• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.3. Metode Penelitian

3.3.5. Analisis Data

1. Hubungan keterkaitan antara karakteristik pori tanah yang meliputi jumlah, distribusi, dan stabilitas pori dengan parameter pergerakan air (konduktivitas hidrolik tanah), dianalisis dengan menggunakan korelasi dan regresi baik tunggal maupun berganda. Karakteristik pori sebagai variabel bebas dan konduktivitas hidrolik jenuh dan tak jenuh sebagai variabel respon.

2. Perhitungan neraca air lahan daerah penelitian baik bulanan maupun mingguan dengan metode Thornthwaite dan Mather (1957). Neraca air bulanan diperhitungkan dari curah hujan efektif yang ditetapkan dari curah hujan rataan bulanan dalam tahun pengamatan 1994 sampai dengan 2005. Neraca air mingguan ditetapkan berdasarkan curah hujan selama masa pengamatan. Metode pengukuran neraca air Thornthwaite dan Mather ditampilkan pada Lampiran 4. 3. Perhitungan fluks aliran air dilakukan untuk seluruh zona perakaran (kedalaman 50 cm) maupun tiap zona 10 cm kedalaman tanah, dengan menetapkan besarnya fluks pada suatu kedalaman tanah tertentu menurut Hanks dan Ashcroft (1986) dan Koorevaar et al. (1983) sebagai berikut:

z h K q Δ Δ − = ψ .……….(12) di mana q = fluks aliran air sepanjang jarak kedalaman ∆ z (antara z1 dan z2) yang memiliki perbedaan potensial hidrolik sebesar ∆ψh. Apabila dalam kolom tanah terjadi aliran transient, maka terjadi perubahan fluks aliran air antara ujung pemasukan dan pengeluaran air selama jarak waktu tertentu. Dengan demikian tiap jarak satu hari pengukuran terjadi perbedaan fluks aliran air, sehingga Hanks dan Ashcroft (1986) dan Koorevaar et al. (1983) menetapkan

t z q Δ Δ − = Δ Δ θ …..………..(13) di mana ∆q/∆z = perubahan fluks aliran air sepanjang kedalaman lapisan tanah z cm, dapat diukur dari perubahan kadar air selama waktu tertentu (∆θ/∆t), yaitu

selisih antara kadar air tanah suatu hari dengan kadar air hari sebelumnya. Menurut Hanks dan Ashcroft (1986), fluks aliran air ke bawah dinyatakan sebagai fluks negatif, dan aliran ke atas sebagai fluks positif

4. Pergerakan air transient diperhitungkan dari perbedaan fluks antara dua titik kedalaman tanah yang diperhitungkan Menurut Hanks dan Ashroft (1986), pergerakan air transient merupakan perubahan kadar air setiap saat, dan dapat menunjukkan perubahan storage selama selang waktu yang diperhitungkan.

dθ/dt = d fluks/dx (cm/cm.waktu) ... (14) Di mana dθ/dt = laju pergerakan air transient (laju perubahan storage), dfluks/dx = perubahan fluks per satuan jarak.

5. Untuk melihat pengaruh jumlah hujan terhadap fluks aliran air maupun pergerakan air transient dilakukan analisis model deterministik yang merupakan pendekatan terhadap proses pergerakan air dalam tanah

6. Untuk melihat pengaruh karakteristik pori terhadap fluks aliran air maupun pergerakan air transient dilakukan analisis korelasi dan regresi. Karakteristik pori sebagai variabel bebas dan fluks aliran air maupun laju aliran transient sebagai variabel respon.

7. Untuk melihat perbedaan kadar air dan kadar hara antar kedalaman tanah dan antar waktu pengukuran (tiap minggu) digunakan uji beda nilai tengah (uji t).

8. Kebutuhan air irigasi ditetapkan berdasarkan defisit kadar air, merupakan selisih antara kadar air lapangan terhadap kadar air minimum tersedia bagi tanaman (MSD = Maximum soil moisture deficit, merupakan kadar air tersedia terendah dari readily available water) (Lampiran 5). Menurut Allen et. al. (1998), Shaxson dan Barber (2003), air tersedia yang cukup untuk pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis adalah 50 % air tersedia (maximum soil water deficit, kadar air tanah yang tersedia bagi tanaman)

Defisit air = KA lapang – MSD ...(15) Di mana KA lapang = kadar air pada kondisi lapangan, MSD = Maximum soil moisture deficit, kadar air minimum tersedia bagi tanaman. Apabila kadar air lapangan lebih rendah dari MSD, maka tanah memerlukan irigasi (terjadi defisit). Kebutuhan air irigasi juga diperhitungkan berdasarkan kadar air minimum tersedia menurut USDA (1991) (Lampiran 8). Menurut USDA (1991) tersebut, tanaman memerlukan irigasi apabila kadar air tanah telah berada di bawah kadar air yang menyebabkan laju pertumbuhan tanaman kurang dari 80%.

9. Analisis secara deskriptif dilakukan terhadap pengaruh curah hujan, fluks aliran air, dan laju perubahan storage terhadap kadar air maupun kadar hara dalam tanah.

10. Hubungan keterkaitan antara fluks aliran air, pergerakan air transient, dan kadar air dengan kadar hara larutan tanah dilakukan dengan uji korelasi. Fluks aliran air, laju aliran air transient, dan kadar air sebagai variabel bebas dan kadar hara lariutan tanah sebagai variabel respon

11. Untuk melihat pengaruh karakteristik pori terhadap kadar hara larutan tanah dilakukan analisis korelasi dan regresi. Karakteristik pori sebagai variabel bebas dn kadar hara larutan tanah sebagai variabel respon.

12. Pengaruh sifat-sifat fisik tanah, sifat-sifat pori, kadar air, dan kadar hara tanah terhadap produksi tanaman pada lahan dianalisis dengan regresi dan korelasi. Sifat-sifat fisik, karakteristik pori, kadar air, dan kadar hara larutan tanah sebagai variabel bebas dan produksi tanaman sebagai variabel respon.

Lokasi penelitian terletak di desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Secara geografis desa tersebut terletak antara 106o45’0” BT – 106o45’30” BT dan antara 06o30’0” LS – 06o30’30” LS.

4.2. Iklim

Berdasarkan data dari stasiun klimatologi Pangkalan TNI-AU Atang Senjaya Bogor tahun pengamatan 1994-2005 (Lampiran 6), daerah penelitian memiliki curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3470 mm/tahun. Suhu udara rata-rata bulanan tidak menunjukkan variasi yang besar, yaitu antara 25,6oC sampai 26,8

o

C dengan suhu maksimum 31,4 oC dan suhu minimum 21,1oC. Kelembaban udara rata-rata bulanan antara 76,9 % sampai 84,3 %. Kecepatan angin rata-rata antara 2,0 – 5,6 km/jam, dan lama penyinaran matahari antara 51,4% (minimum) dan 69,7 % (maksimum).

Menurut klasifikasi iklim Schmith dan Ferguson, daerah penelitian memiliki tipe iklim A (basah) dengan jumlah bulan basah (BB, bulan dengan curah hujan > 100 mm) 11 bulan terjadi pada bulan September sampai Juli, dengan satu bulan lembab (60 mm < curah hujan < 100 mm) terjadi pada bulan Agustus. Menurut sistem klasifikasi Oldeman, daerah ini termasuk tipe iklim B1 dengan jumlah bulan basah (bulan dengan curah hujan > 200 mm) terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Mei, bulan lembab (100 mm < curah hujan < 200 mm) terjadi pada bulan Juni, Juli, dan September, serta bulan kering (curah hujan < 100 mm) terjadi pada bulan Agustus. Neraca air bulanan menurut Thornthwaite dan Mather (1957) di lokasi penelitian berdasar penyebaran curah hujan tahun pengamatan 1994 - 2005 ditampilkan pada Gambar 4 dan Lampiran 7.

Neraca air bulanan pada lahan di lokasi penelitian menunjukkan terjadi defisit sebesar 9 mm pada bulan Agustus, tidak terjadi surplus maupun defisit pada bulan September, dan terjadi surplus pada bulan Oktober sampai Juli sebesar

1383 mm. Defisit terjadi karena kadar air tanah tidak cukup lagi untuk proses evapotranspirasi potensial. Menurut Thornthwaite dan Mather (1957), apabila evapotranspirasi yang terjadi lebih rendah dari evapotranspirasi potensial, maka dalam tanah dianggap terjadi defisit air. Walaupun kadar air tanah selama bulan Agustus masih jauh di atas titik layu permanen, menurut kriteria yang ditetapkan oleh Allen et al. (1998) (Lampiran 5), kadar air minimum tersedia bagi tanaman jagung manis di lokasi penelitian adalah sebesar 178,5 mm. Adapun menurut USDA (1991) (Lampiran 8), kadar air pada bulan Agustus telah dapat menurunkan produksi tanaman, karena kadar air tanah minimal untuk pertumbuhan optimum tanaman menurut USDA (1991) adalah 80% air tersedia (204 mm).

Neraca air mingguan menurut Thornthwaite dan Mather (1957) selama waktu penelitian ditampilkan pada Gambar 5 dan Lampiran 9. Karena lahan penelitian merupakan lahan kering yang relatif datar, maka aliran permukaan besarnya nol. Semua air hujan yang merupakan surplus dalam neraca air menjadi air drainase dalam (D) yang bergerak ke bawah ke luar zona perakaran. Air hujan yang jatuh di permukaan tanah langsung masuk ke dalam tanah sebagai infiltrasi,

Ket: Chef = curah hujan efektif, ETP = evapotranspirasi potensial, ETA = evapotranspirasi actual

Gambar 4. Neraca air lahan bulanan di lokasi penelitian

Neraca air bulanan di lokasi penelitian

0 100 200 300 400

Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Waktu (bulan) C H e f, ET P , ET A ( m m

sedangkan sisanya menjadi genangan sementara di atas permukaan tanah menunggu sampai terinfiltrasi semua dan sebagian terevaporasi. Air yang terdrainase, keluar dari zona perakaran. Air dari zona di bawah perakaran tersebut dapat bergerak kembali ke lapisan atas sebagai aliran tak jenuh apabila kadar air di lapisan atas lebih rendah daripada lapisan bawah. Pada lahan kering, keadaan ini dapat terjadi hanya pada hari-hari tanpa hujan akibat evaporasi di permukaan tanah. Air yang bergerak ke atas tersebut umumnya terjadi pada potensialyang relatif rendah sehingga tidak tersedia bagi tanaman, tetapi hanya

cukup untuk pengisian pori bagi kebutuhan evaporasi. Air dari aliran kapiler yang dapat tersedia bagi tanaman hanya apabila berasal dari zona jenuh yang relatif dangkal (di bawah zona perakaran) atau lapisan bawah yang relatif mendekati jenuh akibat pergerakan ke lapisan bawah sangat lambat dan pergerakan ke atas lebih mungkin untuk terjadi.