• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR

F. Analisis Hasil

Cara menganalisis hasil pengujian sesuai dengan PPOMN (2006), yaitu: Cawan petri yang menunjukkan jumlah koloni antara 10-150 dari satu pengenceran dipilih dan dihitung jumlah koloni dari kedua cawan lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Bila pada cawan petri dari dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah antara 10-150, maka dihitung jumlah koloni dan dikalikan faktor pengenceran, kemudian diambil angka rata-rata. Hasil dinyatakan sebagai AKK dalam tiap gram atau mL sampel.

Untuk beberapa kemungkinan lain yang berbeda dari pernyataan di atas, maka diikuti petunjuk sebagai berikut:

1) Bila hanya salah satu di antara kedua cawan petri dari pengenceran yang sama menunjukkan jumlah antara 10-150 koloni, dihitung jumlah koloni dari kedua cawan dan dikalikan dengan faktor pengenceran.

2) Bila pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapat jumlah koloni lebih besar dari dua kali jumlah koloni pada pengenceran dibawahnya, maka dipilih tingkat pengenceran terendah (Misal: pada pengenceran 10-2 diperoleh 60 koloni dan pada pengenceran 10-3 diperoleh 30 koloni, maka dipilih jumlah koloni pada pengenceran 10-2 yaitu 60 koloni). Bila pada pengenceran yang lebih tinggi didapat jumlah koloni kurang dari dua kali jumlah koloni pengenceran di bawahnya, maka diambil angka rata-rata dari jumlah koloni dari kedua pengenceran tersebut. Hasil dinyatakan sebagai

angka kapang/khamir dalam tiap gram sampel. Misal pada pengenceran 10-2 diperoleh 6 koloni dan pengenceran 10-3 diperoleh 10 koloni, maka angka kapang/khamir adalah:

6 + 10

2 × 10 = 8 × 10

3) Bila dari seluruh cawan petri tidak ada satupun yang menunjukkan jumlah antara 10-150 koloni, maka dicatat angka sebenarnya dari tingkat pengenceran terendah dan dihitung sebagai Angka Kapang/Khamir perkiraan.

4) Bila tidak ada pertumbuan pada semua cawan dan bukan disebabkan karena faktor inhibitor, maka angka kapang dan khamir dilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor pengenceran terendah (< 1× faktor pengenceran terendah) (PPOMN, 2006).

2. Uji Angka Lempeng Total

Cara menganalisis hasil pengujian sesuai dengan PPOMN (2006), yaitu: a. Pilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni

antara 25-250 setiap cawan. Dihitung semua koloni dalam cawan petri dengan menggunakan alat penghitung koloni (colony counter). Dihitung rata-rata jumlah koloni dan dikalikan dengan faktor pengenceran dan dinyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per mL atau gram.

b. Jika salah satu dari dua cawan terdapat jumlah koloni lebih kecil dari 25 atau lebih besar dari 250, dihitung rata-rata jumlah koloni, dikalikan dengan faktor pengencer dan dinyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per gram.

c. Jika hasil dari 2 pengenceran jumlahnya berturut-turut terletak antara 25-250 koloni, diitung jumlah koloni dari masing-masing pengenceran seperti yang disebut pada butir a dan b di atas, dan dihitung jumlah rata-rata jumlah koloni dari kedua pengenceran tersebut. Jika jumlah yang tertinggi lebih besar dari dua kali jumlah yang terkecil, dinyatakan jumlah yang terkecil sebagai jumlah bakteri per gram.

d. Jika rata-rata jumlah koloni masing-masing petri tidak terletak antara 25 dan 250 koloni, dihitung jumlah koloni seperti pada butir a dan b di atas dan dinyatakan sebagai jumlah bakteri per gram.

e. Jumlah koloni dari semua pengenceran lebih dari 250 koloni, maka setiap dua cawan petri dengan pengenceran tertinggi dibagi dalam 2, 4, atau 8 sektor. Dihitung jumlah koloni dalam satu bagian atau lebih. Untuk mendapatkan jumlah koloni dalam satu cawan petri, dihitung rata-rata jumlah koloni dan kalikan dengan faktor pembagi dan pengenceran. Dinyatakan sebagai jumlah bakteri perkiraan per gram.

f. Jika dalam 1/8 bagian cawan petri terdapat lebih dari 200 koloni, maka jumlah koloni yang di dapat = 8 × 200 (1600). Dikalikan dengan faktor pengenceran dan dinyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri perkiraan permililiter atau gram lebih besar dari jumlah yang di dapat (> 1600×faktor pengenceran).

g. Jika tidak ada koloni yang tumbuh dalam cawan petri, nyatakan jumlah bakteri perkiraan lebih kecil dari satu dikalikan dengan faktor pengenceran yang terendah (<10).

h. Mengitung koloni perambat (spreader) Ada 3 macam perambatan pada koloni, yaitu: 1) Merupakan rantai yang tidak terpisah-pisah

2) Perambatan yang terjadi di antara dasar cawan petri dan pembenihan 3) Perambatan yang terjadi pada pinggir atau permukaan pembenihan

Kalau terjadi hanya 1 perambatan (seperti rantai) maka koloni dianggap 1. Tetapi bila 1 atau lebih rantai terbentuk dan yang berasal dari sumber yang terpisah-pisah, maka tiap sumber dihitung sebagai 1 koloni. Bila point 2 dan 3 terjadi maka sebaiknya pemeriksaan diulangi karena koloni dalam keadaan semacam ini agak sukar dihitung.

i. Cara menghitung dan membulatkan angka

Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya 2 angka penting yang digunakan, yaitu angka yang pertama dan kedua (dimulai dari kiri), sedangkan angka yang ketiga diganti dengan 0 apabila kurang dari 5 dan apabila 5 atau lebih dijadikan 1 yang ditambahkan pada angka yang kedua

Contoh: 523.000 dilaporkan sebagai 520.000 (5,2 × 105)

3. Identifikasi BakteriSalmonella

Salmonella dinyatakan terdapat pada sampel jamu cekok apabila memenuhi kriteria hasil uji identifikasi (Tabel I).

Tabel I. Hasil IdentifikasiSalmonella

Uji Hasil Glukosa + Laktosa -Manitol + Maltosa + Sakarosa -Sulfur + Indol -Motilitas + Sitrat + Katalase + (Holt, 2000)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jamu cekok adalah salah satu obat tradisional yang biasa dikonsumsi oleh anak-anak. Jamu yang dikonsumsi dengan cara dicekokkan atau dimasukkan secara paksa ke dalam mulut anak dengan menggunakan kain ini telah turun temurun dipercaya sebagai penambah nafsu makan.

Jamu cekok merupakan contoh cairan obat dalam yang pemasarannya tidak memerlukan izin edar, sesuai dengan PERMENKES nomor 007 tahun 2012. Karena tidak perlu memiliki izin edar, maka dari segi keamanan belum terjamin. Salah satu produsen jamu cekok yang cukup terkenal di Yogyakarta adalah

penjual ‘X’. Menurut survei, penjual ‘X’ membuat jamu pada pagi hari kemudian dipanaskan pada malam hari untuk dijual keesokan harinya. Pemanasan jamu dilakukan dengan cara dikukus dan direbus. Pemanasan pada suhu 75ºC atau lebih dapat membunuh bakteri. Selain itu, pemanasan dapat mengurangi kadar air sehingga dapat mengurangi kemungkinan pertumbuhan bakteri, kapang serta

khamir (Aryani, 2006; U.S. Department of Healt, 2014). Penjual ‘X’ membuka

warungnya pada jam 6 pagi hingga 8 malam dan jamu tidak lagi mengalami proses pemanasan selama penjualan. Hal ini kemungkinan besar dapat memicu pencemaran mikroba. Selain itu, perilaku penjual selama penjualan jamu, kebersihan bahan baku dan kebersihan alat juga dapat menjadi salah satu pemicu adanya cemaran mikroba. Pencemaran mikroba dalam cairan obat dalam tentu dapat mempengaruhi kesehatan apabila dikonsumsi karena dapat menyebabkan

infeksi. Selain itu, bakteri dapat menghasilkan toksin yaitu endotoksin dan eksotoksin yang dapat mengakibatkan demam pada tubuh, hingga kematian. Apalagi jamu ini dikonsumsi oleh anak-anak yang sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap keamanan dari jamu cekok tersebut, salah satunya dari segi mikrobiologi, yaitu AKK, ALT, dan identifikasi bakteri patogen salah satunyaSalmonella.

Dokumen terkait