ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN
4.3 Analisis Hambatan Badan Layanan Umum UT .1 Analisis Hambatan Perencanaan dan Penganggaran .1 Analisis Hambatan Perencanaan dan Penganggaran
Pada tahap perencanaan dan penganggaran terdapat beberapa hambatan seperti yang diutarakan oleh Kepala Bagian Perencanaan dan Monitoring UT yaitu.
“Y j b rena UT tidak hanya di pusat saja namun UPBJJ-UT berada di seluruh daerah di Indonesia, dalam mengumpulkan data atau bahan perencanaan dan penganggaran banyak UPBJJ-UT yang telat waktu pengumpulannya.
42803.pdf
99
Universitas Indonesia Hambatan lainnya adalah masih manual dalam perhitungan perencanaan di unit khususnya di UPBJJ-UT yang menyebabkan memakan banyak waktu ”
Oleh karena itu saran untuk ke depannya menurut Kepala Bagian Perencanaan dan Monitoring UT.
“ I i UT baik dari penyusunan anggaran sampai pelaksanaan dan pelaporan w , b j 3E.”
Peran Information and Technology (IT) menjadi sangat penting dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran karena melihat luasnya wilayah dan banyaknya jumlah mahasiswa yang dilayani oleh UT dibutuhkan suatu aplikasi yang terintegrasi dari tahap penyusunan anggaran sampai dengan pelaporan anggaran dan kinerja yang bermanfaat untuk meningkatkan ketepatan atau akurasi data, dapat meminimalisir kesalahan pencatatan serta memangkas waktu yang saat ini masih dilakukan dengan proses manual yang lama. Dengan adanya aplikasi yang terintegrasi tersebut juga dapat menjadi alat bagi pimpinan UT dalam membuat kebijakan dan arah perencanaan selanjutnya yang tetap mengedepankan pelayanan terbaik bagi seluruh mahasiswa sebagai stakeholder UT.
Secara umum penyusunan anggaran UT telah dilakukan dengan prinsip ABK dengan secara rinci dan detail di dalam dokumen perencanaan atau RKA-K/L namun di sisi lain pembahasan, penelaahan dan persetujuan anggaran di tingkat kementerian masih dilakukan oleh Biro Perencanaan dan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian secara rinci dan menyeluruh yang menyebabkan tidak fleksibelnya anggaran suatu satuan kerja (satker), jika merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2013 yang bersifat mutatis mutandis atau perubahan pada hal yang penting dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pada pasal 15 ayat 5 bahwa kewenangan legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap persetujuan anggaran hanya sampai program saja dan diterapkan pada semua instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah dan juga termasuk satker Badan Layanan Umum agar pimpinan instansi sebagai Chief Operating Officer (COO) dapat leluasa mengelola dan
42803.pdf
100
Universitas Indonesia
mengoptimalkan seluruh alokasi anggaran bagi pelayanan kepada masyarakat namun tetap akuntabel, transparan dan mengedepankan prinsip 3E.
4.3.2 Analisis Hambatan Pelaksanaan Anggaran
Namun dari hasil analisis mengenai pelaksanaan anggaran di UT terdapat beberapa hambatan seperti yang diutarakan oleh Kepala Bagian Keuangan UT.
“H b U b , b , yang berkaitan tentang pencairan dana dari sisi kompetensi SDM dan harus di-upgrade untuk lebih meningkat, dan daya serap yang rendah di UT. Ada beberapa pimpinan di UPBJJ-UT yang tidak memiliki jiwa leadership bagi para pegawai dalam melakukan proses pelaksanaan anggaran dan tidak memiliki kemampuan dalam memahami ketentuan keuangan.”
Dari hambatan tersebut maka Kepala Bagian Keuangan UT memiliki saran terkait dengan pelaksanaan anggaran di UT.
“F U j j nasional, dan mungkin harus ada kebijakan pimpinan dalam menyikapi permasalahan daya serap tersebut. Tahun depan saya akan membuat kuesioner yang disebarkan ke UPBJJ-UT terkait dengan masalah pencairan dana kalau pun belum dapat memecahkan masalah paling tidak kita memiliki gambaran mengenai masalah tersebut. Peran komunikasi dalam pelaksanaan keuangan merupakan media yang sangat penting untuk dapat , b b b .”
Berdasarkan hasil wawancara dalam pelaksanaan anggaran di UT terdapat beberapa hambatan antara lain:
1) Sebaran geografis lokasi UPBJJ-UT di seluruh Indonesia yang berpengaruh terhadap budaya dan karakteristik pegawai dan pimpinan dalam pengelolaan keuangan;
2) Kompetensi sumber daya manusia (SDM) masih rendah dalam bidang pengelolaan keuangan negara;
3) Daya serap anggaran rendah dan;
42803.pdf
101
Universitas Indonesia
4) Sebagian pimpinan unit khususnya di UPBJJ-UT belum memiliki kompetensi dalam bidang pengelolaan keuangan negara.
4.3.3 Analisis Hambatan Pelaporan 4.3.3.1 Hambatan Pelaporan Keuangan
Hambatan dalam penyusunan laporan keuangan UT adalah dengan digunakan 2 (dua) standar pelaporan keuangan yaitu SAK dan SAP adalah memerlukan SDM yang lebih dari 1 orang untuk menyusun laporan keuangan UT dan memakan waktu dalam melakukan konsolidasi dari laporan keuangan SAK menjadi laporan keuangan SAP.
Untuk ke depannya diharapkan Direktorat PK-BLU Kemenkeu dapat membuat kebijakan bahwa untuk laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) dapat disederhanakan menjadi hanya menggunakan 1 (satu) standar pelaporan keuangan yaitu menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dengan basis akrual (PSAP Akrual) yang juga mampu mengakomodasi pos-pos dalam laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
4.3.3.2 Hambatan Pelaporan Kinerja
Dalam pelaporan kinerja di UT menurut Kepala Sub Bagian Monitoring dan Pelaporan terdapat beberapa hambatan yaitu.
“H b pertama yang paling besar adalah kemampuan unit/orang yang ada unit tersebut dalam membaca hasil kinerja dan dibandingkan dengan dana yang digunakan belum dapat optimal. Hambatan kedua yaitu belum adanya alat bantu, bahwa setiap unit memiliki alat bantu untuk bisa memotret atau menterjemahkan dari dana/anggaran yang digunakan yang j ”
Berdasarkan atas uraian hambatan tersebut di atas bahwa saat ini institusi pemerintahan diarahkan untuk menjadi institusi yang profesional, transparan dan akuntabel dalam memberikan pelayanannya kepada masyarakat khususnya Badan Layanan Umum (BLU) yang menghasilkan produk atau jasa dengan konsep 3E.
42803.pdf
102
Universitas Indonesia
Oleh karena itu BLU termasuk UT membutuhkan suatu tools untuk dapat mengukur bagaimana suatu visi dan misi suatu institusi yang telah dirumuskan dapat dicapai dengan menghasilkan layanan yang sesuai dengan keinginan masyarakat.
Dari beberapa model pengukuran kinerja pada tabel 2.6 UT lebih cocok menggunakan balanced scorecard (BSC) dengan alasan:
1) Balanced scorecard merupakan bagian dari sistem manajemen strategis, yang perlu dirumuskan oleh setiap organisasi, agar dapat mencapai visi dan misinya secara efektif sehingga dapat menjembatani antara tujuan dengan hasil yang akan dicapai oleh UT.
2) Balanced scorecard memberikan prosedur bagaimana tujuan organisasi dirinci ke dalam sasaran-sasaran dalam berbagai perspektif secara lengkap, dengan ukuran-ukuran yang jelas.
3) Balanced scorecard merupakan mekanisme untuk membuat organisasi, termasuk organisasi pemerintah, berfokus pada strategi, karena penerapan
balanced scorecard memungkinkan semua unit dalam organisasi
memberikan kontribusi secara terukur pada pelaksanaan strategi organisasi. 4) Balanced scorecard dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristik
masing-masing organisasi untuk mempertajam perannya dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dan dapat lebih mengedepankan prinsip 3E sebagai satker BLU.
42803.pdf
103 Universitas Indonesia BAB 5