• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4. Pengaruh Pergerakan Air terhadap Kadar Hara dalam Tanah

2.4.2. Pergerakan Air yang Membawa Hara

Seperti telah disebutkan didepan, bahwa pergerakan air yang dapat membawa hara sangat tergantung pada konduktivitas hidrolik tanah, dan konduktivitas hidrolik tanah sangat dipengaruhi oleh karakteristik pori tanah. Menurut Bagarello et al. (2004), dalam tanah yang tidak terganggu, pergerakan solute sangat bervariasi dan dapat terjadi pada laju yang lebih rendah dari konduktivitas hidrolik jenuh. Variasi laju pergerakan solute tersebut terjadi secara spasial dan temporal, tergantung pada tingginya variasi kecepatan maupun konsentrasi solute (Akhtar et al., 2003 b). Menurut Jury et al. (1991), koefisien variasi konsentrasi solute dalam tanah dapat berkisar antara 13-260%. Adapun menurut Bagarello et al. (2004), tingginya variasi konduktivitas hidrolik secara spasial tergantung pada karakteristik pori tanah. Perubahan laju pergerakan air akibat perubahan porositas tanah tersebut disebabkan oleh perubahan struktur tanah selama terjadi aliran air. Selama ini belum cukup diketahui hubungan secara kuantitatif dari perubahan karakteristik pori tanah terhadap pergerakan solute tanah (Aydin et al., 2004). Sedikit informasi tentang mekanisme fisik yang menyebabkan pengurangan konduktivitas hidrolik selama pembasahan tanah dan pencucian (Lebron, 2002).

Bodhinayake, Cheng Si, dan Xiao (2004) menyatakan bahwa porositas tanah yang banyak berkaitan dengan pergerakan air secara cepat, solute, dan polutan melalui solum tanah adalah pori makro dan pori meso. Pori makro dan meso masing-masing merupakan fraksi volume tanah yang memiliki diameter > 10-3 m dan antara 10–3 dan 10-5 m (Luxmoore, 1981). Pori-pori makro yang berperan dalam pergerakan air cepat dalam tanah hanya pori-pori kontinu dan pori-pori yang bersambungan. Ukuran diameter yang menentukan pergerakan air cepat adalah diameter terkecil seperti leher botol yang ada sepanjang saluran kontinu, walaupun bagian leher botol ini kecil (Dunn dan Phillips, 1992). Fungsi pori yang menghantarkan air juga dipengaruhi oleh tortuositas pori dan kekasaran permukaan; sehingga besarnya pori makro dan pori mikro saja tidak cukup berdampak pada tingginya konduktivitas hidrolik dan cepatnya transport solute.

Pergerakan air dan solute secara cepat di dalam solum tanah oleh Steenhuis et al. (1994) disebut sebagai preferential flow, yaitu pergerakan air dan solute tanah secara cepat dan nonuniform menembus pori-pori makro dan saluran-saluran bawah permukaan tanah. Adapun menurut Beven dan Germann (1982), preferential flow merupakan aliran solute melalui pori-pori makro, ruangan kontinu yang besar, dengan diameter antara 0,03-30,00 mm. Ada tiga penyebab utama aliran preferential, yaitu: 1) Pori makro yang terbentuk dari lubang cacing, lubang bekas akar, rekahan, dan permukaan interpedal pada struktur tanah, 2) Batas pembasahan (wetting front) yang tidak stabil atau aliran finger, dan 3) Lapisan tanah yang miring akibat aliran yang terkonsentrasi (Akhtar et al., 2003a). Selanjutnya William et al. (2000), menyebutkan bahwa saluran preferential dapat terjadi dalam medium tak berstruktur di mana mekanismenya menunjukkan akibat cairan yang tidak stabil. Lebih umum, sejumlah aliran berkembang karena struktur inherent tanah dan asosiasinya dengan pori-pori makro yang terbentuk oleh fauna tanah, saluran-saluran akar yang terlapuk, dan pengkerutan mineral. Sifat saluran tergantung pada medium tanah, dalam hal ini konduktivitas hidroliknya, kontinuitas pori, dan water repellency. Ada dua tipe preferensial flow akibat perbedaan tekstur tanah, yaitu fingering (Baker dan Hillel, 1990) dan funnel flow (Kung, 1990 a, b)

Preferential flow tidak melibatkan seluruh pori-pori makro, tetapi tergantung pada sifat-sifat fisik tanah, kadar air tanah, intensitas hujan, dan laju infiltrasi (William et al., 2003). Preferential flow menyebabkan besarnya fluks atau kecepatan aliran yang tinggi menembus saluran yang terbatas dan membawa konsentrasi solute relatif tinggi, sehingga untuk menilai sifat aliran dan proses transport dalam tanah digunakan kurva breakthrough (Southwick et al., 1995 dan William et al., 2003), yaitu kurva hubungan antara perubahan konsentrasi solute (ordinat) terhadap waktu (absis) pada berbagai lokasi kedalaman tanah untuk menentukan pola aliran.

Aliran preferential air dan solute dalam tanah dipengaruhi oleh struktur tanah, di mana aliran bypass menembus pori makro dapat cepat memindahkan solute ke lapisan yang lebih dalam (Vervoort et al., 1999). Distribusi pori yang

ada dalam tanah sangat berkaitan dengan ukuran agregat/struktur tanah, bukan dengan tekstur tanah (Bagarello et al., 2004). Namun tekstur tanah menentukan ukuran struktur/agregat tanah yang terbentuk, sehingga keduanya menentukan keadaan pori tanah.

Variasi struktur dan heterogenitas tekstur tanah sangat mempengaruhi pergerakan solute melalui terciptanya perbedaan kecepatan aliran air sehingga terjadi ketidakseimbangan konsentrasi solute dalam tanah. Kejadian ini juga menyebabkan aliran preferential. Dalam kaitannya dengan pergerakan solute, apabila terjadi aliran preferential, sering digunakan wilayah/zone pendekatan. Zone pertama berhubungan dengan bagian tanah yang sangat permeabel (misalnya jaringan pori makro pada tanah-tanah yang berstruktur) disebut sebagai saluran aliran preferential, dan zone lain merupakan sistem pori yang kurang permeabel dalam matrik tanah sebagai agregat-agregat (Cote et al., 1999). Pergerakan solute dalam saluran preferential biasanya ditentukan oleh gerakan adveksi, sementara dalam agregat-agregat adalah pertukaran secara difusi. Transfer solute antar dua wilayah dapat ditentukan melalui dua cara: 1) menggunakan koefisien transfer massa, berhubungan dengan kecepatan pertukaran akibat perbedaan konsentrasi dua tempat, dan 2) menggunakan hukum Fiks kedua tentang difusi. Metode ini membutuhkan deskripsi dari geometri agregat. Aliran preferential akan berhenti apabila pemberian air dihentikan, selanjutnya solute diredistribusikan, hingga perbedaan konsentrasi dalam agregat tidak ada.

Air yang berada dalam kedua zone di atas dibedakan ke dalam air mobil dan air imobil. Pada zona mobil terjadi proses adveksi dan dispersi, sementara adsorbsi-desorpsi dan degradasi terjadi pada zona imobil. Antara dua zone dapat terjadi proses difusi. Besarnya kadar air imobil bervariasi dengan fluks kadar air, kadar air, dan ukuran agregat. Cara untuk mengukur imobil water menurut Clothier, Kirkham, dan McLean (1992) adalah dengan infiltrometer tekan dengan memberikan tracer. Setelah infiltrasi mencapai konstan, tracer ditambahkan. Setelah diperkirakan tracer sudah masuk ke dalam tanah, contoh tanah di bawah infiltrometer diambil dan dianalisis konsentrasi tracernya. Jika seluruh air tanah mobil, konsentrasi tracer dalam air tanah sebanding dengan konsentrasi input.

Namun jika beberapa air tanah imobil, konsentrasi tracer dalam tanah lebih kecil dari konsentrasi input, sehingga

) 1 ( 0 c c im = θ − θ ...(9) di mana θ = kadar air (% volume atau cm/cm), C = konsentrasi tracer yang diukur

dalam tanah (ppm), dan Co = konsentrasi input dalam infiltrometer (ppm). Penggunaan persamaan di atas untuk menentukan bagian pori imobil. Pada kasus tersebut, Clothier et al. (1992) mengasumsikan bahwa koefisien transfer cukup kecil di mana waktu untuk berdifusi ke zona imobil sangat pendek sebelum tanah diambil sampelnya. Adapun menurut Addiscott dan Whitmore (1991), air mobil adalah air yang terikat pada potensial matrik > -0,2 MPa dan air imobil yang terikat pada potensial matrik < -0,2 MPa.

Hasil penelitian Bejat et al. (2000) menunjukkan bahwa karakter pori tanah berhubungan erat dengan parameter pergerakan solut. Peningkatan indeks distribusi ukuran pori cenderung menurunkan kecepatan air pori maupun koefisien dispersi tanah. Penurunan kecepatan air pori dan koefisien dispersi tanah dapat memperlambat pergerakan solute dalam tanah.