• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Definisi Operasional Variabel

Untuk memberikan arah atau batasan yang jelas tentang aspek-aspek yang akan diungkap dalam penelitian ini, perlu dijelaskan beberapa batasan sebagai berikut:

1. Model Konseling Kelompok dengan Teknik Bermain Peran

Menurut Nugent, dalam (Blochler, 1987: 23) menjelaskan bahwa “konseling kelompok adalah intervensi yang direncanakan, sistematis, yang ditujukan untuk membantu individu menjadi lebih sadar atas dirinya sendiri, memaksimalkan kebebasan dan efektivitas manusia”. Aspek-aspek dimaksud

Agus Irawan Sensus, 2014.

MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

nampak dalam definisi deskriptif tentang konseling kelompok sebagaimana dikemukakan oleh Shertzer & Stone (1980: 46) sebagai berikut: “konseling kelompok adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan individu dapat mengembangkan wawasan dan pemahaman yang diperlukan tentang suatu masalah tertentu, mengeksplorasi dan menentukan alternatif terbaik untuk memecahkan masalah atau dalam upaya mengembangkan pribadinya.

Secara konseptual konseling kelompok adalah “upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok, bersifat pencegahan, penyembuhan, dan pengembangan”, serta memberi kemudahan perkembangan dan pertumbuhan”. Dari batasan tersebut, dapat dipahami bahwa melalui kegiatan konseling kelompok tersebut, konselor dapat memfasilitasi pengembangan potensi individu melalui penciptaan suasana kelompok yang relevan, kondusif, dan diperlukan serta dipahami oleh anggota dalam kelompok.

Konseling kelompok dengan pendekatan behavioral dalam perkembangannya terdiri dari berbagai teknik. Salah satu teknik yang populer dalam konseling kelompok adalah teknik bermain peran. Konseling kelompok dengan dengan teknik bermain peran ini menekankan pada upaya melatih atau mengajar konseli tentang keterampilan mengelola diri yang dapat digunakannya untuk mengendalikan kehidupannya, untuk menangani masalah masa kini dan masa datang, dan untuk mampu berfungsi dengan memadai tanpa terapi yang terus menerus (Krumboltz & Thoresen, 1976, dalam Natawidjaja (2009: 259). Para ahli dalam pendekatan behavioristik banyak menekankan pendapatnya tentang upaya membantu manusia ke arah pembentukan “perilaku pengarahan diri” (self-directed behavior) dan “gaya hidup yang dikelola diri sendiri” (self-managed live style) (Natawidjaja, 2009: 259).

Perumusan model konseling kelompok dengan teknik bermain peran yang efektif dalam penelitian ini dihasilkan dari analisis empirik tentang keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar

Agus Irawan Sensus, 2014.

MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

inklusif dan kerangka konseptual konseling kelompok dengan teknik bermain peran. Dengan demikian, maka dapat dirumuskan bahwa model konseling kelompok dengan teknik bermain peran dalam penelitian ini adalah sebuah model konseling kelompok yang dirumuskan berdasarkan analisis empirik perilaku sosial anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif dan analisis konseptual tentang konseling kelompok dengan teknik bermain peran yang ditujukan untuk mengembangkan keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif Kota Bandung.

Implementasi dari model konseling kelompok dengan teknik bermain peran yang efektif ini, dilaksanakan dalam 3 tahapan utama, yaitu:

a. Tahapan Permulaan; yaitu suatu tahapan sebelum terbentuknya kelompok konseling dan pertemuan-pertemuan pertama dari keseluruhan rencana konseling. Dalam tahapan permulaan pada konseling kelompok dengan teknik bermain peran ini, peneliti menentukan jumlah anggota dalam konseling kelompok—berapa orang anak dengan High Functioning Autism dan anak reguler dalam kelompok konseling, dan target perilaku (target behavior) yang hendak dicapai dalam proses konseling kelompok.

b. Tahapan Pelaksanaan; yaitu tahapan dimana peneliti (konselor) merumuskan rancangan perilaku bantuan dan penerapan teknik bermain peran.

c. Tahapan Akhir; yaitu suatu tahapan konseling kelompok dimana peneliti (konselor) pertama-tama berusaha membantu konseli untuk mengalihkan perubahan yang telah diperoleh konseli dalam kegiatan kelompok kepada keadaan yang sebenarnya dalam aktivitas sehari-hari.

Agus Irawan Sensus, 2014.

MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

2. Keterampilan Sosial Anak dengan High Functioning Autism

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism. Sebelum merumuskan batasan operasional keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism, perlu dikupas dulu batasan konseptual tentang keterampilan sosial.

Menurut Scheneider, et al (dalam Fajar.multifly.com) agar seseorang berhasil dalam interaksi sosial, maka secara umum dibutuhkan beberapa keterampilan sosial yang terdiri dari pikiran, pengaturan emosi, dan perilaku yang tampak. Anak yang memiliki keterampilan sosial dapat diketahui dari bagaimana cara berinteraksi dan berperilaku yang tepat sesuai dengan tuntutan lingkungan. Dalam kaitannya dengan keterampilan anak dengan High Functioning Autism, dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan dengan keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism, adalah kemampuan dalam berinteraksi dengan teman sebaya, seperti peer acceptance, keterampilan berkomunikasi, perilaku interpersonal, perilaku personal, dan kemampuan menyelesaikan tugas-tugas akademis.

Secara terstruktur, Elksnin & Elksnin (dalam Fajar.multifly.com) mengidentifikasi keterampilan sosial dengan beberapa ciri sebagai berikut:

1) Peer acceptance

Perilaku yang berhubungan dengan kemampuan dalam memposisikan dirinya sebagai bagian dari lingkungan atau teman sebaya. Data yang diungkap memfokuskan pada target behaviour, yakni meningkatnya kemauan dan kemampuan untuk memberi salam atau menyapa.

2) Keterampilan Komunikasi

Kemampuan anak dalam berkomunikasi dengan lingkungan, seperti dengan guru dan teman sebaya. Data yang diungkap memfokuskan pada target behaviour, yakni meningkatnya kemauan dan kemampuan untuk mempertahankan perhatian dalam pembicaraan.

Agus Irawan Sensus, 2014.

MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

3) Perilaku Interpersonal

Merupakan perilaku menyangkut keterampilan yang dipergunakan selama melakukan interaksi sosial. Analisis data dalam dimensi ini memfokuskan pada tercapainya perilaku yang dikehendaki (target behaviour) yaitu meningkatnya kemauan untuk memberikan bantuan.

4) Perilaku Personal

Merupakan keterampilan untuk mengatur diri sendiri dalam situasi sosial. Dalam penelitian ini, data tentang perilaku interpersonal memfokuskan pada pada target behaviour, yakni meningkatnya kemauan dan kemampuan untuk menghadapi kendala/kesulitan.

5) Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis

Merupakan perilaku atau keterampilan sosial yang dapat mendukung prestasi belajar di sekolah. Dalam data ini memfokuskan pada target behaviour, yakni meningkatnya kemauan dan kemampuan untuk mendengarkan penjelasan materi pelajaran.

Dokumen terkait