• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

B. Tindakan Pengendalian

Perusahaan harus merencanakan pengelolaan dan pengendalian kegiatan- kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar bagi tempat kerja, prosedur, instruksi kerja, penerapan work permit apabila melaksanakan pekerjaan yang berpotensi bahaya besar dan penggunaan Alat Pelindung Diri yang disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada untuk mengatur dan mengendalikan risiko yang ada pada kegiatan, produk barang, dan jasa yang ada. Hal tersebut sudah disesuaikan dengan OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 dengan adanya penerapan Hazard Identification, Risk Assessment and Control dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3.

Upaya yang dilakukan oleh PT. Showa Indonesia Manufacturing dalam melakukan tindakan guna mencegah dan meminimalisir terjadinya potensi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta menciptakan suasana

59

lingkungan kerja yang nyaman, khususnya di Departemen Casting (Produksi) Gedung C antara lain: pengendalian secara rekayasa teknik, administrasi kontrol dan pemberlakukan pemakaian alat pelindung diri (APD).

1. Pengendalian risiko rekayasa teknik.

Pada PT. Showa Indonesia Manufacturing sudah memodifikasi mesin guna untuk keselamatan bagi para pekerja agar tidak menimbulkan penyakit akibat kerja, upaya pengendalian rekayasa teknik sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. PER.

04/MEN/1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi pasal 9 (1) yang menyatakan bahwa “Pada pekerjaan yang menimbulkan serbuk, serpih, debu, dan bunga api yang dapat menimbulkan bahaya harus diadakan pengamanan dan perlindungan”. Hal yang perlu ditekankan dari penjelasan pasal tersebut adalah untuk penyediaan pengaman dan perlindungan bagi tenaga kerja harus dipilih secara tepat dan yang senyaman mungkin selama dipakai tenaga kerja pada waktu bekerja.

Di area produksi casting tedapat potensi bahaya kebakaran, penanggulangan kebakaran yang dilakukan oleh PT. Showa Indonesia Mnufacturing adalah dengan menyediakan alat – alat pemadam kebakaran.

Perusahaan telah melakukan upaya penanggulangan kebakaran ditempat kerja hal tesebut sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No: KEP-186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan

memadamkan kebakaran, latihan penanggulangan kebakaran di tempat kerja.

Lingkungan kerja yang panas dan bising dapat membuat tenaga kerja mengalami dehidrasi dan ketidaknyaman dalam melakukan pekerjaa di area produksi casting. Untuk mngurangi paparan panas dan bising di area kerja perusahaan melakukan pemantauan dan pengukuran di area produksi casting yang dilakukan oleh pihak ketiga yang sudah bekerjasama yaitu

Laboratorium Penguji Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bandung.

Pemantauan dan pengukuran di area produksi casting sudah sesuai dengan Peraturan Meteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Replublik Indonesia Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia di Tempat Kerja Pasal 15 yang isinya,

“Pengurus dan/atau pengusaha berkewajiban melakukan pengukuran faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja sesuai dengan Peraturan Menteri ini dilakukan berdasarkan penilaian risiko dan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

2. Pengendalian rekayasa teknik.

Menurut Setyawati (2013) pekerjaan dengan shift kerja adalah seseorang yang bekerja diluar jam kerja normal selama kurun waktu tertentu. Para pekerja shift termasuk mereka yang bekerja dalam tim yang berotasi, pekerja dapat bekerja pada pagi hari, siang hari, atau malam hari.

Pengaturan jam kerja di PT. Showa Indonesia Manufacturing dibagi dengan 3 shift kerja yaitu shift pagi, shift siang, dan shift malam.

61

Pengaturan shift kerja tersebut dilakukan agar pekerja tidak mengalami gangguan kesehatan. Pengaturan shift kerja telah sesuai dengan Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 77 ayat (1) dan (2) mengenai waktu kerja yang menyebutkan bahwa :

a. Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.

b. Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

1) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau 2) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)

minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

PT. Showa Indonesia Manufacturing untuk mendukung kinerja dalam proses bekerja, perusahaan melakukan pelatihan dan pembinaan kompetensi kerja dan dasar – dasar K3 sesuai dengan proses pekerjaannya.

Pelatihan yang ada di PT. Showa Indonesia Manufacturing yaitu pelatihan pemadam kebakaran, pelatihan Behaviour Basic Safety (BBS), pelatihan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) atau Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD). Hal tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER. 15/MEN/VII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja pasal 3 ayat 2 poin d berbunyi “Pengetahuan dan keterampilan dasar bidang P3K di tempat kerja yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan” dan memenuhi dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 7 yang

menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab”

3. Pengendalian Alat Pelindung Diri (APD)

PT. Showa Indonesia Manufacturing sudah memperhatikan akan pemenuhan kelengkapan APD yang layak pakai di tempat kerja, yang sudah tercantumkan didalam Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 pasal 14 ayat 3 yang menyatakan bahwa “Kewajiban pengurus untuk menyediakan alat pelindung diri kepada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya secara cuma-cuma”.

Untuk hal kedisiplinan pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri para tenaga kerja sudah memakai APD sesuai dengan tempat kerjanya, Hal ini menunjukkan bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. PER. 01/MEN/1981 pasal 5 ayat 2 yang menyebutkan bahwa tenaga kerja harus memakai Alat Pelindung Diri (APD) yang diwajibkan perusahaan untuk mencegah timbulnya Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada pekerja.

Selain proses produksi yang memiliki potensi bahaya suasana pada Departemen Casting (produksi) gedung C adalah kebisingan yang bersumber pada proses cutting. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan baik yang dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan, menunjukan bahwa paparan intensitas kebisingan tidak melebihi NAB akan tetapi perusahaan melalukan upaya pengendalian kebisingan yang

63

telah dilakukan adalah mewajibkan karyawan yang memasuki area pabrik menggunakan ear plug atau ear muff.

Hal ini telah sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.

1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Bab III pasal 3 ayat 1 huruf g yang berbunyi “Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, dan getaran.” Selain itu juga memenuhi Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.

PER. 01/MEN/1981 tentang Kewajiban melapor Penyakit Akibat Kerja Pasal 4 ayat 3 yang berbunyi “Pengurus wajib menyediakan secara cuma- cuma semua alat pelindung diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja”, akan tetapi ditemukan beberapa pekerja menggunakan APD (masker) yang belum sesuai dengan kondisi tempat kerjanya. Para tenaga kerja menggunakan masker kain untuk mencegah paparan debu terhadap pekerja, masker kain yang digunakan tenaga kerja dapat menyerap keringat tenaga kerja karena lingkungan kerja di area casting udaranya panas. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan system pernafasan tenaga kerja.

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Departemen Casting (produksi) Gedung C PT. Showa Indonesia Manufacturing pada pekerjaan mempunyai potensi bahaya dan faktor bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahaya di Departemen Casting (produksi) Gedung C PT. Showa Indonesia Manufacturing antara lain:

a. Proses Melting

Bahaya pada proses melting yaitu manual handling, tertimpa material, beban berlebihan, kejatuhan bahan baku, paparan panas, cipratan almunium panas, dan kebocoran natural gas.

b. Proses Casting

Bahaya pada proses casting yaitu cidera punggung, kebocoran panas, cipratan almunium panas, paparan panas, kebocoran natural gas, kepala terbentur conveyer, tangan terkena mould panas, dan kejatuhan almunium panas.

64

65

c. Proses Cutting

Bahaya pada proses cutting yaitu pentalan gram almunium, tergores hanger, tersayat band saw, jari tangan terpotong band saw, dan menghirup uap oli.

Bahaya – bahaya tersebut telah diidentifikasi sesuai dengan OHSAS 18001 : 2007 klausal 4.3.1.

PT. Showa Indonesia Manufacturing belum melakukan informasi K3 mengenai Hazard Identification Risk Assessment and Control (HIRAC) kepada tenaga kerja.

2. Dampak dari potensi bahaya dan faktor bahaya tertinggi adalah kematian (fatal) sedangkan dampak terendah adalah tergores.

3. Hasil penilaian di Departemen Casting (produksi) Gedung C PT. Showa Indonesia Manufacturing yang dilakukan, terdapat nilai risiko pekerjaan sedikit (slight) sebanyak 32, nilai risiko pekerjaan rendah (Low) sebanyak 14, untuk nilai risiko pekerjaan menengah (medium), nilai risiko pekerjaan tinggi (high) dan nilai risiko pekerjaan sangat tinggi (very high) tidak ada.

4. Pengendalian yang dilakukan di Departemen Casting (produksi) Gedung C PT. Showa Indonesia Manufacturing untuk nilai risiko sedikit (slight) dan nilai risiko rendah (low) antara lain: pemasangan pengaman pada mesin, penataan lay out mesin kerja, pemasangan alat tambahan alat bantu pertukaran udara dalam area tempat kerja, penempatan beberapa Alat Pemadam Api Ringan (APAR), instruksi kerja aman, shift kerja,

pemeriksaan kesehatan, training sesuai dengan area kerja, dan penggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan jenis pekerjaa.

PT. Showa Indonesia Manufacturing belum sepenuhnya malakukan upaya pemantauan dan tindakan evaluasi terhadap pengendalian bahaya di BC. Casting Gedung C Departemen Casting.

B. Saran

Sebaiknya:

1. Memberikan pengarahan mengenai HIRAC kepada para pekerja dalam rangka mencegah dan mengurangi potensi risiko bahaya yang mungkin ditimbulkan dari proses kerja.

2. Pelaksanaan inspeksi/safety patrol dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang telah dibuat guna melakukan monitoring dan pengawasan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan oleh pekerja.

3. Dilakukan pengawasan, monitoring, evaluasi dan tindakan follow up terhadap tingkat risiko yang sedikit (Slight) dan tingkat risiko rendah (Low).

Dokumen terkait