• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM YANG DIBERIKAN KEPADA

D. Pemegang Hak Cipta Atas Lagu yang Sudah Direkam Dalam

Pemegang hak cipta atas lagu adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan HAKI yang pengaturannya terdapat dalam ilmu hukum dan dinamakan hukum HAKI. Yang dinamakan hukum HAKI meliputi suatu bidang hukum yang membidangi hak-hak yuridis atas karya-karya atau ciptaan-ciptaan hasil olah pikir manusia bertautan dengan kepentingan-kepentingan bersifat ekonomi dan moral.

Bidang yang dicakup dalam HAKI sangat luas, karena termasuk di dalamnya semua HAKI, misalnya terdiri dari: ciptaan sastra seni, ilmu pengetahuan, invensi, desain industri, merek, desain tata letak sirkuit terpadu, dan lain-lain.

Hukum HAKI melarang dilakukannya tindakan penjiplakan atau plagiat, plagiat yaitu suatu tindakan dengan maksud untuk menarik keuntungan dari ciptaan-ciptaan yang merupakan kekayaan intelektual orang lain, dan menetapkan kaedah-kaedah hukum yang mengatur ganti rugi yang harus dipikul oleh orang yang melanggarnya dengan melakukan tindakan penjiplakan.65 Dalam kurun waktu dua dekade terakhir, HAKI mulai memasuki tahapan baru dalam perkembangan hukum di Indonesia, HAKI menjadi mengemuka tidak hanya karena berdasarkan hukum,

64Penjelasan Undang-undang No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, alenia ketiga

65Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung : Alumni, 2005) hal. 32

tetapi juga karena bertautan erat dengan bidang-bidang lain secara sekaligus, seperti bidang-bidang teknologi, ekonomi,sosial budaya, kesenian, komunikasi dan lain sebagainya.

Hal ini menjadikan HAKI mendorong timbulnya kesadaran baru tentang arti penting dan adanya fungsi ekonomi HAKI, sehingga dalam memandang persoalan HAKI ini mau tidak mau harus dilihat dengan mempergunakan kacamata yang berdimensi luas, disamping masalah teknis yuridisnya. Secara substantif, pada dasarnya pengertian HAKI dapat dideskripsikan sebagai hak-hak atas harta kekayaan yang merupakan produk olah pikir manusia, dengan perkataan lain HAKI adalah hak atas harta kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia.

Kekayaan semacam ini bersifat pribadi dan berbeda dari kekayaan-kekayaan yang timbul bukan dari kemampuan intelektual manusia, seperti hak atas:66

1. Harta kekayaan yang diperoleh dari alam terdiri dari:

a. tanah: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak penambangan, hak sewa, dan lain-lain.

b. air: hak mengelola sumber air, hak lintas damai di perairan pedalaman, hak perikanan, dan lain-lain

c. udara: hak lintas udara bagi pesawat-pesawat udara maskapai udara asing, hak siaran, dan sebagainya

2. Harta kekayaan yang diperoleh dari benda-benda tidak bergerak dan bergerak seperti:

a. hak milik atas tanah, gedung, bangunan, dan rumah susun

66Ibid., hal 34

b. hak milik atas mesin-mesin

c. hak milik atas mobil, pesawat udara, surat-surat berharga

Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:67

1. membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik)

2. mengimpor dan mengekspor ciptaan

3. menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan)

4. menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum.

5. menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain

Hak eksklusif adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.68 Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalih wujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun.69

67Anonim, Hak Cipta, http://org/wiki/Hak Cipta.html, diakses tanggal 1 September 2015.

68Ibid.

69Anonim, Seputar Hak Kekayaan Internasional, http://www.dgip.go.id, tanggal 1 September2015.

Dari penjelasan di atas, hak eksklusif yang terkandung dalam suatu karya cipta juga dimiliki oleh karya cipta lagu dan musik. Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.

Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis.70 Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi dengan persyaratan tertentu.

Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilih hak cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut diatas. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan pengetahuan, seni dan sastra. Yang dimaksud dengan hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta adalah pelaku, produser rekaman suara dan lembaga penyiaran.

Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari atau mereka menampilkan, memperagakan atau mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau mempermainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra dan karya senilainnya.

Pemegang Hak cipta merupakan salah satu objek hak kekayaan intelektual yang paling rentan terhadap pelanggaran. Pada dasarnya, pelanggaran hak cipta terjadi apabila materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dan harus ada kesamaan antara dua karya yang ada. Si penuntut harus membuktikan bahwa karyanya ditiru atau dilanggar atau dijiplak, atau karya lain tersebut berasal dari

70Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pasal 3-4.

karya ciptaannya. Hak cipta juga dilanggar bila seluruh atau bagian substansial dari ciptaan yang telah dilindungi hak cipta telah dikopi.71

Beberapa terobosan di bidang hukum informasi dan teknologi telah dilakukan untuk mengantisipasi makin meluasnya, baik pelanggaran hak cipta maupun tindak pidana lainnya yang dilakukan melalui media internet. Dalam Undang-undang Hak Cipta sendiri ada beberapa pasal yang mengatur tentang perbuatan pelanggaran hak cipta yang berkaitan dengan perlindungan suatu ciptaan yang ada di internet. Sedangkan di luar undang Hak Cipta ada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang disebut-sebut sebagai cyber law Indonesia yang pertama.

Pelanggaran hak cipta atas suatu ciptaan, khususnya yang menggunakan bantuan teknologi komputer masih tetap berlangsung seperti biasanya karena faktor-faktor sebagai berikut:72

a. Ciptaan di media internet dengan mudah dapat digandakan dan disebarluaskan secara global dalam jangka waktu yang sangat singkat dan dalam jumlah yang sangat banyak;

b. Tidak ada batasan tempat dari pelaku pelanggaran karena suatu domain name atau website dapat diakses oleh setiap orang secara global;

c. Prosedur acara antarnegara dalam menangani pelanggaran atas hak cipta di internet, seperti untuk menentukan siapa pelaku dan kapan terjadinya

71Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2005), hal 6

72Elyta Ras Ginting, Op.Cit. hal. 196

(tempus delicti) serta menetapkan wilayah hukum terjadinya pelanggaran (locus delicti) masih bervariasi;

d. Informasi, data, atau suatu ciptaan di internet rentan untuk dimanipulasi, diubah, atau dimodifikasi oleh orang lain meskipun telah dilindungi oleh sarana kontrol teknologi;

e. Tidak hanya economic rights dari pemegang hak cipta yang dilanggar, tetapi juga moral rights dari pencipta;

f. Kemajuan dibidang teknologi yang sangat cepat dan berkesinambungan memungkinkan seseorang untuk melanggar hak cipta dalam berbagai bentuk modus operandi dengan menggunakan teknologi canggih;

g. Beberapa trend perbuatan di internet, seperti melakukan framing ataupun melakukan link pada suatu situs yang berisi ciptaan yang melanggar hak cipta belum dapat diidentifikasi sebagai pelanggaran hak cipta.

Terdapat beberapa jenis pelanggaran hak cipta yang patut di ketahui, di antaranya yaitu:73

1. Pelanggaran Langsung (Direct Infringement)

Perbuatan yang melanggar hak cipta secara langsung atau direct Infringement adalah perbuatan yang melanggar hak eksklusif pencipta atas ciptaannya untuk memperbanyak atau mereproduksi, mengumumkan, dan menyewakan suatu ciptaan tanpa izin pemegang hak cipta atau hak terkait. Istilah pelanggaran langsung (direct infringement) memang tidak dipergunakan dalam redaksional Undang-undang Hak Cipta, tetapi secara implisit terkandung dalam redaksional Pasal 2, 20, dan 49 Undang-undang Hak Cipta, yaitu:

a. Tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra;

73Ibid., hal. 200

b. Tanpa hak memperbanyak dan mengumumkan suatu potret;

c. Tanpa hak memperbanyak atau menyewakan suatu karya sinematografi dan program komputer untuk kepentingan komersial;

d. Tanpa hak membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara/atau gambar pertunjukannya;

e. Tanpa hak memperbanyak, menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi;

f. Tanpa hak melakukan pertunjukan umum (public performance), mengomunikasikan pertunjukan langsung (live performance), dan mengomunikasikan secara interaktif suatu karya rekaman pelaku atau artis;

g. Tanpa hak membuat, memperbanyak dan atau menyiarkan ulang karya siaran melalui transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik lainnya.

Di luar Undang-undang Hak Cipta pun ditemukan peraturan lain yang mengatur tentang pelanggaran hak cipta secara khusus atas ciptaan yang terkandung dalam informasi elektronik, dokumen elektronik, dan situs internet. Dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ditentukan bahwa:

“Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual berdasarkan ketentuan perundang-undangan.”

Selanjutnya, dalam Pasal 32 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 ditentukan cara-cara yang berkaitan dengan perbuatan yang dilarang sehubungan dengan informasi elektronik atau dokumen elektronik yang dilindungi dengan hak kekayaan intelektual, yakni:

a) Secara tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, meghilangkan, memindahkan, ataupun menyembunyikan suatu informasi elektronik milik orang lain atau milik publik;

b) Secara tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer informasi elektronik atau dokumen elektronik pada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak.

2. Pelanggaran Tidak Langsung (Indirect Infringement)

Pelanggaran tidak langsung atau indirect infringement di bidang hak cipta pada umumnya berkaitan dengan ciptaan yang merupakan hasil dari pelanggaran hak cipta atas ciptaan lain. Secara konvensional, pelanggaran secara tidak langsung terhadap hak cipta dilakukan dengan cara memperdagangkan atau mengimpor barang hasil pelanggaran hak cipta, seperti CD-DVD lagu-lagu bajakan ataupun karya sinematografi bajakan tanpa izin dari pemilik hak cipta.

Dalam bentuk lain, pelanggaran hak cipta secara tidak langsung adalah suatu perbuatan yang secara tidak langsung ditujukan terhadap suatu ciptaan, tetapi perbuatan tersebut berakibat pada terjadinya pelanggaran hak cipta.

Bentuk pelanggaran hak cipta secara tidak langsung dalam Undang-undang Hak Cipta nomor 19 tahun 2002 diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 72 ayat (2)

Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait.

Pasal 72 ayat (4)

Pengumuman suatu ciptaan yang bertentangan dengan kebiksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta ketertiban umum. Termasuk di dalamnya menyiarkan atau mempertunjukkan film yang tidak lolos sensor oleh Badan Sensor Film.

Pasal 72 ayat (7) dan (8)

Secara tanpa hak telah meniadakan atau mengubah informasi manajemen pencipta dalam suatu ciptaan serta merusak sarana kontrol teknologi pengaman hak cipta dari suatu ciptaan.

3. Turut Serta Membantu Melakukan Pelanggaran (Contributory Infringement) Dalam praktik penegakan hukum hak cipta, pihak lain yang tidak secara langsung melakukan pelanggaran juga dapat dimintai pertanggungjawaban hukumnya sebagai pelaku, yaitu dalam hal pemberian bantuan atau turut serta melakukan tindak pidana. Dalam KUH Pidana diatur tentang dua jenis perbuatan yang juga dianggap sebagai pelaku tindak pidana, yaitu penyertaan serta membantu terjadinya atau terwujudnya suatu tindak pidana. Delik penyertaan diatur dalam Pasal 55 KUH Pidana yang mensyaratkan pelaku baru dapat dimintai pertanggungjawaban hukumnya sebagai pelaku peserta tindak pidana jika pelaku memiliki kesamaan niat atau tujuan dengan pelaku lainnya.

Sedangkan delik perbantuan diatur dalam Pasal 56 KUH Pidana membagi duabentuk perbuatan yang digolongkan sebagai perbuatan membantu terjadinya tindak pidana (medeplichtige), yaitu memberi bantuan pada saat terjadinya kejahatan dilakukan atau mempersiapkan tindak pidana dilakukan dengan cara member kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan tindak pidana.

Baik tindak pidana penyertaan maupun perbantuan dalam melakukan suatu pelanggaran hak cipta digolongkan sebagai pelanggaran secara tidak langsung

(indirect infringement) yang tidak mensyaratkan adanya kesengajaan dari pelaku untuk melakukan pelanggaran.

Di Amerika, pelanggaran atas hak cipta lebih banyak dihadapi dengan tuntutan perdata dan ganti rugi. Di Indonesia sebaliknya, ada keinginan untuk menghadapi pelanggaran dengan mengupayakan sanksi kriminal dibandingkan pemberian ganti rugi. Dengan makin meningkatnya kesadaran hukum dan perkembangan hukum atas kekayaan intelektual, diharapkan penyelesaian secara ganti rugi makin meningkat, seimbang dengan tuntutan pidana.74

1. Pencipta atau pemegang Hak Cipta

Subyek hak cipta, bisa manusia dan badan hukum. Inilah yang oleh Undang-undang Hak Cipta (UUHC) dinamakan dengan Pencipta. Menurut Pasal 1 angka 2 UUHC 2002, yang tidak jauh berbeda dengan Pasal 1 angka 1 UUHC 1997, bahwa Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Dari bunyi Pasal 1 angka 2 UUHC 2002 tersebut, secara singkat bahwa Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama melahirkan suatu ciptaan dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

Dengan sendirinya Pencipta juga menjadi Pemegang Hak Cipta, tetapi tidak semua Pemegang Hak Cipta adalah penciptanya. Pengertian Pemegang Hak Cipta dinyatakan dalam Pasal 1 angka 4 UUHC 2002 atau sebelumnya dalam Pasal 1 angka 3 UUHC 1997 menyatakan bahwa : Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta

74 Endang Purwaningsih, S.H., M.Hum., Loc.cit.

sebagai Pemilik Hak Cipta,atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.75

Dengan demikian, Pencipta Hak Cipta otomatis menjadi Pemegang Hak Cipta, yang merupakan Pemilik Hak Cipta, sedangkan yang menjadi Pemegang Hak Cipta tidak harus Penciptanya, tetapi bisa pihak lain yang menerima hak tersebut dari Pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan. UUHC 2014 membedakan penggolongan Pencipta Hak Cipta dalam beberapa kualifikasi, sebagai berikut : a. Seseorang, yakni :

1) Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal HKI;

2) Orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan;

3) Seseorang yang berceramah tidak menggunakan bahan atau secara tidak tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya;

4) Seseorang yang membuat Ciptaan dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya atau hubungan dinas berdasarkan pesanan atau hubungan kerja atau berdasarkan pesanan.

Pasal 5 UUHC 2002 menyatakan :

(1) Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah :

75Agnes Vira Ardian, “Prospek Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dalam Kesenian Tradisional Di Indonesia”(Semarang: UniversitasDiponegoro, 2008), hal 87

a. orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau

b. orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan.

(2) Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah tersebut.

Pasal 8 UUHC 2002 menyatakan :

(1)Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaanitu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.

(3) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta,kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.

b. Dua orang atau lebih

Jika suatu Ciptaan diciptakan oleh beberapa orang, maka yang paling dianggap sebagai penciptanya :

1) Orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan yang bersangkutan atau menghimpunnya;

2) Perancang Ciptaan yang berdangkutan. Pasal 6 UUHC 2002 menyatakan :Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing- masing atas bagian Ciptaannya itu. Pasal 7 UUHC 2002 menyatakan :Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu.

c. Lembaga atau instansi pemerintah Pasal 8 UUHC 2002 menyatakan :

(1) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang HakCipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.

(3) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.

d. Badan hukum

Pasal 9 UUHC 2002 menyatakan :

Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa Ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai Penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai Penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya. Dengan demikian, dapat disimpulkan, baik berdasarkan UUHC 1997 maupun 2002 merumuskan dalam tiga cara siapa yang menjadi Pencipta dari suatu Ciptaan.

Cara pertama, UUHC merumuskan secara tegas siapa saja yang menjadi Pencipta, yakni :

a. Orang yang namanya terdaftar sebagai pencipta;

b. Orang yang namanya disebut dalam ciptaan;

c. Orang yang namanya diumumkan sebagai pencipta;

d. Penceramah;

e. Orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan yang terdiri atas beberapa bagian tersendiri;

f. Penghimpun seluruh ciptaan yang terdiri atas beberapa bagian tersendiri;

g. Perancang suatu ciptaan;

h. Lembaga instansi dari pembuat atau pembuat suatu ciptaan dalam lingkungan pekerjaannya atau hubungan dinas berdasarkan pesanan;

i. Pembuat suatu ciptaan dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan;

j. Badan hukum yang mengumumkan suatu ciptaan yang berasal darinya.

Cara kedua, UUHC merumuskan secara tidak tegas siapa yang menjadi Pencipta. Dalam hal ini yang bersangkutan dianggap sebagai Pencipta suatu Ciptaan, kecuali pihak lain dapat membuktikan sebaliknya bahwa yang bersangkutan bukan penciptanya. Dengan kata lain, selama yang bersangkutan

tidak terbukti sebaliknya, seseorang tetap dianggap sebagai Pencipta dari suatu Ciptaan, yaitu :

a. Seseorang yang namanya terdaftar sebagai pencipta;

b. Seseorang yang namanya disebut dalam ciptaan;

c. Seseorang yang namanya diumumkan sebagai pencipta;

d. Penceramah;

e. Badan hukum yang mengumumkan suatu ciptaan yang berasal darinya.

Sedang cara ketiga, UUHC menyerahkan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan bersama untuk menentukan siapa yang menjadi Pencipta dan Pemegang Hak Ciptanya. Pengertian kata ‘kecuali terbukti sebaliknya’ di sini mengandung arti, bahwa bilamana di kemudian hari ada orang lain yang dapat membuktikan dialah yang sebenarnya mencipta, anggapan pertama akan gugur.

Pengadilan Negerilah sebagai instansi yang akan menentukan dan memastikan siapa yang sesungguhnya telah mencipta, sehingga berhak disebut sebagai Pencipta.

Sebagai Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, bukan saja Penciptanya sendiri, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama; lembaga atau instansi; atau badan hukum, melainkan juga Negara, yakni terhadap Ciptaan yang dijadikan milik negara dan Ciptaan yang tidak diketahui siapa penciptanya, sehingga akan mengakibatkan kesulitan dalam menentukan kepada siapa perlindungan hukum hak cipta tersebut harus diberikan.

Pasal 10 UUHC 2002 menyatakan :

(1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.

(2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat,dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

(3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya dalam Pasal 11 UUHC 2002 dinyatakan :

(1) Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.

(2) Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran Penciptanya, penerbit memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.

(3) Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau penerbitnya, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.

Berdasarkan Pasal 10 UUHC 2002, Negara memegang Hak Cipta terhadap karya peniggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya, folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama. Di samping itu, negara

Berdasarkan Pasal 10 UUHC 2002, Negara memegang Hak Cipta terhadap karya peniggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya, folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama. Di samping itu, negara

Dokumen terkait