• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KESEMPATAN PENGEMBANGAN KARIR DENGAN MOTIVASI KERJA

Hubungan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan dengan Motivasi Kerja Hubungan tingkat kesempatan pendidikan dan pelatihan dengan motivasi kerja perempuan (motivasi berprestasi, berafiliasi, dan berkuasa) dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil korelasi kedua variabel disajikan dalam Tabel 30 di bawah ini:

Tabel 30 Hasil pengujian kesempatan pendidikan dan pelatihan dengan motivasi kerja, 2013

No Variabel Motivasi

Kerja p-value Keterangan

Koef.

Korelasi Keterangan 1 Motivasi Berprestasi 0.036 Nyata 0.287* Cukup

kuat 2 Motivasi Berafiliasi 0.209 Tidak Nyata 0.098 Sangat

Lemah 3 Motivasi Berkuasa 0.136 Tidak Nyata -0.178 Sangat Lemah Keterangan : * Berhubungan nyata pada p<0,05; ** Berhubungan sangat nyata

pada p<0,01; negatif (-) hubungan berlawanan

Hasil korelasi memerlihatkan bahwa kesempatan pendidikan dan pelatihan memiliki hubungan yang nyata dengan motivasi berprestasi. Sedangkan motivasi berafiliasi dan motivasi berkuasa tidak memiliki hubungan yang nyata dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan.

Hubungan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan dengan Motivasi Berprestasi

Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa kesempatan pendidikan dan pelatihan memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) atau memiliki hubungan yang nyata dengan motivasi berprestasi. Berdasarkan hasil pengujian antara kesempatan pendidikan dan pelatihan dengan motivasi berprestasi memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,036 (p<0,05) serta memiliki hubungan yang cukup kuat dan searah yang artinya semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan maka semakin rendah motivasi berprestasi karyawan perempuan.

Hasil tabulasi silang juga menunjukkan bahwa secara umum karyawan perempuan yang memberikan penilaian kesempatan pendidikan dan pelatihan pada kategori rendah cenderung memberikan penilaian motivasi berprestasi pada kategori rendah pula sebaliknya karyawan perempuan yang memberikan penilaian yang tinggi dan cukup tinggi terhadap kesempatan pendidikan dan pelatihan cenderung memberikan penilaian yang tinggi dan cukup tinggi terhadap motivasi berprestasi. Untuk lebih jelasnya motivasi berprestasi menurut kesempatan pendidikan dan pelatihan dapat dilihat pada Tabel 31 di bawah ini:

Tabel 31 Jumlah responden berdasarkan motivasi berprestasi menurut tingkat kesempatan pendidikan dan pelatihan, 2013

Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan Motivasi Berprestasi Total Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah 0 (0.0%) 2 (5.0%) 3 (7.5%) 0 (0.0%) 5 (12.5%) Cukup Rendah 1 (2.5%) 14 (35.0%) 8 (20.0%) 1 (2.5%) 24 (60.0%) Cukup Tinggi 1 (2.5%) 0 (0.0%) 9 (22.5%) 1 (2.5%) 11 (27.5%) Tinggi 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) Total 2 (5.0%) 16 (40.0%) 20 (50.0%) 2 (5.0%) 40 (100%)

Hasil penelitian di lapang menunjukkan bahwa beberapa responden yang memberikan penilaian kesempatan pendidikan dan pelatihan pada kategori rendah cenderung memiliki motivasi berprestasi yang rendah pula. Hal ini dikarenakan, tujuan dari kegiatan pendidikan dan pelatihan selain untuk meningkatkan kinerja dan prestasi karyawan juga untuk meningkatkan moral karyawan melalui pembinaan disiplin kerja dan loyalitas karyawan. Pengukuran prestasi karyawan dapat dilihat dari kesedian karyawan dalam menerima kebijakan-kebijakan perusahaan, disiplin, loyalitas, dan inisiatif karyawan. Sehingga karyawan dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan yang rendah cenderung memiliki loyalitas, dan disiplin kerja yang rendah karena belum bisa membagi waktu dengan baik antara urusan domestik dan publik.

Walaupun mereka dapat menerima kebijakan dan peraturan perusahaan, namun karyawan perempuan juga masih meninggalkan kantor pada saat jam kantor untuk menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi. Selain itu inisiatif mereka seperti datang ke kantor lebih awal untuk memastikan pekerjaan mereka telah siap, juga masih rendah. Hal ini dikarenakan perempuan bekerja memiliki beban domestik, dimana sebelum berangkat kerja mereka harus menyiapkan kebutuhan anggota keluarga terlebih dahulu. Begitu pula dengan lembur, selain karena alasan keamanan, perempuan jarang melakukan lembur karena mereka memiliki beban domestik juga harus diperhatikan. Hal ini sejalan dengan pendapat salah seorang karyawan perempuan yang menyatakan bahwa:

“Waktu pendidikan pelatihan memang ada sih pembekalan seperti itu (disiplin dan loyalitas karyawan). Kalau saya sendiri memang beberapa kali terpaksa nggak ikut karena anak juga masih kecil. Kalau masalah datang tepat waktu sih harus ya mbak. Tapi kalau datang jauh lebih awal nggak sih. Soalnya mesti nyiapin keperluan anak sama suami dulu. Kalo lembur juga susah ya mbak, soalnya juga masih ada kerjaan rumah. Kalo kerjaannya emang bisa dibawa pulang sih mending dikerjain di rumah” (RIM, 29 tahun).

Berbeda halnya dengan karyawan perempuan yang memberikan pernyataan kesempatan pendidikan dan pelatihan pada kategori tinggi cenderung memiliki motivasi berprestasi tinggi. Hal ini dikarenakan walaupun mereka memiliki anak dan suami, mereka tetap mendapatkan dukungan sosial dari keluarga untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan. Sehingga masalah pengasuhan anak tidak menjadi kendala bagi mereka. Mereka mengakui bahwa kebijakan perusahaan untuk membawa anak memang belum ada, tetapi mereka menganggap hal tersebut tidak mengurangi kualitas pendidikan dan pelatihan itu sendiri.

Mereka merasa materi pendidikan dan pelatihan yang diberikan perusahaan sudah sangat baik dan memiliki manfaat dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kinerja karyawan.

Hubungan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan dengan Motivasi Berafiliasi

Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa kesempatan pendidikan dan pelatihan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05) atau tidak memiliki hubungan yang nyata dengan motivasi berafiliasi. Berdasarkan hasil pengujian antara kesempatan pendidikan dan pelatihan dengan motivasi berafiliasii memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,209 (p>0,05) serta memiliki hubungan yang sangat lemah. Hasil korelasi juga menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan maka semakin rendah motivasi berafiliasi ditolak.

Hasil tabulasi silang juga menunjukkan bahwa kesempatan pendidikan dan pelatihan tidak memiliki hubungan dengan motivasi berafiliasi karyawan perempuan. Hal ini dikarenakan, responden yang memberikan pernyataan kesempatan pendidikan dan pelatihan baik pada kategori tinggi maupun rendah umumnya memberikan penilaian yang tinggi terhadap motivasi berafiliasi. Untuk lebih jelasnya motivasi berafiliasi menurut kesempatan pendidikan dan pelatihan dapat dilihat pada Tabel 32 di bawah ini:

Tabel 32 Jumlah responden berdasarkan motivasi berafiliasi menurut tingkat kesempatan pendidikan dan pelatihan, 2013

Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan Motivasi Berafiliasi Total Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah 0 (0.0%) 0 (0.0%) 4 (10.0%) 1 (2.5%) 5 (12.5%) Cukup Rendah 0 (0.0%) 2 (2.5%) 22 (55.0%) 0 (0.0%) 24 (60.0%) Cukup Tinggi 0 (0.0%) 0 (0.0%) 8 (20.0%) 3 (7.5%) 11 (27.5%) Tinggi 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) Total 0 (0.0%) 2 (2.5%) 34 (85.0%) 4 (10.0%) 40 (100%)

Kemampuan berafiliasi salah satu kemampuan yang penting dalam bekerja. Kemampuan berafiliasi meliputi kemampuan beradaptasi dengan lingkungan kerja dan kemampuan bekerjasama dengan rekan sekerja. Kemampuan berafiliasi dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan. Namun, dari hasil penelitian lapang menunjukkan bahwa karyawan perempuan telah memiliki motivasi berafiliasi pada kategori cukup tinggi. Mereka sejak awal kerja sudah menyadari pentingnya adaptasi dengan lingkungan kerja. Walaupun masih sering merasa tertekan dengan persaingan kerja tetapi umumnya mereka telah mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja dan bekerjasama dengan rekan sekerja. Hal ini diperkuat oleh pendapat salah seorang karyawan yang menyatakan bahwa:

“Yang namanya persaingan kerja mah udah biasa ya mbak. Gimana kita menyikapinya aja. Dari awal masuk kerja kita harus udah siap dengan lingkungannya.” (SP, 35 tahun)

Hubungan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan dengan Motivasi Berkuasa

Hasil uji korelasi Rank Spearman memerlihatkan bahwa kesempatan pendidikan dan pelatihan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05) atau tidak memiliki hubungan yang nyata dengan motivasi berkuasa. Berdasarkan hasil pengujian antara kesempatan pendidikan dan pelatihan dengan motivasi berkuasa memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,182 (p>0,05) serta memiliki hubungan yang sangat lemah. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa semakin rendah kesempatan pendidikan dan pelatihan maka semakin rendah motivasi berkuasa ditolak.

Tabel 33 Jumlah responden berdasarkan motivasi berkuasa menurut tingkat kesempatan pendidikan dan pelatihan, 2013

Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan Motivasi Berkuasa Total Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah 0 (0.0%) 1 (2.5%) 3 (7.5%) 1 (2.5%) 5 (12.5%) Cukup Rendah 1 (2.5%) 17 (42.5%) 6 (15.0%) 0 (0.0%) 24 (60.0%) Cukup Tinggi 2 (5.0%) 4 (10.0%) 5 (12.5%) 0 (0.0%) 11(27.5%) Tinggi 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) Total 3 (7.5%) 22 (55.0%) 14 (35.0%) 1 (2.5%) 40 (100%)

Hasil tabulasi silang yang disajikan oleh Tabel 33 juga menunjukkan bahwa responden yang memberikan penilaian kesempatan pendidikan dan pelatihan baik pada kategori tinggi maupun rendah cenderung memberikan penilaian rendah pada motivasi berkuasa. Sehingga tidak terlihat adanya hubungan antara kesempatan pendidikan dan pelatihan dengan motivasi berkuasa.

Motivasi berkuasa dapat dilihat dari dorongan bekerja bersungguh-sungguh untuk meningkatkan jenjang karir. Salah satu tujuan kegiatan pendidikan dan pelatihan adalah untuk meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan. Namun, hasil data lapang juga memerlihatkan bahwa walaupun ada beberapa karyawan perempuan yang menganggap bahwa kualitas pendidikan dan pelatihan yang diberikan telah baik, namun tetap tidak menumbuhkan dorongan mereka untuk berkuasa dengan meningkatkan jenjang karir mereka. Hal ini dikarenakan, mereka merasa bekerja hanya sebagai bentuk aktualisasi diri sedangkan jenjang karir yang tinggi bukan tujuan utama mereka. Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan salah seorang responden yang menyatakan bahwa:

“Kegiatan pendidikan dan pelatihan memang tujuannya untuk motivasi karyawan supaya berprestasi. Tapi kalau saya sendiri karir mah bukan tujuan utama saya kerja. Awalnya sih kerja ya buat nyenengin orang tua. Udah sekolah tinggi-tinggi kalau cuma di rumah aja kan sayang mbak. Sekarang udah nikah, suami juga punya kerjaan yang tetep ya cukuplah ya. Kalau karir mah dijalanin aja nggak muluk-muluk yang penting ada kerjaan tetap” (UM, 28 tahun). Kegiatan pendidikan dan pelatihan selain bertujuan untuk meningkatkan prestasi dan kompetensi karyawan juga merupakan salah satu poin dalam peningkatan jenjang karir karyawan. Namun umumnya, karyawan perempuan

yang mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan hanya untuk meningkatkan prestasi dan kompetensinya saja. Perempuan menganggap selain posisi mereka yang minoritas, keterikatan mereka terhadap keluarga juga menjadi pertimbangan dalam peningkatan jenjang karir. Hal ini senada dengan hasil salah satu karyawan perempuan sebagai berikut:

“Pendidikan dan pelatihan memang menjadi poin buat promosi jabatan. Tapi kalau saya sendiri sih ikut kegiatan pendidikan pelatihan memang buat kebutuhan kerja. Ilmu-ilmu yang didapet pas kegiatan kan bisa diaplikasiin buat kerjaan. Kalau untuk peningkatan jenjang karir, saya sih nggak ngoyo ya mbak, selain memang sainganya banyak harus ada pertimbangan dari suami dulu.

Hubungan Kesempatan Promosi dengan Motivasi Kerja

Hubungan tingkat kesempatan promosi dengan motivasi kerja perempuan (motivasi berprestasi, berafiliasi, dan berkuasa) dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil korelasi kedua variabel disajikan dalam Tabel 34 di bawah ini:

Tabel 34 Hasil pengujian kesempatan promosi dengan motivasi kerja, 2013 No Variabel Motivasi

Kerja p-value Keterangan

Koef.

Korelasi Keterangan 1 Motivasi Berprestasi 0.026 Nyata 0.310* Cukup kuat 2 Motivasi Berafiliasi 0.218 Tidak Nyata 0.127 Sangat

Lemah 3 Motivasi Berkuasa 0.125 Tidak Nyata -0.187 Sangat Lemah Keterangan: * Berhubungan nyata pada p<0,05; ** Berhubungan sangat nyata

pada p<0,01; negatif (-) hubungan berlawanan

Hasil korelasi memerlihatkan bahwa kesempatan promosi hanya memiliki hubungan yang nyata dengan motivasi berprestasi. Sedangkan motivasi berafiliasi dan motivasi berkuasa tidak memiliki hubungan dengan kesempatan promosi. Hubungan Kesempatan Promosi dengan Motivasi Berprestasi

Hasil uji korelasi Rank Spearman memerlihatkan bahwa kesempatan promosi memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) atau memiliki hubungan yang nyata dengan motivasi berprestasi. Berdasarkan hasil pengujian antara kesempatan promosi dengan motivasi berprestasi memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,026 (p<0,05) serta memiliki hubungan yang cukup kuat dan searah yang artinya semakin rendah kesempatan promosi maka semakin rendah motivasi berprestasi karyawan perempuan.

Hasil tabulasi silang juga menunjukkan bahwa secara umum karyawan perempuan yang memberikan penilaian kesempatan promosi pada kategori rendah dan cukup rendah cenderung memberikan penilaian motivasi berprestasi pada kategori rendah dan cukup rendah pula. Sebaliknya karyawan perempuan yang

memberikan penilaian kesempatan promosi pada kategori tinggi dan cukup tinggi cenderung memberikan penilaian tinggi dan cukup tinggi pula terhadap motivasi berprestasi. Untuk lebih jelasnya motivasi berprestasi menurut kesempatan promosi dapat dilihat pada Tabel 35 di bawah ini:

Tabel 35 Jumlah responden berdasarkan motivasi berprestasi menurut tingkat kesempatan promosi, 2013 Kesempatan Promosi Motivasi Berprestasi Total Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah 0 (0.0%) 1 (2.5%) 2 (5.0%) 0 (0.0%) 3 (7.5%) Cukup Rendah 1 (2.5%) 15 (37.5%) 9 (22.5%) 1 (2.5%) 26 (65.0%) Cukup Tinggi 1 (2.5%) 0 (0.0%) 8 (20.0%) 1 (2.5%) 10 (25.0%) Tinggi 0 (0.0%) 0 (0.0%) 1 (2.5%) 0 (0.0%) 1 (2.5%) Total 2 (5.0%) 16 (40.0%) 20 (50.0%) 2 (5.0%) 40 (100%)

Walaupun sistem promosi jabatan sudah memberikan informasi dengan jelas dan penilainnya sudah berdasarkan senioritas dan prestasi, namun karyawan perempuan merasa laki-laki cenderung lebih sering dipromosikan. Sehingga pada akhirnya menyebabkan dorongan mereka untuk berprestasi menjadi rendah. Mereka hanya melakukan apa yang menjadi tanggung jawab dan kewajiban mereka saja tidak memiliki inisiatif lebih untuk menunjukkan kemampuan dan komitmen kerja mereka.

“Berat juga sih, kan emang biasanya laki-laki yang dipromosiin. Saya mah jalanin aja, kerjain yang udah jadi tugas saya aja. Kalau kerjaan saya dianggep baik ya alhamdulillah ya mbak” (RIM, 29 tahun).

Hubungan Kesempatan Promosi dengan Motivasi Berafiliasi

Hasil uji korelasi Rank Spearman memerlihatkan bahwa kesempatan promosi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05) atau tidak memiliki hubungan yang nyata dengan motivasi berafiliasi. Berdasarkan hasil pengujian antara kesempatan promosi dengan motivasi berafiliasi memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,218 (p>0,05) serta memiliki hubungan yang sangat lemah. Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa semakin rendah kesempatan promosi maka semakin rendah motivasi berafiliasi ditolak.

Hasil uji tabulasi silang juga menunjukkan bahwa kesempatan promosi tidak memiliki hubungan dengan motivasi berafiliasi. Hal ini dikarenakan, karyawan perempuan yang memberikan penilaian kesempatan promosi pada kategori rendah maupun tinggi cenderung memberikan penilaian motivasi berafiliasi pada kategori tinggi. Untuk lebih jelasnya motivasi berafiliasi menurut kesempatan promosi dapat dilihat pada Tabel 36 di bawah ini:

Tabel 36 Jumlah responden berdasarkan motivasi berafiliasi menurut tingkat kesempatan promosi, 2013 Kesempatan Promosi Motivasi Berafiliasi Total Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah 0 (0.0%) 0 (0.0%) 2 (5.0%) 1 (2.5%) 3 (7.5%) Cukup Rendah 0 (0.0%) 2 (5.0%) 23 (57.5%) 1 (2.5%) 26 (65.0%) Cukup Tinggi 0 (0.0%) 0 (0.0%) 9 (22.5%) 1 (2.5%) 10 (25.0%) Tinggi 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 1 (2.5%) 1 (2.5%) Total 0 (0.0%) 2 (5.0%) 34 (85.0%) 2 (5.0%) 40 (100%)

Lemahnya hubungan antara kesempatan promosi dan motivasi berafiliasi dikarenakan karyawan perempuan merasa bahwa hubungan dan adaptasi dengan lingkungan kerja merupakan suatu hal sudah harus dimiliki sejak awal bekerja. Ketika mereka telah memutuskan untuk bekerja maka kantor menjadi tempat kedua mereka. Untuk jangka waktu yang lama mereka akan berinteraksi dengan lingkungan kerja. Sehingga karyawan perempuan menyadari pentingnya membina hubungan dengan rekan sekerja maupun dengan atasan. Hal ini sejalan dengan pendapat salah seorang responden yang menyatakan bahwa:

“Kalau menurut saya, membina hubungan yang baik dengan lingkungan kerja memang sudah harus ada sejak awal kerja. Kita kerja nggak sebentar, waktu kita juga kebanyakan di kantor. Kalau kita nggak bisa adaptasi dengan lingkungan kerja, kita sendiri yang bakal susah” (SP, 35 tahun).

Hubungan kesempatan promosi dengan motivasi berkuasa

Hasil uji korelasi Rank Spearman memerlihatkan bahwa kesempatan promosi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05) atau tidak memiliki hubungan yang nyata dengan motivasi berkuasa. Berdasarkan hasil pengujian antara kesempatan promosi dengan motivasi berkuasa memiliki nilai probabilitas (sig) sebesar 0,470 (p>0,05) serta memiliki hubungan yang sangat lemah. Hasil korelasi juga menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan semakin rendah kesempatan promosi maka semakin rendah motivasi berkuasa ditolak. Hal ini dikarenakan, responden yang memberikan penilaian kesempatan promosi baik pada kategori tinggi maupun rendah umumnya memberikan penilaian yang rendah pada motivasi berkuasa.

Hasil uji tabulasi silang juga menunjukkan bahwa kesempatan promosi tidak memiliki hubungan dengan motivasi berkuasa. Hal ini dikarenakan, karyawan perempuan yang memberikan penilaian kesempatan promosi pada kategori rendah maupun tinggi cenderung memberikan penilaian motivasi berkuasa pada kategori rendah. Untuk lebih jelasnya motivasi berkuasa menurut kesempatan promosi dapat dilihat pada Tabel 37 di bawah ini:

Tabel 37 Jumlah responden berdasarkan motivasi berkuasa menurut tingkat kesempatan promosi, 2013 Kesempatan Promosi Motivasi Berkuasa Total Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah 0 (0.0%) 1 (2.5%) 1 (2.5%) 1 (2.5%) 3 (7.5%) Cukup Rendah 1 (2.5%) 16 (40.0%) 9 (22.5%) 0 (0.0%) 26 (65.0%) Cukup Tinggi 2 (5.0%) 4 (10.0%) 4 (10.0%) 0 (0.0%) 10 (25.0%) Tinggi 0 (0.0%) 1 (2.5%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 1 (2.5%) Total 3 (7.5%) 22 (55.0%) 14 (35.0%) 2 (2.5%) 40 (100%)

Motivasi berkuasa dapat dilihat dari dorongan bekerja bersungguh-sungguh untuk meningkatkan jenjang karir. Salah satu tujuan promosi jabatan adalah untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan dalam meningkatkan jenjang karir. Namun, hasil data lapangan juga memerlihatkan bahwa walaupun ada beberapa responden yang menganggap bahwa prosedur promosi jabatan sudah cukup baik, namun tetap tidak menumbuhkan dorongan mereka untuk berkuasa dan meningkatkan jenjang karir. Hal ini dikarenkan mereka merasa bahwa perempuan tidak harus memiliki jenjang karir yang tinggi. Ketika jenjang karir mereka semakin tinggi beban pekerjaan juga semakin besar sedangkan mereka juga memiliki tanggung jawab domestik yang besar pula. Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan responden yang menyatakan bahwa:

“Prosedur promosi sudah cukup baik. Kalaupun saya diberi kesempatan sih saya nggak nolak. Tapi kalau harus ngorbanin waktu sama keluarga mesti dipertimbangin dulu ya mbak. Untuk posisi ini saja saya sudah cukup kewalahan membagi waktu” (UM, 28 tahun).

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Isu gender yang berhubungan dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan antara lain subordinasi, marginalisasi, dan beban ganda. Sedangkan isu gender yang berhubungan dengan kesempatan promosi antara lain sterotipi, subordinasi, marginalisasi, dan beban ganda.

2. Tingkat kesenjangan gender yang berhubungan sangat nyata dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan adalah tingkat subordinasi, marginalisasi, dan beban ganda. Sedangkan tingkat kesenjangan gender yang tidak memiliki hubungan nyata dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan adalah tingkat stereotipi dan kekerasan. Untuk tingkat kesenjangan gender yang berhubungan sangat nyata dengan kesempatan promosi adalah tingkat subordinasi dan tingkat beban ganda. Tingkat stereotipi dan tingkat marginalisasi memiliki hubungan yang nyata dengan kesempatan promosi. Sedangkan tingkat kekerasan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan kesempatan promosi.

3. Kesempatan pendidikan dan pelatihan memiliki hubungan yang nyata dengan motivasi berprestasi. Sedangkan motivasi berafiliasi dan motivasi berkuasa tidak memiliki hubungan yang nyata dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan. Kesempatan promosi hanya memiliki hubungan yang nyata dengan motivasi berprestasi. Sedangkan motivasi berafiliasi dan motivasi berkuasa tidak memiliki hubungan dengan kesempatan promosi.

Saran

Isu gender gender di perusahaan dapat diantisipasi dengan melakukan sosialisasi mengenai konsep gender di lingkungan perusahaan. Sosialisasi dapat dilakukan dengan melibatkan ahli gender untuk memberikan pemahaman tentang gender dan pemahaman terhadap kebijakan-kebijakan yang responsif gender. Untuk bidang ketenagakerjaan, pada kegiatan pendidikan dan pelatihan, perusahaan harus lebih peka memperhatikan kebutuhan semua karyawan khususnya perempuan. Seperti penyediaan ruang penitipan anak, atau izin membawa anak pada saat kegiatan pendidikan dan pelatihan. Dengan adanya izin ini, akan mempermudah perempuan dalam memanfaatkan kesempatan pendidikan dan pelatihan. Selain itu, untuk kegiatan promosi jabatan, perusahaan seharusnya dapat lebih terbuka lagi terhadap penilaian promosi jabatannya. Keterbukaan penilaian promosi ini dapat menjadi standar semua karyawan dalam meningkatkan jenjang karirnya. Keterbukaan penilaian promosi ini juga sebagai cerminan dari kepercayaan perusahaan terhadap kinerja karyawan baik laki-laki maupun perempuan.

Dokumen terkait