BAB III METODOLOGI PENELITIAN
G. Analisis Data
Data yang diperoleh tentang Implementasi Hazard Identification Risk Assessment Control pada proses BC. Casting Gedung C Departemen Casting
di PT. Showa Indonesia Manufacturing kemudian dianalisis secara deskriptif sesuai dengan pemenuhan Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang terkait, OHSAS 18001:2007 serta ISO 14001:2004.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Proses Produksi
PT Showa Indonesia Manufacturing merupakan perusahaan yang tergabung dalam Grup Astra, yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur kendaraan roda dua dan roda empat. PT. Showa Indonesia Manufacturing menghasilkan produk berupa steering steem dan shock absorber atau yang lebih dikenal dengan shock breaker.
Departemen Casting (Produksi) Gedung C di PT. Showa Indonesia Manufacturing adalah salah satu bagian dari produksi PT. Showa Indonesia Manufacturing yang didalamnya terdapat kegiatan yang menghasilkan barang pendukung untuk produksi selanjutnya. Berikut adalah bagian dari jenis pekerjaan yang berada di Gedung C departemen casting (produksi) , antara lain:
1. Melting (Peleburan) 2. Casting (Pengecoran) 3. Cutting (Pemotongan)
Proses Melting bertujuan untuk menghasilkan cairan almunium. Proses melting adalah proses peleburan material padat (ingot) menjadi cair. Proses
peleburan ini menggunakan tungku yang dipanaskan dengan suhu 700oC.
Proses casting adalah proses penuangan cairan almunium di cetak dengan
39
40
mould dengan suhu 350oC, selanjutnya proses cutting dimana proses tersebut menggunakan band saw untuk memotong bottom case sesuai dengan standart.
B. Identifikasi Bahaya
Dalam melakukan identifikasi bahaya, penulis melakukan interview dengan beberapa pekerja tentang kondisi tempat kerja mereka, kondisi bahaya yang mungkin dapat ditimbulkan pada pekerjaan yang mereka lakukan khususnya. Dan berikut adalah beberapa hal yang berpotensi menyebabkan risiko bahaya, antara lain:
1. Kondisi peralatan kerja
Banyak mesin yang sudah berumur lebih dari 20 tahun atau sudah tua, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwasannya untuk memodifikasi peralatan kerja yang sesuai dengan peruntukannya. Mesin sudah dilakukan perawatan dan servis setiap 1 minggu / 1 mesin. Hal tersebut dilakukan guna untuk mendukung proses produksi tetap berjalan dengan baik. Total peralatan kerja di bagian casting adalah 20 mesin casting, 6 mesin melting, dan 4 mesin cutting.
2. Lingkungan kerja
Suhu ruangan yang panas bersumber pada proses melting dan casting.
Selain udara panas terdapat gangguan kebisingan, debu dan asap yang dapat mengganggu konsentrasi pekerja dalam melakukan pekerjaannya.
Pada area tersebut sudah di lengkapi dengan spot cooling untuk masing- masing operator dan terdapat kipas angin untuk mengurangi suhu panas pada ruangan tersebut.
Untuk menunjang pekerjaannya, tenaga kerja diberikan uang tunjangan panas setiap bulannya dan penyediaan air minum agar pekerja tidak mengalami dehidrasi.
3. Manusia
Dari hasil interview tenaga kerja yang bekerja pada bagian melting, casting dan cutting tenaga kerja tersebut sudah patuh terhadap Intruksi
Kerja (IK) yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Sikap kerja tenaga kerja yang berdiri dalam pekerjaannya tidak begitu menimbulkan beban kerja terhadap tenaga kerja. Sebelum melakukan pekerjaa di bagian Melting, Casting, dan Cutting tenaga kerja terlebih dahulu diberikan training sesuai
dengan jenis pekerjaannya. Selain itu, tenaga kerja juga tertib menggunakan APD sesuai dengan jenis pekerjaannya.
PT. Showa Manufacturing dalam penerapan pengelolaan Sistem Manajemen Lingkungan mengadobsi ISO 14001:2004, sedangkan untuk Sistem Management Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001:2007 dan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), PT. Showa Indonesia Manufacturing berkomitmen untuk mencegah timbulnya kecelakaan, penyakit akibat, dan kerusakan lingkungan sekitar yang terkait.
Pada proses BC. Casting Gedung C Departemen Casting (Produksi) di PT. Showa Indonesia Manufacturing memiliki sumber- sumber yang dapat menimbulkan potensi bahaya yang teridentifikasi sebagai berikut:
42
Tabel 05. Uraian pekerjaan melting beserta potensibahaya.
Jenis Pekerjaan Aktivitas Pekerjaan Potensi Bahaya Melting a. Menyiapkan Benda Kerja Manual handling
(bahaya Ergonomi) b. Pengangkatan Bahan Baku Tertimpa material
(bahaya mekanik)
Beban berlebihan (bahaya ergonomi) c. Mendorong kereta Tebentur body kereta
(bahaya mekanik) Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 2 Maret 2016
Tabel 06. Uraian pekerjaan Casting dan potensi bahaya
Jenis Pekerjaan Aktivitas Pekerjaan Potensi Bahaya
Sambungan… Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 2 Maret 2016
Tabel 07. Uraian pekerjaan Cutting dan potensi bahaya
Jenis Pekerjaan Aktivitas Pekerjaan Potensi Bahaya
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 2 Maret 2016
44
Tabel 08. Uraian pekerjaan perbaikan dan perawatan mesin dan potensi bahaya.
Jenis Pekerjaan Aktivitas Pekerjaan Potensi Bahaya Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 2 Maret 2016
Tabel 09. Uraian Pekerjaan Panel Listrik beserta potensi bahayanya.
Jenis Pekerjaan Aktivitas Pekerjaan Potensi Bahaya
Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 2 Maret 2016 C. Dampak Potensi Bahaya.
Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan kerja tertentu dalam waktu yang tertentu pula, akan mengalami gangguan-gangguan kesehatan, baik fisik maupun psikis, sesuai dengan jenis dan bahaya yang ada, atau dengan kata lain akan timbul penyakit akibat kerja.
Pengenalan potensi bahaya ditempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat digunakan untuk
mengadakan upaya-upaya pengendalian potensi bahaya dalam rangka untuk pencegahan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi
Tabel 10. Uraian jenis bahaya pada proses melting beserta dampaknya Aktivitas Kerja Jenis Bahaya Dampak Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016
Tabel 11. Uraian jenis bahaya pada proses casting beserta dampaknya.
Aktivitas Kerja Jenis bahaya Dampak
46
Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016
pernafasan terganggu.
Tabel 12. Uraian jenis bahaya pada proses cutting beserta dampaknya.
Aktivitas Kerja Jenis Bahaya Dampak Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016
kulit Robek
Sambungan… Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016
Tabel 14. Uraian jenis bahaya Panel Listrik beserta dampaknya.
Aktivitas Kerja Jenis Bahaya Dampak
Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016 D. Penilaian Risik
Risiko adalah suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu. Sedangkan tingkat risiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan (probability) ,keparahan (consequence/ severity) dan paparan (exposure) dari suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cedera dan sakit yang mungkin timbul dari pemaparan suatu hazard di tempat kerja.
Penilaian risiko yang disajikan dalam bentuk matrik analisa yang sesuai dengan kegiatan Casting gedung C Departemen Casting di PT. Showa Indonesia Manufacturing.
Tabel 15. Analisis penilaian risiko pada proses Melting Jenis bahaya
48
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016 Tabel 16. Analisis penilaian risiko pada proses Casting
Penilaian Risiko Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016
Tabel 17. Analisis penilaian risiko pada proses cutting
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016
Tabel 18. Analisis penilaian risiko pada proses perbaikan dan perawatan Jenis Bahaya Penilaian Risiko Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016
Tabel 19. Analisis penilaian risiko pada panel listrik.
Jenis bahaya Penilaian Risiko
Proabability Severity Exposure Impact Rate
Tersengat aliran listrik 1 3 3 9/S
Arus Pendek 1 3 1 3/S
Kebakaran 3 3 10 90/L
Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016 Keteranga : S (Slight) , L (Low).
50
E. Pengendalian Risiko
Suatu risiko terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) telah teridentifikasi dan dinilai, maka pengendalian risiko harus diimplementasikan untuk mengurangi risiko sampai batas-batas yang dapat diterima berdasarkan ketentuan, peraturan, dan standar yang berlaku.
Di dalam memperkenalkan suatu sarana pengendalian risiko, harus mempertimbangkan apakah sarana pengendalian risiko tersebut dapat diterapkan dan dapat memberikan manfaat kepada masing-masing tempat kerjanya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain:
1. Efektivitas pengendalian risiko,
2. Tingkat keparahan potensi bahaya atau risikonya,
3. Adanya pengetahuan tentang potensi bahaya atau risiko dan cara memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau risiko,
4. Ketersediaan dan kesesuaian sarana untuk memindahkan/menghilangkan potensi bahaya,
5. Biaya untuk memindahkan atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko.
Pengendalian risiko dapat mengikuti pendekatan Hierarki Pengendalian (Hierarchy of Controls). Hirarki pengendalian risiko adalah suatu urutan- urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan. Di dalam hirarki pengendalian risiko terdapat 2 (dua) pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan “Long Term Gain”, yaitu pengendalian berorientasi jangka panjang dan bersifat permanen dimulai dari pengendalian substistusi,
eliminasi, rekayasa teknik, isolasi atau pembatasan, administrasi, dan terakhir jatuh pada pilihan penggunaan alat pelindung diri.
b. Pendekatan “Short Term Gain”, yaitu pengendalian berorientasi jangka pendek dan bersifat temporari atau sementara. Pendekatan pengendalian ini diimplementasikan selama pengendalian yang bersifat lebih permanen belum dapat diterapkan. Pilihan pengendalian risiko ini dimulai dari penggunaan alat pelindung diri menuju ke atas sampai dengan substitusi.
Setelah diketahui hasil identifikasi aspek lingkungan maupun bahaya dan dampak atau insiden pada proses metode peleburan ingot selanjutnya PT.
Showa Indonesia Manufacturing melakukan control atau tindakan pengendalian terhadap dampak atau insiden tersebut.
Tindakan pengendalian dimaksudkan sebagai penilaian terhadap aspek lingkungan atau bahaya yang timbul agar tidak terjadi dampak dan insiden lebih besar yang dapat mengakibatkan kerugian atau pencemaran lingkungan.
Menurut hierrarki pengendalian PT. Showa Indonesia Manufacturing sudah melakukan tindakan eliminasi dan subtitusi akan tetapi belum sempurna untuk mencegah terjadinya paparan bahaya ditempat kerja. Tindakan pengendalian yang telah dilakukan PT. Showa Indonesia Manufacturing adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian secara rekayasa teknik
Bentuk upaya ini dibuat dengan cara merubah desain tempat kerja, peralatan kerja, dan proses kerja. Berikut contoh pengendalian secara rekayasa teknik yang telah dilakukan:
52
a. Pemasangan pengaman pada mesin, b. Penataan lay out mesin kerja,
c. Pemasangan alat tambahan guna membantu pertukaran udara dalam area tempat kerja/ventilasi, seperti: cooling dan exhaust fan, alat bantu kerja untuk mengurangi kontak antara operator dengan mesin dan material,
d. Penggunakan alat bantu yang aman
e. Ditempatkannya beberapa alat pemadam api ringan (APAR) dan pasir pemadam pada bagian tempat kerja yang memungkinkan timbulnya potensi kebakaran,
f. Pemantauan dan pengawasan lingkungan kerja, seperti: kebisingan, penerangan, suhu, dll.
2. Pengendalian secara administrasi kontrol
PT. Showa Indonesia Manufacturing Departemen Casting (Produksi) gedung C telah menggunakan standar operasional prosedur (SOP) atau panduan lain sebagai bentuk untuk meminimalisir risiko yang dapat ditimbulkan di tempat kerja. Berikut adalah contoh pengendalian secara administrasi kontrol:
a. Melakukan sistem kerja bergilir/shift, b. Membuat prosedur instruksi kerja
c. Menyertakan instruksi kerja pada setiap mesin,
d. Membuat garis/line untuk membedakan area jalan dan mesin, e. Menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi para pekerja,
f. Pelatihan dan pembinaan kompetensi kerja dan dasar-dasar keselamatan kerja.
g. Menyediakan air minum untuk mengurangi tingkat dehidrasi yang dialami oleh pekerja.
h. Penerapan house keeping tempat kerja yang baik (5R) 3. Pengendalian dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
Sarana alat pelindung diri ini merupakan pilihan terkahir dalam hirarki pengendalian risiko yang dilakukan oleh perusahaan untuk meminimalisir potensi tingkat risiko yang terjadi di tempat kerja yang nantinya dapat membahayakan para pekerja. Berikut adalah beberapa contoh alat pelindung diri yang telah disediakan oleh perusahaan, perlindungan terhadap tenaga kerja dari potensi bahaya di tempat kerja, maka diberikan APD (Alat Pelindung Diri) antara lain:
a. Kaca mata
Pada saat melakukan proses melting, casting dan cutting, diperlukan kaca mata pelindung untuk melindungi mata pekerja dari cahaya dan pentalan gram almunium yang dapat menganggu penglihatan.
b. Pelindung dada (leather apron)
Pelindung dada (leather apron) wajib digunakan bagi pekerja saat melakukan proses melting, Pelindung dada berfungsi untuk melindungi tenaga kerja dari radiasi panas pada saat melakukan kegiatan tersebut.
54
c. Sarung tangan
Penggunaan peralatan kerja yang terbuat dari besi serta berhubungan dengan material panas mengharuskan tenaga kerja melindungi tangan mereka dari bahaya radiasi panas. Untuk itu pekerja dilengkapi dengan sarung tangan saat melakukan setiap tahap kegiatan metode peleburan almunium.
d. Sepatu pengaman (safety shoes)
Sepatu pengaman (safety shoes) yang digunakan selain berfungsi untuk melindungi kaki pekerja dari tertimpa/ terbentur oleh benda keras dan terjepit juga melindungi kaki pekerja dari bahaya terciprat cairan alumunium.
BAB V PEMBAHASAN
A. Pembahasan Hasil Analisa 1. Identifikasi
Proses identifikasi bahaya dilakukan dengan menganalisis potensi bahaya dan faktor bahaya di setiap pekerjaan. Dari identifikasi yang dilakukan telah ditemukan bahaya-bahaya yang sering terjadi ditempat kerja, yaitu:
a. Proses Melting.
Potensi bahaya yang terjadi pada proses melting antara lain manual handling, terbentur body kereta dorong, cipratan cairan almunium,
debu, paparan panas, paparan kebisingan, asap dan potensi bahaya yang fatal adalah tungku cairan almunium meledak serta kebocoran natural gas.
b. Proses Casting.
Pada proses casting potensi bahaya yang terjadi adalah paparan panas cipratan cairan almunium, kepala terbentur conveyer.
c. Proses Cutting.
Untuk proses cutting paparan bahaya yang sering terjadi adalah pentalan gram almunium, tersayat band saw, dan menghirup uap oli.
Departemen Casting (Produksi) Gedung C di PT. Showa Indonesia Manufacturing telah membuat, menerapkan, dan prosedur identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penetapan pengendalian pada proses kegiata
54
55
peleburan alumunium. Dimana pembuatan, penerapan, dan pemeliharaan prosedur tersebut didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan OHSAS 18001:2007 klausul 4.3.1 (Hazard Identification. Risk Assessment, and Determining Controls), sumber bahaya yang telah diidentifikasi hendaknya segera
dilakukan penilaian. Sedangkan dalam ISO 14001:2004 klausul 4.3.1
“Enviromental aspects” dalam isinya menyebutkan organisasi harus memastikan bahwa aspek lingkungan penting diperhitungkan dalam penetapan, penerapan, dan pemeliharaan sistem manajemen lingkungannya.
Berdasarkan hasil pengamatan mengenai penerapan identifikasi bahaya atau aspek lingkungan, potensial dampak atau insiden, dan penilaian risiko pada proses kegiatan metode peleburan almunium di Departemen Casting (Produksi) terdapat berbagai jenis bahaya atau aspek lingkungan
serta insiden atau dampak yang mungkin timbul, dengan demikian PT.
Showa Indonesia Manufacturing sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 Pasal 9 ayat 3 huruf b menyatakan identifikasi Bahaya ,penilaian risiko dan pengendalian risiko dilakukan terhadap mesin-mesin, pesawat-pesawat alat kerja peralatan lainnya, bahan bahan lingkungan kerja, cara kerja, proses produksi dan sebagainya.
Menurut ISO 14001:2004 klausul 4.3.1 “Enviromental aspects”
menyebutkan bahwa perlunya mengidentifikasi aspek lingkungan kegiatan, produk dan jasa dalam lingkup sistem manajemen lingkungan, yang dapat dikendalikan dan yang dapat dipengaruhi dengan memperhitungkan pembangunan yang direncanakan atau baru, kegiatan, produk dan jasa yang baru atau yang diubah.
PT. Showa Indonesia Manufacturing belum melakukan informasi tentang Hazard Identification Risk Assessment and Control (HIRAC) kepada tenaga kerja, hal tersebut belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3 pada pasal 13 yang berbunyi “Prosedur informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d harus memberikan jaminan bahwa informasi K3 dikomunikasikan kepada semuapihak dalam perusahaan dan pihak terkait di luar perusahaan”.
2. Penilaian Risiko
Penilaian risiko berguna untuk mengetahui tingkat risiko dari masing- masing pekerjaan, yang selanjutnya menjadi acuan dalam mengukur potensi kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Berdasarkan hasil penilitian yang dilakukan, maka diperoleh cara untuk mengidentifikasi dan menentukan tindakan yang dilakukan untuk meminimalisir setiap risiko yang mungkin terjadi pada setiap jenis aktivitas kerja Departemen Casting (Produksi) Gedung C di PT. Showa Indonesia Manufacturing
57
Dalam OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Berdasarkan hasil penilaian risiko tersebut dapat diidentifikasi atau ditentukan tindakan yang akan dilakukan terhadap setiap risiko.
Penilaian risiko yang telah dilakukan peneliti telah menemukan bahwa tingkat risiko sedikit adalah slight dan tingkat rendah adalah low. Pada penelitian di PT. Showa Indonesia Manufacturing tingkat risiko sedikit (slight) antara lain terjepit/ terkilir, tertimpa material, radiasi panas, cipratan melting. Untuk tingkat risiko rendah (Low) antara lain paparan panas yang bersumber pada proses melting dan casting. Penilai risiko pekerjaan menengah (medium), nilai risiko pekerjaan tinggi (high) dan niali risiko pekerjaan sangat tinggi (Very High) tidak ada karena sudah melakukan identifikasi bahaya, instruksi kerja aman sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan dan upaya pengendalian sesuai dengan potensi bahaya yang akan ditimbulkan.
Dari tabel penilaian risiko (terlampir pada Tabel 11) dapat diketahui beberapa bahaya yang mempunyai tingkat risiko/ bahaya tertentu yang bila tidak diatasi akan dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja dan dapat pula menimbulkan penyakit akibat kerja pada para tenaga kerja,untuk itu perusahaan mempunyai konsekuensi untuk mengambil langkah pengendalian pada proses tersebut dalam skala prioritas yang
lebih besar. PT. Showa Indonesia Manufacturing selain melakukan pengendalian pada proses tersebut secara rekayasa teknik, administrasi, dan mewajibkan pemakaian APD, pemberian training (Training Behaviour Basic Safety, Training Pemadam Kebakaran), dan juga melakukan upaya
lain yaitu dengan meminta work permit sesuai dengan jenis pekerjaan dan melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan untuk pekerjaan dengan bahaya yang tinggi sebelum pekerja melakukan pekerjaannya.
B. Tindakan Pengendalian
Perusahaan harus merencanakan pengelolaan dan pengendalian kegiatan- kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar bagi tempat kerja, prosedur, instruksi kerja, penerapan work permit apabila melaksanakan pekerjaan yang berpotensi bahaya besar dan penggunaan Alat Pelindung Diri yang disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada untuk mengatur dan mengendalikan risiko yang ada pada kegiatan, produk barang, dan jasa yang ada. Hal tersebut sudah disesuaikan dengan OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 dengan adanya penerapan Hazard Identification, Risk Assessment and Control dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3.
Upaya yang dilakukan oleh PT. Showa Indonesia Manufacturing dalam melakukan tindakan guna mencegah dan meminimalisir terjadinya potensi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta menciptakan suasana
59
lingkungan kerja yang nyaman, khususnya di Departemen Casting (Produksi) Gedung C antara lain: pengendalian secara rekayasa teknik, administrasi kontrol dan pemberlakukan pemakaian alat pelindung diri (APD).
1. Pengendalian risiko rekayasa teknik.
Pada PT. Showa Indonesia Manufacturing sudah memodifikasi mesin guna untuk keselamatan bagi para pekerja agar tidak menimbulkan penyakit akibat kerja, upaya pengendalian rekayasa teknik sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. PER.
04/MEN/1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi pasal 9 (1) yang menyatakan bahwa “Pada pekerjaan yang menimbulkan serbuk, serpih, debu, dan bunga api yang dapat menimbulkan bahaya harus diadakan pengamanan dan perlindungan”. Hal yang perlu ditekankan dari penjelasan pasal tersebut adalah untuk penyediaan pengaman dan perlindungan bagi tenaga kerja harus dipilih secara tepat dan yang senyaman mungkin selama dipakai tenaga kerja pada waktu bekerja.
Di area produksi casting tedapat potensi bahaya kebakaran, penanggulangan kebakaran yang dilakukan oleh PT. Showa Indonesia Mnufacturing adalah dengan menyediakan alat – alat pemadam kebakaran.
Perusahaan telah melakukan upaya penanggulangan kebakaran ditempat kerja hal tesebut sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No: KEP-186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran, latihan penanggulangan kebakaran di tempat kerja.
Lingkungan kerja yang panas dan bising dapat membuat tenaga kerja mengalami dehidrasi dan ketidaknyaman dalam melakukan pekerjaa di area produksi casting. Untuk mngurangi paparan panas dan bising di area kerja perusahaan melakukan pemantauan dan pengukuran di area produksi casting yang dilakukan oleh pihak ketiga yang sudah bekerjasama yaitu
Laboratorium Penguji Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bandung.
Pemantauan dan pengukuran di area produksi casting sudah sesuai dengan Peraturan Meteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Replublik Indonesia Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia di Tempat Kerja Pasal 15 yang isinya,
“Pengurus dan/atau pengusaha berkewajiban melakukan pengukuran faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja sesuai dengan Peraturan Menteri ini dilakukan berdasarkan penilaian risiko dan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
2. Pengendalian rekayasa teknik.
Menurut Setyawati (2013) pekerjaan dengan shift kerja adalah seseorang yang bekerja diluar jam kerja normal selama kurun waktu tertentu. Para pekerja shift termasuk mereka yang bekerja dalam tim yang berotasi, pekerja dapat bekerja pada pagi hari, siang hari, atau malam hari.
Pengaturan jam kerja di PT. Showa Indonesia Manufacturing dibagi dengan 3 shift kerja yaitu shift pagi, shift siang, dan shift malam.
61
Pengaturan shift kerja tersebut dilakukan agar pekerja tidak mengalami gangguan kesehatan. Pengaturan shift kerja telah sesuai dengan Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 77 ayat (1) dan (2) mengenai waktu kerja yang menyebutkan bahwa :
a. Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
b. Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
1) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau 2) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
PT. Showa Indonesia Manufacturing untuk mendukung kinerja dalam proses bekerja, perusahaan melakukan pelatihan dan pembinaan kompetensi kerja dan dasar – dasar K3 sesuai dengan proses pekerjaannya.
Pelatihan yang ada di PT. Showa Indonesia Manufacturing yaitu pelatihan pemadam kebakaran, pelatihan Behaviour Basic Safety (BBS), pelatihan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) atau Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD). Hal tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER. 15/MEN/VII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja pasal 3 ayat 2 poin d berbunyi “Pengetahuan dan keterampilan dasar bidang P3K di tempat
Pelatihan yang ada di PT. Showa Indonesia Manufacturing yaitu pelatihan pemadam kebakaran, pelatihan Behaviour Basic Safety (BBS), pelatihan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) atau Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD). Hal tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER. 15/MEN/VII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja pasal 3 ayat 2 poin d berbunyi “Pengetahuan dan keterampilan dasar bidang P3K di tempat