• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT KESENJANGAN GENDER DENGAN KESEMPATAN PENGEMBANGAN KARIR

Hubungan Tingkat Kesenjangan Gender dengan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

Hubungan tingkat kesenjangan gender (stereotipi, subordinasi, marginalisasi, kekerasan, dan beban ganda) dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil korelasi kedua variabel disajikan dalam Tabel 18 di bawah ini:

Tabel 18 Hasil pengujian hubungan tingkat kesenjangan gender dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan, 2013

No Variabel Tingkat

kesenjangan gender p-value Keterangan

Koef.

Korelasi Keterangan 1 Tingkat Stereotipi 0.145 Tidak Nyata -0.172 Sangat

Lemah 2 Tingkat Subordinasi 0.000 Sangat Nyata -0.507** Kuat 3 Tingkat Marginalisasi 0.002 Sangat Nyata -0.437** Cukup kuat 4 Tingkat Kekerasan 0.281 Tidak Nyata 0.094 Sangat

Lemah 5 Tingkat Beban Ganda 0.004 Sangat Nyata -0.416** Cukup kuat Keterangan: * Berhubungan nyata pada p<0,05; ** Berhubungan sangat nyata

pada p<0,01; negatif (-) hubungan berlawanan

Dari hasil korelasi dapat diketahui bahwa, terdapat beberapa isu gender yang berhubungan dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan. Tingkat subordinasi, tingkat marginalisasi, dan tingkat beban ganda memiliki hubungan yang sangat nyata dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan. Sedangkan tingkat stereotipi dan tingkat kekerasan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan.

Hubungan Tingkat Stereotipi dengan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tingkat stereotipi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05) atau tidak memiliki hubungan yang nyata dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil pengujian antara tingkat stereotipi dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,145 (p>0,05) serta memiliki hubungan yang sangat lemah. Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan semakin tinggi tingkat stereotipi maka semakin rendah kesempatan pengembangan karir ditolak.

Dari data tabulasi silang, Tabel 19, juga terlihat kecenderungan karyawan perempuan yang memberikan penilaian tingkat stereotipi dalam kategori tinggi atau cukup tinggi umumnya memberikan penilaian rendah dan cukup rendah pada kesempatan pendidikan dan pelatihan sebaliknya karyawan perempuan yang memberikan penilaian tingkat stereotipi pada kategori rendah dan cukup rendah cenderung memberikan penilaian kesempatan pendidikan dan pelatihan pada

kategori cukup tinggi. Namun dari hasil tabulasi silang juga diketahui bahwa terdapat beberapa karyawan perempuan yang memberikan penilaian tingkat stereotipi pada kategori rendah dan cukup rendah juga memberikan penilaian cukup rendah pada kesempatan pendidikan dan pelatihan sehingga tidak terlihat adanya pola hubungan antara kedua variabel.

Tabel 19 Jumlah responden berdasarkan kesempatan pendidikan dan pelatihan menurut tingkat stereotipi, 2013

Tingkat Stereotipi

Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

Total Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah 0 (0.0%) 0 (0.0%) 1 (2,5%) 0 (0.0%) 1 (2.5%) Cukup Rendah 3 (7.5%) 7 (17,5%) 6 (15.0%) 0 (0.0%) 16 (40.0%) Cukup Tinggi 2 (5.0%) 15 (37.5%) 4 (10.0%) 0 (0.0%) 21 (52,5%) Tinggi 0 (0.0%) 2 (5.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 2 (5.0%) Total 5 (12.5%) 24 (60.0%) 11 (27.5%) 0 (0.0%) 40 (100%)

Hubungan yang sangat lemah ini disebabkan karena pelabelan negatif yang ditujukan kepada perempuan tidak menjadi dasar penilaian perusahaan dalam memberikan kesempatan pendidikan dan pelatihan. Perusahaan telah memberikan kesempatan yang sama antara karyawan perempuan dan laki-laki untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan.

Hubungan Tingkat Subordinasi dengan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tingkat subordinasi memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01 (p<0,01) atau memiliki hubungan yang sangat nyata dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil pengujian antara tingkat subordinasi dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,000 (p<0,05) serta memiliki hubungan yang kuat dan berlawanan arah yang artinya semakin tinggi tingkat subordinasi maka semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan.

Dari data hasil tabulasi silang yang disajikan oleh Tabel 20 juga terlihat bahwa karyawan perempuan yang memberikan penilaian tinggi dan cukup tinggi pada tingkat subordinasi cenderung memberikan penilaian yang rendah dan cukup rendah terhadap kesempatan pendidikan dan pelatihan. Sebaliknya, karyawan perempuan yang memberikan penilaian rendah dan cukup rendah pada tingkat subordinasi cenderung memberikan penilaian yang tinggi dan cukup tinggi terhadap kesempatan pendidikan dan pelatihan.

Tabel 20 Jumlah responden berdasarkan kesempatan pendidikan dan pelatihan menurut tingkat subordinasi

Tingkat Subordinasi

Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

Total Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah 0 (0.0%) 0 (0.0%) 2 (5.0%) 0 (0.0%) 2 (5.0%) Cukup Rendah 1 (2.5%) 8 (20.0%) 7 (17.5%) 0 (0.0%) 16 (40.0%) Cukup Tinggi 3 (7.5%) 16 (40.0%) 2 (5.0%) 0 (0.0%) 21 (52.5%) Tinggi 1 (2.5%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 1 (2.5%) Total 5 (12.5%) 24 (60.0%) 11 (27.5%) 0 (0.0%) 40 (100%)

Rendahnya kesempatan perempuan dalam mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan dikarenakan laki-laki cenderung lebih dilibatkan dalam pengambilan keputusan sedangkan perempuan sering diabaikan pendapatnya ini dikarenakan adanya subordinasi yang melekat pada diri perempuan. Hal ini dapat terlihat ketika perempuan ingin mengajukan izin untuk membawa anak ke lokasi pendidikan dan pelatihan, permintaan ini biasanya ditolak perusahaan dengan alasan akan membuat karyawan tidak fokus ketika mengikuti pendidikan dan pelatihan. Karyawan dituntut untuk dapat profesional dalam bekerja, memisahkan antara urusan rumah tangga dan pekerjaan. Sesuai dengan pendapat salah seorang karyawan perempuan yang menyatakan:

“Pernah mbak minta izin ke atasan. Tapi tetep nggak bisa, alasannya sih memang udah peraturan dari sananya, takut malah jadi nggak fokus pas lagi kegiatan. Padahal nggak juga yah, malah kalo anak ditinggalin di rumah lebih kepikiran lagi” (S, 30tahun).

Hal senada juga diungkapkan oleh informan, Bapak MN 52 tahun, yang mengungkapkan sebagai berikut:

“Perusahaan sudah memberikan kesempatan yang sama untuk semua karyawan, tapi waktu pelaksanaan yang menghadiri memang lebih banyak laki-laki soalnya jumlahnya juga lebih banyak. Saat pelaksaanaanya tidak jarang perempuan meminta izin tidak dapat mengikuti kegiatan pendidikan pelatihan karena urusan keluarga khususnya masalah anak. Ya,memang kebijakan seperti itu belum ada jadi kita juga tidak bisa memberikan izin sembarangan. Karyawan harus dapat profesional, takutnya kalau diizinin bawa anak mereka jadi tidak fokus. Tapi, saya bisa memaklumi kalau mereka lebih memilih untuk merawat anggota keluarga karena memang kodrat mereka seperti itu. Harapan saya, mereka dapat profesional antara pekerjaan dan urusan rumah tangga. Kalau sudah seperti ini ya saya balikan lagi ke individu masing-masing. Mana yang menjadi prioritas mereka.Yang penting perusahaan sudah memberikan kesempatan.”

Hubungan Tingkat Marginalisasi dengan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

Hasil uji korelasi Rank Spearman yang menunjukkan bahwa tingkat marginalisasi memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01 (p<0,01) atau memiliki hubungan yang sangat nyata dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil pengujian antara tingkat marginalisasi dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,002 (p<0,05) serta memiliki hubungan yang cukup kuat dan berlawanan arah yang berarti semakin tinggi tingkat marginalisasi maka semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan.

Dari hasil tabulasi silang yang disajikan pada Tabel 21 juga terlihat bahwa karyawan perempuan yang memberikan penilaian tinggi dan cukup tinggi pada tingkat marginalisasi cenderung memberikan penilaian yang rendah dan cukup rendah terhadap kesempatan pendidikan dan pelatihan. Sedangkan karyawan perempuan yang memberikan penilaian tingkat marginalisasi pada kategori rendah dan cukup rendah cenderung memberikan penilaian yang tinggi terhadap kesempatan pendidikan dan pelatihan.

Tabel 21 Jumlah responden berdasarkan kesempatan pendidikan dan pelatihan menurut tingkat marginalisasi, 2013

Tingkat Marginalisasi

Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

Total

Rendah Cukup

Rendah

Cukup Tinggi Tinggi

Rendah 0 (0.0%) 1 (2.5%) 1 (2.5%) 0 (0.0%) 2 (5.0%)

Cukup Rendah 0 (0.0%) 6 (15.0%) 6 (15.0%) 0 (0.0%) 12 (30.0%)

Cukup Tinggi 3 (7.5%) 17 (42.5%) 3 (7.5%) 0 (0.0%) 23 (57.5%)

Tinggi 2 (5.0%) 0 (0.0%) 1 (2.5%) 0 (0.0%) 3 (7.5%)

Total 5 (12.5%) 24 (60.0%) 11 (27.5%) 0 (0.0%) 40 (100%)

Adanya pembagian kerja yang dikategorikan dalam kelompok feminin dan maskulin menyebabkan pembagian kerja sering dikaitkan dengan jenis kelamin. Pekerjaan-pekerjaan dibidang teknis dan yang memiliki pertanggunganjawaban yang besar cenderung didominasi oleh laki-laki, sedangkan bagian pelayanan dan adminitrasi cenderung diduduki oleh perempuan. Pembagian kerja ini juga menunjukkan bahwa jabatan yang dimiliki laki-laki cenderung lebih tinggi daripada perempuan. Posisi perempuan yang lebih rendah serta jumlah mereka yang minoritas inilah yang kemudian menyebabkan mereka sulit untuk menegosiasikan kebijakan pendidikan dan pelatihan kepada atasan.

Hubungan Tingkat Kekerasan dengan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

Hasil korelasi Rank Spearman yang disajikan oleh Tabel 17 menunjukkan bahwa tingkat kekerasan memiliki hubungan yang tidak signifikan dengan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05) atau tidak memiliki hubungan yang nyata dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil pengujian antara tingkat kekerasan dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,281 (p>0,05) dan memiliki hubungan yang sangat lemah. Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa semakin

tinggi tingkat kekerasan maka semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan ditolak.

Dari uji tabulasi silang diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat kekerasan dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan. Terlihat bahwa responden yang memberikan penilaian kesempatan pendidikan dan pelatihan pada kategori tinggi dan rendah cenderung memberikan penilaian yang rendah terhadap tingkat kekerasan sehingga tidak terlihat adanya hubungan antara kedua variabel. Untuk lebih jelasnya kesempatan pendidikan dan pelatihan menurut tingkat kekerasan dapat dilihat pada Tabel 22 sebagai berikut:

Tabel 22 Jumlah responden berdasarkan kesempatan pendidikan dan pelatihan menurut tingkat kekerasan, 2013

Tingkat Kekerasan

Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

Total Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah 2 (5.0%) 7 (17.5%) 2 (5.0%) 0 (0.0%) 11 (27.5%) Cukup Rendah 3 (7.5%) 14 (35.0%) 9 (22.5%) 0 (0.0%) 26 (65.0%) Cukup Tinggi 0 (0.0%) 3 (7.5%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 3 (7.5%) Tinggi 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) Total 5 (12.5%) 24 (60.0%) 11 (27,5%) 0 (0.0%) 40 (100%)

PT. Xkom Tbk. telah menjamin keselamatan dan kesehatan kerja karyawannya. Sehingga intimidasi dalam bentuk kekerasan fisik dan verbal hampir tidak pernah dirasakan oleh perempuan. Sehingga tidak ada alasan bagi karyawan, baik karyawan laki-laki maupun perempuan, tidak mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan karena alasan ancaman kekerasan di lingkungan kerja dan lingkungan pendidikan dan pelatihan.

Hubungan Tingkat Beban Ganda dengan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tingkat beban ganda memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) atau memiliki hubungan yang nyata dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil pengujian antara tingkat beban ganda dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,004 (p<0,05) serta memiliki hubungan yang cukup kuat dan berlawanan arah. Artinya semakin tinggi tingkat beban ganda maka semakin rendah kesempatan pengembangan karir.

Hasil tabulasi silang yang disajikan oleh Tabel 23 menunjukkan karyawan perempuan yang memberikan penilaian tinggi dan cukup tinggi pada tingkat beban ganda cenderung memberikan penilaian yang rendah dan cukup rendah terhadap kesempatan pendidikan dan pelatihan. Sebaliknya karyawan perempuan yang memberikan penilaian rendah dan cukup rendah cenderung memberikan penilaian yang tinggi dan dan cukup tinggi terhadap kesempatan pengembangan karir.

Tabel 23 Jumlah responden berdasarkan kesempatan pendidikan dan pelatihan menurut tingkat beban ganda, 2013

Tingkat Beban Ganda

Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

Total

Rendah Cukup Rendah Cukup

Tinggi Tinggi Rendah 1 (2.5%) 3 (7.5%) 2 (5.0%) 0 (0.0%) 6 (15.0%) Cukup Rendah 0 (0.0%) 4 (10.0%) 7 (17.5%) 0 (0.0%) 11(27.5%) Cukup Tinggi 3 (7.5%) 17 (42.5%) 2 (5.0%) 0 (0.0%) 22 (55.0%) Tinggi 1 (2.5%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) Total 5 (12.5%) 24 (60.0%) 11 (27.5%) 0 (0.0%) 40 (100%)

Beban ganda yang dimiliki perempuan dapat menyebabkan mereka sulit untuk mengakses kesempatan pendidikan dan pelatihan. Perusahaan telah memberikan kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki dalam mengikuti pendidikan dan pelatihan. Namun, belum adanya kebijakan khusus bagi perempuan, seperti kebijakan terkait reproduksi (menyusui, menstruasi, dan melahirkan), menyebabkan karyawan perempuan sulit untuk mengakses pendidikan dan pelatihan. Pada akhirnya perempuan terpaksa harus memilih antara mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan atau mengurus anggota keluarga. Sehingga diperlukan suatu kebijakan khusus yang memperhatikan faktor-faktor reproduksi perempuan yang memungkinkan perempuan dapat mengakses kesempatan pendidikan dan pelatihan tanpa merasa terbebani dengan perasaan bersalah akibat meninggalkan anggota keluarga. Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan karyawan perempuan sebagai berikut:

“Belum ada sih ijinnya. Saya juga pernah pengalaman terpaksa nggak ikutan kegiatan pendidikan pelatihan gara-gara nggak tega ninggalin anak masih kecil. Kalo dibolehin bawa (anak) saya pasti ikutan”. (EF, 31 tahun)

“Memang berat ya mbak kalau harus ninggalin anak, apalagi kalau anaknya masih ASI. Suka kasihan kalau ditinggalin lama.Ya mau nggak mau jadi kepaksa deh nggak ikutan (kegiatan pendidikan dan pelatihan). (S, 30 tahun)

Hubungan Tingkat Kesenjangan Gender dengan Kesempatan Promosi Hubungan tingkat kesenjangan gender (stereotipi, subordinasi, marginalisasi, kekerasan, dan beban ganda) dengan kesempatan promosi dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil korelasi kedua variabel disajikan dalam Tabel 24 di bawah ini:

Tabel 24 Hasil pengujian hubungan tingkat kesenjangan gender dengan kesempatan promosi, 2013

No Variabel Tingkat

Kesenjangan Gender p-value Keterangan

Koef.

Korelasi Keterangan 1 Tingkat Stereotipi 0.044 Sangat Nyata -0.274* Cukup kuat 2 Tingkat Subordinasi 0.006 Sangat Nyata -0.390** Kuat 3 Tingkat Marginalisasi 0.028 Nyata -0.304* Cukup kuat 4 Tingkat Kekerasan 0.241 Tidak Nyata -0.114 Sangat

Lemah 5 Tingkat Beban Ganda 0.001 Sangat Nyata -0.486** Cukup kuat Keterangan: * Berhubungan nyata pada p<0,05; ** Berhubungan sangat nyata

pada p<0,01; negatif (-) hubungan berlawanan

Dari hasil korelasi dapat diketahui bahwa, terdapat beberapa isu gender yang berhubungan dengan kesempatan promosi. Tingkat stereotipi dan tingkat marginalisasi memiliki hubungan yang nyata dengan kesempatan promosi, tingkat subordinasi dan tingkat beban ganda memiliki hubungan yang sangat nyata dengan kesempatan promosi. Sedangkan tingkat kekerasan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan kesempatan promosi.

Hubungan Tingkat Stereotipi dengan Kesempatan Promosi

Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tingkat stereotipi memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) atau memiliki hubungan yang nyata dengan kesempatan promosi. Berdasarkan hasil pengujian antara tingkat stereotipi dengan kesempatan promosi memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,044 (p<0,05) serta memiliki hubungan yang cukup kuat dan berlawanan arah. Sehingga hipotesis yang menyatakan semakin tinggi tingkat stereotipi maka semakin rendah kesempatan promosi dapat diterima.

Dari tabulasi silang dapat dilihat bahwa karyawan perempuan yang memberikan penilaian tinggi cukup tinggi pada tingkat stereotipi cenderung memberikan penilaian yang rendah dan cukup rendah terhadap kesempatan promosi. Sedangkan karyawan perempuan yang memberikan penilaian rendah dan cukup rendah pada tingkat stereotipi cenderung memberikan penilaian tinggi dan cukup tinggi terhadap kesempatan promosi. Untuk lebih jelasnya kesempatan promosi menurut tingkat stereotipi dapat dilihat pada Tabel 25 sebagai berikut:

Tabel 25 Jumlah responden berdasarkan kesempatan promosi menurut tingkat stereotipi, 2013 Tingkat Stereotipi Kesempatan Promosi Total Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah 0 (0.0%) 1 (2.5%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 1 (2.5%) Cukup Rendah 2 (5.0%) 6 (15.0%) 8 (20.0%) 0 (0.0%) 16 (40.0%) Cukup Tinggi 0 (0.0%) 18 (45.0%) 2 (5.0%) 1 (2.5%) 21 (52.5%) Tinggi 1 (2.5%) 1 (2.5%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 1 (2.0%) Total 3 (7.5%) 26 (65.0%) 10 (25.0%) 1 (2.5%) 40 (100%)

Pelabelan negatif terhadap perempuan, seperti anggapan bahwa perempuan bekerja hanya sebagai pencari nafkah tambahan, kurang tegas, emosional, kurang rasional, serta memiliki pertanggung jawaban yang kecil terhadap pekerjaan, terkadang secara sadar maupun tidak sadar seringkali menjadi dasar penilaian perusahaan untuk memberikan promosi jabatan. Sifat-sifat maskulin seperti tegas, beribawa, dan rasional, yang cenderung dimiliki laki-laki, dianggap layak atau pantas dalam berkarir. Perempuan yang ingin mencapai posisi puncak harus bekerja lebih keras untuk meyakinkan bahwa mereka memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara salah seorang karyawan perempuan yang menyatakan bahwa:

“Biasanya sih yang dipilih (promosi) kebanyakan laki-laki ya mbak. Jumlahnya juga emang lebih banyak sih. Mungkin emang (laki-laki) lebih pantes juga kali ya” (S, 30 tahun).

Pendapat ini juga diperkuat oleh informan, bapak MN (52 tahun), yang menyatakan:

“Prosedur promosinya sih standar. Pertama karyawan diinformasikan dulu kalau ada posisi yang kosong. Lalu dilakukan penilaian prestasi kerja karyawan. Tujuannya biar tahu kemampuan karyawan itu seperti apa. Kalau prosedur penilaiannya sendiri sih biasanya perusahaan melibatkan karyawannya langsung, ditambah data-data dari atasan dan rekan sekerja karyawan bersangkutan. Setelah dilakukan penilaian kepada semua calon karyawan yang akan dipromosikan, kemudian dilakukan penyaringan lagi oleh pihak Human Resource karyawan mana yang dianggap tepat untuk menduduki posisi itu. Sebenarnya perusahaan tidak membandingkan antara laki-laki dan perempuan. Kalaupun memang laki-laki lebih sering dipromosikan, itu memang karena kinerja mereka. Kalau perempuan juga memiliki kinerja yang baik mereka juga memiliki peluang yang sama untuk dipromosikan. Tapi secara pribadi kalau saya liat memang laki-laki lebih memiliki semangat kerja.”

Hubungan Tingkat Subordinasi dengan Kesempatan Promosi

Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tingkat subordinasi memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01 (p<0,01) atau memiliki hubungan yang sangat nyata dengan kesempatan promosi. Berdasarkan hasil pengujian antara tingkat marginalisasi dengan kesempatan promosi memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,006 (p<0,01). Hasil korelasi menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan semakin tinggi tingkat subordinasi maka semakin rendah kesempatan promosi diterima.

Dari tabulasi silang dapat juga dilihat bahwa karyawan perempuan yang memberikan penilaian cukup tinggi pada tingkat subordinasi cenderung memberikan penilaian yang cukup rendah terhadap kesempatan promosi. Sebaliknya karyawan perempuan yang memberikan penilaian rendah dan cukup rendah cenderung memberikan penilaian yang tinggi dan cukup tinggi pada kesempatan promosi. Untuk lebih jelasnya kesempatan promosi menurut tingkat subordinasi dapat dilihat pada Tabel 26 sebagai berikut:

Tabel 26 Jumlah responden berdasarkan kesempatan promosi menurut tingkat subordinasi, 2013 Tingkat Subordinasi Kesempatan Promosi Total Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah 0 (0.0%) 0 (0.0%) 2 (5.0%) 0 (0.0%) 2 (5.0%) Cukup Rendah 0 (0.0%) 11 (27.5%) 4 (10.0%) 1 (2.5%) 16 (40.0%) Cukup Tinggi 2 (5.0%) 15 (37.5%) 4 (10.0%) 0 (0.0%) 21 (52.5%) Tinggi 1 (2.5%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 1 (2.5%) Total 3 (7.5%) 26 (65.0%) 10 (25.0%) 1 (2.5%) 40 (100%)

Hasil penelitian di lapang menunjukkan bahwa laki-laki cenderung lebih sering dilibatkan baik dalam pengambilan keputusan ataupun kegiatan-kegiatan di luar jam kantor. Keterlibatan dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan dapat dijadikan sebagai indikator kinerja karyawan. Pada akhirnya, kinerja yang tinggi akan mengarah pada promosi jabatan. Hal ini didukung dengan pernyataan salah seorang karyawan perempuan yang mengungkapkan bahwa:

Selain lama bekerja, penilaian promosi jabatan itu juga tergantung dari prestasi karyawannya. Tapi untuk cara pengukuran prestasinya sendiri saya tidak tahu seperti apa. Hanya pihak HR yang tahu kriteria pengukurannya. Ya, biasanya memang laki-laki yang lebih sering dipromosikan” (EF, 31 tahun).

Hubungan Tingkat Marginalisasi dengan Kesempatan Promosi

Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tingkat marginalisasi memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) atau memiliki hubungan yang nyata dengan kesempatan promosi. Berdasarkan hasil pengujian antara tingkat marginalisasi dengan kesempatan promosi memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,028 (p<0,05). Hasil korelasi menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan semakin tinggi tingkat marginalisasi maka semakin rendah kesempatan promosi diterima.

Hasil tabulasi silang yang disajikan oleh Tabel 27 juga menunjukkan bahwa karyawan perempuan yang memberikan penilaian tinggi dan cukup tinggi pada

tingkat marginalisasi cenderung memberikan penilaian rendah dan cukup rendah pada kesempatan promosi. Sebaliknya, karyawan perempuan yang memberikan penilaian rendah dan cukup rendah cenderung memberikan penilaian yang tinggi dan cukup tinggi pada kesempatan promosi. Hasil ini menunjukkan adanya hubungan antara variabel tingkat marginalisasi dengan kesempatan promosi. Tabel 27 Jumlah responden berdasarkan kesempatan promosi menurut tingkat

marginalisasi, 2013 Tingkat Marginalisasi Kesempatan Promosi Total Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah 0 (0.0%) 0 (0.0%) 1 (2.5%) 0 (0.0%) 2 (5.0%) Cukup Rendah 0 (0.0%) 8 (20.0%) 4 (10.0%) 1 (2.5%) 12 (30.0%) Cukup Tinggi 1 (2.5%) 18 (45.0%) 3 (7.5%) 0 (0.0%) 23 (57.5%) Tinggi 2 (5.0%) 0 (0.0%) 2 (5.0%) 0 (0.0%) 3 (7.5%) Total 3 (7.5%) 26 (65.0%) 10 (25.0%) 1 (2.5%) 40 (100%)

Rendahnya kesempatan perempuan dalam promosi jabatan dikarenakan penempatan posisi karyawan sudah dilakukan sejak awal perekrutan. Sejak awal perekrutan perempuan umumnya ditempatkan pada bagian yang berhubungan dengan pelayanan atau administrasi sedangkan laki-laki umumnya diposisikan pada bagian teknis dengan pertanggungjawaban dan risiko kerja lebih besar sehingga sulit bagi perempuan untuk dapat menduduki posisi senior level karena adanya sistem pembagian kerja yang sudah menempatkan laki-laki pada posisi yang lebih tinggi.

Hubungan Tingkat Kekerasan Dengan Kesempatan Promosi

Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tingkat kekerasan memiliki hubungan yang tidak signifikan dengan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Berdasarkan hasil pengujian antara tingkat kekerasan dengan kesempatan promosi memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,241 (p>0,05) serta memiliki hubungan yang sangat lemah. Hasil korelasi menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan semakin tinggi tingkat kekerasan maka semakin rendah kesempatan promosi ditolak.

Dari uji tabulasi silang diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat kekerasan dengan kesempatan promosi. Terlihat bahwa karyawan perempuan yang memberikan penilaian kesempatan promosi pada kategori tinggi dan rendah cenderung memberikan penilaian yang rendah terhadap tingkat kekerasan. Hasil penelitian di lapang menunjukkan bahwa kekerasan perempuan sudah berada pada kategori rendah, baik kekerasan secara non-verbal berupa kekerasan seksual ataupun kekerasan verbal berupa penghinaan dan intimidasi terhadap perempuan. Untuk lebih jelasnya kesempatan promosi menurut tingkat kekerasan dapat dilihat pada Tabel 28 sebagai berikut:

Tabel 28 Jumlah responden berdasarkan kesempatan promosi menurut tingkat kekerasan, 2013 Tingkat Kekerasan Kesempatan Promosi Total Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah 0 (0.0%) 7 (17.5%) 4 (10.0%) 0 (0.0%) 11(27.5%) Cukup Rendah 3 (7.5%) 17 (42.5%) 5 (12.5%) 1 (2.5%) 26 (65.0%) Cukup Tinggi 0 (0.0%) 2 (5.0%) 1 (2.0%) 0 (0.0%) 3 (7.5%) Tinggi 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) Total 3 (7.5%) 26 (65.0%) 10 (25.0%) 1 (2.5%) 40 (100%)

PT. Xkom telah menjamin keselamatan dan kesehatan kerja karyawannya. Sehingga intimidasi dalam bentuk kekerasan fisik dan verbal hampir tidak pernah dirasakan oleh perempuan. Sehingga perusahaan tidak melihat kekerasan yang dialami perempuan sebagai indikator untuk menentukan promosi.

Hubungan Tingkat Beban Ganda dengan Kesempatan Promosi

Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tingkat beban ganda memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,01 (p<0,01) atau memiliki hubungan yang sangat nyata dengan kesempatan promosi. Berdasarkan hasil pengujian antara tingkat beban ganda dengan kesempatan promosi memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,001 (p<0,05) serta memiliki hubungan yang cukup dan berlawan arah yang artinya semakin tinggi tingkat beban ganda maka semakin rendah kesempatan promosi.

Dari hasil tabulasi silang juga dapat dilihat bahwa secara umum karyawan perempuan yang memberikan penilaian tingkat beban ganda pada kategori tinggi dan cukup tinggi cenderung memberikan penilaian cukup rendah pada kesempatan promosi. Sebaliknya karyawan perempuan yang memberikan penilaian rendah dan cukup rendah pada tingkat subordinasi cenderung

Dokumen terkait