BAB II LANDASAN TEORI
C. Konsep Dasar Activity Based Costing System
1. Latar Belakang Timbulnya Activity Based Costing System.
Activity Based Costing (ABC) System timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi biaya yang mampu merefleksikan konsumsi sumberdaya dalam berbagai kegiatan untuk menghasilkan produk.
Menurut Mulyadi (1993: 15), kebutuhan informasi biaya tersebut didorong oleh lima penyebab, yaitu:
1) Persaingan global yang memaksa manajemen perusahaan mencari berbagai alternatif pembuatan produk yang cost effective
manajemen harus dapat mengidentifikasi non-value added activities dalam pembuatan produk dan menggunakan berbagai
management system untuk menghilangkan non-value added activities.
2) Penggunaan teknologi maju dalam pembuatan produk (advanced manufacturing technology) menyebabkan proporsi biaya Overhead pabrik dalam produk menjadi jauh lebih tinggi dibanding dengan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya Overhead dalam perusahaan yang berteknologi maju sebagian besar biaya overhead adalah sunk cost seperti biaya deprisiasi dan equipment, amortisasi biaya penyusunan program komputer.
3) Untuk memenangkan persaingan, perusahaan harus menerapkan driven strategi yang senantiasa harus secara terus menerus melakukan perbaikan dalam pembuatan produk.
4) Market driven strategi menuntut manajemen perusahaan manufaktur untuk inovatif, seperti produk life cycle menjadi semakin pendek.
5) Pemanfaatan teknologi komputer dalam pengolahan data akuntansi memungkinkan dilakukannya pengolahan berbagai informasi biaya yang sebelumnya tidak terbayangkan pada waktu menggunakan manual sistem, maupun bookeping-machine system.
2. Pengertian Activity Based Costing System.
Menurut Brimson (1991: 47), pengertian akuntansi aktivitas adalah sebagai berikut :
“…is a process of accumulating and tracing cost and performance data a firm’s activities and providing feed back of actual result against the planned cost initiate action where required”.
Menurut Cooper dkk (1992: 266), Activity Based Costing System memiliki pengerian-pengertian sebagai berikut :
“…is an exiting approach to product costing. It provides cost system desingners with new ways to cost product, focus managerial attention and modify behavior”.
Menurut Horgren dkk (1999: 166), Based Accounting (ABA) atau Activity Based Costing adalah:
”…is a system that first accumulates cost overhead for each of activities to the product, service, or other cost object that causes that activity”.
Menurut Supriyono (1994: 230), Activity Based Costing adalah : “sistem yang terdiri dari dua tahap yaitu pertama melacak biaya pada berbagai aktivitas dan kemudian ke berbagai produk. Tahap kedua meliputi pelacakan biaya ke berbagai produk”.
3. Asumsi Activity Based Costing System
Menurut Mulyadi (1993: 11), Ada dua pengertian dasar dalam sistem ABC yaitu :
a. Aktivitas menimbulkan biaya
Activity based costing system berangkat dari anggapan bahwa sumber daya pembantu atau sumber daya secara tidak langsung menyediakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya yang harus dialokasikan. Permintaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan menyebabkan perusahaan melaksanakan aktivitas produk yang menghasilkan produk tersebut. Aktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan ini menyerap sumber-sumber perusahaan. Oleh karena itu produk harus dibebankan biaya dari sumber-sumber perusahaan sesuai dengan aktivitas yang diserap oleh produk tersebut.
b. Produk dan pelanggan menyebabkan timbulnya permintaan atas aktivitas.
Untuk membuat produk diperlukan berbagai aktivitas, dan setiap kegiatan memerlukan sumber daya untuk pelaksanaan aktivitas tersebut.
Bagan II.3
Dua Anggapan yang Melandasi ABC System Tersebut Membentuk Konsep Dasar ABC System
Value added and Non value added activities
Produk Aktivitas
Sumber Daya
Sumber : Mulyadi (2000: 383)
Karena perusahaan ingin memenuhi kebutuhan konsumen, maka perusahaan melakukan aktivitas guna menghasilkan produk atau jasa dan proses produksi membutuhkan sumber daya perusahaan. Penentuan biaya produk harus sesuai dengan sumber daya yang diserapkan aktivitas yang dilaksanakan guna menghasilkan produk. Dengan konsep dasar ABC system tersebut, biaya yang merupakan konsumsi sumber daya (seperti bahan baku, sumber daya manusia, teknologi, modal) dihubungkan dengan aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya tersebut. Dengan demikian, hanya dengan mengelola aktivitas untuk menghasilkan produk dan jasa, manajemen akan mampu membawa perusahaan unggul dalam jangka panjang didalam persaingan. Untuk mampu mengelola aktivitas perusahaan, manajemen memerlukan informasi biaya yang mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas perusahaan.
4. Manfaat Activity Based Costing System.
Manfaat dari Activity Based Costing System menurut Cooper dkk (1991: 276-279), yaitu:
1) Memperbaiki mutu pengambilan keputusan.
2) Memungkinkan manajemen melakukan perbaikan terus menerus terhadap kegiatan untuk mengurangi biaya overhead.
3) Memberikan kemudahan dalam penentuan biaya relevan.
Menurut Supriyono (1994: 713-715), penerapan sistem akuntansi biaya mempunyai empat keterbatasan atau hambatan yaitu: 1) Sistem penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas mensyaratkan
bahwa perusahaan memproduksi berbagai macam produk dan berada didalam suatu.
2) Sistem penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas lebih menekankan pada permasalahan alokasi atau pembebanan biaya-biaya, ternyata tidak menjelaskan bagaimanakah portofolio atau komposisi produk paling optimal.
3) Secara konseptual, penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas mempunyai kelemahan sebagai berikut :
a. Beberapa biaya masih dialokasikan secara arbriter.
b. Dalam penentuan harga pokok produk masih terdapat penggunaan periode waktu secara arbriter.
c. Penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas untuk biaya-biaya pemanufakturan mengabaikan beberapa biaya yang dapat
diidentifikasikan terhadap produk tertentu dan analisa harga pokok produk.
4) Sistem penentuan harga pokok produk berdasarkan aktivitas tidak dapat menunjukkan biaya-biaya yang dapat dihindarkan jika suatu produk, jasa atau segmen organisasi tertentu dieliminasi.
5. Tahap-tahap Pembebanan BOP Berdasarkan Activity Based Costing System.
a. Prosedur tahap pertama (Hansen dan Mowen, 2000: 328-337) : 1) Identifikasi berbagai aktivitas
Aktivitas adalah kombinasi manusia, teknologi, bahan mentah, metode dan lingkungan yang memproduksi barang atau jasa tertentu.
Fokus dari perhitungan biaya berdasarkan kegiatan adalah kegiatan. Jadi, mengidentifikasi kegiatan haruslah merupakan langkah pertama dalam mendesain suatu sistem perhitungan biaya berdasarkan kegiatan. Identifikasi kegiatan memerlukan mengamati dan membuat daftar pekerjaan yang dilakukan di dalam organisasi.
2) Pengelompokan berbagai aktivitas
Setelah berbagai aktivitas diidentifikasi maka langkah selanjutnya adalah mengelompokkan berbagai aktivitas yang ada dalam perusahaan ke dalam 2 klasifikasi:
a) Klasifikasi proses
Suatu proses didefinisikan sebagai suatu seri kegiatan yang saling terkait untuk melakukan suatu tujuan. Perhitungan biaya proses pada proses manufaktur dengan cara-cara membebani biaya ke produk-produk yang melewati proses produksi tertentu. Namun, konsep proses jauh lebih luas dari produksi.
b) Klasifikasi tingkat kegiatan
Aktivitas-aktivitas dikelompokkan ke dalam empat kategori aktivitas (Supriyono, 1994: 237-239) yaitu:
(1) Aktivitas tingkat unit ( unit-level activities)
Aktivitas tingkat unit adalah aktivitas yang dikerjakan setiap satu unit produk diproduksi. Besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi. Sebagai contoh tenaga kerja langsung, jam mesin, dan jam listrik digunakan setiap satu unit produk dihasilkan.
(2) Aktivitas tingkat batch( batch level activities)
Aktivitas tingkat batch adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu batch produk diproduksi. Besar kecilnya aktivitas dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas setup, aktivitas
penjadwalan produksi, aktivitas pengelolaan bahan (gerak bahan dan order pembelian), aktivitas inspeksi. (3) Aktivitas tingkat produk (product level activities)
Aktivitas tingkat produk atau penopang produk adalah aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi masukan untuk mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Aktivitas ini dapat dilacak pada produk secara individual, namun sumber-sumber yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut tidak dipengaruhi oleh jumlah produk atau batch produk yang diproduksi. Contoh nya aktivitas penelitian dan pengembangan produk, perekayasaan proses, spesifikasi produk, perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk.
(4) Aktivitas tingkat fasilitas (facillity level activities)
Aktivitas tingkat fasilitas adalah aktivitas yang dikerjakan untuk menopang proses pemanufakturan secara umum yang dilakukan untuk menyediakan fasilitas dalam memproduksi produk. Besar kecilnya aktivitas ini tidak dipengaruhi oleh jumlah produk atau bauran produk yang diproduksi. Aktivitas ini bermanfaat secara bersamaan oleh berbagai jenis
produk yang yang berbeda. Contoh aktivitas ini mencakupkan misalnya pemeliharaan bangunan, keamanan, pertamanan, penerangan pabrik, kebersihan serta depresiasi pabrik.
3) Penentuan kelompok-kelompok biaya (cost pool) yang homogen.
Kelompok biaya yang homogen adalah sekumpulan biaya overhead yang dihubungkan secara logis dengan tugas-tugas yang dilaksanakan dan berbagai macam biaya tersebut dapat diterangkan oleh cost driver yang homogen. Agar dapat dimasukkan dalam suatu kelompok biaya yang homogen. Aktivitas-aktivitas overhead harus dihubungkan secara logis dan rasio konsumsi yang sama untuk semua produk
4) Penentuan tarif kelompok (cost pool rate)
Tarif kelompok adalah tarif biaya per unit dari penggerak aktivitas
(cost driver) yang dihitung dengan cara membagi biaya kelompok dengan kapasitas praktis penggerak aktivitas.
Taksiran total biaya pada cost pool
Cost pool rate =
Taksiran cost drive
b. Prosedur tahap kedua
Dalam tahap kedua, biaya-biaya aktivitas dibebankan keproduk berdasarkan konsumsi atau permintaan aktivitas oleh masing-masing produk. Jadi dalam tahap ini, biaya-biaya tiap kelompok
dan ukuran besarnya sumber daya yang yang dikonsumsi oleh setiap produk dengan perhitungan sebagai berikut:
Overhead pabrik yang dibebankan =
Tarif kelompok x unit penggerak yang dikonsumsi oleh produk
6. Kondisi yang Diperlukan dalam Penerapan Activity Based Costing System.
Dua hal yang mendasar menurut Supriyono (1994: 247-250), yang harus dipenuhi sebelum kemungkinan penerapan Activity Based Costing System, yaitu :
1) Biaya-biaya berdasar non-unit harus merupakan presentase signifikan dari biaya Overhead. Jika biaya-biaya ini jumlahnya kecil, maka sama sekali tidak ada masalah dalam pengalokasian pada tiap produk.
2) Rasio-rasio konsumsi antara aktivitas-aktivitas berdasar unit dan aktivitas berdasar non-unit harus berbeda. Jika berbagai produk menggunakan semua aktivitas Overhead dengan rasio yang kira-kira sama, maka tidak masalah jika cost driver berdasarkan unit digunakan untuk mengalokasikan semua biaya overhead pada setiap produk.
Syarat Activity Based Costing System menurut Cooper dkk (1991: 372), yaitu :
1) Diversifikasi produk tinggi.
Dengan adanya tingkat diversitas produk yang tinggi maka akan menimbulkan masalah untuk mengalokasikan atau membebankan biaya pada beberapa produk yang menggunakan fasilitas yang sama.
2) Perusahaan menghadapi persaingan yang ketat.
Perusahaan yang berada pada wilayah persaingan yang ketat akan berusaha untuk mendapatkan informasi mengenai harga pokok yang akurat agar dapat mendukung pangambilan keputusan.
3) Biaya-biaya pengukuran untuk menghasilkan informasi biaya produk rendah.
Activity Based Costing System menawarkan suatu metode pembebanan biaya yang lebih akurat yang pada akhirnya dapat mempengaruhi peningkatan laba, hal ini berarti biaya yang akan dikeluarkan untuk perencanaan dan pengoperasian sistem ini lebih rendah dari pada manfaat yang akan diperoleh dari penerapan sistem ini.
4) Biaya-biaya berdasarkan non unit merupakan prosentase yang signifikan dari biaya Overhead.
Perusahaan yang mempunyai biaya non unit yang prosentasenya signifikan dari biaya Overhead akan menghasilkan informasi yang
secara signifikan tidak tepat jika perusahaan tersebut melakukan pembebanan berdasarkan unit