1.5 Tinjauan Pustaka .1 Konsep dan Teori
1.5.1.7. Analisis Framing
Framing (bingkai) tidaklah sepenuhnya lahir di ilmu komunikasi, melainkan diadopsi dari ilmu kognitif (psikologi). Yang mengasumsi semua yang hadir di masyarakat tidak datang begitu saja, tapi karena tercipta setelah melalui berbagai proses. Budaya, adat, norma masyarakat atau manusia itu sendiri adalah produk yang dengan sengaja dibentuk. Hal itu sangat jelas dalam teori kognitif Peter L. Berger (1984) yang menyatakan bahwa “ manusia adalah produk dari masyarakat dan sebaliknya masyarakat adalah produk dari manusia”.
Analisis framing adalah alternatif baru dalam pendekatan analisis wacana, yang juga merupakan alternatif lain dari teknik penelitian terhadap teks berita atau secara luas media. Berbeda dengan analisis isi kuantitatif, framing analisis lebih
menganalisa “bagaimana” realitas dibingkai oleh media. Sedang analisis isi kuantitatif adalah menganalisa realita “apa” yang ada dalam berita. Yang kedua juga
tidak dapat dipakai untuk mengeneralisasi hasil penelitian, berbeda dengan analisis isi kuantitatif yang sanggup melakukan generalisasi hasil penelitian pada permasalahan yang sama.
52
Ada beberapa definisi mengenai framing. Menurut Entman (dalam Eriyanto, 2005), framing merupakan proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas, sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih daripada sisi yang lain.
Gamson (dalam Eriyanto, 2005) menyatakan bahwa framing bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisasi sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.
Sedangkan menurut Pan dan Kosicki (dalam Eriyanto, 2005), framing merupakan strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.
Dari pemaparan ketiga ahli tersebut meski memiliki perbedaan dalam penekanan dan pengertiannya, namun ketiganya masih memiliki benang merah yang sama dari definisi tersebut. Intinya, framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Sebab, framing adalah sebuah cara bagaimana peristiwa disajikan oleh media. Penyajian tersebut dilakukan dengan menekankan bagian tertentu, menonjolkan aspek tertentu, dan membesarkan
cara bercerita tertentu dari suatu realitas/peristiwa. Disini media menyeleksi, menghubungkan, dan menonjolkan peristiwa sehingga makna dari peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak.53
Adapun menurut Sudibyo (2001), framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus dengan memberikan penonjolan terhadap aspek-aspek tertentu dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto , karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. Analisis bingkai (frame analysis) berusaha untuk menentukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks dan menentukan bahwa latar belakang budaya membentuk pemahaman kita terhadap sebuah peristiwa.
Disiplin ilmu ini bekerja dengan didasarkan pada fakta bahwa konsep ini bisa ditemui di berbagai literatur lintas ilmu sosial dan ilmu perilaku. Secara sederhana, analisis bingkai mencoba untuk membangun sebuah komunikasi secara bahas, visual, dan perilaku serta menyampaikannya kepada pihak lain atau menginterpretasikan dan mengklasifikasikan informasi baru. Melalui analisa bingkai, kita mengetahui bagaimanakah pesan diartikan sehingga dapat di interpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide peneliti.
53
Ada dua aspek dalam framing: Pertama, memilih fakta/realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memlih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded). Bagian mana yang ditekankan dalam realitas? Bagian mana dari realitas yang diberitakan dan bagian mana yang tidak diberitakan? Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih sudut tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek yang lainnya. Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Media yang menekankan aspek tertentu, memiliki fakta tertentu akan menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau peristiwa yang lain.
Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat, dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu: penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, dan sebagainya. Elemen menulis
fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas. Pemakaian kata, kalimat atau foto itu merupakan implikasi dari memilih aspek tertentu dari realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek lain. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstrusi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak.54
Terdapat beberapa varian analisis framing. Cara menganalisis analisis wacana dengan framing adalah memenuhi setiap komponen framing dengan fakta (bagian naskah) yang terdapat dalam suatu naskah. Pertama, komponen framing Gamson dan Modigliani yang membagi unit-unit analisis dalam metaphors, exemplars, catchprases, depictions, visual images, roots, consequences, dan appeals to principals. Kedua, komponen framing Pan&Kosicki yang membagi unit analisis diantaranya: sintaksis (skema berita), skrip (kelengkapan berita), tematik (detail, koherensi, bentuk kalimat, kata ganti), dan retoris (leksikon, grafis, metafora). Ketiga, komponen framing Van Dijk dengan komponen penelitian yang terdiri dari summary (headline; lead); story (situation and comments), situation (episode and background); comments (verbal reactions and conclusions), episode (main events and consequences), background (context and history), history (circumstances and previous events), conclusion (expectations and evaluations). Terakhir, komponen framing Robert N. Entman yang melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari sebuah isu.
54
Adapun unit analisis dalam framing Entman dibagi dalam empat bagian, yakni:
problem identification, causal interpretation, moral evaluation, dan treatment recommendation.55
Penjabaran tentang analisis framing berikut konsep dan model tersebut berkorelasi positif dengan permasalahan yang diangkat, mengingat penelitian ini berkepentingan untuk menganalisis bagaimana bingkai (framing) majalah Tempo dan Gatra dalam memberitakan kasus korupsi dana haji.