BAB III METODE PENELITIAN
F. Analisis Data Penelitian
Data kualitatif yang diperoleh melalui pengamtan terhadap perilaku anak dengan High Functioning Autism, wawancara terhadap guru kelas dan kepala sekolah dan studi dokumentasi dan data kuantitatif yang diperoleh melalui SSR dianalisis secara terpisah, dan peneliti menginterpretasikan kaitan antara kedua jenis data hasil penelitian tersebut.
Agus Irawan Sensus, 2014.
MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
1. Analisis Data Kualitatif
Di dalam penelitian kualitatif, analisis dan interpretasi data adalah upaya untuk memahami apa yang diamati dari perilaku anak dengan High Functioning Autism, apa yang dikatakan oleh guru kelas dan kepala sekolah di SDN Puteraco dan apa yang diperoleh dari telaah dokumentasi yang terkait dengan pembelajaran di SDN Puteraco, kemudian, mencari pola-pola, mengaitkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara dan telaah dokumentasi, dan memadukan data-data yang diperoleh secara terintegrasi dan komprehensif (Patton, 1990: 32). Analisis data secara kualitatif dilakukan dengan cara melihat, memeriksa, membandingkan, dan menafsirkan pola-pola atau tema-tema yang bermakna yang muncul dalam data penelitian (Frechtling & Sharp, 1997: 21). Pada tingkat yang paling sederhana, analisis kualitatif adalah upaya untuk memeriksa kumpulan data yang relevan guna mengetahui bagaimana data tersebut dapat menjawab pertanyaan penelitian.
Di dalam penelitian ini, peneliti mengaitkan apa yang dilakukan oleh anak dengan High Functioning Autism berdasarkan hasil pengamatan sebagai jawaban atas satu butir pertanyaan dengan jawabannya untuk pertanyaan lain, mengaitkan jawaban dari hasil wawancara dengan guru kelas, kepala sekolah, orang tua anak dengan High Functioning Autism, telaah dokumentasi dengan hasil pengamatan, untuk melihat apakah terdapat pola pikir atau tema yang sama dan memperkuat di antara data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara dan telaah dokumentasi, kaitannya dengan keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif.
Proses analisis dalam penelitian ini menggunakan kerangka yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (Frechtling& Sharp, 1997: 22) yang terdiri dari tiga fase, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan konklusi dan verifikasi.
Reduksi data adalah proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksikan, dan mentransformasikan data yang tercantum dari hasil pengamatan dan yang ada dalam transkrip wawancara serta hasil telaah
Agus Irawan Sensus, 2014.
MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
dokumentasi. Reduksi data ini tidak hanya dimaksudkan agar data menjadi padat sehingga mudah dikelola, tetapi juga agar lebih mudah dipahami dari perspektif masalah yang dibahas. Reduksi data sering memaksa peneliti untuk memilih aspek-aspek mana dari data yang telah terkumpul itu harus diberi penekanan, diminimalkan atau dikesampingkan sama sekali untuk tujuan penelitian yang sedang dilaksanakan. Dalam analisis kualitatif, analis memutuskan data yang mana yang harus ditonjolkan dalam deskripsi data itu berdasarkan prinsip selektivitas, terutama selektivitas berdasarkan Relevansi data itu untuk menjawab pertanyaan penelitian tertentu.
Fase kedua dari analisis data ini adalah menentukan bagaimana data itu akan disajikan. Sajian data ini menampilkan rakitan informasi yang padat dan terorganisasi untuk memudahkan penarikan konklusi. Sajian data itu dapat berupa diagram, tabel, atau grafik, yang berisi data tekstual. Sajian data tersebut dimaksudkan untuk mempermudah analis membuat ekstrapolasi dari data karena dengan sajian ini analis dapat dengan lebih cepat melihat adanya pola-pola dan hubungan-hubungan yang sistematik. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk sajian data yang berupa tabel, bagan, dan grafik. Fase ketiga dari proses analisis data itu adalah penarikan konklusi dan verifikasi. Penarikan konklusi dilakukan dengan melihat kembali data untuk menimbang-nimbang makna dari data yang sudah dianalisis itu dan untuk menimbang implikasinya bagi pertanyaan penelitian terkait. Verifikasi, yang terkait secara integral dengan penarikan konklusi, dilakukan dengan membaca ulang data berkali-kali untuk melakukan cross-check atau menguji kebenaran konklusi yang telah dibuat. Di samping itu, verifikasi juga dimaksudkan untuk menguji apakah Makna yang disimpulkan dari data yang dianalisis itu rasional, ajeg dan kokoh. Dengan kata lain, verifikasi dimaksudkan untuk menguji validitas dan reliabilitasnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Bloland (1992: 4) bahwa verifikasi di dalam penelitian kualitatif sama fungsinya dengan reliabilitas dan validitas di dalam penelitian kuantitatif. Dia mengemukakan, “Verification performs for qualitative research what
Agus Irawan Sensus, 2014.
MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
reliability and validity perform for quantitative research”. Validitas di sini berbeda maknanya dengan yang dipergunakan di dalam penelitian kuantitatif di mana validitas merupakan satu istilah teknis yang secara spesifik mengacu pada pertanyaan apakah suatu konstruk tertentu benar-benar mengukur apa yang hendak diukurnya. Di dalam penelitian kualitatif, yang dimaksud dengan validitas adalah kepastian bahwa konklusi yang ditarik dari data itu dapat dipercaya, dapat dipertahankan, dijamin kebenarannya, dan mampu bertahan terhadap penjelasan alternatif (Frechtling& Sharp, 1997: 23).
Di dalam penelitian ini, untuk mencapai validitas tersebut, sebagaimana disarankan oleh Frechtling & Sharp (1997: 23) peneliti membaca ulang data dan secara sistematik memeriksa data berulang kali dengan mengggunakan berbagai taktik termasuk menelaah apakah terdapat pola-pola dan tema-tema tertentu, mengelompokan kasus, mengontraskan dan membandingkannya, memilah-milah variabel-variabel, dan membedakan antara faktor-faktor khusus dengan faktor umum, yang didasarkan atas asumsi teoretik tertentu, dalam hal ini teori-teori tentang konseling rehabilitasi yang dikaitkan dengan ketunanetraan. Di samping itu, sebagaimana dikemukakan oleh Borgia & Schuler (1996: 27) validitas diperoleh bila terdapat multiperspektif. Oleh karena itu, informasi sebaiknya diperoleh dari sekurang-kurangnya tiga sumber data, satu metode yang disebut triangulation. Di dalam penelitian ini, triangulasi tersebut melibatkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap anak dengan High Functioning Autism, hasil wawancara dengan guru kelas dan kepala sekolah serta data hasil studi dokumentasi.
Secara tradisional, reliabilitas dalam desain penelitian didasarkan atas asumsi bahwa terdapat satu realita yang jika diteliti secara berulang-ulang akan melahirkan hasil yang sama. Akan tetapi, karena penelitian kualitatif berusaha menjelaskan realita itu dari perspektif masing-masing individu, maka akan terdapat bermacam-macam interpretasi tentang satu realita yang sama, sehingga pengulangan penelitian untuk menetapkan reliabilitas menurut pengertian tradisional ini tidak mungkin dilakukan (Merriam, 1988: 20). Oleh
Agus Irawan Sensus, 2014.
MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
karena itu, di dalam penelitian kualitatif, Lincoln dan Guba (1985: 26) mengusulkan penggunaan istilah “consistency” atau “dependability” sebagai
ganti “reliability”. Artinya, berdasarkan data yang terkumpul, konklusi yang ditarik sebbagai hasil penelitian itu harus rasional, yang dapat dicapai melalui teknik verifikasi sebagaimana dikemukakan di atas.
Tema-tema yang muncul dari hasil analisis tersebut, dilengkapi dengan studi literatur, digunakan sebagai unsur-unsur konstruk model hipotetik teknik bermain peran bagi anak dengan High Functioning Autism. Model bermain peran tersebut dilengkapi dengan instrumen asesmen yang berupa pedoman pengamatan terstruktur yang mengelaborasi dari konstruk variabel keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism. Model hipotetik tersebut beserta instrumen asesmennya divalidasi melalui expert judgment. Pakar yang dimintai penilaiannya tentang model hipotetik itu terdiri dari dua orang pakar bimbingan dan konseling dan dua orang pakar pendidikan luar biasa. Kemudian model hipotetik tersebut direvisi berdasarkan penilaian dan saran para pakar itu.
2. Analisis Data Kuantitatif
Analisis data kuantitatif dilakukan dengan cara membandingkan data yang ada di baseline-1 dengan data yang ada di baseline-2. Sebagai efek intervensi, jika anak dengan High Functioning Autism mengindikasikan adanya perubahan positif dalam hal keterampilan sosial, anak dengan High Functioning Autism diberi skor 1 untuk masing-masing item pengamatan, skor 0 bila tidak ada indikasi yang jelas tentang perubahan positif itu, dan -1 jika perubahannya justru negatif. Oleh karena itu, total skor ideal bagi seorang partisipan untuk keseluruhan instrumen asesmen itu adalah sejumlah aspek dari perilaku anak dengan High Functioning Autism yang menunjukkan keterampilan sosial.