• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PELAKSANAAN PENELITIAN, ANALISIS DATA,

C. Analisis Data dan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data ketiga informan didapatkan general structure untuk pengalaman mengasuh anak-anak panti asuhan dan makna hidup secara pribadi dari masing-masing pengasuh. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel ringkasan (terlampir). Berikut adalah penjabaran hasil penelitian yang terdiri dari 2 bagian yaitu pengalaman mengasuh anak-anak di panti asuhan dan makna hidup sebagai pengasuh.

1. Pengalaman Mengasuh Anak-anak di Panti Asuhan a. Mengasuh atau mendampingi anak tidak mudah

Dalam praktek pendampingan sehari-harinya, pengasuh merasakan adanya kesulitan menghadapi perilaku dan keinginan anak-anak asuhnya. Memang tidak semua tetapi beberapa anak-anak memiliki tempramen yang tinggi, sulit diatur bahkan berani melawan pengasuh.

“…Misalnya, kita tegur, kita halusi dia malah marah. Kita kasari, dia bilangnya menyiksa.” (Agn, 45-47)

“…Gitu tu anak-anak kan yang masih pokoke semaunya sendiri. itukan susah. Itu yang kadang susah. Trus juga masa-masa yang tidak seusia itukan tentunya

36

juga to, o yang ini begini, yang itu begitu. Ada perbedaan antara usia yang kecil yang sedeng yang menengah yang besar, itu kan juga lain to kita melakukannya, melayaninya.” (SY, 34-42)

“Kadang-kadang kalau kita memberi tahu ke meraka itu tidak dengan hati, atau kalau misalnya, heh kamu kok nggak makan. Kita pasti kena semprot juga kok dari anak-anak.” (Agn, 80-84)

Selain perilaku anak, kesulitan yang dihadapi pengasuh adalah menghadapi keinginan anak untuk mendapatkan cinta dan perhatian yang berlebih. Padahal, pengasuh tidak hanya mengasuh satu atau dua anak saja dan tidak mungkin 24 jam selalu ada untuk mereka.

“…Lha kalau anak-anak ini kan tidak lengkap. Jadi mau tidak mau mereka butuh sesuatu yang selalu mereka cari, cari, cari gitu lho. Terutama cinta, perhatian. Kaya Suster itu kan tidak bisa memberikan seluruhnya.” (SY, 6-11)

“…Kita itu tidak mungkin 24 jam mendampingi. Itu yang seperti saya. Sedangkan mereka itu butuh perhatian dimana perhatian itu kita bisa memahami anak dan anak itu apa to yang saya perhatikan, kok saya nggak pernah digini-ginikan. Sedangkan anak itu sendiri pokoknya mereka itu pinginnya itu perhatiannya itu lebih dari yang kita kasih.” (Agn, 47-55)

Kesulitan pendampingan atau pengasuhan juga dirasakan karena anak memiliki kecenderungan memilih sesuatu yang lebih menyenangkan atau yang memudahkan bagi dirinya misalnya, anak lebih memilih sekolah menggunakan bus atau angkutan umum dibandingkan naik sepeda

“…pilihan-pilihan yang anak pilih itu ya mungkin hanya soal senang dan tidak senang. Masalahnya

bukan saya mau lebih baik atau apa…”. (BM, 234-237)

“…sudah hampir 2 bulan kan naik sepeda. 2 bulan itu kali 10 ribu kan ya tambahan ekstra itu. Saya bilang gitu dan saya juga ngajari mereka prihatin juga to. Karena dulu dia yang pertama minta sepeda. Pernah tidak langsung saya beri aja dia sudah merasa bahwa saya kok tidak memberi sepeda. Padahal saya waktu awal itu sebenarnya melihat kasihan dengan kondisi dia. Tapi sekarang merasa enak naik bis.” (SY, 226-235)

b. Menerima dan memahami anak

Pengasuh mengawali pemahaman terhadap anak dengan menerima bahwa situasi dan kebiasaan anak sulit diubah. Anak memiliki latar belakang keluarga yang tidak dapat diingkari dan masalah yang menyertai si anak. Kesalahan bukan sepenuhnya ada pada anak ketika mereka menunjukkan gejolak seperti menuntut perhatian lebih, bersikap tertutup, dan minder. Semua perilaku yang dibawa anak adalah bentukan dari budaya atau kebiasaan sehari-hari anak sebelum tinggal di panti. Kebiasaan menjadi sulit diubah karena kebiasaan terbentuk dan terus dijalani cukup lama dan secara berulang dilakukan oleh anak.

“…Tapi ya karna sudah terlalu lama hidup sebagai gelandangan lalu sulit supaya setiap makan bersama-sama dengan teman-temannya, atau istirahat itu sulit sekali. Malam itu ya keluyuran di luar. Sebenarnya kebiasaan yang sudah agak lama itu sulit untuk diubah dalam waktu yang singkat.” (BM, 308-315)

“…Kita juga ya ndampingi lah mereka. Karena anak-anak yang seperti begitu biasanya tertutup. Jadi minder. Tapi, kalau sudah merasa diterima, dalam arti temennya ya nggak ini, trus kita sendiri ya istilahnya

38

menganggap dalam arti tidak ada apa-apa ya, karena itukan juga rahasia to untuk anaknya. Nah itu mereka terus mulai berani terbuka...” (SY, 67-75)

“Yang jelas juga kita harus bisa menerima anak apa adanya dengan berbagai masalah yang dibawa dari rumah.” (Agn, 210-213)

Tidak hanya berhenti sampai penerimaan terhadap anak tetapi, pengasuh mencoba untuk mengenali dan mempelajari masing-masing karakter anak sedikit demi sedikit dengan melakukan pengamatan. Pengamatan sendiri tersebut tidaklah mudah dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

“… saya mencoba untuk mengenal karakter anak itu satu persatu karena itu bagi saya sangat penting untuk modal pendampingan.” (BM, 8-10)

“…Saya mengamati, bagaimana to mendampingi anak-anak... Jadi kita harus tau karakter masing-masing anak. Dan itu butuh waktu, saya lama sekali utuk pendampingan.” (Agn; 106-107, 110-111)

“…dalam proses sebulan dua bulan nanti kita belum begitu anu, tapi lama-lama kita tahu, o begitu-begitu.”

(SY, 65-67)

Mengenali pribadi anak saja tidak cukup karena karakter atau kebiasaan anak terbentuk dari lingkungan di mana ia hidup sebelumnya. Situasi keluarga merupakan lingkungan pertama di mana anak mulai mengenal dan mempelajari berbagai hal. Oleh karena itu, mengenali latar belakang keluarga atau orang tua anak menjadi penting. Mengenali latar belakang keluarga si anak diantaranya adalah melihat asal usul, budaya, dan keadaan sosial-ekonomi keluarga atau orang tua.

“…memang ada hal-hal yang perlu diperhatikan secara khusus seperti karakter anak, asal-usul, latar belakang, orang tuanya, sosial-ekonomi, dan budayanya itu harus dicoba untuk dikenali. (BM, 14-17)

Untuk lebih mengenal anak, pengasuh tidak hanya mengamati tetapi juga tinggal dan berkegiatan bersama dengan anak-anak. Berkegiaan bersama dengan anak dapat membantu pengasuh untuk mengenali karakter anak, mengamati bagaimana anak berkomunikasi, menjalin persahabatan dengan teman atau orang lain. Hal lain yang didapatkan adalah pengasuh dapat mengetahui trend atau hal yang sedang menarik minat anak.

“…dan suatu saat saya memang harus bergaul dengan mereka melalui olah raga, bermain. Tidak lain ya untuk menyelami anak-anak sedangkan kalau tidak kenal dengan dunianya anak-anak dengan apa yang sekarang sedang berpengaruh diluar …” (BM, 122-127)

Biasanya, pengasuh berkegiatan bersama dengan anak ketika jam bekerja harian seperti membersihkan dan menata lingkungan, bermain, berolah raga, atau pada saat rekreasi bersama. Ketika bersama dengan anak, pengasuh berusaha mencairkan suasana dengan bersendau gurau. Harapan pengasuh adalah agar anak tidak hanya memandang pengasuh sebagai sosok pemimpin yang galak atau tegas. Manfaat lain yaitu pengasuh dapat melihat perilaku anak yang sesungguhnya atau asli pada saat jam bebas atau santai.

40

“…kami sendiri menata dalam arti bersama anak sih. Kami menata tempat ini kan lain dengan yang lain.”

(SY, 94-96)

“…Ya kadang-kadang ya sendau gurau dengan anak-anak itu juga diperlukan. Beraman-tamah dengan anak-anak diperlukan. Atau rekreasi waktu piknik…”

(BM, 289-292)

Secara lebih mendalam, mengenali anak dapat dilakukan juga dengan menggali masalah anak secara pribadi. Pengasuh mau terlibat dengan cerita maupun masalah atau kesulitan yang diungkapkan oleh anak. Biasanya, anak bercerita kepada pengasuh pada jam-jam makan siang setelah pulang sekolah.

“Anak-anak itu kalau cerita biasanya waktu saya lagi nemeni mereka makan, jadi waktu makan bersama curhatnya. Terus kalau siang, saya kan biasanya jam 1-setengah 2 kan baru pulang. Ya anak-anak kadang-kadang jam setengah satu mereka makan. Dia curhatnya di situ. Kalau pagi atau siang hari mareka pulang sekolah. Kalau mereka ngomong ya kita mendengarkan, memberi masukan. Bla-bla-bla, yang penting mereka marem, puas dengan dia memberi tahu ke kita, kita memberi jawaban yang sekiranya memuaskan dia.” (Agn, 213-225)

Menggali masalah anak memerlukan keberanian pengasuh untuk mendekati anak dan bertemu secara pribadi untuk melakukan evaluasi. Pendekatan terhadap anak ditujukan agar anak juga berani untuk terbuka kepada pengasuh.

“…Kita berani mendekati itu. Nanti mereka sedikit demi sedikit akan terbuka ke kita.” (Agn, )

“…dengan mata kepala saya sendiri ya saya bisa mengevaluasi mana yang sudah baik mana yang

belum baik atau mana yang kurang baik nanti saya buat catatan sebagai evaluasi…” (BM, 265-269)

Biasanya, sebelum bertemu dengan anak secara pribadi, pengasuh sudah memiliki catatan perilaku anak yang kemudian perlu digali lebih lanjut. Pada saat pengasuh menggali masalah anak, pengasuh berusaha untuk mencari tahu keinginan anak dan masalah anak.

“…meskipun kadang kita ya kalau nganu tanya pada anak, kamu tu ngopo to? Kok kamu berbuat seperti ini?” (SY, 43-45)

“…catatan khusus lalu nanti kalau bisa ketemu secara pribadi saya coba untuk saya gali mengapa anda berperilaku seperti ini…” (BM, 54-56)

c. Mengarahkan anak

Dalam kesehariannya, pengasuh memberikan kebebasan untuk anak. Akan tetapi, pengasuh tetap memberikan kontrol terhadap anak. Pengasuh tetap mendampingi anak dan memberikan pengarahan ataupun pembelajaran tentang bagaimana menjalani hidup. Pengasuh juga menuntun anak misalnya, dewasa nanti bekerja sebagai apa, dan bagaimana melakukan pekerjaan rumah tangga.

“Itu untuk membantu supaya tidak selalu dilarang tetapi juga tidak membiarkan begitu saja semuanya berlalu dalam kebebasan.” (BM, 132-135)

Pengasuh mencoba untuk menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai hidup terhadap anak misalnya, hidup tidak hanya mengandalkan

42

pemberian orang lain, hidup dengan sederhana dan prihatin, hemat, harus mampu membedakan situasi serius dan situasi santai, mengajarkan tentang kerapian dan kebersihan, serta mengenalkan anak dengan kegiatan rohani sedini mungkin.

“…saya selalu ya mengusahakan entah kerapian, kebersihan harus ada. Tidak bisa semua bisa ditolong bahkan anak yang kecil-kecil meskipun ada mesin cuci tapi anak ya njemuri lalu mbilasi atau ngurus sendiri setelah itu, ya memang tidak nyikati setiap… Tapi sesudah it uterus dibersihkan lagi kemudian diperas lalu dijemur. Itu dikerjakan oleh anak kelas 1 SD. Sejak awal itu sudah diajari untuk kerja… Tetapi saya mengajari anak juga tidak hanya belajar minta-minta... untuk mendidik anak bahwa ada kemungkinan-kemungkinan nanti saya hidupnya itu mau bekerja sebagai apa, wiraswasta, atau sebagai buruh, atau sebagai pekerja atau karyawan atau apa…” (BM; 846-853, 817-818, 834-838)

“…kita mendampingi, memberi tahu, mengarahkan itu ya sesudah doa malam itu. Jadi kalau kita melihat apa gitu, harus malam ini juga kita untuk ngingatkan mereka…” (SY, 55-58)

“…sekurang-kurangnya anak sudah harus bangun untuk bersiap dengan aktivitas masing-masing lalu jam 7 kurang seperempat sudah harus berangkat ke Gereja… prinsipnya juga kesederhanaan tapi tidak kekurangan.”

(BM; 523-525, 813-814)

“…Saya bilang gitu dan saya juga ngajari mereka prihatin juga to.” (SY, 228-230)

Pengasuh juga selalu mengingatkan anak akan masa lalunya sebagai bekal hidup bahwa mereka tidak boleh melupakan kesulitan atau kesusahan di masa lalu dan terlanjur enak-enakan dengan berbagai fasilitas di panti asuhan. Pada saat dilakukan member

checking, pengasuh menambahkan bahwa mengingatkan anak akan masa lalunya untuk memperbaiki perilaku dan dan kehidupannya.

“…Jadi kadang kita sendiri, bahkan ya itu tadi lupa dengan dunia kemarin-kemarin itu. Tapi ya diingatkan dalam arti nanti ndak terlanjur to, di sini enak-enak dan memang paling enak itu kalau kita lihat itu di sini.” (SY, 88-93)

Setiap perilaku anak selalu dalam pengawasan atau kontrol pengasuh. Pengawasan yang dilakukan pengasuh juga meminta bantuan pihak luar panti. Hal ini dikarenakan pengasuh tidak selalu dapat mengawasi satu persatunya anak di dalam dan di luar panti. Jika anak memunculkan perilaku yang kurang baik maka, pengasuh akan berusaha untuk memberi tahu dan menyadarkan anak akan kesalahannya. Pengasuh mungkin lebih waspada terhadap perilaku anak yang kurang baik misalnya, remaja yang sudah mulai jatuh cinta dan pacaran dengan sembunyi-sembunyi atau mungkin sedang mengalami suntuk.

“…banyak anak-anak yang menginjak remaja yang sudah mulai pingin kenal, pingin pacaran, pingin ini, mulai sembunyi-sembunyi. Inikan kita juga mesti waspada…” (SY, 48-51)

“…Misalnya anak itu sedang jatuh cinta, itu kita bisa memandang to. Ooo anak ini kok sepertinya lagi gini. Ooo anak ini kok sepertinya lagi suntuk, ada masalah apa.” (Agn, 205-208)

“…Kita mendapat laporan, anak ibu seperti ini-ini. Itu bagaimana kita memantau. Kalau yang di sekolah ya pasrah sama yang di sekolah. Nanti ada laporan, tadi nendang ini.” (Agn, 242-245)

44

Tidak hanya pengarahan tetapi anak juga dilatih untuk disiplin. Pengasuh mencoba untuk selalu menanamkan kedisiplinan dan melatih anak untuk bertanggung jawab atas perilaku atau tindakan atau kesalahan yang dilakukan anak. Kedisiplinan yang ditanamkan terhadap anak dimulai dari hal sederhana seperti ijin atau pamit sebelum pergi dan menyampaikan jika sudah pulang. Bentuk kedisiplinan lain yaitu menuntun anak untuk menggunakan aturan dan tata tertib yang ada, menegur anak yang berperilaku kurang baik, melanggar peraturan atau tidak menggunakan peraturan semestinya, serta memberi kebebasan dengan berpegang pada aturan yang berlaku.

“…Diajak yang sederhana, kan kita ngajarkan juga misalnya, nek pergi ya pamit, nek pulang ki ya ngomong.” (SY, 32-34)

“…Lalu memberikan kebebasan sepenuhnya untuk menggunakan hp dalam seluruh minggu juga bukan cara yang terbaik untuk melarang. Ada waktunya ya, agak khusus memang mau membina kaum muda dengan idealisme yang cukup tinggi supaya mereka terbiasa menggunakan aturan… Jadi seperti itu perlu untuk ditanamkann pada anak-anak dengan disiplin yang tinggi.” (BM; 138-144, 149-151)

Pengasuh juga menunjukkan kedisiplinannya dengan bersikap serius pada saat-saat serius seperti belajar, memarahi anak jika anak tidak melaksanakan tugasnya atau untuk menunjukkan kesalahannya, memberikan peringatan dengan hati-hati atas kesalahan atau pelanggarannya dan memberi hukuman atas pelanggaran yang dilakukan. Hukuman yang biasa diberikan berupa hukuman kerja,

tidak boleh sekolah, tidak mendapat jatah snack, dan sesekali hukuman fisik-dijewer (hanya untuk perilaku tertentu).

“…Saya juga mengharapkan anak itu bisa membedakan ini suasana bermain, ini suasana belajar supaya anak juga tahu kapan saya bisa menerapkan ini dengan suasana seperti ini, kapan saya bisa menikmati kebebasan. Kalau ini bisa dibedakan maka di situ unsur-unsur kedisiplinan, belajar hidup dengan membedakan suasana kerja, belajar, rekreasi supaya anak bisa membedakan… Jadi kalau suasana belajar ada yang jalan-jalan itu ya saya tegur karena ini jam belajar.” (BM; 717-725, 726-727)

“…Nah kita nanti ada sanksi. Misalnya ada yang ngompas temennya. Kita strap nggak boleh sekolah… besok lagi kalau pas pisang rebus kita nggak kasih.”

(Agn; 245-247, 252-253)

“…saya kalau harus menunjukkan kesalahan anak ya saya anu juga, tak tunjukkan dalam arti misalnya harus marah ya, supaya dia juga tahu to. Kaya gini lho, kamu tu berlaku seperti ini nggak bener.” (SY, 206-210)

Bentuk tanggung jawab yang diajarkan pengasuh yaitu khususnya untuk mereka yang berusia remaja. Pengasuh memberikan kebebasan terhadap anak untuk memilih sekaligus mengajak anak untuk bisa bertanggung jawab atas pilihannya. Ketika anak melakukan kesalahan, pengasuh masih mengajarkan anak untuk bertanggung jawab misalnya, memberi toleransi waktu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

“…Kamu pokoknya, kemarin senen ini kan janjinya sudah naik sepeda, tapi kemarin libur Minggu tidak mengusahakan memperbaiki”, berarti dia sudah ingkar

46

dengan janjinya to… Tapi ya masih ada toleran to untuk anak. Tapi yang jelas saya sudah menunjukkan pada dia bahwa saya tidak senang karena punya janji katanya mau memperbaiki, tidak.” (SY; 237-241, 242-245)

Senyatanya, sekedar pengarahan saja tidak cukup. Ada anggapan bahwa anak tidak cukup hanya diberi tahu dengan kata-kata tetapi juga memerlukan contoh konkret dari pengasuh misalnya, pengasuh memberi contoh bangun pagi tanpa harus menggunakan bel, bekerja membersihkan kandang atau merumput. Karena pengasuh memberikan contoh terhadap anak maka, pengasuh harus bersikap dengan hati-hati atau menjaga sikap. Menjaga sikap misalnya, menahan amarah dan lebih cenderung diam jika sedang marah. Hal ini untuk menjaga jangan sampai ada perilaku buruk yang keluar dan dicontoh oleh anak.

“…dengan keterbatasan ini ya saya berlaku atau melakukan banyak hal sekaligus juga pemimpin tetapi juga sekaligus pendamping dan bahkan banyak hal yang harus saya lakukan itu sebagai contoh. Anak-anak muda sekarang ini hanya diberitahu dengan tata tertib kadang-kadang belum cukup. Maka dibutuhkan contoh ya kalau anak merumput ya saya suatu saat ikut merumput. Kalau anak-anak membersihkan kandang sapi ya saya suatu saat ikut ke sana supaya mereka juga tahu…” (BM, 243-253)

“…Saya juga sering tanya pada anak-anak, kamu pernah po lihat Suster seperti itu, kamu pernah po diperlakukan Suster seperti itu. Nggak. Jadi, mereka ya spontan untuk mengatakan nek mereka itu melakukan, kita melihat trus kita katakan pernah po. Spontan dia menjawab nggak. Jadi, memang sungguh hati-hati sekali kalau kita mau anu, emosi. Maka saya itu kan banyak, kadang diam. Dalam arti meskipun saya

mangkel sementara saya diam. Kalau nggak nanti dilihat, ditiru.” (SY, 136-146)

“…Jadi, untuk memberi tahu mereka kan tidak langsung ke kata-kata saja. Tapi dengan perbuatan.”

(Agn, 175-177)

Dalam mengarahkan atau memberikan pembelajaran terhadap anak, pengasuh melakukan semuanya dengan penuh kesabaran misalnya, membantu mencarikan solusi atas masalah anak, mengajari anak baca-tulis, melayani anak dalam hal menyiapkan makanan atau

snack atau keperluan sekolah lainnya.

“…Trus saya ajari sedikit demi demi sedikit dengan kesabaran yang saya miliki… Dari dia belum bisa membuat garis, dari dia belum bisa menulis a i u e o sampai sekarang dia membaca… kebetulan saya itu baru ngambilkan nasi untuk adiknya. Dia minta snack, Bu Agus saya minta snack...” (Agn; 11-12, 5-8, 156-158)

Pengasuh mendampingi sekian banyak anak yang diantaranya memerlukan pendampingan atau pengarahan khusus. Perhatian dan perlakuan khusus yang diberikan pengasuh yaitu mengajak anak berdialog secara pribadi dan membantu mencarikan solusi atas permasalahan yang dihadapi anak.

“…Tetapi bagi anak-anak yang mempunyai perilaku khusus atau semacam kelainan dalam tanda kutip itu memang harus diberi perhatian secara khusus… pendampingannya yang khusus ya hanya itu. Dialog, menjadi teman mereka, memberi solusi bagi yang belum bisa diajak berpikir.” (BM; 28-31, 236-238)

48

Tanpa melupakan keterampilan-keterampilan non akademik yang mungkin dapat dipelajari anak maka, pengasuh memberikan keterampilan berupa keterampilan bermusik, koor, dan membentuk band.

“…Apalagi sekarangkan kita banyak mengajari mereka dengan musik, band, koor.” (SY, 77-78)

d. Menyesuaikan diri dengan keadaan anak

Menurut pengasuh, setiap manusia memiliki ciri atau kekhasan masing-masing sehingga pelayananannya pun berbeda. Sama halnya dengan masing-masing anak bahwa kondisi anak seperti usia, jenis kelamin, karakter tidaklah sama. Pendampingan terhadap masing-masing anak juga tidaklah sama dan menyesuaikan dengan kondisi setiap anak.

“…mengenal karakter anak itu satu persatu karena itu bagi saya sangat penting untuk modal pendampingan. Setiap orang itu sebenarnya perlu diberi pelayanan yang berbeda-beda…” (BM, 8-12)

Karena perbedaan setiap anak maka, pengasuh selalu berusaha mencari pola pendampingan yang tepat untuk anak-anak asuhnya. Anak-anak yang masih berusia TK-SD lebih banyak diberi perhatian sedangkan, anak yang sudah beranjak remaja lebih banyak dibimbing dan diajak bekerja sama.

“…memang ada hal-hal yang perlu diperhatikan secara khusus seperti karakter anak, asal-usul, latar belakang, orang tuanya, sosial-ekonomi, dan budayanya itu harus dicoba untuk dikenali… Ya kalau

yang remaja ke atas ya saya berlaku sebagai teman… tampaknya menggali lebih dalam tetapi juga sekaligus berperilaku sebagai teman.” (BM; 14-17, 73-75, 80-81)

“…Ya kalau dengan anak-anak yang kecil-kecil gitu ya masih, mereka itu kan butuh figur ibu. Kita nganunya ya seperti anak-anak misalnya, minta perhatian lebih to, masih kecil-kecil kaya gitu. Tapi kalau yang sudah gede-gede itu ya kita kan lebih ngajak kerja sama.kerja sama dalam arti juga membimbing mereka, diberi tanggung jawab.” (SY, 160-167)

Pendampingan untuk anak tidak hanya menyesuaikan dengan tingkat usia atau perkembangan anak tetapi juga melihat jaman atau era si anak. Pengasuh mencoba untuk mengamati apa yang sedang

trend di kalangan anak-anak. Meskipun demikian, pengasuh tetap berpatokan pada buku pegangan panti yang sudah ada.

“…prinsipnya memang ada pegangan seperti dalam buku itu sudah ada pegangannya. Soal terapannya, aplikasinya di lapangan itu memang disesuaikan dengan jamannya anak, perkembangannya anak. Nah itu yang perlu setiap saat harus mencari, mencari dan mencoba-coba… penerapannya di lapangan itu yang harus setiap kali dicari penyesuaiannya supaya sesuai dengan perkembangan anak.” (BM; 624-631,633-635)

Tentang bagaimana pengasuh bersikap atau memperlakukan anak juga disesuaikan dengan situasi atau tingkat usia anak. Untuk

Dokumen terkait