• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kesempatan Pengembangan Karir dengan Motivasi Kerja Perempuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kesempatan Pengembangan Karir dengan Motivasi Kerja Perempuan"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KESEMPATAN PENGEMBANGAN KARIR

DENGAN MOTIVASI KERJA PEREMPUAN

WAHYUNI LATIFAH SARI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Kesempatan Pengembangan Karir dengan Motivasi Kerja Perempuan adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

WAHYUNI LATIFAH SARI. Hubungan Kesempatan Pengembangan Karir dengan Motivasi Kerja Perempuan. Dibimbing oleh Aida Vitayala S. Hubeis.

Isu kesenjangan gender di perusahaan menjadi hambatan bagi perempuan dalam praktik pengembangan karir. Kesempatan pengembangan karir dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan yang meliputi motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi, dan motivasi berkuasa. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis sejauh mana hubungan antara kesenjangan gender dengan kesempatan pengembangan karir serta hubungan antara kesempatan pengembangan karir dengan motivasi kerja perempuan. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang berdasarkan perspektif perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih adanya kesenjangan gender di PT. Xkom seperti stereotipi, subordinasi, marginalisasi, dan beban ganda. Selain itu diketahui juga bahwa terdapat hubungan antara tingkat subordinasi, marginalisasi, dan beban ganda dengan kesempatan pendidikan pelatihan. Kesempatan promosi diketahui memiliki hubungan dengan tingkat stereotipi, subordinasi, marginalisasi, dan beban ganda. Sedangkan kaitannya dengan motivasi kerja, hanya motivasi berprestasi yang memiliki hubungan dengan kesempatan pengembangan karir.

Kata kunci: isu kesenjangan gender, kesempatan pengembangan karir, motivasi kerja

ABSTRACT

WAHYUNI LATIFAH SARI. The Relation of Career Development Opportunity with Women’s Work Motivation. Supervised by Aida Vitayala S. Hubeis.

Gender gap issues in the corporate can be a barrier for women in the practice of career development (education and training, promotion). Career development opportunities to increase employee motivation which include needs for achievment, affiliation, and power. This study was conducted to analyze the extent to which relations between gender issues with career development opportunities as well as relations between career development with women’s work motivation. Methods of research using qualitative and quantitative approaches are based on the perspective of women. The results showed that the persistence of gender issues in PT. Xkom corporate such as stereotypes, subordination, marginalization, and the double burden. In addition there is a relation between the level of subordination, marginalization, and the double burden of education and training oppurtunities. Promotion oppurtunities have a relations with the level of stereotypes, marginalization, subordination, and the double burden. While the terms of motivation, need for achievement only have a relation with career development opportunities.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

HUBUNGAN KESEMPATAN PENGEMBANGAN KARIR

DENGAN MOTIVASI KERJA PEREMPUAN

(6)
(7)

Judul Skripsi : Hubungan Kesempatan Pengembangan Karir dengan Motivasi Kerja Perempuan

Nama : Wahyuni Latifah Sari NIM : I34090107

Disetujui oleh Dosen Pembimbing

Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis NIP. 19470928 197503 2 001

Diketahui oleh

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah kesempatan pengembangan karir perempuan, dengan judul Hubungan Kesempatan Pengembangan Karir dengan Motivasi Kerja Perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana hubungan tingat isu kesenjangan gender terhadap kesempatan pengembangan karir perempuan serta melihat sejauh mana hubungan kesempatan pengembangan karir terhadap motivasi kerja perempuan.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan kepada penulis. Di samping itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh karyawan PT. Xkom Jakarta terutama kepada karyawan perempuan yang telah bersedia menjadi responden dan Bapak MN dari pihak Human Resource yang telah membantu selama proses penelitian dan pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayahanda Qotamal dan ibunda Idjanawati serta kakak (Einstein, Ella, Siddiq, Fiqry, Husnul) dan adik (Bagus), yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tak henti kepada penulis. Terimakasih juga disampaikan kepada sahabat (Umi, Titin, Dina, Ollin, Devi, Mella, Regina, Cintya, Yeni, Indah, Amatul, Kiki), rekan sepembimbingan (Resty), serta teman-teman seperjuangan SKPM46 yang telah memberikan masukan, dukungan, dan motivasi yang sangat membantu dalam proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.

(9)

DAFTAR ISI

Studi tentang Perempuan dan Pembangunan 6

Isu Kesenjangan Gender 7

Diskriminasi Perempuan dalam Dunia Kerja 9

Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia 11

Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia 12

Konsep Pengembangan Karir 13

Konsep Pendidikan dan Pelatihan 13

Konsep Promosi 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 23

Jenis dan Sumber Data 23

Teknik Pengambilan Sampel 23

Teknik Pengumpulan Data 24

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 24

GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 26

Gambaran Umum PT. Xkom 26

Sejarah PT. Xkom 26

Struktur Organisasi PT. Xkom 27

Visi, Misi, dan Tujuan PT. Xkom

Kebijakan Pengembangan Karir Perusahaan

28 29

Azas Pengembangan Karir 29

Sarana dan Prasarana Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan 29

Syarat Promosi Karyawan 30

Sarana Pendukung Promosi 30

Profil Karyawan PT. Xkom 30

(10)

ANALISIS DESKRIPTIF VARIABEL PENELITIAN 34

Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan 40

Kesempatan Promosi 41

Motivasi Kerja 42

Motivasi Berprestasi 42

Motivasi Berafiliasi 43

Motivasi Berkuasa 44

ANALISIS HUBUNGAN TINGAT KESENJANGAN GENDER DENGAN KESEMPATAN PENGEMBANGAN KARIR

45 Hubungan Tingat Kesenjangan Gender dengan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

45 Hubungan Tingkat Stereotipi dengan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

45 Hubungan Tingkat Subordinasi dengan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

46 Hubungan Tingkat Marginalisasi dengan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

48 Hubungan Tingkat Kekerasan dengan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

48 Hubungan Tingkat Beban Ganda dengan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

49 Hubungan Tingat Kesenjangan Gender dengan Kesempatan Promosi 51 Hubungan Tingkat Stereotipi dengan Kesempatan Promosi 52 Hubungan Tingkat Subordinasi dengan Kesempatan Promosi 53 Hubungan Tingkat Marginalisasi dengan Kesempatan Promosi 53 Hubungan Tingkat Kekerasan dengan Kesempatan Promosi 54 Hubungan Tingkat Beban Ganda dengan Kesempatan Promosi 55 ANALISIS HUBUNGAN KESEMPATAN PENGEMBANGAN KARIR DENGAN MOTIVASI KERJA PEREMPUAN

57 Hubungan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan dengan Motivasi Kerja 57

Hubungan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan dengan Motivasi Berprestasi

57 Hubungan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan dengan Motivasi Berafiliasi

59 Hubungan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan dengan Motivasi Berkuasa

(11)

PENUTUP 65

Kesimpulan 65

Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 66

LAMPIRAN 68

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Indonesia Berdasarkan Jenis

Kelamin, 2007-2011

1

2. Perbedaan gender dan seks 5

3. Karakteristik karyawan PT. Xkom Jakarta berdasarkan usia, 2013 32 4. Karakteristik karyawan PT. Xkom Jakarta berdasarkan tingkat

pendidikan, 2013

32 5. Karakteristik karyawan PT. Xkom Jakarta berdasarkan status

pernikahan, 2013

32 6. Karakteristik karyawan PT. Xkom Jakarta berdasarkan lama bekerja,

2013

33 7. Karakteristik karyawan PT. Xkom Jakarta berdasarkan jabatan, 2013 33 8. Jumlah dan persentase sebaran responden menurut tingkat stereotipi,

2013

34 9. Jumlah dan persentase sebaran responden menurut tingkat

subordinasi, 2013

35 10. Jumlah dan persentase sebaran responden menurut tingkat

marginalisasi, 2013

37 11. Jumlah dan persentase sebaran responden menurut tingkat kekerasan,

2013

38 12. Jumlah dan persentase sebaran responden menurut tingkat beban

ganda, 2013

39 13. Jumlah dan persentase sebaran responden menurut kesempatan

pendidikan dan pelatihan, 2013

40 15. Jumlah dan persentase sebaran responden menurut kesempatan

promosi, 2013

41 16. Jumlah dan persentase sebaran responden menurut motivasi

berprestasi, 2013

42 17. Jumlah dan persentase sebaran responden menurut motivasi

berafiliasi, 2013

43 18. Jumlah dan persentase sebaran responden menurut motivasi

berkuasa, 2013

44 19. Hasil pengujian hubungan tingat kesenjangan gender dengan

kesempatan pendidikan dan pelatihan, 2013

46 20. Jumlah responden berdasarkan kesempatan pendidikan dan pelatihan

menurut tingkat stereotipi, 2013

46 21. Jumlah responden berdasarkan kesempatan pendidikan dan pelatihan

menurut tingkat subordinasi, 2013

47 22. Jumlah responden berdasarkan kesempatan pendidikan dan pelatihan

menurut tingkat marginalisasi, 2013

48 23. Jumlah responden berdasarkan kesempatan pendidikan dan pelatihan

menurut tingkat kekerasan, 2013

49 24. Jumlah responden berdasarkan kesempatan pendidikan dan pelatihan

menurut tingkat beban ganda, 2013

50 25. Hasil pengujian hubungan tingat kesenjangan gender dengan

kesempatan promosi, 2013

(13)

26. Jumlah responden berdasarkan kesempatan promosi menurut tingkat stereotipi, 2013

52 27. Jumlah responden berdasarkan kesempatan promosi menurut tingkat

subordinasi, 2013

53 28. Jumlah responden berdasarkan kesempatan promosi menurut tingkat

marginalisasi, 2013

54 29. Jumlah responden berdasarkan kesempatan promosi menurut tingkat

kekerasan, 2013

55 30. Jumlah responden berdasarkan kesempatan promosi menurut tingkat

beban ganda, 2013

55 31. Hasil pengujian kesempatan pendidikan dan pelatihan dengan

motivasi kerja, 2013

57 32. Jumlah responden berdasarkan motivasi berprestasi menurut tingkat

kesempatan pendidikan dan pelatihan, 2013

58 33. Jumlah responden berdasarkan motivasi berafiliasi menurut tingkat

kesempatan pendidikan dan pelatihan, 2013

59 34. Jumlah responden berdasarkan motivasi berkuasa menurut tingkat

kesempatan pendidikan dan pelatihan, 2013

60 35. Hasil pengujian kesempatan promosi dengan motivasi kerja, 2013 61 36. Jumlah responden berdasarkan motivasi berprestasi menurut tingkat

kesempatan promosi, 2013

62 37. Jumlah responden berdasarkan motivasi berafiliasi menurut tingkat

kesempatan promosi, 2013

63 38. Jumlah responden berdasarkan motivasi berafiliasi menurut tingkat

kesempatan promosi, 2013

65

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran hubungan kesempatan pengembangan karir dengan motivasi kerja perempuan

Data Populasi Karyawan Perempuan 70

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan industri yang terus terjadi menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan akan tenaga kerja, sehingga membuka kesempatan bagi setiap orang untuk berpartisipasi di dunia kerja. Hal ini dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) 2006-2011 dalam Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (2012) menunjukkan adanya peningkatan partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Indonesia. Data ini juga menunjukkan bahwa keterlibatan laki-laki di bidang ketenagakerjaan jauh lebih besar dibandingkan dengan perempuan tetapi cenderung mengalami penurunan tiap tahunnya. Berbeda dengan TPAK perempuan, walaupun masih lebih kecil dibandingkan laki-laki tetapi telah mengalami peningkatan tiap tahunnya. peningkatan jumlah TPAK ini telah menunjukkan partisipasi perempuan di public domain semakin meluas.

Tabel 1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Indonesia Berdasarkan Jenis Kelamin, 2007-2011

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011

Laki-Laki 83.6 83.6 83.6 83.3 84.9

Perempuan 51.3 51.3 51.8 52.5 55.1

Total 134.9 134.9 135.4 135.8 140.0

Sumber: BPS, Sakernas 2006-2011

Peningkatan jumlah partisipasi perempuan di dunia kerja secara kuantitatif kurang didukung oleh perbaikan secara kualitatif. Pada kenyataannya, sebagian besar perempuan bekerja pada kedudukan yang memberikan penghasilan yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Semakin tinggi jenjang kepangkatan, semakin sedikit perempuan yang mendudukinya. Umumnya perempuan yang bekerja di sektor formal menduduki posisi yang kurang penting. Perempuan sering ditempatkan di bagian front office perusahaan. Hal ini sering dikaitkan dengan kemampuan perempuan yang lebih terbatas, yang seringkali merupakan cerminan dari pendidikannya yang lebih rendah daripada laki-laki. Sedangkan laki-laki cenderung memegang posisi utama yang memiliki pertanggungjawaban yang lebih besar. Dapat dilihat bahwa perempuan yang bekerja di sektor formal hanya bekerja untuk membantu urusan finansial keluarga bukan untuk peningkatan karir (Sedyono 1996).

(15)

Perempuan yang bekerja di perusahaan dipandang kurang memiliki komitmen yang kuat terhadap perusahaan. Hal ini dikarenakan perempuan bekerja memikul beban ganda, selain harus bekerja di kantor mereka juga dituntut untuk tetap menjalankan tugas domestiknya.

Sedyono (1996) menyatakan bahwa dilihat dari segi hukum, tidak ada kendala bagi perempuan untuk bekerja. Hal ini senada dengan pendapat Uli (2005) menyatakan bahwa sudah terdapat undang-undang yang membahas persamaan kedudukan dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Seperti UUD 1945 pada BAB X Pasal 27 ayat (1) menegaskan bahwa semua orang memiliki kedudukan yang sama di muka hukum sejak 1945. Ketentuan Pasal 28 H ayat (2) UUD 1945 juga menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama, guna mencapai persamaan dan keadilan. Dalam rangka menuju kepastian hukum, pemerintah telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita melalui UU No.7/Tahun 1984.

Kendala perempuan di tempat kerja dapat berasal dari lingkungan kerja itu sendiri, menyangkut perlakuan yang diterima oleh perempuan bekerja. Mitos terkait gender role dan diskriminasi seksual oleh sosial budaya membentuk suatu pandangan yang meyakini bahwa laki-laki ditakdirkan sebagai makhluk yang statusnya lebih tinggi dari perempuan. Berbagai stereotipi tentang perempuan dapat dianggap bukan hanya mengecilkan kepentingan perempuan bekerja, tetapi juga menurunkan harkatnya sebagai manusia. Akibatnya dari berbagai pandangan tersebut adalah perlakuan diskriminatif, baik secara terang-terangan maupun terselubung, terhadap perempuan bekerja di sektor formal (Sedyono 1996).

Bias gender yang terjadi di perusahaan dapat memberikan pengaruh negatif terhadap produktivitas kerja perempuan sebaliknya stereotipi positif pada karyawan perempuan dapat meningkatkan performa mereka menjadi lebih kreatif. Selain itu, adanya segregasi vertikal yang mencolok antara perempuan dan laki-laki dalam dunia kerja berpotensi menimbulkan ketidakpuasan dan hilangnya motivasi yang berpotensi menurunkan produktivitas kerja (Dhania 2010). Hal-hal tersebut menjadi hambatan bagi perempuan bekerja untuk menunjukkan kreatifitas, kemampuan, dan pengetahuannya, yang pada akhirnya menyebabkan mereka tidak mampu bersaing dengan laki-laki dalam mencapai posisi puncak di dunia kerja.

(16)

dibuat perusahaan sudah memperhitungkan kebutuhan perempuan sebagai kelompok minoritas.

Perusahaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi merupakan salah satu perusahaan yang umumnya didominasi oleh laki-laki. Laki-laki cenderung ditempatkan pada posisi dengan keterampilan tinggi dan memegang peranan penting dalam teknologi informasi. Sedangkan perempuan diposisikan pada pekerjaan dengan keterampilan rendah seperti bagian call center ataupun bagian administrasi (Lestari 2011). Rosenbloom (2006) diacu oleh Lestari (2011) menjelaskan penyebab rendahnya keterlibatan perempuan dalam bidang teknologi informasi karena perempuan dipandang kurang produktif pada pekerjaan yang bersifat teknis. Artinya perempuan dianggap kurang atraktif dan fleksibel pada pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan bidang teknis dibandingkan laki-laki.

PT. Xkom sendiri merupakan perusahaan informasi dan komunikasi yang umumnya didominasi oleh laki-laki. Selain itu, PT. Xkom merupakan perusahaan jaringan telekomunikasi terbesar di Indonesia yang memiliki beberapa program CSR berkelanjutan, baik di bidang pendidikan, kesehatan, kebudayaan, kemitraan, lingkungan, penanggulan bencana, maupun pelayanan kepada masyarakat di bidang sarana dan prasarana. Namun, apakah tanggung jawab sosial masyarakat (eksternal stakeholders) yang diberikan oleh PT. Xkom juga sejalan dengan tanggung jawab sosial kepada karyawannya (internal stakeholders), khususnya pegawai perempuan? Kemajuan perempuan bekerja di perusahaan tidak terlepas dari peran Manajemen Sumber Daya Manusia. Pemberian kesempatan bagi perempuan dalam praktik pengembangan karir (pendidikan dan pelatihan, promosi) menjadi cara bagi perempuan untuk menunjukkan potensi dan keterampilannya. Kebijakan perusahaan yang responsif gender menjadi salah satu bentuk tanggung jawab sosial bagi pekerja. Uraian di atas menjadi alasan penulis untuk mengkaji lebih dalam hubungan kesempatan pengembangan karir dengan motivasi kerja perempuan.

Masalah Penelitian

Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Isu-isu kesenjangan gender apa saja yang berhubungan dengan kesempatan pengembangan karir perempuan?

2. Sejauh mana hubungan tingkat kesenjangan gender dengan kesempatan pengembangan karir perempuan?

(17)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi isu kesenjangan gender apa saja yang berhubungan dengan kesempatan pengembangan karir.

2. Menganalisis sejauh mana hubungan tingkat kesenjangan gender dengan kesempatan pengembangan karir perempuan.

3. Menganalisis hubungan antara kesempatan pengembangan karir dengan motivasi kerja perempuan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk penelitian selanjutnya serta menambah khasanah penelitian mengenai hubungan kesempatan pengembangan karir dengan motivasi kerja perempuan.

2. Bagi perempuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang hak-hak mereka dalam mendapatkan kesempatan pengembangan karir. Penelitian ini juga diharapkan mampu memotivasi perempuan pekerja untuk berprestasi di dunia kerja sebagai pembuktian akan kemampuan yang mereka miliki.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Gender

Hubeis (2010) mengungkapkan bahwa gender merupakan suatu relasi sosial perempuan dan laki-laki. Berbicara tentang gender tidak sama dengan berbicara tentang jenis kelamin. Secara biologis perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan tetapi tidak dalam hal potensi, kompetensi, dan kesempatan. Sedangkan perspektif gender merupakan suatu konsep yang dipergunakan untuk membedakan segala sesuatu yang bersifat normatif dan biologis serta segala sesuatu yang merupakan produk sosio-budaya dalam bentuk kesepakatan dan fleksibelitas sosial yang dapat ditransformasikan.

Sadli (2010) berpendapat bahwa gender merupakan suatu konsep sosial sedangkan jenis kelamin merupakan suatu kategori biologis. Istilah feminitas dan maskulinitas yang berkaitan dengan istilah gender berkaitan pula dengan sejumlah karakteristik psikologis dan perilaku yang kompleks, yang telah dipelajari seseorang melalui pengalaman sosialisasinya.

Sasongko (2008) menyatakan bahwa gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Sedangkan seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Seks melekat secara fisik sebagai alat reproduksi. Oleh karena itu, seks merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan sehingga bersifat permanen dan universal. Secara singkat perbedaan ini dapat dijelaskan melalui tabel berikut: Tabel 2 Perbedaan gender dan seks

Gender Seks

 Bisa berubah

 Dapat dipertukarkan

 Tergantung musim

 Tergantung budaya masing-masing

 Bukan kodrat (buatan manusia)

 Tidak bisa berubah

 Tidak dapat dipertukarkan

 Berlaku sepanjang masa

 Berlaku di mana saja

 Kodrat (ciptaan Tuhan): perempuan menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui

(19)

Studi tentang Perempuan dan Pembangunan

Kegiatan studi atau kajian tentang perempuan (women studies) di Indonesia dilandasi dan didorong oleh motivasi untuk lebih mengenal pengalaman perempuan dan untuk menjadikan keberadaan kaum perempuan dan kondisi hidupnya lebih tampak (visible). Studi tentang perempuan di Indonesia ditandai dengan ramainya kegiatan penelitian tentang kaum perempuan dengan fokus pada gender differences dan analisis ilmiah dengan perspektif perempuan (Sadli, 2010). Sadli (2010) juga mengungkapkan bahwa dengan menggunakan data empiris berupa hasil-hasil studi sejak Tahun 1970-an, ilmuwan perempuan Barat yang aktif dalam gerakan women studies mulai menunjukkan bahwa program pembangunan di negara berkembang sering berdampak merugikan bagi perempuan. Antara lain, proses pembangunan ternyata cenderung mengabaikan peran produktif yang mengabaikan peran produktif yang secara tradisional telah dimainkan oleh perempuan. Kesempatan kaum perempuan dalam memanfaatkan setiap peluang yang tersedia ternyata juga sering dikalahkan. Bahkan, ada kecenderungan untuk makin mempertegas batas antara sektor publik sebagai dunia lelaki dan sektor domestik sebagai dunia perempuan. Adapun tujuan utama penelitian itu sendiri adalah menyusun suatu program yang diinginkan dalam usaha meningkatkan kondisi hidup perempuan. Dari penelitian ini diharapkan kaum perempuan akan lebih cermat dalam menangkap berbagai peluang untuk memajukan kondisinya sendiri. Tujuan program studi perempuan adalah menjadikan pengalaman perempuan sebagai bagian dari pengetahuan akademis, yang hingga kini masih lebih didominasi pengalaman dan data riset yang berasal dari kaum pria. Studi tentang perempuan memiliki tiga ciri khas, yaitu:

1. Kajiannya terpusat pada perempuan. Artinya kegiatan studi perempuan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk belajar tentang dirinya sendiri.

2. Pendekatannya multidisipliner. Setiap masalah harus ditinjau dari dari berbagai macam disiplin ilmiah karena masalah dan penghayatan perempuan tidak cukup untuk dapat dimengerti hanya berdasarkan satu disiplin ilmu tertentu saja.

3. Orientasinya mengarah kepada kegiatan konkret. Artinya, studi wanita tidak hanya bertujuan untuk menghimpun data tentang pengalaman perempuan. Wawasan yang diperoleh melalui kegiatan akademis tentang perempuan berikut permasalahannya juga diperlukan untuk dapat mengidentifikasikan masalah agar strategi dan program yang diperlukan dapat disusun secara tepat dalam rangka mengatasi masalah perempuan secara kongkret.

(20)

Isu Kesenjangan Gender

Isu-isu kesenjangan gender menggambarkan gap capaian manfaat hasil pembangunan pada perempuan terhadap laki-laki yang terkait dengan kebutuhan dasar manusia. Hubeis (2010) menyebutkan ada tiga isu kesenjangan gender yaitu:

1. Kesenjangan gender dalam ketenagakerjaan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 1990-2007 dalam tingkat partisipasi tenaga kerja (TPAK) menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa pencapaian partisipasi tenaga kerja perempuan relatif masih tetap lebih lambat dibandingkan laki-laki. Penyebab turun-naiknya TPAK perempuan antara lain karena faktor sosial, demografis, dan budaya.

2. Kesenjangan gender dalam pendidikan. Target pencapaian tujuan ketiga MDGs dalam mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan adalah menghilangkan kesenjangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan, serta semua jenjang pendidikan.

3. Kesenjangan gender dalam bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan dimaksudkan agar masyarakat dapat memperoleh layanan kesehatan secara mudah, murah, dan merata, serta sebagai investasi modal dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Sasongko (2008) menyatakan bahwa ketidakadilan atau diskriminasi gender sering terjadi dalam keluarga dan masyarakat serta di tempat kerja dalam berbagai bentuk, yaitu: stereotipi (citra baku), subordinasi (penomorduaan), marginalisasi (peminggiran), beban ganda, dan kekerasan. Hal ini sejalan dengan pendapat Handayani dan Sugiarti (2008) berpendapat bahwa perbedaan dalam gender tidak akan menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketimpangan gender. Ternyata perbedaan tersebut telah melahirkan berbagai ketidakadilan terutama bagi perempuan. Ketimpangan gender (permasalahan atau isu kesenjangan gender) dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan antara kondisi normatif atau kondisi gender sebagaimana yang dicita-citakan dengan kondisi obejktif atau kondisi gender sebagaimana adanya. Ketimpangan yang dialami perempuan menurut Handayani dan Sugiarti (2008) dapat tersebut termanifestasikan ke dalam beberapa bentuk diantaranya sebagai berikut:

1. Marginalisasi sering disebut sebagai pemiskinan kaum perempuan atau disebut juga pemiskinan ekonomi. Dari sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi, dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Marginalisasi perempuan dapat berarti peminggiran perempuan. Pertama, perempuan terpinggirkan dari pekerjaan produktif karena perempuan dianggap tidak memiliki keterampilan tinggi. Terlepas dari persoalan sektor yang digeluti perempuan, keterlibatan perempuan di sektor manapun dicirikan

(21)

tersebut tetap saja dilapisan paling bawah. Keempat, yaitu pelebaran ketimpangan ekonomi antara perempuan dan laki-laki yang diindikasikan oleh perbedaan upah.

2. Subordinasi, perempuan tersubordinasi oleh faktor-faktor yang dikontruksikan secara sosial. Hal ini disebabkan karena belum terkondisikannya konsep gender dalam masyarakat yang mengakibatkan adanya diskriminasi kerja bagi perempuan. Anggapan sementara perempuan itu irrasional atau emosional, sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, dan berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Perempuan diidentikan dengan jenis-jenis pekerjaan tertentu. Diskriminasi yang diderita oleh kaum perempuan pada sektor pekerjaan misalnya persentase jumlah pekerja perempuan, penggajian, pemberian fasilitas, serta beberapa hak-hak perempuan yang berkaitan dengan kodratnya yang belum terpenuhi. Bentuk subordinasi terhadap perempuan yang menonjol adalah bahwa semua pekerjaan yang dikategorikan sebagai reproduksi dianggap lebih rendah dan menjadi subordinasi dari pekerjaan produksi yang dikuasai oleh laki-laki. Hal ini menyebabkan banyak laki-laki dan perempuan sendiri pada akhirnya menganggap bahwa pekerjaan domestik dan reproduksi lebih rendah dan ditinggalkan.

3. Stereotipi adalah pelabelan terhadap suatu kelompok atau jenis pekerjaan tertentu. Stereotipi adalah bentuk ketidakadilan. Secara umum stereotipi merupakan pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, dan biasanya pelabelan ini selalu berakibat pada ketidakadilan, sehingga dinamakan pelabelan negatif. Hal ini disebabkan pelabelan yang sudah melekat pada laki-laki, misalnya laki-laki adalah manusia yang kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Sedangkan perempuan adalah makhluk yang lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Dengan adanya pelabelan tersebut berdampak pada munculnya stereotipi yang dikonstruksikan oleh masyarakat sebagai hasil hubungan sosial tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, perempuan identik dengan pekerjaan-pekerjaan di rumah, maka peluang perempuan untuk bekerja di luar rumah sangat terbatas, bahkan ada juga perempuan yang berpendidikan tidak pernah menerapkan pendidikannya untuk mengaktualisasikan diri. Akibat adanya pelabelan ini banyak tindakan-tindakan yang seolah-olah sudah menjadi kodrat.

(22)

tertentu, mengembangkan bakat dan minat dalam bidang tertentu dan sebagainya, semata-mata karena alasan bahwa hal itu telah pantas (secara sosial budaya) bagi jenis kelamin tertentu.

5. Beban kerja. Berkembangnya wawasan kemitrasejajaran berdasarkan pendekatan gender dalam berbagai aspek kehidupan, maka peran perempuan mengalami perkembangan yang cukup cepat. Namun, perlu

dicermati bahwa perkembangan perempuan tidaklah “mengubah”

peranannya yang lama yaitu peranan dalam lingkup rumah tangga (peran reproduktif). Maka dari itu perkembangan perempuan ini seifatnya menambah, dan umumnya perempuan mengerjakan peranan sekaligus untuk memenuhi tuntutan pembangunan. Untuk itulah maka beban kerja perempuan terkesan berlebihan. Karena adanya anggapan bahwa kaum perempuan bersifat memelihara, rajin, dan tidak akan menjadi kepala rumah tangga, maka akibatnya semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Oleh karena itu perempuan menerima beban ganda, selain harus bekerja domestik, mereka masih harus bekerja membantu mencari nafkah.

Diskriminasi Perempuan dalam Dunia Kerja

Irianto (2007) mengungkapkan bahwa praktik manajemen sumber daya manusia (MSDM) dalam organisasi menghadapi isu sensitif berkaitan dengan masalah keanekaragaman pekerja (workers diversity). Isu keanekaragaman pekerja tersebut tampak dengan adanya perbedaan individu yang berperan sebagai pekerja. Mereka berasal dari berbagai suku, ras, agama, dan jenis kelamin termasuk di dalamnya adalah peran perempuan yang dapat dikaitkan dengan isu kesenjangan gender dalam management development.

Aripurnami (1996) menyatakan bahwa perempuan bekerja hanya dianggap sebagai pencari nafkah tambahan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sedyono (1996) yang mengungkapkan bahwa fenomena perempuan di luar rumah oleh banyak pihak masih dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat biasanya menilai pantas tidaknya perempuan bekerja berdasarkan nilai-nilai yang berlaku. Perempuan disosialisasikan untuk berperan sebagai istri dan ibu. Mereka disiapkan untuk menjadi makhluk yang patuh dan tidak asertif. Hal ini sangat bertolak belakang dengan sifat yang dinilai tinggi dalam berkarir seperti agresif, ambisius, produktif, dan sebagainya. Dari sinilah kemudian muncul isu bahwa perempuan bekerja di luar rumah hanyalah sekedar menjalankan pekerjaan (do a job) dan bukan berkarir (make a career) seperti laki-laki. Di banyak negara, perempuan bekerja, terutama perempuan eksekutif masih menghadapi rintangan dari lingkungan. Misalnya

prasangka kuno ataupun resistensi seperti mitos “lady supervisor means trouble”. Masih sering terjadi bahwa sistem manajemen secara sadar tidak sadar melakukan diskriminasi antara lelaki pekerja dan perempuan pekerja dalam perusahaannya.

(23)

sejumlah diskriminasi organisasional sebagai praktik kebijakan manajemen sumber daya manusia yang cenderung bersikap maskulin. Secara normatif organisasi di semua negara harus memperlakukan semua pegawainya secara fair di samping tetap mengedepankan effectiveness bagi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Namun secara empiris kaum perempuan di beberapa negara yang bekerja dalam organisasi justru menghadapi sejumlah hambatan yang mempersempit akses dalam memperoleh kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan pengembangan serta hambatan perempuan dalam pengembangan karir. Pelatihan dan pengembangan merupakan instrumen utama dalam meningkatkan kapasitas individu dan bekal kompetensi sebagai penunjang melaksanakan tugas di organisasi. Dengan adanya kesempatan mengikuti pelatihan, perempuan memiliki kompetensi yang memadai untuk dapat menjawab tuntutan pekerjaan. Kemampuan melaksanakan pekerjaan tersebut merupakan landasan utama dalam mengukur kinerja individu. Dengan demikian pelatihan diyakini sebagai suatu cara yang paling penting dalam meningkatkan kinerja pegawai. Secara teoritis, pelatihan secara langsung dapat mempengaruhi kinerja (Irianto 2007).

Lestari (2011) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan teknis seperti perusahaan yang bergerak di bidang informasi dan komunikasi biasanya lebih dikuasai oleh laki-laki. Bagi masyarakat, budaya patriarkhi dianggap sebagai hal yang tidak perlu dipermasalahkan, karena hal tersebut telah dikaitkan dengan kodrat terkait dengan adanya perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan maka fungsi-fungsi sosial ataupun kerja dengan masyarakat pun diciptakan berbeda. Anggapan teknologi merupakan tugas laki-laki akhirnya menimbulkan kesenjangan dan subordinasi bagi perempuan.

Narsa (2006) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa perusahaan yang menyaratkan praktik rekruitmen berdasarkan jenis kelamin menunjukkan adanya sex-role stereotypes. Sex-role stereotypes merupakan keyakinan bahwa sifat dan kemampuan perempuan dan laki-laki berbeda, sehingga muncul spesifikasi pekerjaan tertentu sesuai untuk jenis kelamin tertentu. Spesifikasi pekerjaan yang baik seharusnya tidak diskriminatif terhadap jenis kelamin. Pembatasan tersebut justru memungkinkan kerugian bagi perusahaan, yaitu hilangnya calon pegawai potensial.

Wijayanti (2009) mengungkapkan bahwa perempuan dalam manajemen menjadi topik penting. Hal ini terkait dengan adanya peningkatan jumlah perempuan pekerja tetapi hanya sedikit yang menduduki posisi senior level management. Perempuan hanya mampu mencapai posisi middle level management yaitu seseorang yang menjalankan strategi atau kebijakan dari senior level management. Fenomena ini dikenal sebagai fenomena glass ceiling. Hal ini dikarenakan adanya praktik seperti rekruitmen maupun promosi perusahaan yang lebih cenderung memilih karyawan laki-laki karena dianggap mempunyai kemampuan yang lebih dari pada perempuan. Selain itu, glass ceiling juga dapat disebabkan karena adanya budaya perusahaan seperti stereotipi yang menggambarkan perempuan memiliki karakteristik yang kurang untuk menjadi manajer sukses.

(24)

tradisional dan modern. Keseimbangan antara karir dan keluarga merupakan kendala utama bagi perempuan bekerja (Sedyono 2012). Beban ganda yang dimiliki perempuan bekerja pada akhirnya akan memengaruhi keterlibatan perempuan dalam praktik pengembangan karir. Sejalan dengan pendapat Sedyono (2012), Schwartz (1996) dalam Narsa (2006) yang mengungkapkan bahwa sangat mudah untuk mengetahui alasan mengapa jumlah keterlibatan perempuan dalam pekerjaan lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki karena adanya budaya yang diciptakan untuk laki-laki (patriarkhi) serta adanya stereotipi tentang perempuan, yaitu pendapat yang menyatakan bahwa perempuan memiliki keterikatan (komitmen) pada keluarga yang lebih besar daripada keterikatan terhadap karir.

Efrini (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa masih banyak organisasi atau perusahaan yang tidak melibatkan perempuan dalam mengambil keputusan. Umumnya hanya laki-laki yang memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan sedangkan perempuan lebih banyak diabaikan pendapatnya. Sehingga dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan suatu organisasi dibandingkan dengan perempuan. Hal ini terjadi karena masih banyak stereotipi dan subordinasi yang melekat pada diri individu dan lingkungan organisasi tersebut.

Efrini (2009) dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa subordinasi perempuan di perusahaan dapat dilihat dari penempatan posisi atau karir perempuan. Perempuan cenderung ditempatkan pada posisi kedua, seperti menjadi sekretaris ataupun bendahara, sedangkan laki-laki diposisikan sebagai ketua atau pemimpin. Subordinasi ini disebabkan oleh stereotipi yang sudah melekat sejak kecil di setiap individu, bahwa perempuan merupakan makhluk yang lemah, bersifat lemah lembut, tidak mampu menjadi pemimpin dan hanya berdiam diri di rumah saja.

Secara umum diskriminasi gender dalam sektor pekerjaan dilatarbelakangi adanya keyakinan gender yang keliru di tengah-tengah masyarakat. Peran gender (gender role) sebagai bentuk ketentuan sosial diyakini sebagai sebuah kodrat sehingga menyebabkan ketimpangan sosial dan hal ini sangat merugikan posisi perempuan dalam berbagai komunitas sosial baik dalam pendidikan, sosial budaya, politik, dan juga ekonomi. Di sektor pekerjaan, ketidakadilan dapat saja terjadi karena berbagai hal antara lain marginalisasi dalam pekerjaan, kedudukan perempuan yang subordinat dalam sosial dan budaya, stereotipi terhadap perempuan, dan tingkat pendidikan perempuan yang rendah (Khotimah 2009).

Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia

(25)

manajemen sumber daya manusia pada umumnya untuk memperoleh tingkat perkembangan karyawan yang setinggi-tingginya, hubungan yang serasi di antara para karyawan dan penyatupaduan sumber daya manusia secara efektif atau tujuan efisiensi dan kerja sama sehingga diharapkan akan meningkatkan produktivitas kerja. Sejalan dengan pendapat Sunyoto (2012), Ardana et al. (2012) berpendapat bahwa manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memusatkan perhatian pada unsur manusia. Unsur manusia (man) ini berkembang menjadi bidang ilmu khusus untuk mengajari bagaimana mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu dan dapat memberikan kepuasan bagi semua pihak. MSDM adalah suatu bidang manajemen yang mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi atau perusahaan. Fokus yang dipelajari dalam MSDM adalah masalah yang terkait dengan tenaga kerja manusia. MSDM adalah suatu pendekatan dalam mengelola masalah-masalah manusia yang berdasarkan tiga prinsip dasar, yaitu:

1. Sumber daya manusia adalah harta atau aset yang paling berharga dan paling penting dimiliki oleh satu organisasi/perusahaan, karena keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh unsur manusia. Manusia berperan sebagai perencana, pelaksana, dan sekaligus pengendali terwujudnya tujuan organisasi/perusahaan.

2. Keberhasilan sangat mungkin dicapai jika kebijaksanaan prosedur dan peraturan yang berkaitan dengan manusia dari perusahaan saling berhubungan dan menguntungkan semua pihak yang terlibat di dalam perusahaan.

3. Budaya dan nilai perusahaan serta perilaku manajerial yang berasal dari budaya tersebut akan memberikan pengaruh besar terhadap pencapaian hasil terbaik.

Mangkuprawira dan Hubeis (2006) mengungkapkan bahwa sekitar Tahun 1990-an, perhatian para peneliti dan praktisi terhadap strategi dan pentingnya sistem SDM dalam organisasi semakin besar. Sebelumnya para ahli hanya menguji metodologi dan praktik yang difokuskan pada sisi individu dan karyawan, jenis pekerjaan, dan praktiknya, seperti dalam hal rekruitmen dan seleksi, pelatihan, dan kompensasi.

Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Ardana et al. (2012) menyatakan bahwa manajemen SDM adalah bagian dari manajemen umum yang memfokuskan perhatiannya pada unsur kegiatan manusia, terutama berkepentingan dengan input SDM yang dimiliki suatu perusahaan. Dalam mempelajari manajemen SDM yang memfokuskan pembahasannya pada unsur SDM, dapat dilihat dari tiga aspek utama manajemen SDM yaitu sebagai berikut:

1. Fungsi Manajerial Sumber Daya Manusia

(26)

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan Fungsi Operasional Manajemen Sumber Daya Manusia

Fungsi operasional MSDM meliputi pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja.

3. Peranan SDM dalam Pencapaian Tujuan Perusahaan

Aspek penting ketiga dari MSDM adalah peranannya dalam mencapai tujuan perusahaan secara terpadu, dalam arti melihat kepentingan individu karyawan, kepentingan perusahaan, dan kepentingan masyarakat luas menuju efektivitas dan efisien perusahaan.

Konsep Pengembangan Karir

Ardana et al. (2012) mengungkapkan bahwa titik awal pengembangan karir seseorang adalah prestasi kerjanya yang dipercayakan kepadanya sekarang. Tanpa prestasi kerja yang memuaskan sulit bagi karyawan untuk dipertimbangkan dalam promosi ke pekerjaan atau jabatan yang lebih tinggi oleh atasan. Namun pada akhirnya tanggung jawab dalam mengembangkan karir terletak pada karyawan masing-masing. Pihak lain, seperti pimpinan, atasan langsung, kenalan, dan spesialis di bagian kepegawaian, hanya berperan memberikan bantuan. Semua bergantung pada karyawannya sendiri dalam memanfaatkan kesempatan pengembangan diri. Berbagai kesempatan tersebut seperti keikutsertaan program pelatihan, melanjutkan pendidikan di luar jam kerja, atau berusaha supaya dialihtugaskan. Apabila kesempatan ini dimanfaatkan dengan baik maka akan membawa manfaat positif untuk karyawan dan organisasi. Pemanfaat kesempatan pengembangan karir dapat dilihat sebagai manifestasi keinginan untuk tumbuh dan berkembang.

Sunyoto (2012) menyatakan bahwa fungsi manajemen sumber daya manusia terdiri dari fungsi manajerial dan fungsi operasional. Pengembangan karyawan termasuk ke dalam fungsi operasional yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap karyawan agar dapat melaksanakan tugas dengan baik.

Konsep Pendidikan dan Pelatihan

(27)

Rachmawati (2007) mengungkapkan bahwa pelatihan dan pengembangan mempunyai kegunaan untuk karir jangka panjang dan membantu karyawan menghadapi tanggung jawab yang lebih besar di waktu mendatang. Program pelatihan dan pengembangan merupakan kegiatan penting yang menjadi investasi organisasi dalam hal sumber daya manusia. Pelatihan dan pengembangan ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi kerja saat ini, sedangkan pengembangan ditujukan untuk meningkatkan prestasi saat ini dan masa datang.

Mangkuprawira dan Hubeis (2006) berpendapat bahwa pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar kerja. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan segera. Sedangkan pendidikan memberikan pengetahuan tentang subjek tertentu, tetapi sifatnya lebih umum dan lebih terstruktur untuk jangka waktu yang lebih panjang.

Hasibuan (2002) menyatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk meningkatkan keahlian teoritis, konseptual, dan moral karyawan, sedangkan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis pelaksanaan pekerjaan karyawan. Beberapa konsep pendidikan dan pelatihan yang dipaparkan Hasibuan (2002) antara lain:

a. Menurut instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tanggal 13 September 1974

Pendidikan adalah segala usaha membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmaniah, dan rohaniah, yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah, dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila. Latihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktik daripada teori.

(28)

Konsep Promosi

Menurut Mangkuprawira (2004), promosi terjadi karena karyawan dipindahkan dari suatu pekerjaan ke posisi yang lebih tinggi dalam pembayaran gaji, tanggung jawab, dan atau tingkat status keorganisasiannya. Promosi memiliki manfaat antara lain: (1) promosi dapat memungkinkan perusahaan memanfaatkan kemampuan karyawan, (2) promosi dapat mendorong tercapainya kinerja yang baik, karyawan umumnya berupaya melakukan pekerjaan sebaik mungkin jika mereka percaya kinerja yang tinggi mengarah pada adanya promosi, (3) terdapat korelasi signifikan antara kesempatan untuk kenaikan pangkat dan tingkat kepuasan kerja.

Ardana et al. (2012) berpendapat bahwa promosi dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan dari suatu pekerjaan ke suatu pekerjaan yang lain dalam hierarki wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi dibandingkan dengan wewenang dan tanggung jawab telah dibebankan sebelumnya. Peningkatkan tersebut tidak hanya terbatas kedudukan manajerial saja, tetapi juga menyangkut setiap penugasan kepada pekerjaan yang lebih berat.

Hasibuan (2002) menyatakan bahwa promosi memberikan peran penting bagi setiap karyawan. Dengan promosi berarti ada kepercayaan dan pengakuan mengenai kemampuan serta kecakapan karyawan bersangkutan untuk menduduki suatu jabatan yang lebih tinggi. Dengan demikian, promosi akan memberikan status sosial, wewenang (authority), tanggung jawab (responsibility), serta penghasilan (outcomes) yang semakin besar bagi karyawan. Jika karyawan diberikan kesempatan berdasarkan asas keadilan dan objektivitas maka karyawan akan terdorong bekerja giat, bersemangat, berdisiplin, dan berprestasi kerja sehingga sasaran perusahaan secara optimal dapat dicapai. Besarnya peranan promosi bagi karyawan menuntut manajer personalia untuk menetapkan program promosi dan serta menginformasikannya kepada karyawan. Program-program promosi harus memberikan informasi tentang asas-asas, dasar-dasar, dan syarat-syarat karyawan yang dapat dipromosikan dalam perusahaan yang bersangkutan. Program promosi harus diinformasikan secara terbuka. Jika hal ini diinformasikan dengan baik, akan menjadi motivasi bagi karyawan untuk bekerja sungguh-sungguh. Asas promosi jabatan harus dituangkan dalam promosi secara jelas. Asas-asas promosi jabatan tersebut antara lain:

1. Kepercayaan. Promosi hendaknya berdasarkan kepercayaan mengenai kejujuran, kemampuan, dan kecakapan karyawan bersangkutan dalam melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik pada jabatan tersebut.

2. Keadilan. Promosi berdasarkan keadilan, terhadap penilaian kejujuran, kemampuan, dan kecakapan semua karyawan dimana penilainya harus jujur dan obejktif serta tidak pilih kasih. Promosi berdasarkan asas keadilan akan menjadi motivasi tersendiri bagi karyawan untuk meningkatkan prestasinya.

(29)

Hasibuan (2002) juga mengungkapkan bahwa program promosi hendaknya memberikan informasi yang jelas. Pedoman untuk mempromosikan karyawan yaitu berdasarkan pengalaman (senioritas), kecakapan (ability), dan kombinasi antara pengalaman dan kecakapan. Hal ini sejalan dengan penelitian Applebaum et al. (2001) diacu Wibowo (2006) yang menunjukkan bahwa pengembangan karir berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

Konsep Motivasi

Suryono (2011) menyatakan bahwa motivasi merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang yang tidak terlepas dari daya dorong dan sikap yang membuat seseorang melakukan sesuatu. Hal ini sejalan dengan pedapat Swasto (2001) yang menyatakan bahwa motivasi adalah suatu kegiatan psikologis tertentu dalam diri seseorang yang muncul oleh adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan. Dari motivasi akan timbul tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Motivasi tidak akan muncul apabila tidak dirasakan adanya suatu kebutuhan dan kepuasan serta keseimbangan.

Mangkuprawira dan Hubeis (2006) menyatakan bahwa motivasi merupakan dorongan yang membuat karyawan melakukan sesuatu dengan cara dan untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak ada keberhasilan mengerjakan sesuatu tanpa adanya motivasi.

Teori kebutuhan McCleland dalam Ardana et al. (2011) menekankan bahwa kebutuhan seseorang terbentuk melalui proses belajar dan diperoleh dalam interaksinya dengan lingkungan. Teori ini mengkategorikan kebutuhan menjadi tiga mcam yaitu:

a. Need for achievment (nAch) yaitu keinginan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien, menguasai masalah, atau menguasai tugas yang sulit.

b. Need for power (nPow) yaitu keinginan untuk mengawasi atau mengendalikan orang lain, mempengaruhi perilaku mereka, atau bertanggung jawab atas orang lain.

c. Need for affiliation (nAff) yaitu keinginan untuk membangun dan memelihara hubungan yang bersahabat dengan orang lain.

Kerangka Pemikiran

(30)

Perusahaan yang bergerak di bidang informasi dan komunikasi umumnya didominansi oleh laki-laki. Kebijakan-kebijakan yang dibuat biasanya disesuaikan dengan kebutuhan secara umum karyawannya, sehingga perempuan sebagai pihak minoritas sering terabaikan posisinya. Oleh karena itulah maka penelitian ini menggunakan perspektif perempuan dalam menilai kebijakan perusahaan. Persepsi perempuan ini juga dapat memerlihatkan sejauh mana kesadaran perempuan terhadap isu-isu kesenjangan gender dan hak-hak mereka dalam pembangunan.

Persepsi perempuan terhadap tingkat kesenjangan gender memerlihatkan posisi perempuan terhadap kebijakan perusahaan. Apabila tingkat kesenjangan gender berada pada kategori tinggi maka posisi tawar perempuan terhadap kebijakan perusahaan menjadi rendah sehingga keterlibatan perempuan dalam praktik pengembangan karir pun menjadi rendah. Keterlibatan perempuan dalam praktik pengembangan karir dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja yang kemudian dapat menurunkan motivasi kerja perempuan.

Kesempatan pengembangan karir perempuan dapat dilihat dari kesempatan perempuan mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan serta promosi jabatan. Indikator kesempatan pendidikan dan pelatihan merujuk pada penelitian Sodikin (2007) dan Salsabila (2008) yaitu materi pendidikan dan pelatihan, dukungan perusahaan, fasilitias, dan waktu pendidikan dan pelatihan. Sedangkan indikator kesempatan promosi merujuk pada penelitian Maulida (2010) yaitu kejelasan informasi, asas promosi, dan prosedur promosi. Tingkat stereotipi, subordinasi, marginalisasi, kekerasan, dan beban ganda di perusahaan diduga memiliki hubungan dengan kebijakan perusahaan dalam memberikan kesempatan karyawan perempuan untuk mengikuti program pendidikan dan pelatihan serta promosi jabatan. Motivasi kerja perempuan dapat diukur berdasarkan dorongan mereka untuk memenuhi kebutuhan berprestasi, berafiliasi, dan berkuasa yang merujuk pada teori motivasi kerja Mc.Cleland.

Keterangan: hubungan

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Hubungan Kesempatan Pengembangan Karir dengan Motivasi Kerja Perempuan

(31)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Semakin tinggi tingkat kesenjangan gender maka semakin rendah kesempatan pengembangan karir karyawan perempuan.

a. Semakin tinggi tingkat stereotipi maka semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan.

b. Semakin tinggi tingkat subordinasi maka semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan.

c. Semakin tinggi tingkat marginalisasi maka semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan.

d. Semakin tinggi tingkat kekerasan maka semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan.

e. Semakin tinggi tingkat beban ganda maka semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan.

f. Semakin tinggi tingkat stereotipi maka semakin rendah kesempatan promosi.

g. Semakin tinggi tingkat subordinasi maka semakin rendah kesempatan promosi.

h. Semakin tinggi tingkat marginalisasi maka semakin rendah kesempatan promosi.

i. Semakin tinggi tingkat kekerasan maka semakin rendah kesempatan promosi.

j. Semakin tinggi tingkat beban ganda maka semakin rendah kesempatan promosi.

2. Semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan maka semakin rendah motivasi kerja perempuan.

a. Semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan maka semakin rendah motivasi berprestasi.

b. Semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan maka semakin rendah motivasi berafiliasi.

c. Semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan maka semakin rendah motivasi berkuasa.

d. Semakin rendah kesempatan promosi maka semakin rendah motivasi berprestasi.

e. Semakin rendah kesempatan promosi maka semakin rendah motivasi berafiliasi.

(32)

Definisi Operasional

Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut:

1. Tingkat kesenjangan gender adalah gap capaian manfaat hasil pembangunan pada perempuan terhadap laki-laki yang dilihat dari tingkat stereotipi, subordinasi, marginalisasi, kekerasan, dan beban ganda.

a. Tingkat stereotipi, adalah pelabelan negatif yang diberikan kepada perempuan pekerja. Skor pernyataan untuk tingkat stereotipi dibagi empat yaitu:

(1) Sangat Setuju, skor 4 (2) Setuju, skor 3

(3) Kurang Setuju, skor 2 (4) Tidak Setuju, skor 1

Total jawaban pernyataan dibagi ke dalam empat kategori, antara lain: (1) Tinggi : 17 – 20

(2) Cukup Tinggi : 13 – 16 (3) Cukup Rendah : 9 – 12 (4) Rendah : 5 – 8

Untuk skor tertinggi 20 dan skor terendah 5.

b. Tingkat subordinasi adalah penomorduaan perempuan dalam pekerjaan dan praktik pengembangan karir. Skor pernyataan untuk tingkat subordinasi dibagi empat yaitu:

(1) Sangat Setuju, skor 4 (2) Setuju, skor 3

(3) Kurang Setuju, skor 2 (4) Tidak Setuju, skor 1

Total jawaban pernyataan dibagi ke dalam empat kategori, antara lain: (1) Tinggi : 17 – 20

(2) Cukup Tinggi : 13 – 16 (3) Cukup Rendah : 9 – 12 (4) Rendah : 5 – 8

Untuk skor tertinggi 20 dan skor terendah 5.

c. Tingkat marginalisasi adalah peminggiran terhadap perempuan yang menyebabkan ketidakberdayaan perempuan. Skor pernyataan untuk tingkat marginalisasi dibagi menjadi empat yaitu:

(1) Sangat Setuju, skor 4 (2) Setuju, skor 3

(3) Kurang Setuju, skor 2 (4) Tidak Setuju, skor 1

Total jawaban pernyataan dibagi ke dalam empat kategori, antara lain: (1) Tinggi : 17 – 20

(2) Cukup Tinggi : 13 – 16 (3) Cukup Rendah : 9 – 12 (4) Rendah : 5 – 8

Untuk skor tertinggi 20 dan skor terendah 5.

(33)

perempuan atau perasaan tidak nyaman. Skor pertanyaan untuk tingkat

Total jawaban pernyataan dibagi ke dalam empat kategori, antara lain: (1) Tinggi : 17 – 20

(2) Cukup Tinggi : 13 – 16 (3) Cukup Rendah : 9 – 12 (4) Rendah : 5 – 8

Untuk skor tertinggi 20 dan skor terendah 5.

d. Tingkat beban ganda adalah permasalahan pekerjaan yang timbul akibat beban ganda yang ditanggung perempuan. Skor pernyataan untuk tingkat beban ganda dibagi menjadi empat yaitu:

(1) Sangat Setuju, skor 4 (2) Setuju, skor 3

(3) Kurang Setuju, skor 2 (4) Tidak Setuju, skor 1

Total jawaban pernyataan dibagi ke dalam empat kategori, antara lain: (1) Tinggi : 17 – 20

(2) Cukup Tinggi : 13 – 16 (3) Cukup Rendah : 9 – 12 (4) Rendah : 5 – 8

Untuk skor tertinggi 20 dan skor terendah 5.

2. Pengembangan karir adalah fungsi operasional perusahaan yang bertujuan memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada karyawan sebagai modal untuk peningkatan jenjang karir karyawan. Kesempatan pengembangan karir karyawan dilihat dari kesempatan pendidikan dan pelatihan serta kesempatan promosi yang diberikan perusahaan kepada karyawan perempuan.

a. Pendidikan dan pelatihan adalah fungsi operasional manajemen sumber daya manusia untuk meningkatkan keahlian teoritis, konseptual, moral, dan keterampilan teknis karyawan yang dilakukan secara kontinyu. Penilaian kesempatan pendidikan dan pelatihan berdasarkan pada materi pendidikan dan pelatihan, dukungan perusahaan, fasilitas, dan waktu pendidikan dan pelatihan. Skor penilaian kesempatan pendidikan dan pelatihan dibagi menjadi empat yaitu:

(1) Sangat Setuju, skor 4 (2) Setuju, skor 3

(3) Kurang Setuju, skor 2 (4) Tidak Setuju, skor 1

Total jawaban pernyataan dibagi ke dalam empat kategori, antara lain: (1) Tinggi : 17 – 20

(2) Cukup Tinggi : 13 – 16 (3) Cukup Rendah : 9 – 12 (4) Rendah : 5 – 8

(34)

b. Promosi adalah proses pemindahan karyawan dari suatu jabatan ke jabatan yang memiliki status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Pengukuran kesempatan promosi berdasarkan pada kejelasan informasi prosedur promosi, asas promosi, dan syarat promosi. Skor penilaian kesempatan promosi dibagai menjadi empat yaitu:

(1) Sangat Setuju, skor 4 (2) Setuju, skor 3

(3) Kurang Setuju, skor 2 (4) Tidak Setuju, skor 1

Total jawaban pernyataan dibagi ke dalam empat kategori, antara lain: (1) Tinggi : 21 – 24

(2) Cukup Tinggi : 16 – 20 (3) Cukup Rendah : 11 – 15 (4) Rendah : 6 – 10

Untuk skor tertinggi 24 dan skor terendah 6.

3. Motivasi adalah dorongan untuk melakukan suatu pekerjaan yang dilihat dari dorongan untuk berprestasi, berafiliasi, dan berkembang.

a. Berprestasi adalah dorongan seseorang untuk berbuat sungguh-sungguh apabila merasakan mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan yang dimiliki. Pengukuran dorongan berprestasi berdasarkan pada kesediaan untuk menerima kebijakan dan peraturan yang berlaku, disiplin, dan inisiatif. Skor penilaian dorongan berprestasi dibagi menjadi empat yaitu :

(1) Sangat Setuju, skor 4 (2) Setuju, skor 3

(3) Kurang Setuju, skor 2 (4) Tidak Setuju, skor 1

Total jawaban pernyataan dibagi ke dalam empat kategori, antara lain: (1) Tinggi : 17 – 20

(2) Cukup Tinggi : 13 – 16 (3) Cukup Rendah : 9 – 12 (4) Rendah : 5 – 8

Untuk skor tertinggi 20 dan skor terendah 5.

b. Berafiliasi adalah dorongan bekerja sungguh-sungguh agar dapat membina hubungan yang baik dengan atasan maupun rekan sekerja. Pengukuran dorongan berafiliasi berdasarkan pada kemampuan beradaptasi dengan lingkungan kerja dan kemampuan bekerjasama dengan rekan sekerja. Skor penilaian dorongan berafiliasi dibagi menjadi empat yaitu:

(1) Sangat Setuju, skor 4 (2) Setuju, skor 3

(3) Kurang Setuju, skor 2 (4) Tidak Setuju, skor 1

Total jawaban pernyataan dibagi ke dalam empat kategori, antara lain: (1) Tinggi : 17 – 20

(2) Cukup Tinggi : 13 – 26 (3) Cukup Rendah : 9 – 12 (4) Rendah : 5 – 8

(35)

c. Berkuasa adalah dorongan untuk mengawasi, mengendalikan, mempengaruhi, dan bertanggung jawab atas orang lain. Dorongan berkuasa dapat dilihat dari sejauh mana perempuan bekerja berusaha untuk meningkatkan jenjang karir mereka. Skor penilaian dorongan berafiliasi dibagi menjadi empat yaitu:

(1) Sangat Setuju, skor 4 (2) Setuju, skor 3

(3) Kurang Setuju, skor 2 (4) Tidak Setuju, skor 1

Total jawaban pernyataan dibagi ke dalam empat kategori, antara lain: (1) Tinggi : 17 – 20

(2) Cukup Tinggi : 13 – 16 (3) Cukup Rendah : 9 – 12 (4) Rendah : 5 – 8

(36)

PENDEKATAN LAPANGAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di perusahaan PT. Xkom Jakarta (nama perusahaan disamarkan demi kepentingan perusahaan). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa perusahaan PT. Xkom sesuai dengan latar belakang penelitian serta adanya pertimbangan pihak instansi, khususnya karyawan perempuan, untuk memberikan informasi dan data yang diperlukan dalam penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Mei 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan informasi berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di lapang, wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan, baik informan maupun responden, serta dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Sedangkan data sekunder diperoleh dari arsip data perusahaan dan studi literatur mengenai teori-teori serta penelitian sebelumnya yang dapat mendukung penelitian.

Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitaif, yaitu metode penelitian survei. Metode penelitian survei adalah penelitian yang mengumpulkan informasi menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden. Penelitian survei adalah salah satu jenis penelitian yang digunakan untuk melihat fenomena sosil tertentu (Singarimbun 1989). Penelitian ini akan menjelaskan fenomena sosial tentang gender dalam pengembangan karir perempuan pekerja.

(37)

Teknik Pengumpulan Data

Informasi penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner terstruktur. Kuesioner penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu kuesioner yang berhubungan dengan tingkat kesenjangan gender, kuesioner tentang praktik pengembangan karir karyawan (pendidikan dan pelatihan serta promosi jabatan), dan kuesioner yang berhubungan dengan motivasi bekerja karyawan perempuan. Selain itu, data penelitian juga dikumpulkan melalui pengamatan langsung,wawancara, dan studi kepustakaan.

Studi kepustakaan meliputi data-data perusahaan dan studi literatur mengenai teori-teori dan penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat mendukung penelitian. Kuesioner yang disebarkan berupa daftar pernyataan tertutup dengan menggunakan bobot nilai skala Likert dari satu sampai empat.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu pertama, melakukan pengkodean pada berbagai jenis pertanyaan, baik tertutup, terbuka, maupun semi terbuka, kemudian memasukkan data ke buku kode atau lembaran data (code sheet). Kedua, membuat tabel frekuensi atau tabulasi silang. Ketiga, mengedit yakni mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemui setelah membaca tabel frekuensi atau tabulasi silang, baik pada saat mengisi kuesioner, mengkode, maupun memindahkan data dari lembaran kode ke komputer (Effendi et al. 1989). Pada penelitian ini, jenis pernyataan yang digunakan hanya pernyataan tertutup dengan pengkategorian skala Likert.

Analisis Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan statistik yang menggambarkan sekumpulan data secara visual dimana dapat dilakukan dalam dua bagian yaitu dalam bentuk gambar dan tulisan. Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan data berupa tabel frekuensi atau tabulasi silang (crosstab). Tabel frekuensi digunakan untuk menghitung jumlah pemilih atau responden dengan kategori tertentu sedangkan tabulasi silang digunakan untuk melihat jumlah responden berdasarkan hubungan antar variabel.

Analisis Korelasi Non Parametik Rank Spearman

(38)

Keterangan :

ρ atau rs : koefisien korelasi Rank Spearman di : determinan

n : jumlah data atau sampel

Sarwono (2009) berpendapat bahwa agar penafsiran dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan maka diperlukan kriteria yang dapat menunjukkan kuat lemahnya hubungan kedua variabel. Kriteria tersebut antara lain:

0 : tidak ada korelasi >0 – 0,25 : korelasi sangat lemah >0,25 – 0,5 : korelasi cukup >0,5 – 0,75 : korelasi kuat >0,75 – 0,99 : korelasi sangat kuat

Korelasi dapat bernilai positif atau negatif. Korelasi positif menunjukkan arah yang sama hubungan antar variabel, artinya jika salah satu variabel besar, maka variabel yang lain semakin besar pula. Sebaliknya, korelasi negatif menunjukkan arah yang berlawanan, artinya jika salah satu variabel satu besar, maka variabel yang lain semakin kecil. Signifikansi hubungan dau variabel dapat dianalisis dengan ketentuan sebagai berikut: (1) jika probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka hubungan kedua variabel signifikan, (2) jika probabilitas atau signifikansi > 0,05 maka hubungan kedua variabel tidak signifikan.

(39)

GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

Gambaran Umum PT. Xkom

Sejarah PT. Xkom

PT. Xkom merupakan perusahaan informasi dan komunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi yang terkemuka di Indonesia dimana sahamnya sebagian besar dimiliki oleh pemerintah. PT. Xkom juga menyediakan beragam layanan telekomunikasi lainnya, termasuk interkoneksi, jaringan, data, internet, serta layanan terkait lainnya. Tujuannya adalah untuk memberikan layanan jaringan telekomunikasi yang handal serta layanan telekomunikasi dan informasi berkualitas tinggi.

Sejarah PT. Xkom dimulai pada tanggal 23 Oktober 1856, yaitu pada saat pengoperasian telegrap elektromagnetik pertama di Indonesia yang berhubungan dengan Batavia (Jakarta) dan Buitenzorg (Bogor) oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Selanjutnya, Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan perusahaan swasta yang menyediakan layanan pos dan telegrap domestik dan kemudian layanan telegrap. Layanan telepon mulai diperkenalkan Tahun 1882. Tahun 1961, sebagian besar layanan ini dialihkan kepada perusahaan milik negara. Tahun 1965, pemerintah memutuskan pemisahan layanan pos dan telekomunikasi ke dalam dua perusahaan milik negara, yaitu PN Pos dan Giro serta PN Telekomunikasi.

Struktur Organisasi PT. Xkom

Struktur organisasi PT. Xkom terdiri dari Corporate Office Group, yang terdiri dari Direktorat Human Capital and General Affairs, Direktorat Keuangan, Direktorat Information Technology and Supply, Direktorat Compliance and Risk Management, Unit Strategic Investment and Corporate Planning, Internal Audit Department, Corporate Affairs and Corporate Communications Department. Sementara itu, Business Operation Groups terdiri dari Direktorat Konsumer, Direktorat Enterprises and Wholesale, dan Direktorat Network and Solution. Direktorat Keuangan memfokuskan pada pengelolaan keuangan Perusahaan, mengelola operasi keuangan secara terpusat. Tugas ini dibebankan kepada Unit Finance Center. Direktorat Human Capital and General Affairs memfokuskan pada manajemen sumber daya manusia Perusahaan, mengelola fungsi dan operasional sumber daya manusia secara terpusat melalui Unit Human Resources Center.Direktorat IT, di bawah Chief Information Officer (CIO), terfokus pada manajemen TI perusahaan serta supply management dan Information Service Center dan Supply Center. Kemudian Direktorat Compliance and Risk Management terfokus pada kepatuhan, manajemen hukum dan risiko manajemen perusahaan.

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Hubungan Kesempatan Pengembangan
Tabel 3  Karakteristik karyawan PT. Xkom Jakarta berdasarkan usia, 2013
Tabel 7  Karakteristik karyawan PT. Xkom Jakarta berdasarkan jabatan, 2013
Tabel 26 Jumlah responden berdasarkan kesempatan promosi  menurut tingkat
+2

Referensi

Dokumen terkait

 Količina podataka – Potrebno je odabrati količinu podataka koja će se koristiti, odnosno hoće li se koristiti cijeli skup podataka ili njegov podskup. Naime,

Uraian mengenai fungsi manajemen tersebut dalam hubungannya dengan penelitian ini adalah pertama: dari fungsi perencanaan, tidak semuanya aparat pemerintah yang ada

Berdasarkan tabel dan diagram kecenderungan skor variabel profil pembelajaran kejuruan guru produktif kompetensi keahlian Teknik Kendaraan Ringan Otomotif (TKRO) di

Dari hasil analisis data dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara religiusitas dengan

Kata Kunci : Audio Visual, GOM Player, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Implementasi penggunaan media pembelajaran berbasis audio visual melalui GOM Player dalam pembelajaran

Umur mulai berbunga ± 10 bulan, bentuk buah bulat, warna buah muda hijau, warna buah masak merah jingga, mulai berbunga s/d buah masak ± 9 bulan, rata-rata buah pertandan ± 60

Membersihkan luka dengan pembersih yang tidak beracun. drainase luka dengan cairan NaCl. Memberikan perawatan ulkus pada kulit. evakuasi pus dan evakuasi

Turbidimetri merupakan analisis kuantitatif yang berdasarkan pada pengukuran kekeruhan atau turbidan dari suatu larutan akibat adanya partikel padat dalam larutan setelah