BAB I PENDAHULUAN
G. Metode Penelitian
4. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
41Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya : Bayumedia, 2006), hal. 192.
42Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994, Cet. Ke-5), hal. 225.
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.43 Analisis data yang dipergunakan adalah analisis data kualitatif, yaitu proses penyusunan, mengkatagorikan data kualitatif, mencari pola atau tema dengan maksud memahami maknanya. Data terutama diperoleh dari bahan pustaka dimana pengolahan, analisis dan konstruksi datanya dilaksanakan dengan cara penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang merupakan suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif serta komparatif.
Penelitian ini melakukan kegiatan inventarisasi bahan-bahan hukum sekaligus juga mengidentifikasikan berbagai peraturan di bidang HKI khususnya mengenai hak cipta. Di sini ditentukan pengkategorisasian ke dalam sistematisasi ketentuan peraturan perundang-undangan hak cipta. Metode analisis data dilakukan dengan cara, data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang mendasar kepada hal-hal yang bersifat umum dan kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus sesuai dengan pokok permasalahan tersebut.44
Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.45 Dari hasil tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
43Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991), hal.103.
44Surakhmad Winarno, Metode dan Tekhnik dalam bukunya, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tekhnik, (Bandung : Tarsito, 1994), hal. 17
45H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif Bagian II, (Surakarta : UNS Press, 1998), hal. 37
BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM YANG DIBERIKAN KEPADA PEMEGANG HAK CIPTA LAGU
A. Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Hak Cipta Lagu
Dalam Undang-Undang Hak Cipta Indonesia telah diatur tentang penegakan hukum hak cipta yang menetapkan perbuatan apa saja yang disebut sebagai tindak pidana hak cipta dan hak terkait. Demikian pula dalam Undang-Undang Hak Cipta telah diatur tentang tuntutan hak keperdataan yang dapat diajukan dalam bentuk gugatan ke pengadilan niaga ataupun bentuk-bentuk tindakan hukum lainnya yang bertujuan untuk mencegah berlanjutnya suatu pelanggaran hak cipta.
Saat ini, pelanggaran hak cipta banyak dilakukan di media internet sebagai konsekuensi logis dari adanya penemuan baru di bidang teknologi perekaman dan penyimpanan, seperti memory card atau flash disk. Kemajuan teknologi penyimpanan telah mempermudah pengguna untuk merekam atau mengopi suatu ciptaan dalam jumlah besar yang tampil di media internet dengan mudah dan biaya murah bahkan gratis.
Beberapa terobosan di bidang hukum Informasi dan teknologi telah dilakukan untuk mengantisipasi makin meluasnya pelanggaran hak cipta maupun tindak pidana lainnya yang dilakukan melalui media internet. Dalam Undang-Undang Hak Cipta sendiri ada beberapa pasal yang mengatur tentang perbuatan pelanggaran hak cipta yang berkaitan dengan perlindungan suatu ciptaan yang ada di internet. Sedangkan di luar Undang-Undang Hak Cipta ada Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang disebut-sebut sebagai cyber law Indonesia yang pertama.
28
Memperhatikan berbagai kasus pelanggaran HKI yang terjadi dewasa ini, tersirat bahwa hukum seakan tidak lagi mampu menjadi penghalang atau pencegah terjadinya pelanggaran. Selain motif ekonomi, fenomena ini tampaknya juga dilatarbelakangi oleh kemudahan dan keuntungan yang ditawarkan oleh teknologi yang tidak sebanding dengan ancaman hukum yang ditentukan.46
Illegal downloading dalam hal ini merupakan pelanggaran hak kekayaan intelektual, di mana difokuskan terhadap banyaknya pelanggaran hak cipta lagu yang terjadi di internet dengan jalan mengambil (download) lagu secara gratis tanpa izin atau sepengetahuan dari pencipta lagu yang sebenarnya. Ketika musik di-download tanpa izin pemilik Hak Cipta maka sesungguhnya yang terjadi adalah pelanggaran dan ada sanksi yang harusnya diterapkan untuk itu. Dalam Pasal 112 Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ditentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak melakukan pelanggaran terhadap Hak Cipta dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
Pengaturan terhadap pelanggaran Hak Cipta tidak hanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, tetapi juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam Pasal 25 Undang-Undang ITE ditentukan : "Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan".
46Hasbir Paserangi, Analisis Aspek Sosiologi Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Lagu di Makassar, (Makassar:Univ Hasanuddin, 2002), hal. 68.
Pelanggaran atas hak tersebut ditegaskan dalam Pasal 32 ayat (1) Jo. Pasal 48 ayat (1) UU ITE dengan sanksi pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
Namun pada kenyataannya yang terjadi adalah Pemerintah khususnya pihak Kementrian Komunikasi dan Informatika hanya mampu mengambil langkah pemblokiran, yang kemudian langkah tersebut juga tidak mengurangi adanya pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia. Selain langkah pemblokiran, langkah lain yang dilakukan oleh pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika yakni sosialisasi tentang ”stop illegal downloading”. Namun hal itu juga tidak memberikan perubahan yang signifikan.47
Meskipun pihak Kementrian Komunikasi dan Informatika telah melakukan pemblokiran beberapa situs ilegal di Indonesia. Patut disadari bahwa masyarakat Indonesia adalah manusia-manusia yang pintar yang telah terbawa arus canggihnya teknologi, sehingga ketika situs yang satu telah diblokir atau di tutup oleh pemerintah, maka situs-situs yang lain pun akan bermunculan mengikuti perkembangan kecanggihan teknologi yang ada.48
Konsep perlindungan terhadap HKI pada dasarnya adalah memberikan hak monopoli, dan dengan hak monopoli ini, pemilik HKI dapat menikmati manfaat ekonomi dari kekayaan intelektual yang didapatnya. Perlu diakui bahwa konsep HKI yang kita anut berasal dari Barat, yaitu konsep yang didasarkan atas kemampuan individual dalam melakukan kegiatan untuk menghasilkan temuan
47 www.kominfo.go.id
48www.kominfo.go.id
(invention). Pemberian hak monopoli kepada individu dan perusahaan ini, sering bertentangan dengan kepentingan publik. Dimasukannya masalah HKI kedalam bagian dari GATT melalui TRIPs, menambah kesenjangan dalam pemanfaatan kekayaan intelektual antara negara maju dan negara industri baru/berkembang.49
HKI dibangun di atas landasan “kepentingan ekonomi”, hukum tentang property (intellectual property). HKI identik dengan komersialisasi karya intelektual sebagai suatu property. Perlindungan HKI menjadi tidak relevan apabila tidak dikaitkan dengan proses atau kegiatan komersialisasi HKI itu sendiri. Hal ini makin jelas dengan munculnya istilah “Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights” (TRIPs), dalam kaitannya dengan masalah perdagangan internasional dan menjadi sebuah icon penting dalam pembicaraan tentang karya intelektual manusia. Ini pun berarti bahwa HKIlebih menjadi domainnya GATT-WTO, ketimbang WIPO. Karakter dasar HKI semacam itulah yang diadopsi ke dalam perundang-undangan Indonesia. Dapat dikatakan bahwa pembentukan hukum HKI di Indonesia merupakan transplantasi hukum asing ke dalam sistem hukum Indonesia.
Hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui, maka negaralah yang berhak memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya tersebut. Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan
49Rahardi Ramelan, Ekspresi Kebuyaan Tradisional dalam Globalisasi, Perlindungan HKI atauPengakuan, (www.leapidea.com, 2007).
karya seni lainnya (Pasal 10ayat (1) dan ayat (2) UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta).
Pemegang hak cipta adalah Pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerikma hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut dari pihak yang menerima hak tersebut (Pasal 1 ayat (4)). Hak yang dimiliki oleh Pemegang Hak Cipta, yakni adalah hak terkait. Yang dimaksud dengan hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukkannya ; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya (Pasal 1 ayat (5)). Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 2 ayat (1) ).
Hak-hak yang dimiliki oleh Pemegang Hak Cipta, yakni ; Hak ekonomi dan hak moral
a. Hak ekonomi
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait, baik melalui pengumuman ataupun diperbanyakan.
b. Hak moral
Adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun Hak Cipta atau Hak
terkait telah dialihkan. Dengan hak moral, Pencipta suatu karya cipta , juga memiliki hak untuk :
1. Dicantumkan nama atau nama samarannya di dalam Ciptaannya ataupun salinannya dalam hubungan dengan penggunaan secara umum
2. Mencegah bentuk-bentuk distrosi, mutilasi,atau bentuk perubahan lainnya yang meliputi pemutarbalikan, pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan reputasi pencipta.
3. Tidak ada satupun dari hak-hak tersebut diatas dapat dipindahkan selama penciptanya masih hidup, kecuali atas wasiat Pencipta berdasarkan peraturan perundang-undangan.50
Di dalam Hak Cipta dikenal azas perlindungan otomatis (automatical protection), artinya bahwa sebuah karya cipta yang diwujudkan oleh penciptanya, maka sejak saat itu secara otomatis karya cipta tersebut memiliki hak cipta dan mendapat perlindungan secara hukum. Untuk pengamanan pada karya cipta tersebut akan lebih baik seandainya didaftarkan, khususnya apabila pada suatu saat terbentur pada masalah hukum yang berhubungan dengan ciptaan-ciptaan yang ada.
Perlindungan otomatis harus memenuhi syarat-syarat subyektifitas dari Hak Cipta (copyright subyectivity). Dasar-dasar perlindungan Hak Cipta diantaranya:51 1. Asas Orisinalitas (Original).
50Esmansyah Djaja, Hukum Hak Kekayaan Intelektual. (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), hal. 24
51Hendri Kurniawan, Perlindungan hukum terhadap program komputer Menurut undang-undang nomor 19 tahun 2002Tentang hak cipta, (Semarang: Univ.Diponegoro, 2005), hal 62
Keaslian dari suatu ciptaan harus benar-benar terpenuhi, dalam arti bahwa suatu ciptaan orisinalitas menjadi acuan utama sebagai alat bukti secara factual bahwa karyanya benar-benar asli.
2. Bentuk Fisik (Phisycal Form).
Hak Cipta yang mendapat perlindungan adalah adanya bentuk fisik yang jelas artinya bahwa ciptaan tersebut tidak berupa ide atau informasi, akan tetapi ada wujud kongkrit sebagai hasil ciptaan tertentu.
3. Diwujudkan pada media tertentu (Tangible Media).
Ciptaan tersebut dinggap sah mendapat perlindungan hukum apabila telah diwujudkan pada suatu media yang dapat disimpan dan dibaca, didengar, atau dilihat serta dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
4. Jangka Waktu (Term Duration).
Bentuk fisik dari karya cipta dapat disimpan dalam jangka waktu lama, sesuai dengan perlindungan yang diberikan oleh undang-undang.
Dalam konsep Hak Cipta, tersimpul 3 (tiga) jenis hak khusus yang dilindungi undang-undang. Ketiga hak khusus itu adalah hak untuk mengumumkan ciptaan, hak untuk memperbanyak ciptaan, hak untuk memberi izin mengumumkan dan memperbanyak ciptaan, tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan menurut Peraturan Perundang-undangan Hak Cipta.52
1. Hak Untuk Mengumumkan Ciptaan
Yang dimaksud dengan "mengumumkan" adalah membacakan, menyuarakan, menyiarkan, atau menyebarkan ciptaan dengan menggunakan alat apa pun dan
52Hendri Kurniawan, Ibid, hal 64
dengan cara sedemikian rupa, sehingga ciptaan itu dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain. Termasuk hak mengumumkan adalah distribution right, public performance right, broadcasting right, cable-casting right.
2. Hak Untuk Memperbanyak Ciptaan
Yang dimaksud dengan "memperbanyak" adalah menambah jumlah suatu ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan suatu ciptaan. Termasuk hak memperbanyak adalah printing right, copying right.
3. Hak Untuk Memberi Izin
Yang dimaksud dengan “memberi izin” adalah memberi lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan mengumumkan atau memperbanyak ciptaan. Perbuatan hakkhusus ini harus dilaksanakan dengan perjanjian tertulis dalam bentuk akta otentik atau tidak otentik. Perbuatan yang diizinkan untuk dilaksanakan adalah perbuatan yang secara tegas disebutkan di dalam akta.
Dalam rangka penegakkan Undang-undang Hak Cipta yang baru ini, pihak Dirjen HaKI telah mengirim "Direct Mail" yang berisi semacam peringatan kepada beberapa perusahaan yang diduga menggunakan software tanpa lisensi dalam melakukan kegiatan bisnis mereka.53
Dengan adanya kepastian hak bagi para pencipta maka pelanggaran hak cipta dapat dibatasi. Sudah tentu perkembangan kegiatan pelanggaran dan
53Elyta Ras Ginting, Penegakan Undang-Undang Hak Cipta: Mengapa Masih Belum Efektif, Sinar Indonesia Baru, 29 September 2003, hal 4
kejahatan di dipengaruhi beberapa faktor seperti rendahnya tingkat pemahaman masyarakat akan arti dan fungsi hak cipta, sikap dan keinginan untuk memperoleh keuntungan dagang dengan cara yang mudah, ditambah belum cukup terbinanya kesamaan pengertian sikap dan tindakan para aparat penegak hukum dalam menghadapi pelanggaran dan kejahatan Hak Cipta merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian.
Dengan memperhatikan hak-hak tersebut dipandang perlu untuk menyempurnakan Undang-undang Hak Cipta menjadi lebih baik, Hal ini disadari karena kekayaan seni dan budaya, serta pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional.Dalam rangka pengembangan kemampuan nasional, dengan memperhatikan pentingnya peranan dan penggunaan, maka sudah waktunya untuk memberikan Perlindungan Hukum terhadap Karya Cipta ini.
B. Pengaturan Hak Cipta Di Indonesia
Pengaturan Hak Cipta di Indonesia sudah ada pada jaman penjajahan Belanda yaitu Auteurswet 1912 Staatsblad No. 600 yang berlaku pada waktu itu di negeri Belanda, dan Auteurswet 1912 tersebut terus berlaku setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang-undang Dasar ini.
Auteurswet 1912 adalah suatu ketentuan atau undang-undang yang mengatur masalah Hak Cipta dan bertujuan untuk memberikan perlindungan
hukum bagi pencipta atas karya-karya yang diciptakannya. Indonesia baru berhasil menciptakan Undang-undang Hak Cipta Nasional pada tahun 1982 yakni dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta. Dalam konsiderannya menyatakan bahwa Auteurswet Staatsblad No.600 Tahun1912 perlu dicabut karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan cita-cita Hukum Nasional.
Selain itu dimaksudkan pula untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan dibidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa dalam wahanaNegara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.54
Menurut Harsono Adisumarto bahwa:
“Auteurswet” pada hakekatnya tidak mempunyai dampak terhadap perlindungan hak cipta. Mengingat masyarakat Indonesia pada waktu itu, yaitu pada waktu berlakunya “Auteurswet” tersebut belum cukup mencapai tingkat pemahaman mengenai arti dan kegunaan hak cipta, sehingga terdapat hambatan cultural atas perlindungan hak cipta pada masa itu.55
Beberapa tahun kemudian Undang-undang Hak Cipta Nomor 6 Tahun 1982 tersebut dirasakan kurang dapat menyesuaikan perkembangan akan kebutuhan perlindungan hak cipta, pada saat itu pembajakan begitu merajalela dinegeri ini, karena desakan dunia internasional dan ancaman pembatalan GSP (General System of Preference) oleh AS waktu itu, maka Undang-undang Hak Cipta Nomor 6 Tahun 1982 diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987.56
54Adi Supanto, ‘Perspektif Perlindungan Hak Cipta di Indonesia dan Permasalahannya”.Disampaikan dalam rangka Pemahaman HKI pada Universitas Negeri Semarang, 8 Nopember 2000.
55Harsono Adisumarto, Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta, ,(Jakarta:Akademika Pressindo, 1990), hal. 49.
56Budi Santoso, “Globalisasi Ekonomi dan Kaitannya dengan Penegakan Hukum terhadap Pelanggaran Hak Cipta”. Bahan Bacaan Kuliah HKI-Hmi. Fakultas Hukum UNDIP.
Perubahan yang mendasar adalah peningkatan ancaman pidana dari 5 tahun menjadi 7 tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah, serta dimasukannya karya cipta yang dilindungi Hak Cipta di Indonesia.Perkembangan selanjutnya sebagai akibat adanya kecenderungan internasional dalam perlindungan Hak Cipta dengan keikutsertaan Indonesiadalam persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagaimana telah diratifikasi dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1994, maka Undang-undang Hak Cipta Nomor 7 Tahun 1987 direvisi dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 sebagai konsekuensi logis sekaligus harmonosasi terhadap persetujuan tersebut.57
Dalam Undang-undang Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997 ini penyempurnaan mencakup berbagai ketentuan tentang perlindungan ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, juga perlu diadakan pengecualian dari pada pelanggaran terhadap Hak Cipta, jangka waktu perlindungan ciptaan, hak dan wewenang untuk melakukan gugatan, dan berbagai ketentuan mengenai PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) dan aparat Polisi Negara dalam melakukan penyidikan atas dugaan terjadinya tindak pidana pelanggaran Hak Cipta. Juga dianggap perlu untuk melakukan berbagai penambahan yang merupakan perubahan adalah ketentuan mengenai:58
1. Penambahan ketentuan baru yang mengakui adanya hak atau penyewaan ciptaan atau Rental Right bagi pemegang Hak Cipta rekaman video, film dan Program Komputer (Software).
57Adi Supanto, Ibid, hal 3.
58Sudargo Gautama, Konvensi-konvensi Hak Milik Intelektual Baru Untuk Indonesia,(Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 50
2. Penambahan ketentuan baru yang mengatur perlindungan bagi hak-hak yang berkaitan dengan Hak Cipta atau Neighbouring Right, yang meliputi perlindungan bagi pelaku produser rekaman suara dan lembaga penyiaran.
3. Penambahan ketentuan baru yang mengatur mengenai lisensi Hak Cipta, dan masih harus peraturan pemerintah yang khusus mengatur implementasinya.
4. Penyesuaian ketentuan mengenai jangka waktu perlindungan bagi Program Komputer (Software) atau Komputer Program yang dilindungi sebagai karya tulis atau literary works menjadi 50 tahun.
Perubahan dari pada Undang-undang Hak Cipta itu telah memuat beberapa penyesuaian pasal yang sesuai dengan Agreement On Trade Related Aspects Of Intellectual Property Rights (TRIP’s) dan World Intellectual Property Organization (WIPO), namun masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan lagi untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya, selain itu perlu ditegaskan dan memilah kedudukan Hak Cipta, di satu pihak dan hak terkait di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya intelektual yang bersangkutan secara jelas.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2007 kemudian di perbaharui menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002, akan tetapi masih kurang sempurna karena masih terlalu banyak celah yang harus di tutupi.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah undang-undang yang dinantikan oleh masyarakat Indonesia yang baru saja diberlakukan
pada bulan Oktober 2014. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak cipta menggantikan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002.
Setiap ciptaan seseorang atau badan hukum dilindungi oleh undang-undang karena pada ciptaan itu melekat Hak Cipta. Setiap pencipta atau pemegang Hak Cipta bebas menggunakan Hak Ciptanya, tetapi undang-undang menentukan pula pembatasan terhadap kebebasan penggunaan Hak Cipta yaitu Karena sudah ditentukan pembatasannya, maka kebebasan menggunakan Hak Cipta tidak boleh melanggar pembatasan tersebut.59
Pembatasan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Kesusilaan dan Ketertiban Umum
Kebebasan penggunaan Hak Cipta tidak boleh melanggar kesusilaan dan ketertiban umum. Termasuk contoh melanggar kesusilaan adalah penggunaan hakuntuk mengumumkan atau memperbanyak VCD kebebasan seks.
Termasuk melanggar ketertiban umum adalah memperbanyak dan menyabarkan buku yang berisi ajaran yang memperbolehkan wanita bersuami lebih dari 1 (satu) poliandri.
2. Fungsi Sosial Hak Cipta
Kebebasan penggunaan Hak Cipta tidak boleh meniadakan atau mengurangi, fungsi sosial Hak Cipta memberi kesempatan kepada masyarakat memanfaatkan ciptaan seseorang untuk kepentinganpendidikan dan ilmu pengetahuan, bahan pemecahan masalah, pembelaan perkara di pengadilan, bahan ceramah, tetapi harus disebutkan sumbernya secara lengkap.
3. Pemberi Lisensi Wajib.
59Ajip Rosidi.Undang-Undang Hak Cipta 1982, Pandangan Seorang Awam,(Jakarta:
Djambatan, 1984), hal. 44
Pemegang Hak Cipta memberi lisensi (Compulsory Licensing) kepada pihak lain untuk menerjemahkan atau memperbanyak ciptaannya dengan imbalan yang wajar. Pemberian lisensi wajib didasari pertimbangan bila negara memandang perlu atau menilai suatu ciptaan sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat dan negara, misalnya untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, keamanan dan ketertiban.
Mengenai Hak Turunan yang merupakan terjemahan dari Neighbouring Right diartikan sama dengan Hak Salinan berpangkal pada atau berasal dari Hak Cipta yang bersifat asal (origin).60 Hak Turunan ini dilindungi karena banyak berhubungan dengan perangkat teknologi, yaitu fasilitas rekaman, fasilitas pertunjukan, dan fasifitas penyiaran. Perlindungan Hak Turunan terutama ditujukan kepada orang yang berprofesi di bidang pertunjukan, perekaman dan penyiaran.
Objek pengaturan Hak Cipta adalah karya-karya cipta dibidang ilmu pengetahuan, sastra dan di bidang seni. Karya apa saja yang jelasnya dilindungi Hak Cipta, ditentukan dalam Pasal 40 ayat (1)Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014.
Jenis ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu
Jenis ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu