• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini memuat data, penganalisisan data, dan pembahasan.

Bab VI. Penutup

Bab ini memuat kesimpulan dari hasil analisis data dan saran yang diusulkan penulis kepada perusahaan sehubungan dengan obyek penelitian dan keterbatasan penelitian.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep dan Terminologi Biaya

Hansen dan Mowen, (2000: 38) berpendapat bahwa biaya (cost)

adalah “kas atau ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat saat ini atau masa yang akan datang. Sedangkan beban (expense) adalah biaya yang telah digunakan untuk memperoleh pendapatan. Beban adalah biaya yang sudah kadaluarsa”.

1. Konsep Biaya

Menurut Sugiri (1994: 21-25), terdapat tujuh klasifikasi dari pengelompokan biaya yaitu :

1) Klasifikasi berdasarkan fungsi pokok perusahaan a. Biaya produksi

Adalah biaya–biaya yang diperlukan untuk memperoleh bahan baku (mentah) dari pemasok dan mengubahnya menjadi produk selasai yang siap dijual. Elemen biaya produksi terdiri atas biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.

b. Biaya penjualan

Biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan produk selesai, termasuk biaya iklan, biaya gaji para pramuniaga, biaya angkut barang-barang yang dijual, dan gaji menejer pemasaran.

c. Biaya administrasi

Adalah biaya yang diperlukan untuk administrasi secara umum, seperti gaji eksekutif, biaya penyelengarakan akuntansi, gaji pegawai bagian administrasi, dan biaya bahan habis pakai.

2) Klasifikasi berdasarkan periode mempertemukan dengan pendapatan:

a. Biaya produk

Adalah biaya–biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh atau memperoduksi barang/produk.

b. Biaya periode

Adalah biaya yang diindentifikasi dengan interval waktu tertentu karena tidak diperlakukan untuk memperoleh barang/produk akan dijual.

3) Klasifikasi biaya berdasarkan dapat ditelusurinya ke obyek biaya: a. Biaya langsung (direct cost)

Adalah biaya yang dapat ditelusuri atau diidentifikasi ke suatu obyek biaya tertentu karena hanya dikeluarkan untuk manfaat obyek biaya itu sendiri.

b. Biaya tidak langsung ( indirect cost)

Adalah biaya yang dikerluarkan untuk lebih dari satu obyek biaya dan tidak dapat ditelusuri kesalahsatu obyek biaya tertentu. Karena biaya ini bersifat umum dan disebut common cost.

4) Klasifikasi biaya berdasarkan hubungannya dengan perubahan volume kegiatan:

a. Biaya tetap

Adalah biaya yang jumlah totalnya tetap, tidak berubah untuk suatu periode tertentu.

b. Biaya variabel

Adalah biaya yang jumlah totalnya bervariasi secara proposional dengan variasi volume kegiatan, tetapi jumlah per unitnya tetap sama.

5) Klasifikasi biaya berdasarkan kemampuan manajer untuk mengendalikan:

a. Biaya terkendali

Adalah biaya yang secara signifikan dapat dipengaruhi dan dikendalikan oleh manajer tertentu pada periode tertentu. b. Biaya tak terkendali

Adalah biaya yang secara signifikan tidak dapat dipengaruhi dan dikendalikan oleh manager tertentu.

6) Klasifikasi biaya berdasarkan pengendalian keputusan: a. Biaya relevan

Adalah biaya yang akan terjadi di masa mendatang dan berbeda diantara pelbagai alternatif keputusan.

b. Biaya tak relevan

Adalah biaya yang tidak memenuhi salah satu atau kedua-duanya dari kriteria biaya relevan.

c. Biaya terhindarkan

Adalah biaya yang dapat dihindarkan jika suatu alternatif keputusan diambil.

7) Klasifikasi biaya berdasarkan dampak keputusan terhadap kas keluar:

a. Sunk cost

Adalah biaya yang telah dikeluarkan dan yang tidak dapat diubah oleh keputusan sekarang atau masa yang akan datang. b. Biaya tunai (out-of pocket cost)

Adalah biaya yang membutuhkan pengeluaran kas dimasa mendatang akibat keputusan sekarang atau keputusan yang akan datang.

2. Penelusuran Biaya

Hubungan antara biaya dan obyek biaya dapat dimanfaatkan untuk membantu meningkatkan keakuratan pembebanan biaya. Mudah ditelusuri berarti bahwa biaya-biaya dapat dibebankan dengan cara

ekonomis dan secara akurat dapat ditelusuri berarti bahwa biaya dibebankan dengan menggunakan hubungan penyebab. Dapat ditelusuri adalah kemampuan untuk membebankan biaya secara langsung pada obyek biaya dengan cara ekonomis sebagai sarana hubungan penyebab.

Menurut Hansen dan Mowen (2000: 38-43), terdapat tiga metode dalam penelusuran biaya yaitu :

1) Penelusuran langsung

Adalah suatu proses mengidentifikasi dan pembebanan biaya yang berkaitan secara khusus dan secara fisik dengan obyek biaya. 2) Penelusuran penggerak/ pendorong

Adalah penggunan pendorong untuk membebankan biaya ke obyek biaya.

3) Pembebanan biaya tidak langsung/alokasi

Karena tidak terdapat hubungan kausal, pengalokasian biaya pada metode ini didasarkan pada kemudahan atau beberapa asumsi yang berhubungan.

B. Sistem Akuntansi Biaya Tradisional.

Akuntansi biaya pada awalnya didefinisikan sebagai perhitungan harga pokok persediaan yang disajikan dalam neraca laporan harga pokok produk jadi dalam laporan rugi laba. Pandangan ini membatasi luas jangkauan informasi yang dibutuhkan oleh manajemen dalam pengambilan keputusan, tak lebih sebagi data product cost yang memenuhi kebutuhan

pelaporan kepada pihak luar. Definisi yang sempit sebagaimana dikemukakan diatas kini tidak sesuai lagi dan jelas bukan merupakan deskripsi yang tepat mengenai kegunaan informasi akuntansi biaya. Akuntansi biaya menyediakan alat yang dibutuhkan oleh manajemen dalam perencanaan dan pengawasan aktivitas, peningkatan kualitas dan efisiensi, serta penyusunan keputusan-keputusan rutin dan srategis (Carter dkk, 2002: 8-9).

1. Penentuan Harga Pokok Produk dengan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional.

Dalam sistem akuntansi biaya tradisional, biaya-biaya dicatat, dikumpulkan dan dikendalikan menurut elemen-elemennya yang ada dalam pusat pertanggungjawaban. Biaya-biaya produksi ditentukan menurut banyaknya sumberdaya yang dikonsumsi disetiap pusat biaya.

Dengan cara ini biaya-biaya produksi ditentukan menurut jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap pusat biaya. Selanjutnya dengan perbedaan karakteristik prosers-proses produksi, dikembangkan cara pencatatan, pengklasifikasian, dan penyajian biaya yang berbeda. Pengembangan tersebut sesuai dengan proses yang dilakukan.

Menurut Sugiri (1994: 22), Biaya produksi pada perusahaan manufaktur terdiri atas elemen-elemen biaya sebagai berikut :

a. Bahan baku

Bahan baku adalah bahan yang digunakan untuk membuat produk selesai. Bahan baku dapat diidentifikasi ke produk dan merupakan bagian integral dari produk tersebut, sebagai contoh adalah kayu yang digunakan untuk membuat daun pintu dan jendela, kertas yang digunakan untuk membuat buku. Bahan baku disebut juga bahan langsung, untuk membedakannya dari bahan lain yang nilainya lebih rendah.

b. Tenaga kerja langsung

Tenaga kerja langsung adalah tenaga yang langsung menangani proses produksi. Pembuat daun pintu dan jendela, operator mesin foto copy, penjahit dan tukang las, serta tukang batu adalah contoh tenaga kerja langsung. Mereka menangani langsung proses produksi dan karenanya dapat diidentifikasi ke produk. Gaji atau upah tenaga kerja langsung merupakan elemen biaya produksi. c. Overhead pabrik

Overhead pabrik adalah biaya–biaya selain bahan baku dan tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk memproduksi barang disebut biaya overhead pabrik (factory overhead atau manufacturing

overheadatau factory burdent). Hubungan biaya overhead terhadap produk adalah hubungan tak langsung.

Penggolongan BOP menurut Muhadi (2001: 61-62) menyatakan bahwa terdapat beberapa cara penggolongan biaya overhead

pabrik. Penggolongan tersebut diantaranya: penggolongan biaya menurut sifatnya merupakan biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Yang termasuk dalam BOP adalah:

1) Biaya bahan penolong

Bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksinya. 2) Biaya reparasi dan pemeliharaan

Biaya suku cadang (spareparts), biaya bahan habis pakai

(factrory supplies) dan harga perolehan jasa dari luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan emplesemen, mesin, kendaraan, dan aktiva tetap lainnya.

3) Biaya tenaga kerja tidak langsung

Tenaga kerja pabrik yang upahnya tidak dihitung secara lansung kepada produk atau pesanan tertentu. Berupa upah, tunjungan, biaya kesejahteraan.

4) Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap. Biaya-biaya depresiasi mesin dan equipment, alat kerja dan aktiva tetap lainnya.

5) Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu

Biaya asuransi mesin dan equipment, asuransi kendaraan, kecelakaan kerja dan biaya amortisasi kerugian trial-run.

6) Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai. Yang termasuk didalamnya adalah biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan, biaya listrik PLN.

Menurut Hansen dan Mowen (2000: 314-315) terdapat dua metode dalam mengalokasi biaya overhead pabrik yaitu:

a. Tarif pabrik

Untuk tarif pabrik, biaya overhead pabrik terlebih dahulu diakumulasikan pada satu kelompok pabrik yang besar (tahap pertama pembebanan biaya). Biaya overhead dibebankan pada kelompok biaya hanya dengan menambahkan semua biaya overhead yang diidentifikasi pada jurnal umum. Karena semua biaya overhead merupakan biaya pabrik, pembebanan pada kelompok biaya dilakukan dengan keakuratan tinggi. Pada tahap pertama, obyek biaya adalah pabrik dan penelusuran langsung dapat digunakan untuk membebankan biaya tersebut dibebankan pada kegiatan makro yang sangat luas: produksi. Sekali biaya diakumulasikan pada kelompok biaya ini, kita dapat mengitung untuk tarif pabrik, biaya overhead terlebih dahulu diakumulasikan tarif pabrik dengan menggunakan pendorong tunggal, yang umumnya adalah jam tenaga kerja langsung. Produk diasumsikan mengkonsumsi sumber daya overhead sebanding dengan penggunaan jam tenaga kerja langsung. Karenanya, pada tahap

kedua, biaya overhead dibebankan pada produk dengan mengalihkan tarif dengan jam tenaga kerja langsung sesungguhnya yang digunakan oleh tiap produk.

Bagan II.I

Pembebanan BOP Berdasarkan Tarif Pabrik

Penelusuran langsung Biaya overhead

Pendorong berdasarkan unit Kelompok

di seluruh pabrik

Sumber: Hansen dan Mowen (2000: 315) Produk

b. Tarif departemen

Untuk tarif departemen, biaya overhead dibebankan pada masing-masing departemen produksi, menciptakan kelompok biaya overhead departemen. Pada tahap pertama, departemen merupakan obyek biaya dan biaya overhead dibebankan dengan menggunakan penelusuran langsung, penelusuran pendorong dan alokasi. Meskipun usaha dilakukan untuk membebankan biaya eksternal dengan menggunakan faktor penyebab (penelusuran pendorong), beberapa biaya overhead dibebankan menggunakan hubungan asumsi (alokasi). Sekali biaya dibebankan pada masing-masing departemen produksi, kemudian pendorong berdasarkan kegiatan seperti jam tenaga kerja langsung (untuk departemen padat tenaga

kerja) dan jam mesin (untuk departemen padat mesin) digunakan untuk menghitung tarif departemen. Produk yang melalui departemen tersebut diasumsikan mengkonsumsi biaya overhead sebanding dengan pendorong departemen berdasarkan unit. Pada tahap kedua, overhead dibebankan pada produk dengan mengalikan tarif departemen dengan jumlah pendorong yang digunakan pada masing-masing departemen. Seluruh overhead yang dibebankan pada produk hanya merupakan penjumlahan dari jumlah yang diterima dari masing-masing departemen.

Bagan II.2

Pembebanan BOP Berdasarkan Tarif Departemen

Penelusuran langsung penelusuran pendorong alokasi Biaya overhead

Kelompok departemen B Kelompok

departemen A

Pendorong berdasarkan unit Pendorong berdasarkan unit

Sumber: Hansen dan Mowen (2000: 315)

Menurut Mulyadi (1993: 213), Ada beberapa macam dasar yang dapat dipakai untuk membebankan biaya overhead pabrik kepada produk diantaranya adalah :

a. Satuan produk b. Biaya bahan baku

c. Biaya tenaga kerja langsung d. Jam kerja langsung

e. Jam mesin

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dasar pembebanan biaya overhead pabrik adalah:

a. Harus mempertahankan jenis biaya overhead pabrik yang dominan jumlahnya dalam departemen produksi.

b. Harus diperhatikan sifat-sifat biaya overhead pabrik yang dominan tersebut dan eratnya sifat-sifat tersebut dengan dasar pembebanan yang akan dipakai.

2. Kelemahan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional

Melihat keadaan pabrik pada masa kini, menurut Cooper dkk (1991: 82-83), akuntansi biaya tradisional memiliki kelemahan sebagai berikut :

a. Akuntansi biaya tradisional membebankan biaya overhead pabrik kepada produk atas dasar kuantitas yang diproduksi. Metode pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk atas dasar kuantitas disebut unit-based system. Dalam unit–based system, biaya overhead pabrik dianggap proposional dengan jumlah unit

produk berdasarkan jam tenaga kerja langsung, jam mesin, biaya bahan baku, yang dikonsumsi untuk menghasilkan suatu produk. Pembebanan biaya overhead pabrik atas dasar jam tenaga kerja langsung akan menghasilkan informasi biaya produk yang mengandung distrosi yang berakibat pada ketidakakuratan pembebanan biaya ke produk per unit. Jika harga satuan atau kuantitas yang digunakan oleh sumber daya tidak distribusikan secara akurat ke pusat-pusat biaya dari produk, maka ada kemungkinan terjadinya distrosi harga dan kuantitas.

Akuntansi biaya tradisional membebankan biaya overhead pabrik kepada produk melalui dua tahap. Tahap pertama, biaya overhead pabrik dikumpulkan dalam pusat biaya, baik departemen produksi maupun departemen pembantu. Tahap kedua, biaya overhead pabrik yang telah melalui agregasi tahap pertama, dibebankan ke produk atas dasar jam tenaga kerja langsung dan jam mesin. Pembebanan overheadyang berdasarkan jam tenaga kerja langsung dan jam mesin disebut sebagai pembebanan overhead berdasarkan tarif tunggal. Biaya overhead yang dibebankan secara agregasi ini menimbulkan distorsi harga (price distorsi) terjadi apabila dasar alokasi kuantitas (quantity distorsi) terjadi apabila dasar alokasi biaya tidak sesuai dengan sumber daya yang dikonsumsi oleh produk. Penyebab distorsi antara lain:

1) Beberapa biaya yang dialokasikan ke produk yang tidak ada hubungannya dengan terjadinya biaya tersebut seperti biaya

research dan development.

2) Penghapuskan biaya yang berhubungan dengan produk yang sedang diproduksi, seperti biaya penjualan, biaya administrasi dan umum.

3) Alokasi yang tidak akurat dapat disebabkan karena distorsi kuantitas.

4) Distorsi yang terjadi karena pengalokasian biaya umum dan biaya bersama ke produk. Biaya umum adalah biaya dari sumber yang bias dipisahkan, yang dikeluarkan untuk menghasilkan lebih dari satu macam produk. Biaya bersama adalah biaya yang muncul kalau suatu proses produksi diperlukan untuk menghasilkan lebih dari satu produk.

b. Hanya menggunakan jam tenaga kerja langsung atau jam kerja mesin sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik dari pusat biaya pada produk dan jasa. Sistem ini telah dikembangkan ketika jumlah biaya tenaga kerja langsung masih memiliki proposi yang besar dari total biaya produk.

C. Konsep Dasar Activity Based Costing System.

1. Latar Belakang Timbulnya Activity Based Costing System.

Activity Based Costing (ABC) System timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi biaya yang mampu merefleksikan konsumsi sumberdaya dalam berbagai kegiatan untuk menghasilkan produk.

Menurut Mulyadi (1993: 15), kebutuhan informasi biaya tersebut didorong oleh lima penyebab, yaitu:

1) Persaingan global yang memaksa manajemen perusahaan mencari berbagai alternatif pembuatan produk yang cost effective

manajemen harus dapat mengidentifikasi non-value added activities dalam pembuatan produk dan menggunakan berbagai

management system untuk menghilangkan non-value added activities.

2) Penggunaan teknologi maju dalam pembuatan produk (advanced manufacturing technology) menyebabkan proporsi biaya Overhead pabrik dalam produk menjadi jauh lebih tinggi dibanding dengan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya Overhead dalam perusahaan yang berteknologi maju sebagian besar biaya overhead adalah sunk cost seperti biaya deprisiasi dan equipment, amortisasi biaya penyusunan program komputer.

3) Untuk memenangkan persaingan, perusahaan harus menerapkan driven strategi yang senantiasa harus secara terus menerus melakukan perbaikan dalam pembuatan produk.

4) Market driven strategi menuntut manajemen perusahaan manufaktur untuk inovatif, seperti produk life cycle menjadi semakin pendek.

5) Pemanfaatan teknologi komputer dalam pengolahan data akuntansi memungkinkan dilakukannya pengolahan berbagai informasi biaya yang sebelumnya tidak terbayangkan pada waktu menggunakan manual sistem, maupun bookeping-machine system.

2. Pengertian Activity Based Costing System.

Menurut Brimson (1991: 47), pengertian akuntansi aktivitas adalah sebagai berikut :

“…is a process of accumulating and tracing cost and performance data a firm’s activities and providing feed back of actual result against the planned cost initiate action where required”.

Menurut Cooper dkk (1992: 266), Activity Based Costing System memiliki pengerian-pengertian sebagai berikut :

“…is an exiting approach to product costing. It provides cost system desingners with new ways to cost product, focus managerial attention and modify behavior”.

Menurut Horgren dkk (1999: 166), Based Accounting (ABA) atau Activity Based Costing adalah:

”…is a system that first accumulates cost overhead for each of activities to the product, service, or other cost object that causes that activity”.

Menurut Supriyono (1994: 230), Activity Based Costing adalah : “sistem yang terdiri dari dua tahap yaitu pertama melacak biaya pada berbagai aktivitas dan kemudian ke berbagai produk. Tahap kedua meliputi pelacakan biaya ke berbagai produk”.

3. Asumsi Activity Based Costing System

Menurut Mulyadi (1993: 11), Ada dua pengertian dasar dalam sistem ABC yaitu :

a. Aktivitas menimbulkan biaya

Activity based costing system berangkat dari anggapan bahwa sumber daya pembantu atau sumber daya secara tidak langsung menyediakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya yang harus dialokasikan. Permintaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan menyebabkan perusahaan melaksanakan aktivitas produk yang menghasilkan produk tersebut. Aktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan ini menyerap sumber-sumber perusahaan. Oleh karena itu produk harus dibebankan biaya dari sumber-sumber perusahaan sesuai dengan aktivitas yang diserap oleh produk tersebut.

b. Produk dan pelanggan menyebabkan timbulnya permintaan atas aktivitas.

Untuk membuat produk diperlukan berbagai aktivitas, dan setiap kegiatan memerlukan sumber daya untuk pelaksanaan aktivitas tersebut.

Bagan II.3

Dua Anggapan yang Melandasi ABC System Tersebut Membentuk Konsep Dasar ABC System

Value added and Non value added activities

Produk Aktivitas

Sumber Daya

Sumber : Mulyadi (2000: 383)

Karena perusahaan ingin memenuhi kebutuhan konsumen, maka perusahaan melakukan aktivitas guna menghasilkan produk atau jasa dan proses produksi membutuhkan sumber daya perusahaan. Penentuan biaya produk harus sesuai dengan sumber daya yang diserapkan aktivitas yang dilaksanakan guna menghasilkan produk. Dengan konsep dasar ABC system tersebut, biaya yang merupakan konsumsi sumber daya (seperti bahan baku, sumber daya manusia, teknologi, modal) dihubungkan dengan aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya tersebut. Dengan demikian, hanya dengan mengelola aktivitas untuk menghasilkan produk dan jasa, manajemen akan mampu membawa perusahaan unggul dalam jangka panjang didalam persaingan. Untuk mampu mengelola aktivitas perusahaan, manajemen memerlukan informasi biaya yang mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas perusahaan.

4. Manfaat Activity Based Costing System.

Manfaat dari Activity Based Costing System menurut Cooper dkk (1991: 276-279), yaitu:

1) Memperbaiki mutu pengambilan keputusan.

2) Memungkinkan manajemen melakukan perbaikan terus menerus terhadap kegiatan untuk mengurangi biaya overhead.

3) Memberikan kemudahan dalam penentuan biaya relevan.

Menurut Supriyono (1994: 713-715), penerapan sistem akuntansi biaya mempunyai empat keterbatasan atau hambatan yaitu: 1) Sistem penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas mensyaratkan

bahwa perusahaan memproduksi berbagai macam produk dan berada didalam suatu.

2) Sistem penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas lebih menekankan pada permasalahan alokasi atau pembebanan biaya-biaya, ternyata tidak menjelaskan bagaimanakah portofolio atau komposisi produk paling optimal.

3) Secara konseptual, penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas mempunyai kelemahan sebagai berikut :

a. Beberapa biaya masih dialokasikan secara arbriter.

b. Dalam penentuan harga pokok produk masih terdapat penggunaan periode waktu secara arbriter.

c. Penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas untuk biaya-biaya pemanufakturan mengabaikan beberapa biaya yang dapat

diidentifikasikan terhadap produk tertentu dan analisa harga pokok produk.

4) Sistem penentuan harga pokok produk berdasarkan aktivitas tidak dapat menunjukkan biaya-biaya yang dapat dihindarkan jika suatu produk, jasa atau segmen organisasi tertentu dieliminasi.

5. Tahap-tahap Pembebanan BOP Berdasarkan Activity Based Costing System.

a. Prosedur tahap pertama (Hansen dan Mowen, 2000: 328-337) : 1) Identifikasi berbagai aktivitas

Aktivitas adalah kombinasi manusia, teknologi, bahan mentah, metode dan lingkungan yang memproduksi barang atau jasa tertentu.

Fokus dari perhitungan biaya berdasarkan kegiatan adalah kegiatan. Jadi, mengidentifikasi kegiatan haruslah merupakan langkah pertama dalam mendesain suatu sistem perhitungan biaya berdasarkan kegiatan. Identifikasi kegiatan memerlukan mengamati dan membuat daftar pekerjaan yang dilakukan di dalam organisasi.

2) Pengelompokan berbagai aktivitas

Setelah berbagai aktivitas diidentifikasi maka langkah selanjutnya adalah mengelompokkan berbagai aktivitas yang ada dalam perusahaan ke dalam 2 klasifikasi:

a) Klasifikasi proses

Suatu proses didefinisikan sebagai suatu seri kegiatan yang saling terkait untuk melakukan suatu tujuan. Perhitungan biaya proses pada proses manufaktur dengan cara-cara membebani biaya ke produk-produk yang melewati proses produksi tertentu. Namun, konsep proses jauh lebih luas dari produksi.

b) Klasifikasi tingkat kegiatan

Aktivitas-aktivitas dikelompokkan ke dalam empat kategori aktivitas (Supriyono, 1994: 237-239) yaitu:

(1) Aktivitas tingkat unit ( unit-level activities)

Aktivitas tingkat unit adalah aktivitas yang dikerjakan setiap satu unit produk diproduksi. Besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi. Sebagai contoh tenaga kerja langsung, jam mesin, dan jam listrik digunakan setiap satu unit produk dihasilkan.

(2) Aktivitas tingkat batch( batch level activities)

Aktivitas tingkat batch adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu batch produk diproduksi. Besar kecilnya aktivitas dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas setup, aktivitas

penjadwalan produksi, aktivitas pengelolaan bahan (gerak bahan dan order pembelian), aktivitas inspeksi. (3) Aktivitas tingkat produk (product level activities)

Aktivitas tingkat produk atau penopang produk adalah aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi masukan untuk mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Aktivitas ini dapat dilacak pada produk secara individual, namun sumber-sumber yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut tidak dipengaruhi oleh jumlah produk atau batch produk yang diproduksi. Contoh nya aktivitas penelitian dan pengembangan produk, perekayasaan proses, spesifikasi produk, perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk.

(4) Aktivitas tingkat fasilitas (facillity level activities)

Aktivitas tingkat fasilitas adalah aktivitas yang dikerjakan untuk menopang proses pemanufakturan secara umum yang dilakukan untuk menyediakan fasilitas dalam memproduksi produk. Besar kecilnya aktivitas ini tidak dipengaruhi oleh jumlah produk atau

Dokumen terkait