• Tidak ada hasil yang ditemukan

Di tahap ini akan dilakukan analisis terhadap hubungan searah, relasi SUB, dan CAU yang terjadi dalam keseluruhan graf yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya dengan tujuan untuk menyederhanakan relasi yang terjadi. Analisis dilakukan pada setiap teks. Data banyaknya relasi yang terjadi pada setiap teks dapat dilihat dalam Lampiran 39.

Analisis Hubungan Searah

Pada tahap ini, akan dilakukan analisis terhadap hubungan searah yang terjadi pada

setiap teks dengan tujuan untuk

menyederhanakan relasi yang terjadi. Menurut Hoede dan Nurdiati (2008b), pada hubungan sejajar yang terjadi pada verteks dapat dilakukan suatu reduksi hubungan dengan menggunakan hukum penambahan. Tabel 10 Hukum penambahan

+ CAU SUB

CAU CAU SUB

SUB SUB SUB

Akan tetapi dari 3 naskah percobaan tidak terdapat relasi searah yang terjadi antara dua verteks. Oleh karena itu tahap ini dilewatkan.

Analisis Relasi SUB dan CAU

Pada tahap ini akan dianalisis kembali relasi SUB dan CAU yang terdapat dalam hasil penggabungan keseluruhan graf kalimat pada setiap teks. Dengan menggunakan prinsip logika, yaitu Jika A himpunan bagian dari B dan B himpunan bagian dari C, maka A himpunan bagian dari C. Bentuknya dapat dilihat pada Gambar 76.

A SUB B B SUB C A SUB C

Gambar 76 Hubungan SUB

berdasarkan prinsip logika matematika.

Menurut Hoede dan Nurdiati (2008b), jika terjadi hubungan seperti itu, maka verteks yang menghubungkan A dengan C dapat direduksi. Jika hubungan SUB tersebut diperhatikan kembali (Gambar 76), maka dapat juga dilakukan penghilangan hubungan antara A dan C, karena hubungan tersebut dapat digambarkan melalui hubungan A SUB B dan B SUB C.

Dengan adanya hubungan tersebut, memungkinkan juga untuk menerapkan prinsip logika matematika (silogisme) lainnya, yaitu dimana terdapat himpunan {A,

B, C, D, …, n-1, n} dan jika A himpunan bagian dari B, B himpunan bagian dari C, C

himpunan bagian dari D, ….., hingga n-1 himpunan bagian dari n serta A himpunan bagian dari n, maka verteks yang menghubungkan A dengan n dapat direduksi (Gambar 77). A SUB B B SUB C C SUB D n-1 SUB n A SUB n

Gambar 77 Hubungan SUB II

berdasarkan prinsip logika matematika.

Selanjutnya pada relasi CAU. Jika A

menyebabkan terjadinya B dan B

menyebabkan terjadinya C, maka dapat disimpulkan bahwa A menyebabkan C. verteks yang menghubungkan A dengan C dapat direduksi.

A CAU B B CAU C A CAU C

Gambar 78 Hubungan CAU

berdasarkan prinsip logika matematika.

Sama halnya dengan relasi SUB di atas, sesuai prinsip logika matematika relasi CAU dapat direduksi (Gambar 79).

A CAU B B CA U C C CA U D n-1 CAU n A CAU n

Gambar 79 Hubungan CAU II

berdasarkan prinsip logika matematika.

Dengan demikian verteks-verteks yang memiliki relasi SUB atau CAU yang memenuhi prinsip logika matematika tersebut dapat dilakukan reduksi sesuai dengan hubungan yang terjadi.

Relasi SUB

Relasi SUB yang dihapus 10

1 16 15

7 18 2 17

Gambar 80 Graf relasi SUB pada teks A. 4 2 10 17 12 16 5 18 8 9 3 7 6 11 1 14 Relasi SUB

Relasi SUB yang dihapus

Gambar 81 Graf relasi SUB pada teks B. 1 3 7 14 10 13 11 16 Relasi SUB

Relasi SUB yang dihapus

Gambar 82 Graf relasi SUB pada teks teks C.

Berdasarkan Gambar 80 – Gambar 82 dapat dilihat tidak terdapat relasi SUB yang direduksi pada ketiga teks. Selanjutnya relasi CAU yang terjadi pada setiap teks beserta hubungan yang tereduksi.

3 3 1 8 4 5 16 10 14 13 6 17 7 11 12 18 9 19 2 Relasi CAU

Relasi CAU yang dihapus Duplikasi verteks

Gambar 83 Graf relasi CAU pada teks A. 9 2 14 4 3 10 1 13 17 6 18 15 16 12 8 Relasi CAU

Relasi CAU yang dihapus

Gambar 84 Graf relasi CAU pada teks B.

5 1 12 8 2 7 6 4 9 3 16 Relasi CAU

Relasi CAU yang dihapus

Gambar 85 Graf relasi CAU pada teks C.

Dapat dilihat pada Gambar 83 – Gambar 84 terdapat relasi CAU yang direduksi pada kedua teks.

Berdasarkan ke-6 gambar (relasi SUB dan CAU) diperoleh graf sebagai berikut:

Relasi SUB 10 1 16 15 7 18 2 17

Gambar 86 Graf relasi SUB yang telah disederhanakan pada teks A. 4 2 10 17 12 16 5 18 8 9 3 7 6 11 1 14 Relasi SUB

Gambar 87 Graf relasi SUB yang telah disederhanakan pada teks B. 1 3 7 14 10 13 11 16 Relasi SUB

Gambar 88 Graf relasi SUB yang telah disederhanakan pada teks C. 3 1 8 4 5 16 10 14 13 6 17 7 11 18 9 19 2 Relasi CAU

Gambar 89 Graf relasi CAU yang telah disederhanakan pada teks A. 9 2 14 4 3 10 1 13 17 6 18 15 16 12 8 Relasi CAU

Gambar 90 Graf relasi CAU yang telah disederhanakan pada teks B. 5 1 12 8 2 7 6 4 9 3 16 Relasi CAU

Gambar 91 Graf relasi CAU yang telah disederhanakan pada teks C.

Penggabungan Graf

Graf yang terbentuk setelah proses analisis akan digabung menjadi sebuah graf

berukuran besar. Graf yang akan

digambarkan hanya graf yang memiliki relasi CAU, dan SUB, sesuai dengan hasil analisis. Hubungan lain yang akan terbentuk dalam setiap verteks tidak diperhitungkan dan tidak digambarkan dalam graf ini. Beberapa verteks yang hilang (tidak memiliki hubungan) atau verteks baru tidak akan digambarkan dalam graf ini.

Setelah memiliki graf hasil penggabungan, maka akan dibuat kesimpulan dari hasil setiap teks. Kesimpulan tersebut didapat dengan cara membaca kembali hubungan yang terjadi pada setiap verteks.

Pembacaan graf ini bersifat subjektif, karena setiap individu memiliki pemahaman berbeda dalam membaca graf, dan karena belum ada aturan khusus dalam membaca sebuah knowledge graph dalam bahasa Indonesia.

3 1 8 4 5 16 10 14 13 6 17 7 11 18 9 19 2 Relasi CAU Relasi SUB 15

Gambar 92 Graf hasil analisis Teks A.

Dengan graf yang diperoleh dari hasil analisis teks A diperoleh pembahasan, yaitu:

Perbandingan tingkat pendapatan (v9) dan solidaritas sosial (v10) dalam kehidupan bermasyarakat menjadi tolok ukur masalah kemiskinan (v11). Masalah kemiskinan(v11) juga memberi dampak terhadap pangan (v3). Penentuan harga pangan, barang dan jasa (v2) sebagai salah satu kegiatan gerakan nasional (v19), yang mana besaran harganya ditentukan oleh jumlah pangan (v3) yang ada. Pemerintah (v8) melalui kebijakannya (v17) dan sebagai pengontrol aktivitas pertanian (v5) yang menjadi kegiatan masyarakat (v4) khususnya petani mendasari patokan harga pangan, barang dan jasa yang diperlukan bagi masyarakat. Kegiatan masyarakat salah satunya dalam bidang pertanian masuk dalam pemberitaan melalui media massa. Berita (v13) yang diulas ini merupakan salah satu bentuk program kerja pemerintah (v6).

Aktivitas pertanian (v5) yang baik menguatkan lumbung desa (v14) dan menghasilkan jumlah pangan (v3) yang cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi (v18). Ketahanan pangan (v1) diperlukan disetiap tingkat regional dan rumah tangga (v7) dan merupakan ciri dari basis ketahanan nasional (v15). Ketahanan pangan (v1) yang merupakan bagian dari basis ketahanan nasional (v15), juga harus memiliki aksesibilitas (v16) agar pangan yang dibutuhkan masyarakat tercukupi, serta meningkatkan solidaritas sosial (v10) di masyarakat pada setiap tingkat kependudukan (v7). Dengan tolok ukur masalah kemiskinan (v11) dapat diketahui dampak kekurangan pangan (v12) yang terjadi pada masyarakat dalam hal aksesibilitas (v16) pemenuhan kebutuhan pangan.

Relasi SUB 9 2 14 4 3 10 1 13 17 6 18 15 16 8 12 Relasi CAU 11 7 5

Gambar 93 Graf hasil analisis Teks B.

Dengan graf yang diperoleh dari hasil analisis teks B diperoleh pembahasan, yaitu:

Setiap tingkat regional dan nasional (v10) di masyarakat membutuhkan bantuan pemerintah (v4) untuk merevitalisasi pertanian (v14) agar menghasilkan pangan (v1) terutama beras (v2) yang cukup untuk masyarakat (v6). Demi terwujudnya swasembada pangan (v8) sesuai tujuan utama pemerintah (v4) dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat, tapi seringkali beras (v2) ini sering dijadikan sebagai kegiatan politik (v13) oleh pemerintah (v4). Gandum, gula pasir, jagung dan kedelai (v7) adalah beberapa contoh dari bahan pangan (v1) yang diperlukan masyarakat (v6).

Ketahanan pangan (v3) sangat terikat dengan Bulog (v9). Bulog (v9) merupakan lembaga yang menangani urusan produksi

pangan (v15) berada dibawah pengawasan pemerintah (v4) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Produksi pangan (v15) yang optimal merupakan salah satu target (v18) pemerintah untuk memenuhi pangan (v1) dan mencapai tujuan swasembada pangan (v8). Produksi pangan yang cukup membuat harga pangan jadi murah dan dapat berswasembada pangan. Ketahanan pangan (v3) yang baik diperlukan demi menghadapi perdagangan pangan global (v16) untuk membantu masyarakat (v6) yang berprofesi sebagai petani agar tidak kalah bersaing dalam penjualan hasil pangan yang ia peroleh. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem (v17) agar masyarakat (v6) dapat bersaing dalam perdagangan global (v16). Ketahanan pangan (v3) yang baik juga merupakan target Indonesia (v5) demi mencapai kesejahteraaan dan kemakmuran bangsa.

Relasi SUB 5 1 12 8 2 7 6 4 9 3 16 Relasi CAU 11 14 10 13

Gambar 94 Graf hasil analisis Teks C.

Dengan graf yang diperoleh dari hasil analisis teks C diperoleh pembahasan, yaitu:

Untuk menjalankan kebijakan pertanian (v8) membutuhkan lahan (v1) yang luas agar menghasilkan ketahanan pangan (v5) yang

baik demi mencegah situasi krisis (v12) terjadi. Situasi krisis (v12) ini mempengaruhi

pangan (v2) mengakibatkan dampak

kekurangan pangan (v6) terjadi. Kriteria lahan (v1) yang dibutuhkan antara lain

besarnya satuan luas (v13) untuk pertanian (v10) yang ada sesuai dengan kondisi lahan dan geografis pada suatu wilayah yang ada di Indonesia (v3). Masyarakat Indonesia (v3) membutuhkan beras (v7) yang merupakan kebutuhan pangan pokok. Oleh karena itu diperlukan jumlah produksi beras yang sangat besar sesuai dengan satuan mata uang per satuan kuantitas (v14) dan mencegah situasi krisis (v12). Pemerintah (v4) membantu masyarakat (v9) khususnya petani di Indonesia (v3) serta memberikan informasi melalui media cetak nasional (v16) agar mau bertani dilahan yang telah dibuka untuk pertanian (v11). Semua itu demi mencapai kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia.

4.6 Perancangan Aturan Abstraksi

Dokumen terkait