• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Iklim Mikro Struktur Vegetasi pada Berbagai Land Use

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Analisis Iklim Mikro Struktur Vegetasi pada Berbagai Land Use

5.3.1 Analisis Iklim Mikro Pohon pada berbagai Land Use

Pohon sangat penting dalam RTH di semua land use. Setiap land use

memiliki kebutuhan yang berbeda-beda sehingga jenis pohon yang akan digunakan di berbagai land use harus disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya, untuk kawasan perumahan, pada RTH taman lingkungan dibutuhkan pohon

dengan fungsi sebagai peneduh karena tempat tersebut digunakan sebagai tempat bersosialisasi. Kawasan industri akan membutuhkan pohon yang dapat mereduksi panas yang dihasilkan karena aktivitas produksi yang industri lakukan. Kawasan CBD membutuhkan pohon yang bersifat peneduh dan tidak memiliki buah yang mudah rontok karena letak CBD yang umumnya berada di pinggir jalan raya. RTH kota lebih mementingkan pemilihan berdasarkan struktur pohon agar menyerupai hutan alami.

Pengukuran iklim mikro dilakukan pada empat kawasan yaitu industri, CBD, perumahan, dan RTH kota. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui perbedaan iklim mikro yang disebabkan oleh perbedaan keadaan lingkungan di setiap land use. Pengukuran dilakukan di bawah pohon meranti kuning (Shorea macrobalanos) pada kawasan industri, pohon angsana (Pterocarpus indicus) pada CBD, pohon kerai payung (Felicium decipiens) di kawasan perumahan dan pohon anggerit (Nauclea lanceolata) pada kawasan RTH kota. Pada Gambar 5.9 menggambarkan grafik rata-rata suhu dan kelembaban udara di bawah naungan pohon pada empat kawasan yang berbeda.

Gambar 5.9 Suhu dan kelembaban udara di bawah naungan pohon

Berdasarkan grafik pada gambar di atas, dapat diketahui bahwa suhu udara paling tinggi adalah suhu udara di bawah naungan pohon kerai payung (Felicium decipiens) pada kawasan perumahan dan suhu paling rendah terdapat di bawah naungan pohon anggerit (Naucela lanceolata) yang berada di kawasan RTH kota. Suhu udara di bawah naungan pohon pada kawasan industri dan CBD memiliki

32,29 32,53 33,47 30,51 55,59 55,63 50,44 62,46 - 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

Industri CBD Perumahan RTH Kota

Land Use

Suhu (°C) RH (%)

nilai yang hampir sama dengan selisih sebesar 0,14⁰C. Kelembaban udara pohon paling tinggi adalah pohon pada RTH kota dan kelembaban udara paling rendah adalah pohon pada perumahan.

Menurut uji statistik yang dilakukan, suhu dan kelembaban udara pohon pada empat kawasan ini memiliki perbedaan secara signifikan pada taraf nyata 5 persen (Lampiran 14). Hal ini membuktikan bahwa suhu dan kelembaban udara pada pohon dipengaruhi oleh adanya perbedaan land use dan kemampuan tiap jenis pohon dalam mereduksi suhu dan meningkatkan kelembaban udara.

Kawasan perumahan merupakan lingkungan yang padat dan minim RTH sehingga suhu udara pada kawasan perumahan cenderung tinggi, hal ini sangat berbanding terbalik dengan keadaan di RTH kota yang didominasi oleh vegetasi sehingga suhu udara di RTH kota lebih rendah dibandingkan kawasan lainnya. Sedangkan CBD lebih didominasi oleh bangunan fisik dan dekat dengan jalan raya sehingga menghasilkan suhu yang cukup tinggi.

Menurut Kartasapoetra (1986) salah satu penyebab perbedaan iklim diberbagai tempat karena ketinggian tempat. Kawasan perumahan berada pada ketinggian 100-150 mdpl dan industri berada pada ketinggian 350-400 mdpl, sehingga walaupun industri menghasilkan panas dari aktivitas industri, suhu udara di industri lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara di perumahan. Perbedaan suhu udara juga disebabkan oleh luasnya RTH pada masing-masing

land use. RTH kota memiliki luas RTH yang paling besar dibandingkan dengan

land use lainnya yaitu sebesar 85,8 persen dari luas keseluruhan. CBD memiliki luas RTH yang paling sedikit yaitu sebesar 22,15 persen. Semakin luas RTH pada suatu kawasan akan menciptakan iklim mikro yang lebih baik, sehingga suhu udara pada pohon di RTH kota memiliki suhu paling rendah.

Faktor lain adalah kemampuan pohon dalam mereduksi suhu berbeda- beda. Suhu udara di bawah pohon pada perumahan memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan CBD dengan selisih suhu sebesar 0,94⁰C. Hal ini dikarenakan pohon yang diukur suhu udaranya pada kawasan perumahan adalah pohon kerai payung (Felicium decipiens) yang memiliki tajuk tidak terlalu rapat dan tingginya ±6 meter, sedangkan pada CBD dilakukan pengukuran pada pohon angsana (Pterocarpus indicus) yang memiliki tajuk rapat dan ketinggian mencapai ±8

meter. Hal ini mengindikasikan bahwa penting dilakukan pemilihan vegetasi secara cermat sehingga RTH yang ada dapat dimanfaatkan dengan efektif dan dapat memberikan iklim mikro yang nyaman. Menurut Grey dan Deneke (1978), kemampuan pohon dalam mereduksi suhu tergantung pada jenis kepadatan tajuknya, bentuk daun, dan pola percabangannya.

Kelembaban udara paling tinggi terdapat pada kawasan RTH kota dan kelembaban udara paling rendah terdapat pada kawasan perumahan. Sedangkan industri dan CBD memiliki nilai kelembaban udara yang hampir sama. Hal ini dapat disebabkan oleh keadaan lingkungan yang berbeda, lingkungan yang didominasi oleh pepohonan cenderung memiliki kelembaban udara tinggi karena banyaknya pohon yang melakukan evapotranspirasi sehingga dapat meningkatkan kelembaban udara disekitarnya.

Kemampuan pohon dalam meningkatkan kelembaban udara juga berbeda- beda. Menurut Scudo (2002) dalam Wardoyo (2011), pohon yang dapat mereduksi suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara adalah pohon yang memiliki tajuk piramidal atau bulat (memiliki daerah bebas cabang lebih rendah sehingga kemampuan tajuknya dalam menyerap radiasi lebih tinggi), ditanam bejejer atau berkelompok, memiliki tinggi yang sedang (6-15 meter), memiliki kepadatan tajuk yang tinggi. Sedangkan pohon yang dapat meningkatkan suhu udara dan mereduksi kelembaban udara adalah pohon yang memiliki tajuk horizontal atau kolumnar, ditanam secara tunggal, memiliki ukuran sangat rendah- rendah atau tinggi ( < 6 meter dan > 15 meter), serta memiliki kepadatan tajuk rendah sampai sedang.

5.3.2 Analisis Iklim Mikro Semak pada berbagai Land Use

Pada kawasan industri, pengukuran dilakukan pada semak pangkas kuning (Duranta sp.), pada kawasan CBD dilakukan pada semak bugenvil (Bougainvillea sp.), semak firebush (Hamelia patens) pada kawasan perumahan, dan semak soka (Ixora sp.) pada kawasan RTH kota. Keadaan suhu udara rata-rata di bawah naungan semak pada empat kawasan dapat dilihat pada Gambar 5.10.

Gambar 5.10 Suhu dan kelembaban udara di bawah naungan semak

Grafik di atas menggambarkan bahwa suhu udara di bawah naungan semak paling tinggi berada pada kawasan CBD dan suhu udara di bawah naungan semak paling rendah berada pada kawasan RTH kota. Sedangkan untuk kelembaban udara pada RTH kota memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan tiga kawasan lainnya. Setelah dilakukan uji statistik, suhu dan kelembaban udara semak pada empat kawasan memiliki perbedaan secara signifikan pada taraf nyata 5 persen (Lampiran 15). Hal ini membuktikan bahwa suhu dan kelembaban udara pada semak dipengaruhi oleh perbedaan keadaan lingkungan land use dan kemampuan tiap jenis semak dalam mereduksi suhu dan meningkatkan kelembaban udara.

Pada semak di CBD yang terletak di pinggir jalan menyebabkan suhu udara lebih tinggi karena banyaknya kendaraan yang lewat dan panas yang disebabkan oleh aktivitas pembakaran energi kendaraan sehingga meningkatkan suhu udara disekitarnya. RTH kota memiliki kondisi lingkungan yang baik dengan banyaknya vegetasi di kawasan tersebut, sehingga suhu udara di bawah naungan semak pun menjadi rendah. Perumahan lebih tinggi suhu udaranya dibandingkan suhu udara di industri, hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan ketinggian tempat (Kartasepoetra 1986), walaupun industri memiliki aktivitas industri yang menghasilkan panas, ketinggian tempat di industri lebih tinggi dibandingkan dengan perumahan, sehingga suhu udara di industri lebih rendah dibandingkan dengan di perumahan.

34,36 35,66 34,58 34,11 50,47 51,14 49,42 55,40 - 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

Industri CBD Perumahan RTH Kota

Land Use

Suhu (°C) RH (%)

Perbedaan iklim mikro pada setiap land use juga disebabkan oleh ketersediaan luas RTH pada kawasan tersebut. Pada kawasan CBD memiliki suhu udara semak paling tinggi, RTH kawasan CBD memiliki luasan paling sedikit yaitu sebesar 22,15 persen dari luas keseluruhan. Suhu udara semak pada RTH kota memiliki suhu udara paling rendah, RTH pada kawasan RTH kota memiliki luasan yang paling besar dibandingkan kawasan lainnya yaitu sebesar 85,8 persen. Hal ini membuktikan semakin luas RTH pada suatu kawasan, maka iklim mikro yang dihasilkan akan semakin baik.

Kelembaban udara pada kawasan industri dan CBD memiliki nilai yang hampir sama, hal ini disebabkan oleh keduanya merupakan pusat aktivitas dan memiliki RTH yang sedikit, sedikitnya pohon membuat aktivitas evapotranspirasi menjadi sedikit, sehingga kelembabannya menjadi rendah. Begitu pula dengan perumahan, kepadatan rumah yang merupakan bangunan fisik dapat membuat lingkungan perumahan memiliki kelembaban udara paling rendah dibandingkan kawasan lain. Selain itu, kawasan perumahan memiliki topografi yang paling rendah dibandingkan kawasan lain. Selain faktor lingkungan, terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi kelembaban udara yaitu kemampuan tiap semak untuk meningkatkan kelembaban udara berbeda-beda.

Menurut Scudo (2002) dalam Wardoyo (2012), semak yang dapat mereduksi suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara adalah semak yang memiliki karakteristik mempunyai tajuk piramidal dan bulat, ditanam berjejer dan berkelompok, memiliki tinggi yang sedang (1-2 meter), serta memiliki kepadatan tajuk yang tinggi. Semak yang dapat menaikkan suhu udara dan menurunkan kelembaban udara adalah semak dengan tajuk kolumnar/horisontal, ditanam secara tunggal, memiliki ukuran sangat rendah-rendah atau tinggi (0,5-1 dan 2-3 meter), serta memiliki kepadatan tajuk rendah sampai sedang.

5.3.3 Analisis Iklim Mikro Rumput pada berbagai Land Use

Permukaan rumput yang tidak teratur dapat menghamburkan pantulan sinar matahari sehingga tidak terpantul sempurna dibandingkan dengan permukaan paving yang memantulkan sinar matahari secara sempurna dan membuat suhu udara di sekitarnya lebih panas. Selain itu, rumput memiliki kemampuan untuk menerima dan melepaskan panas lebih cepat dibandingkan

penutup tanah berupa material keras seperti paving dan jalan beraspal. Berikut hasil dari pengukuran iklim mikro di atas rumput di empat kawasan yang berbeda. Rumput pada semua land use memiliki jenis yang sama yaitu rumput gajah (Axonopus compressus).

Gambar 5.11 Suhu dan kelembaban udara di atas rumput

Grafik di atas menggambarkan suhu dan kelembaban udara rumput pada empat kawasan yang berbeda (industri, CBD, perumahan, dan RTH kota). Terlihat pada grafik bahwa suhu udara paling tinggi berada pada kawasan CBD, hal ini terjadi karena CBD minim RTH dan terletak di pinggir jalan yang padat lalu lintas kendaraan. Suhu tertinggi kedua adalah perumahan dimana perumahan terdiri dari banyak bangunan fisik sehingga membuat udara di sekitarnya lebih panas. Industri memiliki topografi yang lebih tinggi dibandingkan kawasan lain, maka suhu udara pada rumput industri lebih rendah dibandingkan CBD dan perumahan. Perbedaan suhu udara rumput pada perumahan dan industri hanya berbeda tipis yaitu sebesar 0,87⁰C. Suhu terendah berada di RTH kota, dimana RTH kota didominasi oleh vegetasi sehingga suhu di atas rumput memiliki suhu lebih rendah dibandingkan dengan tiga kawasan lainnya. RTH kota memiliki kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan ketiga kawasan lain dikarenakan lingkungan RTH kota yang didominasi oleh vegetasi sehingga banyaknya aktivitas evapotranspirasi dan menghasilkan kelembaban yang tinggi. Industri memiliki kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan CBD dan kawasan perumahan memiliki kelembaban udara paling rendah.

35,77 37,57 36,64 34,11 49,20 46,22 44,20 55,40 - 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

Industri CBD Perumahan RTH Kota

Land Use

Suhu (°C) RH (%)

Setelah dilakukan uji statistik, suhu dan kelembaban udara di atas rumput pada empat kawasan yang berbeda (industri, CBD, perumahan, dan RTH kota) memiliki perbedaan secara signifikan pada taraf nyata 5 persen (Lampiran 16). Hal ini membuktikan bahwa suhu dan kelembaban udara pada rumput dipengaruhi oleh perbedaan keadaan lingkungan land use. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan land use dapat menghasilkan suhu dan kelembaban udara yang berbeda-beda.

Dokumen terkait