• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Konsep dan Terminologi Biaya

1. Konsep Biaya

Menurut Sugiri (1994: 21-25), terdapat tujuh klasifikasi dari pengelompokan biaya yaitu :

1) Klasifikasi berdasarkan fungsi pokok perusahaan a. Biaya produksi

Adalah biaya–biaya yang diperlukan untuk memperoleh bahan baku (mentah) dari pemasok dan mengubahnya menjadi produk selasai yang siap dijual. Elemen biaya produksi terdiri atas biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.

b. Biaya penjualan

Biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan produk selesai, termasuk biaya iklan, biaya gaji para pramuniaga, biaya angkut barang-barang yang dijual, dan gaji menejer pemasaran.

c. Biaya administrasi

Adalah biaya yang diperlukan untuk administrasi secara umum, seperti gaji eksekutif, biaya penyelengarakan akuntansi, gaji pegawai bagian administrasi, dan biaya bahan habis pakai.

2) Klasifikasi berdasarkan periode mempertemukan dengan pendapatan:

a. Biaya produk

Adalah biaya–biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh atau memperoduksi barang/produk.

b. Biaya periode

Adalah biaya yang diindentifikasi dengan interval waktu tertentu karena tidak diperlakukan untuk memperoleh barang/produk akan dijual.

3) Klasifikasi biaya berdasarkan dapat ditelusurinya ke obyek biaya: a. Biaya langsung (direct cost)

Adalah biaya yang dapat ditelusuri atau diidentifikasi ke suatu obyek biaya tertentu karena hanya dikeluarkan untuk manfaat obyek biaya itu sendiri.

b. Biaya tidak langsung ( indirect cost)

Adalah biaya yang dikerluarkan untuk lebih dari satu obyek biaya dan tidak dapat ditelusuri kesalahsatu obyek biaya tertentu. Karena biaya ini bersifat umum dan disebut common cost.

4) Klasifikasi biaya berdasarkan hubungannya dengan perubahan volume kegiatan:

a. Biaya tetap

Adalah biaya yang jumlah totalnya tetap, tidak berubah untuk suatu periode tertentu.

b. Biaya variabel

Adalah biaya yang jumlah totalnya bervariasi secara proposional dengan variasi volume kegiatan, tetapi jumlah per unitnya tetap sama.

5) Klasifikasi biaya berdasarkan kemampuan manajer untuk mengendalikan:

a. Biaya terkendali

Adalah biaya yang secara signifikan dapat dipengaruhi dan dikendalikan oleh manajer tertentu pada periode tertentu. b. Biaya tak terkendali

Adalah biaya yang secara signifikan tidak dapat dipengaruhi dan dikendalikan oleh manager tertentu.

6) Klasifikasi biaya berdasarkan pengendalian keputusan: a. Biaya relevan

Adalah biaya yang akan terjadi di masa mendatang dan berbeda diantara pelbagai alternatif keputusan.

b. Biaya tak relevan

Adalah biaya yang tidak memenuhi salah satu atau kedua-duanya dari kriteria biaya relevan.

c. Biaya terhindarkan

Adalah biaya yang dapat dihindarkan jika suatu alternatif keputusan diambil.

7) Klasifikasi biaya berdasarkan dampak keputusan terhadap kas keluar:

a. Sunk cost

Adalah biaya yang telah dikeluarkan dan yang tidak dapat diubah oleh keputusan sekarang atau masa yang akan datang. b. Biaya tunai (out-of pocket cost)

Adalah biaya yang membutuhkan pengeluaran kas dimasa mendatang akibat keputusan sekarang atau keputusan yang akan datang.

2. Penelusuran Biaya

Hubungan antara biaya dan obyek biaya dapat dimanfaatkan untuk membantu meningkatkan keakuratan pembebanan biaya. Mudah ditelusuri berarti bahwa biaya-biaya dapat dibebankan dengan cara

ekonomis dan secara akurat dapat ditelusuri berarti bahwa biaya dibebankan dengan menggunakan hubungan penyebab. Dapat ditelusuri adalah kemampuan untuk membebankan biaya secara langsung pada obyek biaya dengan cara ekonomis sebagai sarana hubungan penyebab.

Menurut Hansen dan Mowen (2000: 38-43), terdapat tiga metode dalam penelusuran biaya yaitu :

1) Penelusuran langsung

Adalah suatu proses mengidentifikasi dan pembebanan biaya yang berkaitan secara khusus dan secara fisik dengan obyek biaya. 2) Penelusuran penggerak/ pendorong

Adalah penggunan pendorong untuk membebankan biaya ke obyek biaya.

3) Pembebanan biaya tidak langsung/alokasi

Karena tidak terdapat hubungan kausal, pengalokasian biaya pada metode ini didasarkan pada kemudahan atau beberapa asumsi yang berhubungan.

B. Sistem Akuntansi Biaya Tradisional.

Akuntansi biaya pada awalnya didefinisikan sebagai perhitungan harga pokok persediaan yang disajikan dalam neraca laporan harga pokok produk jadi dalam laporan rugi laba. Pandangan ini membatasi luas jangkauan informasi yang dibutuhkan oleh manajemen dalam pengambilan keputusan, tak lebih sebagi data product cost yang memenuhi kebutuhan

pelaporan kepada pihak luar. Definisi yang sempit sebagaimana dikemukakan diatas kini tidak sesuai lagi dan jelas bukan merupakan deskripsi yang tepat mengenai kegunaan informasi akuntansi biaya. Akuntansi biaya menyediakan alat yang dibutuhkan oleh manajemen dalam perencanaan dan pengawasan aktivitas, peningkatan kualitas dan efisiensi, serta penyusunan keputusan-keputusan rutin dan srategis (Carter dkk, 2002: 8-9).

1. Penentuan Harga Pokok Produk dengan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional.

Dalam sistem akuntansi biaya tradisional, biaya-biaya dicatat, dikumpulkan dan dikendalikan menurut elemen-elemennya yang ada dalam pusat pertanggungjawaban. Biaya-biaya produksi ditentukan menurut banyaknya sumberdaya yang dikonsumsi disetiap pusat biaya.

Dengan cara ini biaya-biaya produksi ditentukan menurut jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap pusat biaya. Selanjutnya dengan perbedaan karakteristik prosers-proses produksi, dikembangkan cara pencatatan, pengklasifikasian, dan penyajian biaya yang berbeda. Pengembangan tersebut sesuai dengan proses yang dilakukan.

Menurut Sugiri (1994: 22), Biaya produksi pada perusahaan manufaktur terdiri atas elemen-elemen biaya sebagai berikut :

a. Bahan baku

Bahan baku adalah bahan yang digunakan untuk membuat produk selesai. Bahan baku dapat diidentifikasi ke produk dan merupakan bagian integral dari produk tersebut, sebagai contoh adalah kayu yang digunakan untuk membuat daun pintu dan jendela, kertas yang digunakan untuk membuat buku. Bahan baku disebut juga bahan langsung, untuk membedakannya dari bahan lain yang nilainya lebih rendah.

b. Tenaga kerja langsung

Tenaga kerja langsung adalah tenaga yang langsung menangani proses produksi. Pembuat daun pintu dan jendela, operator mesin foto copy, penjahit dan tukang las, serta tukang batu adalah contoh tenaga kerja langsung. Mereka menangani langsung proses produksi dan karenanya dapat diidentifikasi ke produk. Gaji atau upah tenaga kerja langsung merupakan elemen biaya produksi. c. Overhead pabrik

Overhead pabrik adalah biaya–biaya selain bahan baku dan tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk memproduksi barang disebut biaya overhead pabrik (factory overhead atau manufacturing

overheadatau factory burdent). Hubungan biaya overhead terhadap produk adalah hubungan tak langsung.

Penggolongan BOP menurut Muhadi (2001: 61-62) menyatakan bahwa terdapat beberapa cara penggolongan biaya overhead

pabrik. Penggolongan tersebut diantaranya: penggolongan biaya menurut sifatnya merupakan biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Yang termasuk dalam BOP adalah:

1) Biaya bahan penolong

Bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksinya. 2) Biaya reparasi dan pemeliharaan

Biaya suku cadang (spareparts), biaya bahan habis pakai

(factrory supplies) dan harga perolehan jasa dari luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan emplesemen, mesin, kendaraan, dan aktiva tetap lainnya.

3) Biaya tenaga kerja tidak langsung

Tenaga kerja pabrik yang upahnya tidak dihitung secara lansung kepada produk atau pesanan tertentu. Berupa upah, tunjungan, biaya kesejahteraan.

4) Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap. Biaya-biaya depresiasi mesin dan equipment, alat kerja dan aktiva tetap lainnya.

5) Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu

Biaya asuransi mesin dan equipment, asuransi kendaraan, kecelakaan kerja dan biaya amortisasi kerugian trial-run.

6) Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai. Yang termasuk didalamnya adalah biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan, biaya listrik PLN.

Menurut Hansen dan Mowen (2000: 314-315) terdapat dua metode dalam mengalokasi biaya overhead pabrik yaitu:

a. Tarif pabrik

Untuk tarif pabrik, biaya overhead pabrik terlebih dahulu diakumulasikan pada satu kelompok pabrik yang besar (tahap pertama pembebanan biaya). Biaya overhead dibebankan pada kelompok biaya hanya dengan menambahkan semua biaya overhead yang diidentifikasi pada jurnal umum. Karena semua biaya overhead merupakan biaya pabrik, pembebanan pada kelompok biaya dilakukan dengan keakuratan tinggi. Pada tahap pertama, obyek biaya adalah pabrik dan penelusuran langsung dapat digunakan untuk membebankan biaya tersebut dibebankan pada kegiatan makro yang sangat luas: produksi. Sekali biaya diakumulasikan pada kelompok biaya ini, kita dapat mengitung untuk tarif pabrik, biaya overhead terlebih dahulu diakumulasikan tarif pabrik dengan menggunakan pendorong tunggal, yang umumnya adalah jam tenaga kerja langsung. Produk diasumsikan mengkonsumsi sumber daya overhead sebanding dengan penggunaan jam tenaga kerja langsung. Karenanya, pada tahap

kedua, biaya overhead dibebankan pada produk dengan mengalihkan tarif dengan jam tenaga kerja langsung sesungguhnya yang digunakan oleh tiap produk.

Bagan II.I

Pembebanan BOP Berdasarkan Tarif Pabrik

Penelusuran langsung Biaya overhead

Pendorong berdasarkan unit Kelompok

di seluruh pabrik

Sumber: Hansen dan Mowen (2000: 315) Produk

b. Tarif departemen

Untuk tarif departemen, biaya overhead dibebankan pada masing-masing departemen produksi, menciptakan kelompok biaya overhead departemen. Pada tahap pertama, departemen merupakan obyek biaya dan biaya overhead dibebankan dengan menggunakan penelusuran langsung, penelusuran pendorong dan alokasi. Meskipun usaha dilakukan untuk membebankan biaya eksternal dengan menggunakan faktor penyebab (penelusuran pendorong), beberapa biaya overhead dibebankan menggunakan hubungan asumsi (alokasi). Sekali biaya dibebankan pada masing-masing departemen produksi, kemudian pendorong berdasarkan kegiatan seperti jam tenaga kerja langsung (untuk departemen padat tenaga

kerja) dan jam mesin (untuk departemen padat mesin) digunakan untuk menghitung tarif departemen. Produk yang melalui departemen tersebut diasumsikan mengkonsumsi biaya overhead sebanding dengan pendorong departemen berdasarkan unit. Pada tahap kedua, overhead dibebankan pada produk dengan mengalikan tarif departemen dengan jumlah pendorong yang digunakan pada masing-masing departemen. Seluruh overhead yang dibebankan pada produk hanya merupakan penjumlahan dari jumlah yang diterima dari masing-masing departemen.

Bagan II.2

Pembebanan BOP Berdasarkan Tarif Departemen

Penelusuran langsung penelusuran pendorong alokasi Biaya overhead

Kelompok departemen B Kelompok

departemen A

Pendorong berdasarkan unit Pendorong berdasarkan unit

Sumber: Hansen dan Mowen (2000: 315)

Menurut Mulyadi (1993: 213), Ada beberapa macam dasar yang dapat dipakai untuk membebankan biaya overhead pabrik kepada produk diantaranya adalah :

a. Satuan produk b. Biaya bahan baku

c. Biaya tenaga kerja langsung d. Jam kerja langsung

e. Jam mesin

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dasar pembebanan biaya overhead pabrik adalah:

a. Harus mempertahankan jenis biaya overhead pabrik yang dominan jumlahnya dalam departemen produksi.

b. Harus diperhatikan sifat-sifat biaya overhead pabrik yang dominan tersebut dan eratnya sifat-sifat tersebut dengan dasar pembebanan yang akan dipakai.

Dokumen terkait