• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Indeks Kesenjangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota

III. METODE KAJIAN

3.4 Model Analisis Data

3.4.1 Analisis Indeks Kesenjangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota

Untuk mengukur besarnya kesenjangan pendapatan sesuai dengan tujuan pertama kajian, digunakan Indeks Theil sebagai alat analisis mengukur entropi atau ketidakteraturan dari ketidakmerataan (Etharina, 2005). Theil’s Coefficient of Concentration telah menjadi indeks yang sangat popular untuk menganalisis distribusi spasial dan memiliki keunggulan dibanding dengan indeks kesenjangan lainnya. Indeks ketimpangan entropi theil mengukur ketimpangan secara rinci dalam sub unit geografis yang lebih kecil, yang berguna untuk mengetahui kecenderungan konsentrasi geografis.

Wibisono (2003) menyatakan bahwa Indeks Theil mempunyai beberapa keunggulan yaitu: independen terhadap jumlah daerah-daerah sehingga dapat digunakan sebagai pembanding disparitas dari sistem regional yang berbeda- beda, dan dapat didekomposisi ke dalam indeks ketidakmerataan antar dan intra kelompok daerah menjadi disparitas between dan disparitas within wilayah kelompok atau group.

Menurut Kuncoro (2004) ukuran Indeks Theil tidak memiliki batas atas atau batas bawah, apabila semakin besar maka semakin timpang dan semakin kecil maka semakin merata. Untuk pendapatan perkapita yang merata sempurna, Indeks Theil diberi bobot nilai nol (Wibisono, 203). Rumus indeks entropi Theil adalah sebagai berikut (Ying, 2000 dalam Kuncoro, 2004):

Dimana:

Itheil = Indeks entropi Theil;

yj = PDRB per kapita di kabupaten/kota j; Y = rata-rata PDRB per kapita Jawa Barat; xj = jumlah penduduk di kabupaten/Kota j; X = jumlah penduduk Jawa Barat.

Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana kondisi kesenjangan di provinsi Jawa Barat maka dihitung kesenjangan antar kelompok/group dan dalam kelompok/group, dengan rumus sebagai berikut:

23

Dimana:

Ibetween = kesenjangan antar group (between-region inequality); Iwithin = kesenjangan dalam group (within-region inequality);

Yi = jumlah pangsa PDRB masing-masing group ( Yj/Y tiap group); Xi = jumlah pangsa penduduk masing-masing group ( Xj/X tiap group); Koefisien theil dapat diinterpretasikan sebagai logaritma dari rata-rata geometri tertimbang dari pendapatan per kapita kabupaten/kota yang dideflasikan dengan rata-rata provinsi.

Langkah mendekomposisi disparitas pendapatan di Jawa Barat dengan Indeks Theil dalam kajian ini menggunakan pengelompokan kabupaten/kota. Pengelompokan yang digunakan adalah terdiri dari: (1) kelompok kewilayahan, dan (2) kelompok daerah kaya dan miskin. Mengacu pada Keputusan Gubernur Jawa Barat nomor 68 Tahun 2000 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Unit Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Provinsi Jawa Barat, pembagian kabupaten/kota kedalam kelompok Bakorwil adalah sebagai berikut: a. Bakorwil Purwakarta terdiri dari: Kabupaten Purwakarta, Subang, Karawang,

Bekasi; dan Kota Bekasi.

b. Bakorwil Bogor terdiri dari: Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur; Kota Bogor, Sukabumi, dan Depok.

c. Bakorwil Priangan terdiri dari: Kabupaten Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis; Kota Bandung, Tasikmalaya, Cimahi dan Banjar. d. Bakorwil Cirebon terdiri dari: Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka,

Kuningan; dan Kota Cirebon.

Selanjutnya, pembagian kelompok kaya dan miskin adalah merujuk pada Etharina (2005), yaitu bahwa batasan daerah kaya dan miskin adalah dengan membandingkan rata-rata pendapatan per kapita daerah kabupaten/kota dengan rata-rata pendapatan per kapita propinsi pada kurun waktu yang sama, sehingga: (i) Kabupaten/kota yang masuk dalam Kelompok Kaya, bila rata-rata PDRB per

kapitanya > rata-rata PDRB perkapita propinsi;

(ii) Kabupaten/kota yang masuk dalam Kelompok Miskin, bila rata-rata PDRB per kapitanya rata-rata PDRB perkapita propinsi.

24 Hasil pembagian kelompok daerah kaya dan miskin adalah sebagai berikut: a. Kelompok Kaya: Kabupaten Bogor, Bandung, Bekasi, Purwakarta, Karawang;

Kota Bandung, Cirebon, Bekasi, dan Cimahi.

b. Kelompok Miskin: Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang; Kota Bogor, Sukabumi, Depok, Tasikmalaya, dan Banjar.

3.4.2 Analisis Model Regresi Data Panel

Tujuan kedua kajian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pendapatan antar kabupaten/kota yang kemudian digunakan untuk menyusun strategi pembangunan ekonomi sebagai upaya memperkecil atau bahkan menghilangkan kesenjangan pendapatan yang ada. Untuk menganalisis hubungan faktor-faktor tersebut dengan disparitas pendapatan maka dibangun suatu model ekonometrika. Model tersebut adalah Model Regresi Data Panel. Data Panel adalah gabungan dari data time series dan data cross section. Pada data panel, nilai satu variabel atau lebih dikumpulkan untuk beberapa unit sampel pada suatu periode waktu (Gujarati, 2002). Beberapa keuntungan menggunakan data panel antara lain adalah: (1) dapat memberikan jumlah pengamatan yang besar, meningkatkan degree of freedom (derajat kebebasan), data memiliki variabilitas yang besar dan mengurangi kolinieritas antara variabel penjelas, dimana dapat menghasilkan estimasi ekonometri yang efisien, (2) data panel dapat memberikan informasi lebih banyak yang tidak dapat diberikan hanya oleh data cross section atau time series saja, (3) data panel dapat memberikan penyelesaian yang lebih baik dalam inferensi perubahan dinamis dibanding data cross section.

Model yang dapat digunakan untuk menganalisis data panel, menurut Widarjono (2005) adalah:

1. Fixed effect model, dengan kemungkinan-kemungkinan antara lain:

- diasumsikan intersep dan slope tetap sepanjang waktu dan individu, dan perbedaan intersep dan slope dijelaskan oleh residual

- diasumsikan slope tetap tetapi intersep berbeda antar individu

- diasumsikan slope tetap tetapi intersep berbeda baik antar waktu maupun antar individu

- diasumsikan intersep dan slope berbeda antar individu

25 Model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar individu dapat diakomodir dalam perbedaan intersepnya. Dalam mengestimasi model ini digunakan teknik variabel dummy atau disebut Least Square Dummy Variable (LSDV). 2. Random effect model, melihat bahwa residualnya mungkin berhubungan

antar waktu dan individu. Pada model ini intersep diasumsikan random. Widarjono (2005) menyatakan bahwa model ini berguna jika sampel yang dipilih adalah random dan merupakan wakil dari populasi. Metode yang tepat untuk mengestimasi model ini adalah Generalized Least Square (GLS), karena model ini terdapat korelasi antar residual sehingga metode Ordinary Least Squares (OLS) tidak dapat digunakan untuk mengestimasi secara efisien.

Analisis kuantitatif dalam kajian ini adalah merupakan intepretasi dari model regresi panel yang menunjukan pola hubungan antar variabel. Berdasarkan hubungan PDRB = C + I + G + NX, dan hasil Indeks Disparitas yang merupakan geometri dari PDRB, serta inflasi dilihat sebagai perubahan PDRB nominal yang mencerminkan perubahan tingkat harga, maka diasumsikan komponen-komponen tersebut membentuk atau mempengaruhi disparitas pendapatan antar kabupaten/kota. Dari asumsi tersebut, hipotesis yang dapat dirumuskan terkait dengan variabel-variabel kajian adalah sebagai berikut: 1. Diduga Inflasi berpengaruh secara positif terhadap disparitas pendapatan. 2. Diduga Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Daerah berpengaruh secara

positif terhadap disparitas pendapatan.

3. Diduga Investasi Swasta berpengaruh secara positif terhadap disparitas pendapatan.

Dari asumsi dan hipotesis tersebut hubungan disparitas dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat diformulasikan sebagai berikut:

Disparitas = f(Inflasi,Pemb,Investasi) Dalam bentuk persamaan adalah:

Disparitasit = o + 1 Inflasiit + 2 LnPembit + 3 LnInvestasiit + t

dimana:

Disparitas = Kesenjangan Pendapatan 0, 1, 2, 3 = Koefisien regresi

Inflasi = Angka Inflasi (%)

26 Investasi = Jumlah Investasi Swasta (Rp)

i = Kabupaten/Kota (1,2,…,n)

t = Waktu (1,2,…,n)

t = Error Term

Sebelum dilakukan analisis terhadap model regresi, dilakukan beberapa prosedur uji, yaitu:

a. Untuk melihat apakah data bersifat stasioner atau tidak, guna menghindari terjadinya regresi lancung dan autokorelasi dilakukan uji akar unit.

b. Untuk menentukan jenis model yang akan digunakan, maka dilakukan uji Hausmann agar terpilih model yang paling baik dalam mengestimasi disparitas pendapatan antar kabupaten/kota. Penilaian uji ini adalah menggunakan nilai Chi-Square (χ2) dengan kriteria apabila χ2hitung>χ2tabel maka model yang digunakan adalah fixed effect. Selain itu, menurut Wooldridge (2000) dalam Widarjono (2005) berpendapat jika tidak dapat diputuskan apakah data yang diperoleh acak dan berasal dari populasi yang besar, pilihan model fixed effect adalah lebih tepat.

c. Untuk melihat hubungan atau pengaruh antara variabel independen secara serempak dan individual terhadap variabel dependen maka dilakukan uji F dan uji t pada derajat kepercayaan ( ) sebesar 10%. Hipotesis uji t yang digunakan adalah sebagai berikut:

H0 : i =0, maka variabel independen tidak secara nyata mempengaruhi variabel dependen.

H1 : i 0, maka variabel independen secara nyata mempengaruhi variabel dependen.

Kriteria hasil pengujian adalah: H0 diterima (tidak signifikan) jika thitung < ttabel H0 ditolak (signifikan) jika thitung > ttabel

Selanjutnya, dari hasil analisis kuantitatif model, maka sesuai dengan tujuan ketiga, disusun perumusan startegi dan program untuk membantu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dalam menentukan langkah dan arah kebijakan strategis. Hasil pendugaan parameter model akan memberikan gambaran elastisitas variabel-variabel kajian guna perumusan strategi dan program peningkatan pembangunan ekonomi regional yang lebih baik.

27

Dokumen terkait