1.1. Perkembangan dan Analisis Indikator Makro Ekonomi
1.1.1.
Produk Domestik Regional BrutoPerekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang diukur berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku triwulan III-2021 mencapai Rp35,75 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp24,33 triliun. Meskipun tidak setinggi pertumbuhan dapa triwulan II 2021, ekonomi Nusa Tenggara Barat triwulan III-2021 terhadap triwulan III-2020 tumbuh sebesar 2,42 persen (y-on-y). Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Konstruksi mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 14,82 persen. Dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Luar Negeri mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 83,96 persen. PPKM menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2021 dibandingkan triwulan Il-2021, pada kategori perdagangan, transportasi, penyediaan akomodasi dan makan minum, dan jasa perusahaan terdampak kebijakan pembatasan mobilitas. Data Google Mobility Index menunjukkan terjadi penurunan mobilitas masyarakat sebesar 28,07% terutama di kawasan retail dan rekreasi selama periode PPKM Juli-Agustus 2021 dibandingkan triwulan sebelumnya (April-Juni 2021). Jumlah penumpang angkutan udara yang berangkat pada triwulan Ill-2021 turun 56,40 persen dibandingkan triwulan 11-2021 atau turun dari 165.454 orang menjadi 72.143 orang.
Dibandingkan triwulan III-2020 jumlah tamu menginap di hotel berbintang dan non bintang triwulan III-2021 turun sebesar 229 persen, yaitu turun dari 209.041 orang pada triwulan III 2020 menjadi 204.255 orang pada triwulan Ill-2021.
a. Berdasarkan Pengeluaran
Ekonomi Nusa Tenggara Barat triwulan III-2021 dibanding triwulan II-2021 (q-to-q) mengalami pertumbuhan sebesar 0,50 persen. Pertumbuhan terjadi pada 7 (tujuh) lapangan usaha sedangkan 10 (sepuluh) lapangan usaha lainnya mengalami kontraksi.
Lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan signifikan adalah Industri Pengolahan sebesar 46,53 persen dan Konstruksi sebesar 16,36 persen. Selanjutnya, Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh 2,24 persen; Pertambangan dan Penggalian Lainnya tumbuh 2,12; dan Jasa Pendidikan tumbuh 2,04 persen. Sementara itu, beberapa lapangan usaha lainnya yang terkontraksi cukup dalam yaitu Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 11,45 persen; dan Transportasi dan Pergudangan sebesar 11,13 persen. Struktur PDRB Nusa Tenggara Barat menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku triwulan III- 2021 tidak menunjukkan perubahan berarti. Perekonomian NTB masih didominasi oleh Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 23,39 persen; diikuti oleh Pertambangan dan Penggalian sebesar 16,70 persen; Perdagangan Besar-Eceran, Reparasi Mobil dan Kajian Fiskal Regional
Provinsi Nusa Tenggara Barat
Triwulan III 2021
1
pada
Sepeda Motor sebesar 13,92 persen; dan Konstruksi sebesar 10,33 persen. Peranan keempat lapangan usaha tersebut dalam perekonomian NTB mencapai 64,34 persen.
b. Berdasarkan Lapangan Usaha
Ekonomi Nusa Tenggara Barat triwulan III-2021 dibanding triwulan III-2020 (y-on-y) mengalami pertumbuhan sebesar 2,42 persen. Pertumbuhan terjadi pada 13 (tiga belas) lapangan usaha sedangkan 4 (empat) lapangan usaha terkontraksi. Lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan signifikan adalah Konstruksi sebesar 14,82 persen dan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 9,70 persen. Sementara itu, Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang memiliki peran dominan juga mengalami pertumbuhan sebesar 0,58 persen. Di sisi lain, lapangan usaha yang mengalami kontraksi terdalam yaitu Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 6,44 persen.
1.1.2.
InflasiLaju inflasi (gabungan kota Mataram dan Bima) bulan September 2021 tercatat sebesar 0,1 persen, lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar -0,04 persen. Inflasi gabungan dua kota bulan September 2021 sebesar 0,10 persen terjadi karena adanya peningkatan harga yang ditunjukkan dengan kenaikan indeks pada Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga sebesar 0,42 persen; Kelompok Transportasi sebesar 0,36 persen;
Kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran sebesar 0,34 persen; Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya sebesar 0,11 persen; Kelompok Pakaian dan Alas Kaki sebesar 0,11 persen; Kelompok Perlengkapan, Peralatan, dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga sebesar 0,09 persen; Kelompok Rekreasi, Olahraga, dan Budaya sebesar 0,09 persen; Kelompok Pendidikan sebesar 0,08 persen; dan Kelompok Kesehatan sebesar 0,02 persen. Sedangkan penurunan indeks terjadi pada Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan sebesar 0,33 persen; dan Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau sebesar 0,16 persen. Lima komoditas yang mengalami kenaikan harga tertinggi di bulan September 2021 ini antara lain Ikan Layang/Ikan Benggol, Sewa Rumah, Daging Ayam Ras, Tongkol Diawetkan, dan Angkutan Udara. Sedangkan lima komoditas yang mengalami penurunan harga terbesar antara lain Tomat, Cabai Rawit, Bawang Merah, Cabai Merah, dan Pisang. Dengan angka inflasi tersebut, maka laju inflasi
Sumber : BPS NTB 0,69
0,24 0,31 -0,12
0,39
-0,32 0,09
-0,14 0,1
-0,5 0 0,5 1
G r a f i k I . 1 T i n g k a t I n f l a s i N T B d a n N a s i o n a l J a n u a r i - S e p t e m b e r 2 0 2 1
NTB Nas
2
gabungan dua kota (Mataram dan Bima) tahun kalender September 2021 sebesar 1,24 persen, lebih tinggi dibandingkan inflasi tahun kalender September 2020 sebesar –0,04 persen. Sedangkan laju inflasi “tahun ke tahun” September 2021 sebesar 1,89 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan laju inflasi “tahun ke tahun” di bulan September 2020 sebesar 0,84 persen.
1.2. Perkembangan dan Analisis Indikator Kesejahteraan
1.2.1.
KemiskinanTingkat kemiskinan di NTB pada bulan Maret 2021 sebesar 14,14 persen, turun 0,09 point dari tingkat kemiskinan bulan September 2020. Setelah tren penurunan kemiskinan di NTB terhenti sejak Maret 2020 ketika memasuki masa pandemi COVID-19, penurunan kemiskinan kembali terjadi di tahun 2021. Penurunan kemiskinan Provinsi NTB periode
September 2020 ke Maret 2021 sebesar 0,09 point lebih tinggi dari laju penurunan kemiskinan nasional pada periode yang sama (0,05 point).
Namun laju penurunan kemiskinan ini belum mampu menggeser posisi NTB dari daftar Provinsi dengan tingkat kemiskinan tinggi, sampai dengan bulan Maret 2021 angka kemiskinan NTB masih berada diatas rata-rata nasional (10,14 persen).
Sebagai dasar perhitungan angka kemiskinan, Garis Kemiskinan di Provinsi NTB naik menjadi Rp423.505 per kapita dari sebelumnya pada periode September 2020 sebesar Rp.408.005 per kapita. Dengan pertambahan penduduk NTB selama periode September 2020 sampai dengan Maret 2021, maka jumlah penduduk miskin di NTB naik menjadi 746,66 ribu orang, meningkat 620 orang dibanding kondisi September 2020 (746,04 ribu orang). Daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Kabupaten Lombok Utara, terendah di Kota Mataram. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan tercatat sebesar 391,89 ribu orang atau 14,92 persen, sedangkan penduduk miskin di daerah perdesaan sebesar 354,77 ribu orang atau 13,37 persen.
1.2.2.
PengangguranTingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi NTB pada bulan Februari 2021 sebesar 3,97 persen, meningkat sebesar 0,58 persen dibandingkan Pebruari 2020 (3,14 persen) dan menurun dibanding bulan Agustus 2020 (4,22 persen). Secara berkala angka TPT
Sumber : BPS NTB
16,54 16,48 16,02 16,07 15,05 14,75 14,63 14,5613,88 13,97 14,23 14,14 11,13 10,86 10,7 10,64 10,12 9,82 9,66 9,41 9,22 9,78 10,19 10,14 0
5 10 15 20
Sep-15 Jan-16 May-16 Sep-16 Jan-17 May-17 Sep-17 Jan-18 May-18 Sep-18 Jan-19 May-19 Sep-19 Jan-20 May-20 Sep-20 Jan-21
Grafik I.2. Persentase Penduduk Miskin (2015 - 2021)
NTB NAS
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Nusa Tenggara Barat
Triwulan III 2021
3
bulan Februari 2019 sampai dengan Februari 2021 di NTB ini lebih rendah di bawah angka TPT Nasional.
Pola TPT di NTB memiliki kecenderungannya yang sama dengan kondisi nasional yang juga mengalami peningkatan saat awal pandemi COVID-19 dibulan April 2020, dan mencapai puncaknya di bulan Agustus 2020, kemudian kembali turun di bulan Februari 2021 setelah adanya kelonggaran mobilitas orang dan barang. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi pengangguran, baik di NTB maupun nasional sudah ada perbaikan namun belum ke posisi semula saat sebelum terjadinya pandemi COVID-19. Angka TPT daerah perkotaan 5,13 persen,
kerja sebagai akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi pada periode triwulan I 2021, dan pemutusan hubungan kerja sebagai dampak pandemi. Berdasarkan tingkat pendidikan TPT terendah sebesar 0,08% pada penduduk berpendidikan Diploma I/II/III, sementara TPT tertinggi sebesar 7,07% terdapat pada jenjang pendidikan Universitas.
1.2.3.
Ketimpangan PendapatanTerkait tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk, angka Gini Ratio NTB periode Maret 2021 tercatat 0,381 atau turun 0,005 poin dibandingkan September 2020 dan sedikit lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional. Pada periode ini sebagai akibat tekanan pandemi angka gini ratio di perkotaan 0,413 naik 0,008 poin dari bulan September 2020 dan lebih tinggi dibandingkan gini ratio perdesaan (0,332) yang turun 0,004 poin dari kondisi September 2020 sebesar 0,336. Diurutkan dari persentase terkecil, NTB berada diranking ke-27 dari 34 provinsi se Indonesia, naik 1 peringkat dibandingkan tahun sebelumnya.
3,27 3,28 3,14 4,22 3,97
Grafik I.3 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka NTB Februari 2019 - Februari 2021 (Persen)
Sep-18 Dec-18 Mar-19 Jun-19 Sep-19 Dec-19 Mar-20 Jun-20 Sep-20 Dec-20 Mar-21
Grafik I.4 Perkembangan Gini Ratio 2018-2021 Provinsi NTB
NTB Nas
Sumber : BPS NTB
4
1.2.4.
Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar NelayanNilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (lt) terhadap indeks harga yang dibayar petani (lb). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. NTP Bulan September 2021 sebesar 106,58 atau turun 0,25 poin dibanding NTP bulan sebelumnya. Penurunan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (lt) menurun sebesar 0,51 persen, sementara Indeks Harga yang Dibayar Petani (lb) turun sebesar 0,27 persen. Meskipun baik It maupun Ib turun pada bulan September 2021, namun penurunan It lebih tinggi, sehingga NTP bulan September lebih rendah dari Agustus 2021. Jika dirinci dalam nilai tukar subsektor pertanian, dibandingkan Agustus 2021 subsektor yang nilai tukarnya naik adalah Tanaman Pangan (0,28%), Tanaman Perkebunan Rakyat (0,03%), dan Perikanan (0,25%). Sementara subsektor yang nilai tukarnya turun pada periode ini meliputi, Holtikultura dan Peternakan. Penurunan pada subsektor holtikultura pada bulan September 2021 sangat tinggi, sebesar 3,95%, sehingga secara keseluruhan NTP bulan September turun 0,25 % dari Agustus 2021. Pada Subsektor perikanan, Nilau Tukar Nelayan (NTN) turun sebesar 0,17 persen. Hal ini terjadi karena It menurun sebesar 0,36 persen, lebih tinggi dari penurunan Ib sebesar 0,18 persen.
Penurunan It disebabkan oleh menurunnya It pada kelompok penangkapan di laut (khususnya komoditas ruma-ruma, cumi-cumi, lemuru, teri, baronang, tengiri), sebesar 0,36 persen. Penurunan nilai Ib disebabkan oleh penurunan indeks kelompok Konsumsi Rumah Tangga (KRT) sebesar 0,41 persen dan sedikit meningkatnya indeks kelompok Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) sebesar 0,01 persen.
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Nusa Tenggara Barat
Triwulan III 2021