa yang tepat, baik dalam menyusun kalimat atau frasa maupun dalam menggunakan beberapa imbuhan sekaligus untuk membentuk kata.

2) Kontaminasi terjadi tidak dengan sengaja karena ketika seseorang akan menuliskan atau mengucapkan sesuatu, dua pengertian atau dua bentuk yang sejajar timbul sekaligus dalam pikirannya, sehingga yang dilahirkannya sebagian diambilnya dari yang pertama, tetapi bagian yang lain diambilnya dari yang kedua. Gabungan ini melahirkan susunan yang kacau.

Tabel 2.1 kalimat Rancu dan Kalimat Asal

No Kalimat Rancu Kalimat Asal 1 Dalam Bahasa Indonesia

tidak mengenal konjugasi

Bahasa Indonesia tidak mengenal konjugasi.

Dalam bahasa Indonesia tidak dikenal konjugasi

2 Kepada yang merasa

kehilangan Hp harap datang di kantor tata usaha

Yang kehilangan Hp harap datang ke kantor tata usaha. Kepada yang kehilangan Hp diberitahukan supaya datang mengambilnya di kantor tata usaha.

3 Besok sore di stadion Mayor Metra akan bertanding antara Persibu melawan Perseden.

Besok sore di stadion Mayor Metra bertanding kesebelasan Persibu melawan kesebelasan Perseden.

Besok sore di stadion Mayor Metra akan diadakan

pertandingan antara Persibu dan Perseden.

4

Murid –murid dilarang tidak boleh merokok

a. Murid-murid dilarang merokok

(60)

masa kerajaan Syailendra Pakar sejarah menyatakan ialah kata berulang kali dan sering kali. Kata-kata ini terjadi dari kata berulang-ulang dan berkali-kali. Perhatikan contoh berikut! Telah berberulang-ulang-berulang-ulang kunasehati, tetapi tidak juga berubah kelakuannya (= telah berkali-kali ). Kata seringkali kontaminasi dari sering dan banyak kali atau kerap kali atau acap sekaligus yang memperlihatkan gejala kontaminasi. Misalnya, kata

(61)

kepandaian wanita”. Kata dipelajarkan dalam kalimat tersebut jelas dirancukan

bentuk diajarkan dengan dipelajari. Bentukan yang tepat untuk kalimat tersebut ialah diajarkan sehingga kalimat yang benar adalah di sekolah kami diajarkan beberapa kepandaian wanita. Kontaminasi yang lain adalah dipertinggikan. Masing-masing mempunyai arti khusus dipertinggikan = dijadikan lebih tinggi, ditinggikan = dijadikan tinggi, dibuat jadi tinggi yang tadinya rendah. Jadi, kalau awalan per dan akhiran kan digabukan dalam bentukan ini menjadi dipertinggikan, maka arti khusus dipertinggikan tidak jelas. Dengan kata dasar sifat, hanya kata dasar banyak yang mempunyai bentuk diperbanyak dan diperbanyakkan. Diperbanyak berarti ditambah lebih banyak dan diperbanyakkan berarti dikalikan. Bentuk mengenyampingkan juga salah. Kata dasar kata bentukan ini kesamping diberi awalan me- dan akhiran kan-. Jadi, me + ke samping + kan menjadi mengesampingkan karena hanya fonem /k/ pada awal kata ke samping yang luluh menjadi bunyi sengau / ng/.,/s/ pada kata samping tidak perlu diluluhkan. Perhatikan contoh berikut ini.

- Disamping-kan - menyampingkan - Di-kesamping-kan - mengesampingkan

(62)

aktif dan pasif. Ada beberapa cara untuk membentukan kalimat rancu tersebut. Kalimat rancu tersebut harus kita kembalikan pada keadaan sebelum terjadi kerancuan. Karena kerancuan tersebut kerancuan aktif dan pasif, maka kalimat tersebut dapat dibetulkan menjadi kalimat aktif atau menjadi kalimat pasif. Membentukan kalimat rancu menjadi kalimat aktif ialah dengan jalan menghilangkan kata depan, sehingga menjadi “minggu yang lalu sekolah kami

mengadakan pertandingan olahraga.” Kalimat tersebut dapat dibentukan menjadi kalimat pasif. Kata kerja aktif dalam kalimat tersebut harus diubah menjadi kata kerja pasif, sedangkan kata depanya tidak perlu dihilangkan, sehingga menjadi “minggu yang lalu di sekolah kami diadakan pertandingan

olahraga”. Contoh lain dapat kita lihat pada kalimat berikut Pencopet itu berhasil dibekuk oleh polisi.

Jika kalimat tersebut kita uraikan, akan kita lihat sebagai berikut Pencopet itu : subjek kalimat

Berhasil dibekuk : predikat

Polisi : keterangan pelaku.

(63)

Dibertanya lagi siapakah yang berusaha membekuk pencopet itu? Jawabnya polisi. Jadi, kalau kita katakan polisi berhasil membekuk pencopet itu, maka kalimat itu merupakan kalimat yang logis. Berdasarkan kalimat tersebut, bahwa pencopet itu berhasil dibekuk oleh polisi adalah bentuk kalimat hasil ubahan kalimat dengan predikat kata kerja berawalan –me. Kalimat ini tidak dapat diubah bentuknya menjadi kalimat yang disebut kalimat pasif. Kalimat yang diubah itu bukan kalimat aktif namanya, sehingga tidak dapat diubah bentuknya menjadi kalimat dengan bentuk kata kerja berawalan –di. Kalimat yang dapat kita ubah bentuknya ialah kalimat predikatnya benar-benar terdiri atas kata kerja aktif transitif tanpa keterangan di depannya. Kalimat polisi membekuk poncopet itu dapat kita ubah menjadi kalimat pasif pencopet itu dibekuk oleh polisi.

Kalimat yang memiliki predikat kembar, komponen kedua kata kerja berawalan me- dan komponen pertamanya berupa kata keterangan pada kata kerja berawalan me- itu, tidak dapat kita sebut kalimat aktif. Kata-kata keterangan itu antara lain suka, ingin, mau, senang, berhasil, dan berhak. Jika kalimat itu diubah bentuk, sehingga kata kerjanya menjadi kata kerja berawalan di-maka hasilnya ialah turuna yang tidak logis.

2.2.7.2 Pleonasme

(64)

pengaruh apa yang disebut concord atau agreement dalam bahasa. Ada pula kelebihan penggunaan unsur itu karena ketidaktahuan si pemakai bahasa. (Badudu, 1993 dalam Putrayasa, 2014:106), menegaskan bahwa gejala pleonasme timbul karen beberapa kemungkinan, antara lain.

1. Pembicara tidak sadar, bahwa apa yang diucapkan itu mengandung sifatberlebih-lebihan. Jadi, dibuat dengan tidak sengaja.

2. Dibuat bukan karena tidak sengaja, melainkan karena tidak tahu bahwa kata-kata yang digunakannya mengungkapkan pengertian yang berlebih-lebihan.

3. Dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa untuk memberikan tekanan pada arti (intensitas).

Berikut ini adalah beberapa contoh gejala pleonasme

a) Di dalam satu frasa terdapat dua atau lebih kata searti, misalnya.

1) Pada zaman dahulu kala banyak orang menyembah berhala. (zaman=kala sebenarnya cukup pada zaman dahulu, atau dahulu kala)

2) Mulai dari waktu itu ia jera berjudu. (mulai=dari, jadi, mulai waktu atau dari waktu)

3) Sejak dari kecil ia sakit-sakitan. ( Sejak=dari, sejak kecil=dari kecil)

(65)

Contohnya naik ke atas, turun ke bawah, mundur ke belakang, maju ke depan, melihat dengan mata kepala, menendang dengan kaki.

c) Bentuk jamak dinyatakan dua kali 1) Para guru-guru sedang rapat.

2) Presiden mengunjungi beberapa Negara-negara sahabat. 3) Semua murid-murid sayang dan hormat kepadanya. 4) Di ruang itu dipamerkan lima puluh buah lukisan-lukisan.

Kata-kata seperti para, beberapa, dan semua mengandung pengertian jamak. Oleh karena itu, kata benda yang mengikuti kata-kata tersebut tidak perlu lagi dijamakkan dengan perulangan. Lima pulih buah lukisan sudah memberikian pengertian bahwa lukisan itu banyak karena jumlah yang disebutkan lebih dari satu. Jadi, tidak perlu lagi kata lukisan diulang untuk menyatakan jamak. Bentuk itu dipengaruhi oleh bahasa Belanda atau Inggris karena dalam bahasa-bahasa itu

selalu ada „concord’ (persesuaian bentuk antara bilangan yang menyatakan jumlah dan bendanya), misalnya one child (seorang anak) dan five children (lima orang

anak). Persesuaian bentuk seperti iu disebut „nomina concord’. Dalam bahasa Indonesia kata benda tidak dinyatakan dalam bentuk jamak. Dalam bahasa Indonesia, kata-kata bentuk jamak dipakai dengan makna tunggal seperti berikut.

a) Semoga arwah beliau mendapat tempat di sisi Tuhan. b) Haji M.Noor seorang ulama yang disegani di kampungnya. 2.2.7.3 Ambiguitas

Referensi

Dokumen terkait