• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN, DAN

A. HASIL PENELITIAN

7. Analisis Data

proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,

kategori, dan satuan uraian dasar.

Menurut Poerwandari (2005), langkah – langkah dalam menganalisis data adalah:

1. Mengorganisasikan Data

Data yang telah diperoleh yaitu, berupa hasil observasi,

wawancara, dan dokumentasi, selanjutnya disusun secara sistematis,

rapi, dan selengkap mungkin.

2. Pengkodean

Langkah berikutnya adalah membubuhkan kode – kode pada data yang telah diperoleh agar data dapat lebih terorganisir dan

sistematis sehingga dapat memunculkan gambaran tentang topik yang

akan diteliti.

3. Menguji Dugaan

Setelah topik penelitian ditemukan maka, akan memunculkan

dugaan – dugaan yang merupakan kesimpulan sementara dari data –

data yang telah diperoleh. Kemudian, dilakukan perbandingan antara

teori – teori yang telah didapatkan sebelumnya sehingga dapat mempertajam temuan data.

F. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

Menurut Moleong (2006), dalam menetapkan keabsahan data

diperlukan teknik pemeriksaan data yang dilakukan atas empat kriteria,

1. Kepercayaan (credibility)

Kepercayaan berfungsi untuk membuktikan kesesuaian antara

hasil – hasil penemuan dengan kenyataan yang sedang diteliti. Oleh karena itu, peneliti melakukan teknik triangulasi data

Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2005), untuk meningkatkan

kepercayaan penelitian kualitatif adalah dengan melakukan triangulasi.

Triangulasi dapat dibedakan menjadi empat macam, anatara lain

triangulasi data, peneliti, teori, dan metode. Peneliti menggunakan dua

triangulasi, yaitu:

a. Triangulasi data

Menggunakan sumber data yang berbeda – beda, misalnya menggunakan catatan lapangan (observasi), wawancara dengan

guru, dan dokumentasi.

b. Triangulasi metode

Menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda,

misalnya metode observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.

2. Keteralihan (transferability)

Keteralihan berfungsi untuk menyamakan konteks antara

pengirim dan penerima pada suatu bentuk persoalan empiris. Dengan

demikian, peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian

empiris tentang kesamaan konteks berupa data deskriptif secukupnya.

menyamakan dengan hasil wawancara dengan guru mengenai perilaku

dan pencapaian murid – murid dalam menerima pelajaran di kelas. 3. Kebergantungan (dependability)

Kebergantungan berfungsi untuk menghindari kesalahan dalam

mengolah data hasil penelitian. Oleh karena itu, pentingnya mengulang

pengambilan data dalam suatu kondisi yang sama. Peneliti melakukan

observasi sebanyak enam kali dan dua kali wawancara.

4. Kepastian (confirmability)

Kepastian berfungsi untuk menekankan penelitian ilmiah bukan

pada kesepakatan atau pendapat orang seorang, melainkan pada data

dari hasil penelitian. oleh karena itu, penelitian yang dilakukan oleh

peneliti sepenuhnya berdasarkan hasil observasi di lapangan yang

31

BAB IV

HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN

A. HASIL PENELITIAN 1. Orientasi Kancah

Pada tanggal 23 Februari 1999, sebuah lembaga pendidikan

bagi penyandang tunarungu usia dini didirikan oleh Yayasan

Tunarungu Yogyakarta di daerah Pakem, Sleman. Lembaga tersebut

lalu ditetapkan sebagai Biro Konsultasi Tunarungu yang telah melatih

tiga anak tunarungu. Kemudian, orangtua dari ketiga anak tersebut

meminta agar biro konsultasi tersebut menjadi sekolah khusus bagi

anak tunarungu. Yayasan Tunarungu Yogyakarta pun mengabulkan

permohonan tersebut dan menfasilitasi perintisan sekolah yang

akhirnya diberi nama SLB B Karnnamanohara dengan meminjamkan

tempat untuk kegiatan belajar mengajar. Sekarang, SLB B

Karnnamanohara terletak di Jalan Pandean 2 Gang Wulung,

Codongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta.

SLB B Karnnamanohara Yogyakarta menggunakan metode

pengajaran dengan Metode Maternal Reflektif (MMR) yang diadaptasi

dari SLB B Santi Rama Jakarta. Metode Maternal Reflektif (MMR)

merupakan metode yang menekankan pentingnya percakapan

isyarat agar murid – murid dapat memahami bahasa oral sehingga mereka dapat berkomunikasi seperti anak yang mendengar. Namun,

SLB B Karnnamanohara hanya menerima anak tunarungu dengan

kategori normal atau tidak mengalami gangguan lain melalui tes

pendengaran dan tes intelegensi.

Sistem layanan yang diberikan SLB B Karnnamanohara (dalam

Brosur Sekolah) adalah sebagai berikut :

a. Play Group (Kelas Latihan)

1) Play Grop A merupakan kelompok anak – anak yang berusia antara 3 – 4 tahun atau yang telah dapat duduk tenang dan konsentrasi mata terbentuk untuk belajar. Play Group A

dimulai pada pukul 08.00 – 11.00 WIB dari hari Senin sampai Jumat.

2) Play Grop B merupakan kelompok anak – anak yang berusia antara 1,8 – 3 tahun atau yang telah lolos observasi, belum dapat duduk tenang, konsentrasi mata belum terbentuk untuk

belajar. Play Group B dimulai pada pukul 13.00 – 15.00 WIB dari hari Senin sampai Jumat.

b. Kelompok Taman Kanak – Kanak

1) TK 1 (usia 4 – 5 tahun) adalah anak – anak yang telah lulus dari Play Group B. Program pembelajaran masih berfokus pada

bahasa (berbicara, menulis, dan membaca) pada taraf

2) TK 2 (usia 5 – 6 tahun) adalah anak – anak yang telah menyelesaikan program di TK 1. Program pembelajaran masih

berfokus pada bahasa (berbicara, menulis, dan membaca) pada

taraf membaca teknik, pemahaman, dan berhitung.

3) TK 3 (usia 6 – 7 tahun) adalah anak – anak yang telah menyelesaikan program TK 2. Program pembelajaran fokus

pada bahasa (berbicara, menulis, dan membaca) pada taraf

membaca teknik, pemahaman, dan berhitung.

Kelompok TK 1, 2, dan 3 dimulai pada pukul 08.00 – 15.00 WIB dari hari Senin sampai Jumat.

c. Sekolah Dasar

1) Sekolah Dasar Kecil untuk kelompok kelas I – III. Kemampuan berbahasa pada kelompok ini masih dalam lingkup diri sendiri.

2) Sekolah Dasar Tengah untuk kelompok kelas IV – V. Kemampuan berbahasa pada kelompok ini masih transisi antara

pengalaman diri dan pengalaman orang lain. Namun, telah

dapat membaca dan memahami bacaan.

3) Sekolah Dasar Besar untuk kelompok kelas VI. Kelompok ini

telah mengalami penguasaan membaca, memaknai, dan

mempersepsi bacaan.

d. Sekolah Menengah Pertama

Pada kelompok ini, anak – anak tidak hanya dibekali dengan pendidikan akademis, tetapi diberikan juga keterampilan

hidup. Keterampilan tersebut meliputi pengolahan hasil pertanian

dan peternakan. Tujuannya adalah untuk memberikan pembiasaan

hidup yang terampil, kreatif, dan menggunakan peluang.

2. Pelaksanaan Pengambilan Data Tabel

Pelaksanaan Pengambilan Data

Tanggal Waktu Kegiatan

12 September 2011 08.00 – 09.15 WIB Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi.

19 September 2011 08.00 – 10.30 WIB Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi.

6 Oktober 2011 08.00 – 10.30 WIB Observasi.

21 November 2011 08.00 – 10.30 WIB Observasi dan Dokumentasi.

24 November 2011 08.00 – 10.30 WIB Observasi. 1 Desember 2011 10.30 – 11.30 WIB Observasi.

3. Subjek Penelitian

Subjek 1

Inisial : NA

Usia : 12 tahun

Klasifikasi ketunarunguan : Kehilangan pendengaran marginal

Subjek 2

Inisial : LI

Usia : 12 tahun

Masuk kelas Latihan : 2 tahun

Klasifikasi ketunarunguan : Kehilangan pendengaran sedang

Riwayat kesehatan : Awalnya LI termasuk anak yang

mengalami gangguan pendengaran

marginal. Namun, ketika kelas I LI

mengalami gangguan pada matanya dan

harus dioperasi. Hal tersebut makin

mempengaruhi gangguan pada

pendengaran LI sehingga LI

diklasifikasikan menjadi anak yang

mengalami kehilangan pendengaran

sedang. Selain itu, LI mengalami

kemunduran dalam mengikuti pelajaran.

Hal ini dikarenakan LI tertinggal

pelajaran beberapa bulan selama proses

penyembuhan operasi mata yang

Subjek 3

Inisial : DA

Usia : 13 tahun

Masuk kelas Latihan : 3 tahun

Klasifikasi ketunarunguan : Kehilangan pendengaran marginal

Subjek 4

Inisial : SA

Usia : 14 tahun

Masuk kelas Latihan : 4 tahun

Klasifikasi ketunarunguan : Kehilangan pendengaran marginal

4. Metode Pengajaran Bahasa pada Murid Kelas VI SLB B Karnnamanohara Yogyakarta

Menurut hasil observasi di kelas, diketahui bahwa metode

pengajaran Bahasa di kelas sebagai berikut :

a. Guru membuka percakapan dengan murid – muridnya (mp1.kdk.1).

b. Guru membebaskan murid – murid untuk melanjutkan percakapan (mp1.kdk.2).

c. Guru membantu murid – murid dalam mengutarakan pendapatnya (mp1.kdk.3).

d. Guru menuliskan sebuah bacaan di papan tulis yang sesuai

dengan hasil percakapan murid – murid (mp1.kdk.4).

e. Guru membacakan bacaan di papan tulis dan menyuruh murid

– murid mengulanginya lalu mengulangi tanpa bantuan guru (mp1.kdk.5).

f. Guru memberikan pertanyaan atau menyuruh murid –

muridnya untuk membuat kalimat yang sesuai dengan bacaan

yang telah dituliskan di papan tulis (mp1.kdk.6).

g. Terkadang, guru memberikan materi yang berasal dari hasil

percakapan kelas lain pada waktu yang telah lalu (mp1.kdk.7).

h. Guru selalu berusaha untuk membuat murid – muridnya untuk aktif mengutarakan pendapat atau menjawab pertanyaan yang

telah diberikan (mp1.kdk.8).

Metode pengajaran Bahasa oleh guru di kelas yang telah

disebutkan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pertama, guru selalu diawali dengan membiasakan murid –

muridnya untuk berdoa bersama dan mengucapkan salam (sm1.kdk.1).

Guru lalu membuka percakapan dengan murid – muridnya mengenai pengalaman, peristiwa, atau kejadian yang ada disekitar mereka

(mp1.kdk.1). Kedua, guru membebaskan murid – muridnya untuk mengembangkan percakapan tersebut dengan saling bertanya satu

sama lain (mp1.kdk.2). Ketiga, guru pun tak segan untuk membantu

ingin disampaikan oleh murid – muridnya (mp1.kdk.3). Meskipun tak jarang, guru juga kesulitan untuk memahami maksud yang ingin

disampaikan oleh murid – muridnya sehingga guru meminta bantuan pada salah satu murid yang mampu menyampaikannya pada guru

(m1.kdk.11).

Keempat, setelah percakapan berlangsung, guru lalu

menuliskan hasil percakapan antara guru dengan murid – muridnya maupun antara murid yang satu dengan murid yang lain menjadi

sebuah bacaan di papan tulis (mp1.kdk.4) (Foto 01). Terkadang, guru

menambahkan beberapa percakapan yang mendukung. Kelima, guru

membacakan bacaan tersebut sesuai dengan lengkung frase yang telah

dibuat oleh guru dan menyuruh murid – murid untuk mengulanginya bersama – sama (mp1.kdk.5) (Foto 02). Guru membacakan bacaan tersebut secara perlahan dan jelas agar murid – murid dapat mengucapkannya dengan benar. Guru pun menyuruh murid –

muridnya untuk mengulangi bacaan tersebut secara bersama – sama tanpa bantuan dari guru. Keenam, guru menyuruh murid – muridnya untuk membuat kalimat yang telah ditentukan guru yang sesuai dengan

bacaan tersebut (mp1.kdk.6). Sebelumnya, guru memberikan sebuah

contoh kalimat terlebih dahulu. Guru lalu menyuruh murid – muridnya untuk membuat kalimat secara lisan secara bergantian. Kemudian,

menyuruh mereka untuk menuliskannya di papan tulis (mp1.kdk.8)

Guru lalu menyuruh murid – muridnya untuk meneruskan membuat beberapa kalimat di buku mereka masing – masing. Guru pun membebaskan murid – muridnya untuk bertanya satu sama lain dalam pembuatan kalimat. Terkadang, selama murid – murid mengerjakan tugasnya, guru kembali menuliskan beberapa pertanyaan

yang sesuai dengan bacaan yang telah dituliskannya di papan tulis.

Kemudian, murid – murid diminta untuk menjawabnya (mp1.kdk.6). Namun terkadang, guru kembali menuliskan bacaan yang lain di papan

tulis, tetapi dengan tema yang tidak jauh berbeda dari bacaan

sebelumnya. Selain itu, guru juga terkadang menggunakan materi yang

berasal dari hasil percakapan kelas lain pada waktu yang telah lalu

(mp1.kdk.7).

Setelah murid – murid selesai menulis, guru kembali menyuruh murid – muridnya untuk membaca bacaan di papan tulis secara bersama – sama. Terkadang, tanpa bantuan dari guru untuk membacakannya terlebih dahulu. Guru lalu memberikan beberapa

pertanyaan yang sesuai dengan bacaan secara lisan dan menyuruh

murid – murid untuk menjawabnya. Guru pun menyuruh murid –

muridnya untuk maju ke papan tulis dan menunjukkan kalimat yang

merupakan jawaban atas pertanyaan guru .

Terakhir, guru selalu berusaha agar setiap muridnya untuk aktif

merespon setiap pertanyaan guru (mp1.kdk.8). Awalnya, guru tidak

yang secara sukarela untuk menjawabnya. Namun, apabila tidak ada

satu pun murid yang mau menjawab, guru lalu menunjuk murid –

muridnya untuk menjawab secara bergantian dengan pertanyaan yang

berbeda. Kemudian, guru menyuruh murid – muridnya untuk menuliskan bacaan tersebut di buku mereka masing – masing. Guru juga menentukan buku yang berbeda untuk menuliskan bacaan,

menuliskan kalimat, maupun untuk menuliskan pertanyaan.

Selain itu, menurut hasil wawancara dengan guru (WWC 1),

pencapaian yang diharapkan dari metode pengajaran dengan

menggunakan Metode Maternal Reflektif (MMR) adalah agar murid –

muridnya dapat mengenali pengalaman, peristiwa, atau kejadian yang

terjadi, baik pada diri mereka ataupun dari luar diri mereka. Metode ini

juga diharapkan dapat membuat murid – murid mampu menyebutkan kembali kalimat atau mengucapkan kalimat dan menuliskan kalimat.

Selain itu, murid – murid diharapkan dapat memahami dan mengulangi cerita dari bacaan yang telah dituliskan di papan tulis agar dapat

menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru serta memiliki

kemampuan untuk mengulangi ucapan dari guru maupun teman –

5. Pelaksanaan Metode Maternal Reflektif (MMR) dalam Pengajaran Bahasa pada Murid Kelas VI SLB B Karnnamanohara Yogyakarta

a. Pelaksanaan percakapan dari hati ke hati (Perdati)

Menurut hasil observasi yang dilakukan di kelas pada saat

pelajaran Bahasa mengenai pelaksanaan percakapan dari hati ke

hati (Perdati), dapat diketahui bahwa materi pembelajaran tidak

dipersiapkan oleh guru sepenuhnya. Materi yang diberikan

merupakan pengalaman, peristiwa, atau kejadian yang dialami oleh

murid – muridnya. Guru hanya memulai untuk membuka percakapan dan percakapan selanjutnya diserahkan pada murid –

muridnya (OBS I, OBS II, dan OBS IV). Murid – murid bebas mengutarakan segala bentuk pertanyaan dan pernyataan pada

murid yang lain, baik dengan menggunakan bahasa oral maupun

bahasa isyarat. Namun terkadang, guru juga membantu murid –

muridnya yang kesulitan untuk kembali memulai percakapan atau

memahami pertanyaan maupun pernyataan dari murid yang lain.

Setelah percakapan dirasa telah cukup maka, kegiatan selanjutnya

adalah membuat percakapan menjadi sebuah tulisan dalam bentuk

bacaan di papan tulis. Pelaksanaan Perdati merupakan upaya guru

untuk mengembangkan proses perolehan bahasa murid – murid dan melatih mereka agar membiasakan diri untuk berbicara.

b. Pelaksanaan percakapan membaca ideovisual (Percami)

Menurut hasil observasi yang dilakukan di kelas pada saat

pelajaran Bahasa mengenai pelaksanaan percakapan membaca

ideovisual (Percami) dapat diketahui bahwa guru membacakan

bacaan yang telah dituliskan di papan tulis sesuai dengan lengkung

frase yang telah dibuat oleh guru lalu menyuruh murid – murid untuk mengulanginya. Lengkung frase dilakukan dengan cara

memenggal kelompok kata dalam kalimat dan berguna untuk

membantu murid – murid agar dapat membaca secara berirama. Kemudian, guru menyuruh siswa untuk mengulangi membaca

bacaan tersebut tanpa bantuan guru (OBS I, OBS II, OBS III, dan

OBS IV). Guru lalu memberikan pertanyaan mengenai bacaan

tersebut dan menyuruh murid – muridnya untuk menunjukkan kalimat yang dalam bacaan sesuai dengan jawaban mereka (OBS

II). Pelaksanaan Percami merupakan upaya guru untuk

mengembangkan kemampuan berbahasa murid – murid agar dapat menangkap dan memahami suatu bacaan.

c. Pelaksanaan percakapan membaca transisi (Percamsi)

Menurut hasil observasi yang dilakukan di kelas pada saat

pelajaran Bahasa mengenai pelaksanaan percakapan membaca

transisi (Percamsi), dapat diketahui bahwa materi yang diberikan

oleh guru adalah berasal dari hasil percakapan kelas lain pada

Murid – murid tetap diminta untuk membacanya agar mereka dapat memahami isi bacaan tersebut dengan dan tanpa bantuan dari guru.

Kemudian, guru memberikan pertanyaan mengenai keterangan

waktu yang terdapat dalam bacaan. Guru lalu mengaitkan waktu

yang terdapat dalam bacaan dengan waktu terjadinya percakapan

untuk memperjelas mengenai konsep waktu yang telah lampau

(OBS III). Pelaksanaan Percamsi merupakan upaya guru untuk

membantu murid – muridnya memahami dunia orang lain dan menjelaskan pada mereka tentang konsep waktu lampau.

d. Pelaksanaan percakapan latihan refleksi (Perlatsi)

Menurut hasil observasi yang dilakukan di kelas pada saat

pelajaran Bahasa mengenai pelaksanaan percakapan latihan

refleksi (Perlatsi), dapat diketahui bahwa kegiatan ini dilakukan

guru dengan cara meminta murid – muridnya untuk membuat kalimat atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru atau

yang terdapat dalam bacaan, lalu menunjukkan kalimat yang

menjadi jawabannya. Selain itu, murid – murid diminta untuk mengutarakan pendapat maupun pertanyaan pada guru atau teman

– temannya. (OBS I, OBS II, OBS III, OBS IV, dan OBS V). Pelaksanaan Perlatsi merupakan upaya guru untuk membuat murid

– muridnya aktif mengutarakan pendapat atau menjawab pertanyaan yang telah diberikan.

6. Penggunaan Metode Maternal Reflektif (MMR) dalam Berkomunikasi pada Murid Kelas VI SLB B Karnnamanohara Yogyakarta

Menurut observasi yang dilakukan di kelas pada tanggal 12 dan

19 September, 6 Oktober, serta 21 dan 24 November 2011 serta 1

Desember 2011 pada NA, LI, DA, dan SA, dapat diketahui bahwa

penggunaan Metode Maternal Reflektif (MMR) dalam berkomunikasi

pada murid – murid kelas VI SLB B Karnnamanohara adalah sebagai berikut :

a. Di dalam kelas

1) NA

NA menggunakan bahasa oral dalam merespon

pertanyaan dari guru dan dalam mengungkapkan

pertanyaan maupun pernyataannya (m1.kdk.1). Terkadang,

NA mengalami kesulitan dalam merespon pertanyaan dari

guru (m1.kdk.4). Namun, dalam berkomunikasi dengan

teman – temannya, NA menggunakan bahasa oral sambil berisyarat dengan menggunakan tangannya (m1.kdk.2). NA

juga telah cukup menguasai beberapa arti kata (m1.kdk.10a

& b). Di sisi lain, NA dapat membantu guru dalam

mengungkapkan kata – kata atau memperjelas pertanyaan dan pernyataan dari teman – temannya yang kurang dipahami oleh guru (m1.kdk.11). NA juga dapat membantu

teman – temannya dalam mengeja sebuah kata (m1.kdk.12) (Foto 04) maupun membantu dalam merespon pertanyaan

dari guru (m1.kdk.13).

2) LI

LI menggunakan bahasa oral sambil berisyarat

dengan tangan maupun ekspresi wajahnya dalam merespon

pertanyaan dari guru dan teman – temannya (m2.kdk.1). Terkadang, ketika mengungkapkan pertanyaan (m2.kdk.3)

atau melakukan percakapan dengan teman – temannya (m2.kdk.2), LI lebih sering menggunakan bahasa isyarat.

Meskipun demikian, LI masih mengalami kesulitan dalam

memahami dan merespon pertanyaan dari guru maupun

teman – temannya (m2.kdk.4). Di samping itu, LI mengalami kesulitan dalam mengucapkan (m2.kdk.6),

mengulangi (m2.kdk.7), mengeja, maupun menuliskan

(m2.kdk.8) sebuah kata atau kalimat. LI juga masih

mengalami kesulitan dalam membuat sebuah kalimat

(m2.kdk.9).

3) DA

DA menggunakan bahasa oral dalam merespon

pertanyaan dari guru serta dalam mengungkapkan

pertanyaan dan pernyataan (m3.kdk.1). Meskipun

memahami maupun merespon pertanyaan dari guru

(m3.kdk.4). DA juga masih menggunakan bahasa oral

sambil berisyarat ketika berkomunikasi dengan teman –

temannya (m3.kdk.2) dan dalam mengungkapkan

pertanyaannya (m3.kdk.3). Sementara itu, DA telah cukup

menguasai banyak arti kata (m3.kdk.10a & b). Namun, DA

mengalami kesulitan dalam memahami (m3.kdk.5) dan

menuliskan (m3.kdk.7) sebuah kata atau kalimat. Selain itu,

DA juga mengalami kesulitan dalam membuat sebuah

kalimat (m3.kdk.9).

4) SA

SA menggunakan bahasa oral dalam merespon

pertanyaan dari guru serta dalam mengungkapkan

pertanyaan dan pernyataan (m4.kdk.1). Meskipun

terkadang, SA mengalami kesulitan dalam memahami dan

merespon pertanyaan dari guru (m4.kdk.4). Namun, SA

masih menggunakan bahasa oral sambil berisyarat dengan

tangannya ketika berkomunikasi dengan teman – temannya (m4.kdk.2). SA telah cukup menguasai banyak arti kata.

Meskipun demikian, SA masih mengalami kesulitan dalam

memahami (m4.kdk.5), menuliskan, dan mengulangi

mengalami kesulitan dalam mengeja sebuah kata

(m4.kdk.8).

b. Di luar kelas

1) NA

NA sering menghabiskan waktunya di luar kelas.

NA bermain bersama teman – teman sekelasnya maupun dari kelas lain misalnya, murid kelas V (m1.klk.1).

Sesekali, NA hanya duduk di dalam kelas sambil

mengobrol dengan teman sekelasnya. Meskipun terkadang

masih menggunakan oral sambil bahasa isyarat (m1.klk.2)

tetapi, NA berusaha membiasakan diri untuk

berkomunikasi secara oral (m1.klk.3). NA akan berisyarat

apabila lawan bicaranya tidak memahami ucapan NA. NA

juga selalu menggunakan bahasa oral ketika berkomunikasi

dengan guru lain.

2) LI

LI lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam

kelas (m2.klk.1a), misalnya makan bekal yang dibawanya

atau merapikan rambutnya, baik ketika menggunakan jilbab

maupun tidak. Sesekali, LI keluar kelas untuk bermain

bersama teman – temannya (m2.klk.1b). Saat berkomunikasi, LI lebih sering menggunakan bahasa

Hal tersebut karena LI tidak memahami ucapan lawan

bicaranya. Meskipun terkadang ditegur oleh guru maupun

guru lain agar LI berbicara, tetapi LI sering tidak

memperdulikannya.

3) DA

DA menghabiskan waktunya untuk bermain

bersama teman – temannya, terutama teman laki – laki, dengan bermain bola (m3.klk.1). Terkadang, DA juga

mengobrol dengan teman – temannya menggunakan bahasa isyarat (m3.klk.3). Namun, DA lebih sering menggunakan

bahasa oral sambil berisyarat menggunakan tangannya

(m3.klk.2). Sesekali, DA bercanda dengan temannya

dengan hanya menggunakan ekspresi wajahnya (m3.klk.2).

4) SA

SA lebih sering bercengkrama dengan teman –

temannya di dalam luar kelas, misalnya ikut bermain bola

bersama teman – temannya (m4.klk.1). Saat berkomunikasi dengan teman – temannya, SA lebih sering menggunakan bahasa isyarat (m4.klk.3). Meskipun terkadang, SA akan

berbicara sambil berisyarat dengan menggunakan

7. Analisis Data

Menurut hasil penelitian yang telah dipaparkan, dapat

dilakukan analisis data berdasarkan tugas perkembangan bahasa, tipe

perkembangan bahasa, dan faktor yang mempengaruhi perkembangan

bahasa sebagai berikut:

a. Tugas perkembangan bahasa (Yusuf, 2010) merupakan tugas –

tugas pokok yang saling berkaitan dalam berbahasa yang menuntut

anak – anak untuk dapat menguasai tugas – tugas tersebut, yaitu tahapan pemahaman, pengembangan pembendaharaan kata,

penyusunan kata – kata menjadi kalimat, dan ucapan. 1) Pemahaman

Tahapan pemahaman dalam tugas perkembangan

bahasa dapat didefinisikan sebagai kemampuan anak dalam

memahami makna ucapan orang lain. Pemahaman pada anak

tunarungu dapat dilihat dari kemampuan anak untuk

memahami setiap pertanyaan atau pernyataan dari guru atau

teman – temannya. Selain itu, dapat tampak dari kemampuan anak untuk dapat merespon setiap pertanyaan atau pernyataan

sehingga dapat dikatakan bahwa anak tersebut telah

memahami ucapan dari guru maupun teman – temannya. NA telah menguasai tahapan pemahaman. Hal ini

tampak ketika NA dapat segera merespon pertanyaan dari

murid yang paling cepat memahami setiap pelajaran yang

diberikan di kelas. Di sisi lain, NA masih kebingungan ketika

harus membedakan antara “awal bulan” dan “akhir bulan”.

Namun, NA dapat langsung memahami penjelasan dari guru.

LI belum sepenuhnya menguasai tahapan pemahaman.

Pemahaman LI akan tampak apabila diberikan penjelasan

berulang – ulang atau membutuhkan waktu yang lama. Hal tersebut terlihat ketika LI akan diam saja dan tersenyum

apabila LI tidak memahami pertanyaan atau pernyataan guru

dan meminta guru untuk mengulanginya. LI juga

membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menjawab

pertanyaan dari guru atau teman – temannya. Sebaliknya, DA dan SA telah dapat menguasai tahapan pemahaman. Meskipun

terkadang, DA dan SA memerlukan penjelasan yang berulang

– ulang mengenai pelajaran atau pertanyaan dari guru maupun

Dokumen terkait