• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR

B. Saran

1. Dapat dilakuan penelitian lebih lanjut mengenai mikroba patogen lain yaitu Proteus,Enterobacter, danPseudomonas.

2. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji mikrobiologi pada saat sebelum dan setelah pemanasan bahan untuk melihat efektivitas pemanasan. 3. Dilakukan pembinaan terhadap penjual jamu racik ‘X’ dan penjual jamu

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, H.A., 2010a,Tanaman Obat Indonesia, Buku 1, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, pp.15-16, 61-62, 99-100.

Agoes, H.A., 2010b,Tanaman Obat Indonesia, Buku 2, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, pp.113-114.

American Type Culture Collection, 2014, Salmonella enterica subsp.enterica Serovar Typhimurium (ATCC® 14028™), Product Sheet,

http://atcc.org/Products/All/14028.aspx, diakses tanggal 28 Juni 2014

Aryani dan Rario, 2006, Kajian Masa Simpan Pindang Botol Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ditinjau dari Lama Waktu Pengukusan yang Berbeda, Journal of Tropical Fisheries,pp.91.

Atlas, R.M. dan Bartha, R., 1998, Microbial Ecology, Fundamental and Applications, Fourth Edition, Addison Wesley Longman, California, pp. 99. Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, 2004, keputusan

kepala badan pengawas obat dan makanan republik Indonesia Nomor: HK.00.05.4.2411, Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta, pasal (1) dan (2).

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, 2005, Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik, Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta, pasal (1).

Balows, A., Sussman, M., 1998, Microbiology and Microbial infections, Oxford University Press, New York, pp.969.

Bridson, E.Y., 1998, The Oxoid Manual, 8th Edition, Bridson Limited, England, pp.18, 169-170, 192.

Cappucino, J.G., Sherman, N., 2008, Microbiology a Laboratory Manual, Eight Edition, Pearson Education, USA, pp.155,165-166, 169-170, 175, 193.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1994, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR:661/MENKES/SK/VII/1994 Tentang Persyaratan Obat Tradisional, Jakarta, pp. 12, 17-18.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR: 381/MENKES/SK/III/2007 Tentang Kebijakan Obat Tradiisional Nasional, Jakarta, pp. 4-5, 7, 9.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012, Peraturan Menteri Kesehatan nomor 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,Jakarta, Pasal (1).

Fardiaz, S., 1993, Analisis Mikrobiologi Pangan, P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta, pp.182.

Franzetti, L., Scarpellini, M., 2007, Characterisation of Pseudomonas spp. Isolated from foods,Annals of Microbiology, pp. 43.

Grimont, F., and Grimont, P.A.D., 2006,The Genus Enterobacter, Prokaryotes 6, Chapter 3.3.9, pp. 200, 206.

Hariana, A., 2012, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, edisi 2, Penerbit Niaga Swadaya, pp.91

Hendriksen, R.S, 2003, A global Salmonella surveillance and laboratory support project of the World Health Organization, http://www.antimicrobialresistance.dk/data/images/salmonella2_pdf.pdf, diakses tanggal 10 April 2014.

HiMedia Laboratorium, 2011, SS Agar (Salmonella Shigella Agar), Technical Data,http://himedialabs.com/TD/M108.pdf, diakses tanggal 8 Juli 2014 Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneath, P.H.A., Staley, J.T.,Williams, S.T., 2000,

Bergey’s Manual Determinative Bacteriology, 9th edition, Lippincott Williams and Wilkins Company, USA, pp. 93, 184, 186-187.

Jawetz, M.D., Melnick, J.L., Edward, A.A., Brooks, G.F., Butel, J.S., Ornston, L.N., 1995, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 240, 250, 628.

Jutono, J.Soedarsono, S.Hartadi,Siti Kabirun S., Suhadi D., dan Soesanto, 1980, Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum Untuk Perguruan Tinggi, Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pp 28.

Latief, H.A., 2009, Obat Tradisional, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp.48-49,209-210,259-260.

Lay, B.W, 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, PT Raja Grafindo Persada, Jakara, pp.48, 81-82, 91, 99.

Muhlizah, F., 2009, Temu-Temuan dan Empon-Empon, Budi Daya dan Manfaatnya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, pp.43-44

NSW Goverment, 2013,Salmonellosis, http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/ publicationsandresources/pdf/publication-pdfs/diseases-and-conditions/ 7190/doh-7190-ind.pdf, diakses tanggal 12 November 2013

Nurmalina, R.,2012, 24 Herbal Legendaris Untuk Kesehatan Anda, Gramedia, Jakarta, pp.329-335.

O’Hara, C.M., Brenner, F.W., Miller, J.M., 2000, Classification, Identification, and Clinical Significance of Proteus, Providencia, and Morganella, Clinical Microbiology Review, Volume 13 Nomor 4, pp. 538.

Peraicha, M., Radic, B., Lucic, A., Pavlovic, M., 1999, Toxic Effect of Mycotoxins in Humans, Bulletin of the World Health Organization, pp. 754. Prahatamaputra, A., 2009, Karakteristik Jamur Candida albicans Berbasis

Fermentasi Karbohidrat pada Air Bak WC Sekolah Menengah di Kelurahan Alalak Utara, Jurnal Wahana-Bio, Volume II, pp. 1-2.

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, 2006, Uji Angka Kapang/Khamir dalam Obat Tradisional 96/MIK/00, Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Badan POM, pp.108.

Radji, M., 2010, Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi & Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 125-127, 269-274. Riswan, S., dan Sangat-Roemantyo, H., 2002, Jamu as Traditional Medicine in

Java, Indonesia, South Pacific Study, Volume 23, Nomor 1, pp.7-8.

Schneiter, R., 2004, Genetics, Molecular and Cell Biology of Yeast, Universite de Fribourg Suisse, pp. 4.

Torri, C.M., 2013,Knowledge and Risk perceptions of Traditional Jamu Medicine among urban consumer,http://www.sciencedomain.org/uploads/1370434024-12-Revised-manuscript_version2 .pdf, diakses tanggal 17 September 2013. TPC team, 2012, Modul Tanaman Obat Herba Berakar Rimpang, Southeast

Asian Food And Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor, pp.1

U.S. Department of Healt, 2014, Cook to The Right Temperature, http://www.foodsafety.gov/keep/basics/cook/, diakses tanggal 9 Juli 2014.

Utami, H., 2013, Uniknya Jamu Tradisional di Yogyakarta,

http://kesehatan.kompasiana.com/alternatif/2013/04/05/jamu-tradisional-dari-bahan-alami-yang-tetap-bertahan-hingga-kini-548124.html, diakses tanggal 13 September 2013.

Vandepitte, J., 2005, Prosedur Laboratorium Dasar untuk Bakteriologi Klinis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 45.

Wasito, H., 2011, Obat Tradisional Kekayaan Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, pp 66-68.

Wattimena, J.R., Sugiarso, N.C., Widianto, M.B., Sukandar, E.Y., Soemardji, A.A., Setiadi, A.R., 1991, Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, pp. 184, 187.

Wijayanti, A.T., 2009, Kajian Penyaringan dan Lama Penyimpanan dalam PembuatanFish Peptone dari Ikan Selar Kuning (Caranx leptolepis),Skripsi, 22, Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat

Yenny, 2006, Aflatoksin dan Aflatoksikosis pada Manusia, Universa Medicina, Volume 25, No.1, pp. 42-43.

Yonathan, D. Y., 2013, Hubungan Antara Kualitas Sarana & Prasarana Rumah dan Perilaku Sehat dengan Kejadian Demam Typhoid di Wilayah Kerja Puskesmas Ngaliyan Kota Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 2, Nomor 1, pp. 1.

Lampiran 1. Surat ijin penelitian di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta

Lampiran 2. Sampe Yogyak Keterangan gambar: A : sampel jamu c B : sampel jamu ce ice packdi da A

pel jamu cekok dari penjual jamu r ogyakarta dalam botol steril

r:

u cekok dalam botol steril

u cekok dibawa ke laboratorium menggunakanc di dalamnya

B

racik “X” di

Lampiran 3. Hasil pengujian AKK dalam jamu cekok sampling 1, setelah inkubasi 5 hari

Keterangan gambar:

Km : Kontrol media, tidak terdapat koloni kapang/khamir

K (-) : Kontrol negatif/ Kontrol pelarut, tidak terdapat koloni kapang/khamir A : Pengenceran 10-1, cawan 1

B : Pengenceran 10-1, cawan 2 (duplo) C : Pengenceran 10-2, cawan 1

D : Pengenceran 10-2, cawan 2 (duplo) E : Pengenceran 10-3, cawan 2 (duplo) F : Pengenceran 10-3, cawan 1

G : Pengenceran 10-4, cawan 1

H : Pengenceran 10-4, cawan 2 (duplo) I : Pengenceran 10-5, cawan 1

J : Pengenceran 10-5, cawan 2 (duplo)

Km K (-) A B

C D E F

Lampiran 4. Hasil pengujian AKK dalam jamu cekok sampling 2, setelah inkubasi 5 hari

Keterangan gambar:

Km : Kontrol media, tidak terdapat koloni kapang/khamir

K (-) : Kontrol negatif/ Kontrol pelarut, tidak terdapat koloni kapang/khamir A : Pengenceran 10-1, cawan 1

B : Pengenceran 10-1, cawan 2 (duplo) C : Pengenceran 10-2, cawan 1

D : Pengenceran 10-2, cawan 2 (duplo) E : Pengenceran 10-3, cawan 1

F : Pengenceran 10-3, cawan 2 (duplo) G : Pengenceran 10-4, cawan 1

H : Pengenceran 10-4, cawan 2 (duplo) I : Pengenceran 10-5, cawan 1

J : Pengenceran 10-5, cawan 2 (duplo)

Km K (-) A B

C D E F

Lampiran 5. Hasil p inkubasi Keterangan gambar: Km : Kontrol medi K (-) : Kontrol nega A : Pengencera B : Pengencera C : Pengencera D : Pengencera E : Pengencera F : Pengencera G : Pengencera H : Pengencera I : Pengencera J : Pengencera Km C G

asil pengujian AKK dalam jamu cekok samp basi 5 hari

r:

edia, tidak terdapat koloni kapang/khamir negatif/ Kontrol pelarut, tidak terdapat koloni ka

ran 10-1, cawan 1

ran 10-1, cawan 2 (duplo) ran 10-2, cawan 1

ran 10-2, cawan 2 (duplo) ran 10-3, cawan 1

ran 10-3, cawan 2 (duplo) ran 10-4, cawan 1

ran 10-4, cawan 2 (duplo) ran 10-5, cawan 1

ran 10-5, cawan 2 (duplo)

K (-) A B D E F H I J mpling 3, setelah kapang/khamir B F J

Lampiran 6. Hasil perhitungan AKK dalam jamu cekok sampling 1, 2 dan 3 setelah inkubasi 5 hari

Sampling Pengenceran Jumlah koloni AKK (koloni/ml)

Petri 1 Petri 2 (Duplo) Jumlah

1 10-1 ∞ 1,3 × 10 10-2 ∞ 10-3 ∞ 10-4 24 29 53 10-5 8 12 20 2 10-1 ∞ 5,0× 10 10-2 148 180 328 10-3 37 31 68 10-4 17 23 40 10-5 2 4 6 3 10-1 ∞ 5,4×105 10-2 192 196 388 10-3 76 100 176 10-4 35 55 90 10-5 24 23 47 Penghitungan: 1. Sampling 1

Pengenceran 10-1sampai dengan 10-3

Koloni kapang/khamir yang tumbuh pada media sangat banyak dan tumbuh menyebar, sehingga dapat dianggap pertumbuhan kapang/khamir tidak terhingga.

Pengenceran 10-4

(24+29)× 10 = 530.000 = 5,0 × 10 • Pengenceran 10-5

(8 + 12) × 10 = 2.000.000 = 2,0 × 10

Karena kedua pengenceran (10-4 dan 10-5) masuk ke dalam range, maka hasil dari perhitungan kedua pengenceran tersebut di ambil angka rata-rata, sehingga:

530.000 + 2.000.000

2 = 1.265.000 = 1,3 × 10

2. Sampling 2

Pengenceran 10-1

Koloni kapang/khamir yang tumbuh pada media sangat banyak dan tumbuh menyebar, sehingga dapat dianggap pertumbuhan kapang/khamir tidak terhingga.

Pengenceran 10-2 (148 + 180) × 10 = 32.800 • Pengenceran 10-3 (37 + 31) × 10 = 68.000 • Pengenceran 10-4 (17 + 23) × 10 = 400.000 • Pengenceran 10-5

Koloni kapang/khamir yang tumbuh tidak masuk dalam range, sehingga tidak dihitung.

Karena pengenceran 10-2, 10-3, dan 10-4 masuk ke dalam range, maka dipilih dua tingkat pengenceran yang berurutan yaitu 10-2dan 10-3dan diambil angka rata-rata, sehingga:

(32.800 + 68.000)

2 = 50.400 = 5,0 × 10

3. Sampling 3

Pengenceran 10-1

Koloni kapang/khamir yang tumbuh pada media sangat banyak dan tumbuh menyebar, sehingga dapat dianggap pertumbuhan kapang/khamir tidak terhingga.

Pengenceran 10-2

Koloni kapang/khamir yang tumbuh pada kedua cawan melebihi range.Pengenceran 10-3 (76 + 100) × 10 = 176.000 • Pengenceran 10-4 (35 + 55) × 10 = 900.000 • Pengenceran 10-5 (24 + 23) × 10 = 4.700.000

Karena pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5 masuk ke dalam range, maka maka dipilih dua tingkat pengenceran yang berurutan yaitu 10-3dan 10-4dan diambil angka rata-rata, sehingga:

(176.000 + 900.000)

Lampiran 7. Hasil pengujian ALT dalam jamu cekok sampling 1, setelah inkubasi 48 jam

Keterangan gambar:

Km : Kontrol media, tidak terdapat koloni bakteri

K (-) : Kontrol negatif/ Kontrol pelarut, tidak terdapat koloni bakteri

A : Pengenceran 10-1, cawan 1, koloni bakteri tumbuh merata (spreader) B : Pengenceran 10-1, cawan 2 (duplo),spreader

C : Pengenceran 10-2, cawan 1, koloni bakteri tumbuh merata (spreader) D : Pengenceran 10-2, cawan 2 (duplo),spreader

E : Pengenceran 10-3, cawan 1

F : Pengenceran 10-3, cawan 2 (duplo) G : Pengenceran 10-4, cawan 1

H : Pengenceran 10-4, cawan 2 (duplo) I : Pengenceran 10-5, cawan 1

J : Pengenceran 10-5, cawan 2 (duplo)

Km K (-) A B

C D E F

Lampiran 8. Hasil pengujian ALT dalam jamu cekok sampling 2, setelah inkubasi 48 jam

Keterangan gambar:

Km : Kontrol media, tidak terdapat koloni bakteri

K (-) : Kontrol negatif/ Kontrol pelarut, tidak terdapat koloni bakteri A : Pengenceran 10-1, cawan 1,spreader

B : Pengenceran 10-1, cawan 2 (duplo),spreader C : Pengenceran 10-2, cawan 1,spreader

D : Pengenceran 10-2, cawan 2 (duplo),spreader E : Pengenceran 10-3, cawan 1

F : Pengenceran 10-3, cawan 2 (duplo) G : Pengenceran 10-4, cawan 1

H : Pengenceran 10-4, cawan 2 (duplo) I : Pengenceran 10-5, cawan 1

J : Pengenceran 10-5, cawan 2 (duplo)

Km K (-) A B

C D E

F

Lampiran 9. Hasil pengujian ALT dalam jamu cekok sampling 3, setelah inkubasi 48 jam

Keterangan gambar:

Km : Kontrol media, tidak terdapat koloni bakteri

K (-) : Kontrol negatif/ Kontrol pelarut, tidak terdapat koloni bakteri A : Pengenceran 10-1, cawan 1

B : Pengenceran 10-1, cawan 2 (duplo) C : Pengenceran 10-2, cawan 1

D : Pengenceran 10-2, cawan 2 (duplo) E : Pengenceran 10-3, cawan 1

F : Pengenceran 10-3, cawan 2 (duplo) G : Pengenceran 10-4, cawan 1

H : Pengenceran 10-4, cawan 2 (duplo) I : Pengenceran 10-5, cawan 1

J : Pengenceran 10-5, cawan 2 (duplo)

Km K (-) A B

C D E F

Lampiran 10.Hasil perhitungan ALT dalam jamu cekok sampling 1, 2 dan 3 setelah inkubasi 48 jam

Sampling Pengenceran Jumlah koloni ALT

(koloni/ml) Petri 1 Petri 2 (Duplo) Rata-rata

1 10-1 ∞ ∞ ∞ 1,6× 10 10-2 ∞ 10-3 ∞ 10-4 280 258 269 10-5 132 190 161 2 10-1 ∞ ∞ ∞ 1,4× 10 10-2 ∞ ∞ ∞ 10-3 296 272 284 10-4 288 256 272 10-5 188 92 140 3 10-1 ∞ 2,0× 10 10-2 ∞ ∞ ∞ 10-3 ∞ ∞ ∞ 10-4 ∞ ∞ ∞ 10-5 224 184 204 Penghitungan: 1. Sampling 1Pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3

Koloni bakteri yang tumbuh pada media sangat banyak dan tumbuh menyebar, sehingga dapat dianggap pertumbuhan bakteri tidak terhingga.

Pengenceran 10-4

Jumlah koloni bakteri yang tumbuh melebihirange.

Pengenceran 10-5

( )

= 161161 × 10 = 16.100.000 = 1,6 × 10

2. Sampling 2

Pengenceran 10-1dan 10-2

Koloni bakteri yang tumbuh pada media sangat banyak dan tumbuh menyebar, sehingga dapat dianggap pertumbuhan bakteri tidak terhingga.

Pengenceran 10-3

Koloni bakteri yang tumbuh melebihirange.

Pengenceran 10-4

Koloni bakteri yang tumbuh melebihirange.

Pengenceran 10-5

= 140140× 10 = 14.000.000 = 1,4 × 10

3. Sampling 3

Pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, dan 10-4

Koloni bakteri yang tumbuh pada media sangat banyak dan tumbuh menyebar, sehingga dapat dianggap pertumbuhan bakteri tidak terhingga.

Pengenceran 10-5

Lampiran 11.Hasil uji pengkayaan sampel jamu cekok pada media Selenite Broth

Keterangan gambar:

A : Kontrol positif (Salmonella thypiATCC 14028) sampling 1 B : Sampel jamu cekok sampling 1

C : Kontrol positif (Salmonella thypiATCC 14028) sampling 2 D : Sampel jamu cekok sampling 2

E : Kontrol positif (Salmonella thypiATCC 14028) sampling 3 F : Sampel jamu cekok sampling 3

Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3

Lampiran 12.Hasil u Keterangan gambar: A : Kontrol positif B : Sampel jamu c C : Sampel jamu c D : Sampel jamu c Terdapat beberapa kol (lingkaran hitam).

A

C

asil uji identifikasiSalmonelladalam media sel

r: positif

u cekok sampling 1 u cekok sampling 2 u cekok sampling 3

koloni yang tumbuh dengan ciri koloni

B

D

a selektif

Lampiran 13. Hasil pertam

Keterangan gambar: K (+) : Kontrol posi

S : Sampel

• Pada uji fermentasi adanya perubahan positif.

• Pada uji sitrat, a menunjukkan hasil

• Pada uji sulfur, ada

asil identifikasi Salmonella pada pengam ama

r:

ol positif pel

ntasi glukosa (glukosa, laktosa, manitol, maltosa an warna media dari merah menjadi kuning me , adanya perubahan warna media dari hijau

sil positif.

, adanya warna hitam menunjukkan hasil positif.

gambilan sampel

osa, dan sakarosa), menunjukkan hasil hijau menjadi biru

Lampiran 14. Hasil identifikasiSalmonellapada pengambilan sampel kedua Keterangan gambar: NA : Nutrient agar GLU : Glukosa LAK : Laktosa MAN : Manitol MAL : Maltosa SAK : Sakarosa SLF : Sulfur STR : Sitrat

• Pada uji sitrat, adanya perubahan warna media dari hijau menjadi biru menunjukkan hasil positif.

• Pada uji sulfur, adanya warna hitam menunjukkan hasil positif.

• Cincin merah pada media Sulphur Indole Motility menunjukkan Indol positif (lingkaran merah).

NA GLU LAK MAN MAL SAK SLF STR

NA GLU LAK MAN MAL SAK SLF STR Kontrol +

Koloni 1

Warna kuning menunjukkan hasil positif

NA GLU LAK MAN MAL SAK SLF STR Koloni 2

Lampiran 15. Hasil identifikasiSalmonellapada pengambilan sampel ketiga Keterangan gambar: NA : Nutrient agar GLU : Glukosa LAK : Laktosa MAN : Manitol MAL : Maltosa SAK : Sakarosa SLF : Sulfur STR : Sitrat

• Pada uji sitrat, adanya perubahan warna media dari hijau menjadi biru menunjukkan hasil positif.

• Pada uji sulfur, adanya warna hitam menunjukkan hasil positif.

NA GLU LAK MAN MAL SAK SLF STR

Kontrol +

NA GLU LAK MAN MAL SAK SLF STR

Koloni 1

Warna kuning menunjukkan hasil positif

NA GLU LAK MAN MAL SAK SLF STR

BIOGRAFI PENULIS

Skripsi yang berjudul “Uji Angka Kapang/Khamir (AKK), Angka Lempeng Total (ALT), dan Identifikasi Salmonella pada Jamu Cekok yang Diproduksi Penjual Jamu Racik “X”

di Yogyakarta” ini ditulis oleh Maria Dyah Kartika Laksmi

Setyaningtyas. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, yang lahir di Kotabumi, Lampung, pada tanggal 30 November 1992. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah TK Bhakti Baradatu, Lampung (1996-1998), SD Bhakti Baradatu, Lampung (1998-2004), SMP Xaverius Pringsewu, Lampung (2004-2007), SMA Santa Maria Yogyakarta (2007-2010), kemudian mulai tahun 2010 melanjutkan kuliah di fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penulis aktif dalam kepanitiaan dan pada tahun 2011-2012 aktif dalam organisasi Herbal Garden Team (HGT). Tahun 2012 penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa dalam bidang pengabdian masyarakat dan proposal yang diajukan berhasil lolos dan didanai Dikti.

Dokumen terkait