• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Implementasi Strategi Program Penanggulangan Kemiskinan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Analisis Implementasi Strategi Program Penanggulangan Kemiskinan

Dalam menganalisis implementasi strategi program penanggulangan kemiskinan daerah Provinsi Kalimantan Selatan melalui upaya pengurangan kemiskinan dengan fokus pada program penanggulangan kemiskinan dengan konsep Value for Money.

Menurut Mahmudi (2005) pengukuran kinerja value for money adalah pengukuran kinerja untuk mengukur ekonomi, efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan, program dan organisasi. Ukuran keberhasilan program yang tercermin dalam anggaran akan dinilai berdasarkan tiga elemen utama (Mardiasmo, 2009) yaitu: Ekonomi, Efisiensi dan Efektivitas.

Pengukuran kinerja program penanggulangan kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan dalam penelitian ini adalah program yang termuat dalam Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) selama 3 tahun terakhir yaitu tahun 2014-2016 yang

terdiri atas 17 Program yang mendukung dalam menurunkan tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan yang termuat dalam 8 instansi (SKPD) yaitu Dinas Koperasi & UKM, Balai Diklat Koperasi

& UKM, Dinas Perindustrian & Perdagangan, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan Perempuan &

Perlindungan Anak, dan Dinas Pemberdayaan & Pemerintaha Desa.

Berdasarkan hasil analisis data program penanggulangan kemiskinan provinsi Kalimantan Selatan dari tahun 2014-2016 dengan metode value for money (3E) yaitu Ekonomi, Efisiensi, dan Efektivitas bahwa terdapat program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2014 ada 17 program dengan 83 kegiatan, tahun 2015 terdapat 16 program dengan 78 kegiatan dan tahun 2016 ada 14 program dengan 77 kegiatan (data keseluruhan ada pada lampiran 16-24).

D.1 Pengukuran Ekonomi Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan

Ekonomi didefinisikan sebagai perolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang rendah. Suatu kinerja dapat dikatakan ekonomis apabila realisasi anggaran lebih kecil daripada target anggaran dan dapat mencapai output sesuai dengan yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2009). Hasil

analisis data untuk pengukuran ekonomi program penanggulangan kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2014-2016 dapat dilihat pada Gambar 28

Data yang ditunjukkan dalam Gambar 28 diketahui diketahui bahwa realisasi anggaran pada program penanggulangan kemiskinan provinsi Kalimantan Selatan untuk tahun 2014 adalah sebesar Rp. 32.842.385.407,- atau sebesar 92,14 %, tetapi Output (keluaran) mencapai maksimum yaitu lebih dari 100% (101,82%). Hal ini berarti bahwa program penanggulangan kemiskinan tahun 2014 sudah berjalan ekonomis karena realisasi anggaran lebih kecil dari yang telah dianggarkan dan dapat mencapai Output maksimum.

Gambar 28. Pengukuran Ekonomi Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014-2016 (Bakeuda, Biro Pemerintahan dan Biro Organisasi Prov. Kalsel, 2017 (diolah).

2014 2015 2016

Anggaran 35.643.012.180 34.567.149.000 43.742.762.600 Realisasi 32.842.385.407 29.774.261.070 37.755.844.945

Capaian 92,14 86,13 86,31

Output 101,82 103,21 103,64

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

5.000.000.000 10.000.000.000 15.000.000.000 20.000.000.000 25.000.000.000 30.000.000.000 35.000.000.000 40.000.000.000 45.000.000.000 50.000.000.000

Tahun 2015 terjadi penurunan anggaran, hal ini terjadi karena adanya penghematan anggaran. Realisasi anggaran pada program penanggulangan kemiskinan provinsi Kalimantan Selatan untuk tahun 2015 adalah sebesar Rp. 29.774.261.070,- dengan capaian 86,13%, tetapi Output (keluaran) mencapai lebih dari 100% (103,21%). Hal ini terjadi peningkatan Output sebesar 1,39% dari tahun 2014, walaupun anggaran lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya, dan program penanggulangan kemiskinan tahun 2015 sudah berjalan ekonomis karena realisasi anggaran lebih kecil dari yang telah dianggarkan.

Pada tahun 2016 ada peningkatan anggaran dibandingkan tahun 2015 yaitu sebesar Rp. 9.175.613.600,-. Realisasi anggaran pada program penanggulangan kemiskinan provinsi Kalimantan Selatan untuk tahun 2016 adalah sebesar Rp.

37.755.844.945,- dengan capaian (86,31%), tetapi Output (keluaran) mencapai lebih dari 100% (103,64%). Hal ini terjadi peningkatan Output sebesar 0,43% dari tahun 2015. Program penanggulangan kemiskinan tahun 2016 sudah berjalan ekonomis karena realisasi anggaran lebih kecil dari yang telah dianggarkan (Data dapat dilihat pada lampiran 25)

D.2 Pengukuran Efisiensi Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan

Efisiensi merupakan perbandingan antara output (keluaran) yang dihasilkan terhadap input yang digunakan.

Menurut Bastian (2006) semakin besar output yang dihasilkan dibanding input yang digunakan, maka semakin besar tingkat efisiensi suatu organisasi. Nilai input didapat dari persentase anggaran yang digunakan untuk menghasilkan output, sedangkan nilai output didapat dari persentase pencapaian setiap kegiatan.

Hasil pengukuran kinerja untuk efisiensi program penanggulangan kemiskinan pada provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014-2016 (Gambar 29) diketahui bahwa program penanggulangan kemiskinan sudah berjalan secara efisien.

Rata-rata rasio efisiensi program ini pada tahun 2014 mencapai 112,15%, dan dapat mencapai output maksimum pada semua programnya (mencapai 100%). Hal ini yang membuat program penanggulangan kemiskinan secara keseluruhan pada tahun 2014 sudah dikatakan efisien.

Gambar 29. Pengukuran Efisiensi Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014-2016 (Bakeuda, Biro Pemerintahan dan Biro Organisasi Prov. Kalsel, 2017(diolah).

Periode tahun 2015 program ini juga sudah berjalan efisien, dapat terlihat bahwa nilai efiiensi lebih dari 100% yaitu 122,76%. Hal ini meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 10,61%, walaupun ada 1 program yang tidak mencapai Output maksimum yaitu program peningkatan kualitas kelembagaan koperasi (97,76%). Hal ini karena ada kegiatan yang tidak mencapai target output yang telah direncanakan akibat terbatasnya aparatur SDM serta Monitoring dan evaluasi belum efektif.

Efisiensi program penanggulangan kemiskinan untuk tahun 2016 yaitu sebesar 122,67%. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan program ini sudah berjalan efisien, walaupun ada penurunan efisiensi dari tahun 2015 sebesar

90,79

84,08 84,48

101,82

103,21 103,64

112,15

122,76 122,67

106,00 108,00 110,00 112,00 114,00 116,00 118,00 120,00 122,00 124,00

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

2014 2015 2016

Input Output Efisiensi

0,09%, dan ada 1 program yang tidak mencapai output maksimum yaitu Program Peningkatan Kualitas SDM Jalur Diklat dan Non Diklat,Promosi dan Kemitraan Jaringan KUMKM (99,40%). (Data dapat dilihat pada lampiran 26).

D.3 Pengukuran Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan

Efektivitas dapat dikatakan sebagai tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Efektivitas merupakan perbandingan antara capaian kinerja (outcome) terhadap target (output). Efektivitas tidak menyatakan tentang seberapa besar biaya yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Mardiasmo (2009), suatu organisasi sektor publik dapat efektif apabila organisasi tersebut dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Semakin tinggi nlilai rasio efektivitas, maka suatu program/kegiatan dikatakan lebih efektif.

Gambar 30. Pengukuran Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014-2016 (Bakeuda, Biro Pemerintahan dan Biro Organisasi Prov. Kalsel, 2017(diolah).

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00

2014 2015 2016

112,74 113,86

137,38

Berdasarkan hasil pengukuran efektivitas program penanggulangan kemiskinan provinsi Kalimantan Selatan (gambar 30) pada tahun 2014 secara keseluruhan sudah efektif karena mencapai nilai 100% yaitu 112,74%, akan tetapi ada 4 program yang tidak mencapai outcome maksimum 100% yaitu program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif UKM (99,77%), Peningkatan Kelembagaan Koperasi (93,88%), Keserasian Kebijakan Kualitas Anak dan Perempuan (98,89%), dan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat (87,45%).

Pada tahun 2015, efektivitas program penanggulangan kemiskinan di provinsi Kalimantan Selatan secara keseluruhan sudah efektif (113,86), dan tingkat efektivitas meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 1,12%. Program yang belum mencapai outcome maksimum dengan nilai 100% pada tahun 2015 hanya ada 1 program yaitu Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat (85,73%). Hal ini karena adanya keterbatasan SDM, kader kesehatan dan masih rendahnya pengetahuan masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat.

Efektivitas program penanggulangan kemiskinan provinsi Kalimantan Selatan tahun 2016 (137,38%) mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2014 dan 2015, dengan

peningkatan sebesar 23,52% dibandingkan tahun 2015. Semua program penanggulangan kemiskinan pada tahun 2016 ini mencapai outcome maksimum dengan nilai 100%. (Data dapat dilihat pada lampiran 27).

Penelitian Anwar dan Cooray (2015) menemukan bahwa bantuan pembangunan dan belanja pemerintah bersifat komplementer, karena tergantung pada tingkat efektivitas program pengeluaran pemerintah dan secara tidak langsung memiliki dampak positif pada pendapatan perkapita.

D.4 Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Bantuan Sosial

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 166 Tahun 2014 tentang percepatan penanggulangan kemiskinan, di mana program pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan sosial terdiri dari 3 program, yaitu:

1. Program bantuan sosial

2. Program pemberdayaan masyarakat 3. Program usaha ekonomi kecil dan mikro

Selain itu, ditambah dengan tiga program baru dengan cakupan yang lebih luas kepada rumah tangga sangat miskin yang meliputi: Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) (Rustanto, 2015)

Berdasarkan peraturan tersebut diatas, maka program penanggulangan kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan dikelompokkan dalam 3 program yaitu: Bantuan Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Usaha Ekonomi Kecil dan Mikro. Anggaran program penanggulangan kemiskinan provinsi Kalimantan Selatan dikelompokkan berbasis bantuan sosial terlihat pada gambar 31.

Gambar 31. Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Bantuan Sosial Di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014-2016

Pada Gambar 31 terlihat bahwa anggaran program Bantuan Sosial tahun 2014-2016 lebih sedikit dibandingkan anggaran 2 program lainnya yaitu Pemberdayaan Masyarakat dan Usaha Ekonomi Kecil dan Mikro, bahkan cenderung menurun dalam 2 tahun terakhir. Di tahun 2016 Program Pemberdayaan Masyarakat meningkat dibandingkan tahun 2014 dan 2015. Hal ini karena adanya kegiatan baru untuk pemberdayaan masyarakat yaitu Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dan desa (Penunjang TMMD).

2014 2015 2016

Program Usaha Ekonomi

Kecil dan Mikro 12.371.032.180 14.373.023.000 12.470.320.600 Program Pemberdayaan

Masyarakat 14.566.365.000 14.006.726.000 23.972.742.000 Program Bantuan Sosial 8.705.615.000 6.187.400.000 7.299.700.000

5.000.000.000 10.000.000.000 15.000.000.000 20.000.000.000 25.000.000.000 30.000.000.000 35.000.000.000 40.000.000.000 45.000.000.000 50.000.000.000

Rupiah

1. Program Bantuan Sosial

Program berbasis pada bantuan sosial ini bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Fokus pemenuhan hak dasar ini ditujukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat miskin untuk kehidupan yang lebih baik, seperti pemenuhan hak atas pangan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Ciri lain dari kelompok program ini adalah mekanisme pelaksaaan kegiatan yang bersifat langsung dan manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat miskin. Adapun program bantuan sosial yang dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan dokumen strategi penanggulangan kemiskinan daerah adalah:

1) Program Wajib Belajar 9 Tahun 2) Program Pendidikan Menengah

3) Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin

Gambar 32. Kelompok Program Bantuan Sosial Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014-2016

Berdasarkan hasil realisasi anggaran, program bantuan sosial ini selama tahun 214-2016 (Gambar 32), ada 3 program yang terdiri atas 5 kegiatan. Dari 3 program tersebut, program pelayanan kesehatan penduduk miskin yang paling ekonomis dengan capaian tahun 2014 (89,03%), 2015 (88,33%), dan 2016 (83,05%), kegiatan ini juga berlangsung efisien dan efektif dengan tercapainya output dan outcome sesuai target yang telah ditetapkan.

2. Program Pemberdayaan Masyarakat

Program ini berbasis pada pemberdayaan masyarakat di mana kelompok masyarakat yang dikategorikan miskin tetapi masih mempunyai kemampuan untuk menggunakan potensi yang dimiliki walaupun terdapat keterbatasan. Pendekatan pemberdayaan

99,75 99,16 89,03

99,37 98,83 88,33

99,45 99,70 83,05

100,00 100,00 100,00

100,00 100,00 100,00

100,00 100,00 100,00

100,00 100,00 100,00

100,00 100,00 100,00

100,00 100,00 100,00

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Wajib Belajar 9 Tahun Pend. Menengah Yankes. Pendd. Miskin

Capaian 2014 Capaian 2015 Capaian 2016

Output 2014 Output 2015 Output 2016

Outcome 2014 Outcome 2015 Outcome 2016

dimaksudkan agar masyarakat miskin dapat keluar dari kemiskinan dengan menggunakan potensi dan sumber daya yang dimilikinya, selain itu mendorong masyarakat msikin untuk berpartispasi dalam skala yang lebih luas terutama dalam proses pembangunan di daerah. Adapun program dan kegiatan untuk pemberdayaan masyarakat di provinsi Kalimantan Selatan adalah:

1) Program Keserasian Kebijakan Kualitas Anak dan Perempuan 2) Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat 3) Program Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Desa 4) Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat

5) Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa

6) Program Peningkatan Pemanfaatan SDA dan Pendayagunaan Teknologi Tepat Guna (TTG)

Gambar 33. Kelompok Program Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014-2016

80,93 83,53 88,36 88,61 92,04 92,28

90,35

77,36 81,47 82,09 76,98 90,45 68,63

93,53 89,76 91,63 66,92

57,59 59,61

100,00 100,00 100,00 100,00

100,00 100,00

100,00

100,00 100,00 100,00 100,00

100,00 100,00

100,00 100,00 100,00 100,00

100,00 100,00

100,00 98,89 100,00 100,00

87,45 121,21

100,00

100,00 106,83

100,00 100,00 85,73

100,00

100,00 105,33 100,00 100,00 119,17

100,00

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Pngkt. Parts. Masy. dlm Pemb. Desa Ksrsian. Kebijk. Kuailtas Anak & Permp.

Pngkt. Kpsts. Aprtr. Pemerth. Desa Pngkt. Keberdayaan Masy.Perdesaan Promkes. dan Pemberd. Masy.

Pemberd. Ush. Eko. Masy. & Pengemb.

Ush. Mikro (Pengemb. Lembaga Eko.…

Peningkt. Pemanfaatan SDA &

Pendayagunaan TTG

Capaian 2014 Capaian 2015 Capaian 2016

Output 2014 Output 2015 Output 2016

Berdasarkan kelompok program pemberdayaan masyarakat ini untuk tahun 2014-2016 (Gambar 33), terdiri 7 program dengan 38 kegiatan tahun 2014, 36 kegiatan tahun 2015 dan 39 kegiatan tahun 2016.

Ada 1 program yang hanya ada di tahun 2014 yaitu Peningkatan Pemanfaatan SDA dan pendayagunaan Teknologi Tepat Guna (TTG), untuk tahun 2015 dan tahun 2016 telah berubah menjadi kegiatan dan termuat dalam program peningkatan partisipasi masyarakat dalam membangun desa.

Program yang paling ekonomis dalam kelompok pemberdayaan masyarakat ini dalam 3 tahun terakhir yaitu tahun 2014 realisasi anggaran yang terendah adalah Peningkatan partisipasi masyarakat dalam membangun desa (80,93%), tahun 2015 adalah pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat dan pengembangan usaha mikro (66,63%).

sedangkan tahun 2016 yang memiliki realisasi capaian rendah adalah pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat dan pengembangan usaha mikro (59,61%), dan Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat (57,59%). Hal ini karena belanja barang dan jasa (belanja perjalanan dinas, honorarium) yang kurang terealisasi.

Kegiatan semuanya berlangsung efisien dengan capaian output maksimum, sedangkan untuk efektivitas kelompok pemberdayaan masyarakat yang belum tercapai outcome tahun 2014 dan 2015 adalah Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat (87,45% dan 85,73%) Hal ini karena masih rendahnya outcome untuk jumlah posyandu

purnama/mandiri dan jumlah rumah tangga yang berPHBS yang tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan, sehingga perlu dievaluasi kembali untuk jumlah SDM pelaksana, materi dan target yang ditentukan.

3. Program Usaha Ekonomi Kecil dan Mikro

Program ini berbasis usaha ekonomi kecil dan mikro, dimana masyarakat hampir miskin yang bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala kecil dan mikro. Aspek penting dalam penguatan adalah memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat miskin untuk dapat berusaha dan meningkatkan kualitas hidupnya. Karakteristik program usaha ekonomi kecil dan mikro ini adalah:

a. Memberikan bantuan modal atau pembiayaan dalam skala mikro b. Memperkuat kemandirian berusaha dan akses pada pasar

c. Meiningkatkan keterampilan dan manajemen usaha.

Adapun program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi Kalimantan Selatan adalah:

1) Program Penciptaan Iklim dan Usaha Kecil Menengah yang Kondusif

2) Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif UKM

3) Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha bagi UMKM 4) Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi

5) Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah

6) Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri 7) Program Pengembangan Sentra-sentra industri Potensial

Gambar 34. Kelompok Program Usaha Ekonomi Kecil dan Mikro Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014-2016

Kelompok program usaha ekonomi kecil dan mikro (gambar 34) tahun 2014-2016, ada 2 program yang hanya ada pada tahun 2014 dan 2015, yaitu Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif, dan Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi, sedangkan di tahun 2016 sudah menjadi kegiatan dan termuat pada program lain.

Program yang paling ekonomis dengan realisasi capaian terendah dalam 3 tahun terakhir (2014-2016) adalah Pengembangan sentra-sentra industri protensial (87,55%, 61,76%, 79,18%). Hal ini karena ada anggaran belanja barang dan jasa (perjalanan dinas, tenaga ahli) yang kurang terealisasi. Dari segi efisien, yang belum mencapai output maksimum tahun 2014 adalah Pengembangan

0,00 500,00

1000,00

1500,00 Pengmb. Sist. Pendkng. Ush bg. UMKM.

Pengmb. sentra2 industri potensial Pengkt. Kemampuan Teknologi Industri Pengmb. Industri Kecil & Menengah.

Penciptaan Iklim UKM yg. Kondusif.

Pengkt. Kualitas Klmbg. Koperasi.

Pengmb. Kewiraush & Keunggulan…

Capaian 2014 Capaian 2015 Capaian 2016 Output 2014 Output 2015 Output 2016 Outcome 2014 Outcome 2015 Outcome 2016

kewirausahaan dan kompetitif (98,52%) yang disebabkan oleh kurangnya jumlah peserta diklat dari target yang telah ditentukan.

Tahun 2015 adalah Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi (97,76%), karena belum tercapainya target dalam peningkatan pemahaman para pengelola koperasi dalam pengembangan kebijakan koperasi, pengeolah data dan laporan UKM. Pada tahun 2016 adalah Penciptaan iklim UKM yang kondusif (99,40%), hal ini disebabkan belum tercapainya KUKM yang memperoleh sertifikat Halal dan HAKI, dan rendahnya jumlah KUKM yang mengajukan bisnis planI.

Efektivitas kelompok usaha ekonomi kecil dan mikro yang masih belum mencapai Outcome maksimal tahun 2014 adalah Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi (93,88%) karena masih rendah koperasi yang melaksanakan RAT koperasi, dan Program Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif (99,77%) karena masih rendahnya peserta yang menerapkan hasil diklat.

Sedangkan tahun 2015 dan tahun 2016 semua program sudah mencapai Outcome maksimum.

Klasifikasi program penanggulangan kemiskinan Provinsi Kalimantan Selatan Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, maka dapat dilihat Gambar 35.

Anggaran Program Kemiskinan Realisasi Anggaran Prog. Kemiskinan Gambar 35. Anggaran dan Realisasi Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Bantuan Sosial Berdasarkan Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, Belanja Modal Di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014-2016

0,00 50,00 100,00

2014 2015 2016

0,82 1,37 1,03

99,18 98,63 98,97

0,00 0,00 0,00

Program Bantuan Sosial

Belanja Pegawai Belanja Barang & Jasa Belanja Modal

0,00 50,00 100,00

2014 2015 2016

0,82 1,37 1,03

97,53 95,20 95,57

0,00 0,00 0,00

Program Bantuan Sosial

Belanja Pegawai Belanja Barang & Jasa Belanja Modal

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

2014 2015 2016

3,60 2,12 1,13

86,02 80,36

38,89

0,24 0,00

40,54

Program Pemberdayaan Masyarakat

Belanja Pegawai Belanja Barang & Jasa Belanja Modal

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

2014 2015 2016

1,75 0,75 1,35

87,92 84,46 90,01

0,80 0,00 0,00

Program Usaha Ekonomi Kecil dan Mikro

Belanja Pegawai Belanja Barang & Jasa Belanja Modal 0,00

50,00 100,00

2014 2015 2016

3,93 2,48 1,81

95,82 97,52

56,47

0,25 0,00

41,71

Program Pemberdayaan Masyarakat

Belanja Pegawai Belanja Barang & Jasa Belanja Modal

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

2014 2015 2016

2,00 0,80 1,44

97,20 99,20 98,56

0,80 0,00 0,00

Program Usaha Ekonomi Kecil dan Mikro

Belanja Pegawai Belanja Barang & Jasa Belanja Modal

Dari Gambar 35 Diketahui bahwa Program Penanggulangan Kemiskinan dikelompokkan dalam jenis belanja langsung yang terdiri atas: Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, dan Belanja Modal Tahun 2014-2016, dari ketiga program kemiskinan yaitu program bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat dan usaha ekonomi kecil dan mikro terlihat bahwa anggaran paling besar pada belanja Barang dan Jasa, kemudian belanja pegawai dan belanja modal. Jika dibandingkan dengan realisasi belanja langsung untuk ketiga program kemiskinan tersebut, terlihat bahwa anggaran yang kurang terealisasikan pada kelompok belanja barang dan jasa.

Berdasarkan hasil dari pengukuran ekonomis, dimana ada anggaran yang memiliki realisasi terendah, karena adanya belanja barang dan jasa yang tidak terealisasikan terutama belanja Jasa Kantor dan Belanja Perjalanan Dinas. Hal ini bisa dilihat pada kelompok pemberdayaan masyarakat tahun 2014-2016 banyak anggaran pada Belanja jasa kantor dan Perjalanan Dinas yang tidak terealisasikan.

Anggaran Jasa Kantor tidak terserap karena ada honorarium yang tidak dibayarkan, dan kelebihan dana perjalanan dinas karena menyesuaikan standar biaya yang ditetapkan daerah (kebijakan at cost).

Berdasarkan data tersebut diharapkan untuk perencanaan dan penetapan anggaran harus kongkrit, tepat sasaran dan jumlah, diperlukan perencanaan yang baik dengan melibatkan pihak-pihak

terkait dan selalu dilaksanakan koordinasi. Anggaran program penanggulangan kemiskinan terutama pada kelompok pemberdayaan masyarakat dan ekonomi usaha ekonomi kecil dan mikro untuk belanja barang dan jasa terutama belanja Jasa Kantor dan Perjalanan Dinas agar dapat disesuaikan.

Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan kerja dan studi banding,baik perjalanan dinas luar negeri maupun perjalanan dinas dalam negeri, dilakukan secara selektif, frekuensi dan jumlah harinya dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan subtansi kebijakan pemerintah daerah agar tidak ada anggaran yang tersisa dan sebaiknya anggaran lebih dioptimalkan untuk kepentingan masyarakat miskin dalam mempercepat pengurangan kemiskinan.

Adanya ketidaksinkronan atau kekurang tepatan data dalam pengukuran kinerja program kemiskinan, dimana kegiatan-kegiatan yang tidak bersinggungan dan berdampak langsung dengan kemiskinan justru memiliki alokasi yang lebih besar daripada kegaitan yang murni untuk masyarakat miskin. Penelitian Hastuti & Rahutami (2009) bahwa ketidaksikronan data dalam pengukuran kemiskinan perlu upaya untuk mensinergikan data kemiskinan, serta perlu pelibatan pihak swasta melalui CSR dapat menjadi salah satu cara untuk memperbaiki kondisi kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan.

Adanya keterbatasan anggaran, maka belanja daerah akan dioptimalkan pada prioritas program yang memihak kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Disamping tetap menjaga eksistensi penyelenggaraan pemerintahan, dalam penggunaannya belanja daerah harus tetap mengedepankan efisiensi maupun efektivitas sesuai dengan priorotas untuk memberikan dukungan pada strategi pembangunan daerah. (Hastuti & Rahutami, 2009) (Hanum, 2011)

Berdasarkan dari data pengukuran kinerja dengan value for money, maka dapat dibuat analisis anggaran per orang miskin di Provinsi Kalimantan Selatan (Gambar 36).

Gambar 36. Realisasi Program Penanggulangan Kemiskinan, penduduk miskin dan Anggaran (per orang miskin) Di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014-2016

Dari gambar 36, diketahui bahwa anggran untuk orang miskin per jiwa tahun 2014 sebesar Rp. 165.737,- , tahun 2015 sebesar Rp.

161.676,- dan tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar Rp.

2014 2015 2016

Realisasi Anggaran (Rp) 32.842.385.407 29.774.261.070 37.755.844.945 Anggaran (per orang

miskin) 165.737 161.676 194.058

Penduduk Miskin (Jiwa) 198.160 184.160 194.560 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000 400.000 450.000

5.000.000.000 10.000.000.000 15.000.000.000 20.000.000.000 25.000.000.000 30.000.000.000 35.000.000.000 40.000.000.000

194.058,-. Jika dilihat dari jumlah penduduk miskin, maka dapat dikatakan bahwa realisasi anggaran program penanggulangan kemiskinan tahun 2014 dan 2016, dimana anggaran yang cukup besar dibandingkan tahun 2015, akan tetapi jumlah penduduk miskin tetap meningkat, sedangkan tahun 2015 realisasi anggaran sedikit akan tetapi jumlah penduduk miskin menurun. Hal ini berarti bahwa program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah masih belum efisien dalam mengurangi jumlah penduduk miskin di Kalimantan Selatan.

Gambar 37. Realisasi Program Penanggulangan Kemiskinan, Target RPJMD dan Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014-2016

Dari Gambar 37 menunjukkan bahwa hasil realisasi anggaran program penanggulangan kemiskinan dibandingkan dengan tingkat kemiskinan dan target RPJMD, terlihat bahwa anggaran program penanggulangan kemiskinan tahun 2014-2015 di Provinsi Kalimantan

2014 2015 2016

Realisasi Anggaran (Rp) 32.842.385.407 29.774.261.070 37.755.844.945

Target RPJMD 4,2 3,99 4,68

Tingkat Kemiskinan (%) 4,72 4,52 4,73

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

5.000.000.000 10.000.000.000 15.000.000.000 20.000.000.000 25.000.000.000 30.000.000.000 35.000.000.000 40.000.000.000

Rupiah

Selatan masih belum mampu mencapai target RPJMD yang diharapkan. Hal ini berarti program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah masih belum efektif untuk menurunkan tingkat kemiskinan di provinsi Kalimantan Selatan.

Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2021 adalah 4.364.235 jiwa, sedangkan target tingkat kemiskinan menurut RPJMD tahun 2021 sebesar 4,01%, maka pengurangan jumlah penduduk miskin yang diharapkan tahun 2021 sebesar 19.554 jiwa. Oleh karena itu diharapkan anggaran program penanggulangan kemiskinan ditingkatkan sebesar Rp.

41.550.455.077,- Selain itu anggaran kemiskinan fokus pada program-program yang menyentuh langsung ke masyarakat miskin dan diprioritaskan untuk pengurangan kemiskinan pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat kemiskinan dan jumlah penduduk miskin terbanyak agar tepat sasaran dan tepat program.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan dan implementasi strategi penanggulangan kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Tingkat Kemiskinan Provinsi Kalimantan Selatan menempati posisi ke 3 terendah walaupun ketimpangan pendapatan masih tinggi.

Pendidikan penduduk miskin terbanyak pada kelompok SD/SMP (54,16%), Pekerjaan penduduk miskin cenderung bekerja pada sektor Informal (42,26%), dan penduduk miskin yang tidak bekerja sebesar 37,73%. Perempuan penduduk miskin dalam penggunaan alat KB sudah lebih baik (80,88%), sedangkan fasilitas perumahan penduduk miskin dalam penggunaan air layak masih rendah (47,83%), dan penggunaan jamban sendiri/bersama sudah lebih baik (73,01%).

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan adalah belanja langsung, pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan pengeluaran perkapita, sedangkan rata-rata lama sekolah tidak berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin.

3) Implementasi program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan dengan anggaran yang ada masih belum efisien dan efektif dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan mencapai target RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan

Saran

1) Diharapkan pemerintah dapat meningkatkan kualitas pendidikan penduduk miskin baik melalui bantuan beasiswa pendidikan dan penyelengaraan pendidikan formal maupun informal agar mereka memiliki keterampilan dan keahlian untuk memperoleh pekerjaan, meningkatkan akses lapangan pekerjaan terutama penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian dengan memberikan bantuan dibidang pertanian, serta peningkatan fasilitas perumahan berupa pembangunan infrastruktur prasarana air bersih dan jamban sehat bagi masyarakat miskin.

2) Diharapkan adanya tambahan alokasi belanja langsung di dalam penganggaran agar dapat memaksimalkan upaya pengentasan kemiskinan dengan cara mengambil atau merelokasi anggaran-anggaran lain yang kurang mengena, peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan ekonomi yang Pro Growth, Pro Job, dan Pro Poor, disertai membuka akses investasi dan pemberian modal kepada pelaku ekonomi yang diharapkan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mampu mengurangi angka

kemiskinan, selain itu menekan inflasi yang mempengaruhi daya beli masyarakat sehinga mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin.

3) Diharapkan Anggaran Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Selatan dievaluasi kembali terutama program-program yang kurang terealisasikan agar anggaran lebih dioptimalkan untuk kepentingan masyarakat miskin. Selain itu, diperlukan monitoring dan evaluasi oleh semua pelaku (stakeholders) penanggulangan kemiskinan, untuk mengetahui sejauh mana dampak program/kegiatan yang mencakup manfaat maupun sasaran program itu sendiri telah berjalan.

DAFTAR PUSTAKA

Abu, U. A., & Kabir, H. (2003). The time value of money concept in islamic finance. The American Jurnal of Islamic Social Sciences, 23 (1).

Adam, R. (2004). Economic Growth, Inequality and Poverty: Estimating The Growth Elasticity of Poverty. The World Bank Washington DC. World Development, 32, 12.

Adinugraha, M. D. (2016). Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Rata-rata Lama sekolah dan Jumlah Pengangguran terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Provinsi DIY. Naskah Publikasi. Yogyakarta:

Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

Agrawal, P. (2008). Economic Growth and Poverty Reduction: Evidence From Kazakhtan.

Anderson, C. L. (2012). Opening Doors: Pereventing youth homelessness through housing and education collaboration. Seattle Journal for Social Justice, 11, 2.

Anwar, S., & Cooray, A. (2015). Financial Flows and Percapita Income in developing countries. International Reviews of Economics &

Finance, 35, 304-314.

Arsyad, L. (1999). Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPPN.

Azwar, & Subekan, A. (2016). Analisis Determinan Kemiskinan Di Sulawesi Selatan. Jurnal Tata Kelola & Akuntabilitas Keuangan Negara, 2(1), 1-25.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. (2015). Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Bappeda Provinsi Kalimantan Selatan.

Badan Pusat Statistik. (2016). Kalimantan Selatan Dalam Angka.

Banjarmasin: BPS Provinsi Kalimantan Selatan.

Badan Pusat Statistik. (2018). Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota Tahun 2017. Jakarta: CV Nario Sari.

Bank Dunia. (2007). Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia. Indonesia : Bank Dunia.

Boex, J. e. (2006). Fighting Poverty Through Fiscal Decentralization .

BPS. (2017). Kalimantan Selatan Dalam Angka . Banjarmasin: BPS Provinsi Kalimantan Selatan.

Chakravarty, S. R., & D'Ambrosio, C. (2013). An axiomatic approach to the measurement of poverty reduction failure. Economic Modelling, 35, 874-880.

Chambers. (1998). Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang. Jakarta:

LP3ES.

Chriswardani, S. (2005). Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional.

Jakarta: LP3ES.

Church, R. M. (2001). The Effective Use of Secondary Data. Learning and Motivation, 33, 32-45.

Churchill, S. A., & Smyth, R. (2017). Ethnic Diversity and Poverty. World Development. Diambil kembali dari www.elsevier.com

Dardiri, Y. (2014). Strategi Penanggulangan Kemiskinan Di Kota Bogor melalui Pendekatan Anggaran dan Regulasi. Institut Pertanian Bogor.

Dian, O. (2001). Inflasi, Pengangguran, dan Kemiskinan Di Indonesia:

Analisis Indeks Forreste Greer & Horbecke. Media Ekonomi, 7(8), 100-118.

Fachrudin, R. (2015). Evaluasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Pemerintah Kota Balikpapan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 4(2), 327-338.

Ekanada, M. 2015. Ekonometrika Dasar untuk Penelitian Di Bidang Ekonomi, Sosial dan Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media

Dokumen terkait