• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

D. Metode Analisis Data

1. Analisis Data Panel

Data panel (Pooled data) merupakan data gabungan antara data lintas-waktu (time series) dan data lintas-individu (cross section). Analisis panel data adalah subyek dari salah satu bentuk yang cukup aktif dan inovatif dalam literature ekonometrik. Hal ini dikarenakan metode analisis data panel menyediakan informasi yang cukup akurat untuk perkembangan teknik estimasi dan hasil teori.

65 Analisis dengan menggunakan data panel juga berguna untuk alasan teknis-pragmatis. Dalam sebuah penelitian, terkadang kita menemukan suatu persoalan mengenai ketersediaan data (data availability) untuk mewakili variabel yang kita gunakan dalam penelitian.dalam kondisi demikian pendekatan data panel dapat memberikan penyelesaian yang memuaskan. Dengan menggabungkan data time-series dan cross-section

kita mampu menambah jumlah observasi secara signifikan tanpa melakukan

treatment apapun terhadap data.

Terdapat beberapa keuntungan dari penggunaan panel data. (Baltagi, 1995, dikutip dalam Modul Data Panel Laboraturium FE UI, 2006: 2), penggunaan panel data telah memberikan banyak keuntungan secara statistik maupun menurut teori ekonomi. Manfaat dari penggunaan data panel antara lain adalah :

 Memberikan data yang informatif, lebih bervariasi, menambah derajat bebas, lebih efisien dan mengurangi kolinieritas antar variabel.

 Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat lintang saja.

 Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi karakteristik dari individual antar waktu.

 Adanya fleksibilitas yang lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan perilaku antar individu dibandingkan data kerat lintang.

66 a. Estimasi Model Data Panel

Dalam analisa model data panel dikenal tiga macam pendekatan estimasi, yaitu :

1. Pendekatan Pooled Least Square (PLS).

Pada metode ini, penggunaan data panel dilakukan dengan mengumpulkan semua data cross section dan time series dan selanjutnya dilakukanlah pendugaan. Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa nilai intersep dari masing – masing variabel adalah sama dan slope koefisien dari variabel – variabel yang digunakan adalah identik untuk semua unit cross section. Persamaan yang digunakan adalah :

Yit = α +β1X1it + β2X2it +β3X3it + β4X4it + εit Untuk i = 1, 2,...., N dan t = 1, 2...T.

Dimana N adalah jumlah unit cross section (daerah) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsikan komponen error

dalam pengolahan kuadrat terkecilbiasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross sectionnya.

Dapat dilihat bahwa metode PLS diatas, terlihat bahwa model mengasumsi bahwa nilai intercept antar Cross-section adalah sama. Model juga mengasumsikan bahwa slope koefisien dari varaiabel bebas identik untuk semua cross-section. Tentu ini asumsi yang sangat ketat. Sehingga meskipun metode PLS menawarkan kemudahan,

67 model mungkin mendistorsi gambaran yang sebenarnya dari hubungan antara Y dan X antar Cross-Section.

2. Pendekatan Fixed Effect Model (FEM)

Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa adalah asumsi intercept dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi yang secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variabel) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda antar unit cross-section.

Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variabel (LSDV) atau disebut juga covariance model. Kita dapat menuliskan pendekatan tersebut dalam persamaan sebagai berikut:

Yit = αi 1X1it + β2X2it +β3X3it + β4D4it + εit

Model ini memiliki intercept persamaan yang tidak konstan atau terdapat perbedaan pada setiap individu (data cross section). Sementara itu, slope koefisien dari regresi tidak berbeda pada setiap individu dan waktu.

68 3. Pendekatan Random Effect Model (REM)

Dalam model efek acak, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupu antar waktu dimasukkan kedalam error. Persamaan random effect model diformulasikan sebagai berikut:

Yit = αi + β1X1it + β2X2it +β3X3it + β4X4it + εit

Alih-alih memperlakukan αi sebagai fixed, kita mengasumsikan

bahwa ia adalah variabel acak dengan nilai rata-rata α. Dan nilai

intercept untuk masing-masing unit cross-section dapat ditulis sebagai berikut :

αi = α + ui i = 1, 2, ..., N

Dimana adalah random effect term. Secara esensial, kita ingin mengatakan bahwa Cross-section yang masuk ke dalam sampel diambil dari populasi yang lebih besar dan semua memiliki rata-rata yang sama untuk intercept setiap Cross-section yang dapat direfleksikan dalam error term ui.

Dengan demikian persamaan diatas dapat dituliskan kembali menjadi:

Yit = αi + β1X1it + β2X2it +β3X3it + β4X4it + ui + εit Yit = αi + β1X1it + β2X2it +β3X3it + β4X4it + Wit

Error term kini adalah Wit yang terdiri dari ui dan eit. ui adalah

cross-section (random) error component, sedangkan eit adalah

combined error component. Untuk alasan inilam REM sering disebut

69 b.Pemilihan Model

Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan statistik. Hal ini ditujukan untuk memperoleh dugaan yang efisien.

1) Uji F atau Uji Chow

Uji ini dilakukan untuk mengetahui model Pooled Least Square

(PLS) atau FEM yang akan digunakan dalam estimasi.

PLS merupakan restricted model dimana ia menerapkan intercept yang sama untuk seluruh individu. Terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Untuk mengetahuinya digunakan restricted F test untuk menguji hipotesis:

Ho : model PLS (restricted)

H1 : model fixed effect (unrestricted), dimana : F = (Rur2-Rr2) / m

(1-Rur2) / df

Dimana Rr2 didapat dari persamaan model PLS dan Rur2 didapat dari persamaan model FEM, merupakan jumlah restricted dan df for numerator. H0 ditolak jika Fhitung > Ftabel.

Sebagai alternative dapat pula menggunakan uji Chow. Dasar penolakan terhadap hipotesa nol tersebut adalah dengan menggunakan F statistic seperti perumusan Chow sebagai berikut :

70 CHOW = (RRSS-URSS)/ (N-1)

URSS / (NT-N-K) Dimana :

RRSS = Restricted Residual Sum Square yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode pooled least square. URSS = Unrestricted Residual Sum Square yang diperoleh dari

estimasi data panel dengan metode fixed effect. N = Jumlah data cross section

T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel penjelas.

Jika nilai CHOW statistic (F - stat) hasil pengujian > F - tabel , maka cukup bukti untuk melakukan penolakan H0, sehingga model yang digunakan adalah FEM, dan begitu pula sebaliknya.

2) Uji Hausman

Uji ini dilakukan untuk menentukan penggunaan FEM atau penggunaan REM. Ide dasar Hausman test adalah adanya hubungan yang berbanding terbalik antara model yang bias dan model yang effisien. Pada FEM, hasil estimasi tidak bias dan tidak efisien, sebaliknya pada REM hasil estimasi bias dan efisien. Persamaan uji Hausman adalah :

W = X2 [K] = (b- ) [(var (b) – var ( ))]-1 (b- ) W adalah nilai tes Chi-square hitung.

71 Hipotesis :

H0 = ada gangguan antar individu (random efek) H1 = tidak ada gangguan antar individu (fixed efek)

Jika nilai statistik hausman lebih besar dari nilai kritisnya atau hasil dari hausman test signifikan, maka H0 ditolak,berarti model yang tepat adalah FEM, sebaliknya apabila nilai statistik hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah REM.

Selain menggunakan spesifiasi Hausman diatas, pertimbangan memilih model FEM atau REM juga dapat menggunakan pertimbangan sebagai berikut (Judge, et. al. 1980 dalam Modul Data Panel Laboraturium FE UI, 2006: 11-12) :

1. Bila t (time series) besar dan n (cross section) kecil maka hasil

fixed effect dan Random effect tidak jauh berbeda sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih mudah dihitung, yaitu fixed effect.

2. Apabila n besar dan t kecil, hasil estimasi kedua pendekatan akan berbeda jauh. Apabila kita meyakini bahwa cross section yang digunakan diambil secara acak maka harus random effect.

Sebaliknya, apabila kita yakin cross section yang dipilih tidak diambil secara acak maka kita harus menggunakan fixed effect. 3. Apabila komponen error individual berkorelasi dengan variabel

bebas maka parameter yang diperoleh dengan fixed effect tidak bias.

72 4. Apabila n besar dan t kecil dan apabila asumsi yag mendasari

random effect dapat terpenuhi maka random effect lebih efisien dari

fixed effect.

3) Uji Langrange Multiplier

LM Test atau lengkapnya The Breusch-Pagan LM Test digunakan,

jika hasil estimasi model menunjukkan penggunaan FEM. Maka perlu dilakukan uji LM untuk memilih estimator struktur heterokedasitas atau homokedasitas, dengan hipotesis :

H0 : σ12 = σ2

struktur homokedasitas H1 : σ12 ≠ σ2

struktur heterokedasitas Pengujian dilakukan dengan rumus :

LM = – ~ (n-1; α)

Dimana :

T = Jumlah observasi n = jumlah individu

σ = varian residual persamaan ke-i σ = varian residual persamaan sistem Jika nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari χ2

- Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol, sehingga model yang digunakan adalah model random effect, dan begitu pula sebaliknya.

73 Apabila terjadi heterokedasitas maka cara untuk mengatasi heterokedasiti tersebut dapat dilakukan dengan model kuadrat terkecil tertimbang (WLS) ataupun (GLS).

c. Test of Goodness Fit (Uji Kesesuaian) 1) Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi (R-Square) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama mampu memberi penjelasan terhadap variabel dependen.

2) Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

Ho : bi = b Ha : bi ≠ b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel maka tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen.

74 Nilai t-hitung diperoleh dengan :

t* = (bi-b) Sbi Dimana :

bi = koefisien variabel ke-i b = nilai hipotesis nol

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i

Kriteria Pengambilan Keputusan :

Ho : β = 0 Ho diterima (t*<tabel) artinya variabel

Independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha : β≠ 0 Ha diterima (t*>ttabel) artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen

H0 diterima

Ha diterima Ha diterima

75 3) Uji F-Statistik

Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel independen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :  Ho : β1, β2, β3, β4 = 0 Ho diterima (Prob F-statistic signifikan

pada α = 5%), artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

 Ha : β1, β2, β3, β4 ≠ 0 Ha diterima (Prob F-statistic tidak signifikan pada α = 5%), artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

d. Uji Asumsi Klasik

Menurut Gujarati (2006: 183), untuk memperoleh model yang baik, regresi harus memenuhi asumsi regresi klasik, dimana model harus terbebas dari masalah-masalah dalam regresi yaitu multikolinearitas, heterokedastisitas, dan autokorelasi.

1) Normalitas

Uji ini adalah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah suatu variabel mmpunyai distribusi data yang normal maupun medekati normal atau tidak. Pengujian didasari dari data dengan mean dan standar deviasi yang sama.

Uji normalitas digunakan jika sampel kurang dari 30, karena jika sampel lebih dari 30 maka error term akan terdistribusi secara normal.

76 menurut Gujarati (dalam winarno, 2009: 5.37), penelitian dengan sampel lebih besar atau sama dengan 30 (n≥30) akan berkemungkinan besar untuk berdistribusi normal.

Untuk menguji normalitas data dalam penelitian menggunakan

Jarque Bera Test. Uji Jarque Bera didistribusi dengan χ2 dengan derajat kebebasan (degree of freedom) sebesar 2, dimana χ2

-hitung < χ2

-tabel menunjukkan data berdistribusi normal. 2) Multikolinearitas

Uji ini berguna untuk mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang sempurna atau hampir sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas. Analisis regresi yang baik bilamana tidak terdapat korelasi antar variabel bebas.

Gujarati (2006: 68), mengatakan bahwa multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa indikator sebagai berikut :

a. R2 relatif tinggi (0,70 – 1,00) tetapi hanya sebagian kecil atau

bahkan tidak ada variabel bebas yang signifikan menurut t-test, maka diduga terdapat multikolinearitas.

b. Koefisien korelasi parsial (r2) relatif tinggi (lebih tinggi dari R2),

maka cenderung terdapat multikolinearitas.

Salah satu cara lain dalam mendeteksi gejala multikolinearitas adalah dengan menghitung koefisien korelasi sederhana (simple correlation) antara sesama variabel bebas, jika terdapat koefisien

77 korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8 maka hal tersebut menunjukkan terjadinya masalah multikolinearitas dalam regresi. 3) Heteroskedastis

Dalam regresi linear ganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var (ui) = σ2

(konstan), semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya, heteroskedastisitas diperolah pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten.

Heteroskedasitas dapat dideteksi dengan metode grafik (Gujarati, 2006 : 89-91 ), yakni:

a. Jika terdapat pola tertentu pada penyebaran titik-titik variabel gangguan, maka telah terjadi heteroskedasitas.

b. Sebaliknya, jika tidak terdapat pola yang jelas, titik-titik variabel gangguan menyebar di atas dan di bawah 0 (nol), maka tidak terjadi heterokedasitas.

Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 6, menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights), untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan

Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared

Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Squared Resid Unweighted Statistics, maka terjadi

78 heteroskedastisitas. Perlakuan untuk pelanggaran tersebut adalah dengan mengestimasi GLS dengan WhiteHeteroscedasticity.

4) Autokorelasi

Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson (DW) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW-statistik dengan DW-tabel. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam Tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1 Nilai Durbin Watson dalam Eviews

Nilai DW Hasil

DW < dl Tolak H0, Korelasi serial positif dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan

du < DW < 4-dl Terima H0, tidak ada korelasi positif atau negatif 4-du < DW < 4-dl Hasil tidak dapat ditentukan

DW < 4-dl Tolak H0, korelasi serial negatif Sumber : Nachrowi, 2006

Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola

random error dari hasil regresi. Pada analisis seperti yang dilakukan dalam model, jika ditemukan korelasi serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Perlakuan untuk pelanggaran ini adalah dengan menambahkan AR (1) atau AR (2) dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model regresi yang kita gunakan.

79 2. Estimasi efek waktu (time effect)

Untuk menangkap gejala ekonomi yang ada pada masa observasi, maka dalam penelitian ini juga dilakukan time effect yang merupakan dummy

waktu terhadap gejala ekonomi yang timbul pada masa tersebut. Dalam penelitian ini time effect yang digunakan adalah periode otonomi daerah. Periode otonomi daerah berkenaan dengan kebijakan pemerintah dalam memerikan sebagian kewenangan kepada daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pembangunan daerah guna terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang lebih berarti.

Sebagaimana yang kita ketahui, otonomi daerah mulai diterapkan sejak tahun 2000. Oleh karena itu dummy waktu yang digunakan adalah : (i) sebelum otonomi daerah, yaitu 1994-1999 dan (ii) pada saat otonomi daerah, yaitu tahun 2000-2008.

Diharapkan bahwa dengan dummy ini diperoleh informasi perbedaan pertumbuhan ekonomi dimana pada periode sebelum otonomi daerah terdapat suatu fase ekonomi yang terkenal, yaitu krisis ekonomi, sehingga diharapkan bahwa hasil dari penelitian ini adalah negative pada saat sebelum otonomi daerah diberlakukan.