• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

B. Analisis Kasus

Menganalisis putusan hakim, haruslah memperhatikan aspek-aspek pertimbangan yuridis tindak pidana yang didakwakan karena hal ini merupakan konteks yang sangat penting. Hakekatnya pada pertimbangan yuridis adalah merupakan pembuktian unsur-unsur dari suatu tindak pidana apakah perbuatan terdakwa tersebut telah memenuhi dan sesuai dengan tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa/Penuntut Umum. Dapat dikatakan lebih jauh, bahwasanya pertimbangan-pertimbangan yuridis ini secara langsung akan berpengaruh besar

terhadap amar/diktum putusan Hakim.54

Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan pada perkara ini telah menggunakan pertimbangan yuridis karena majelis hakim telah menimbang serta memperhatikan hal-hal yang harus dimuat sehingga hakim dapat memutuskan suatu perkara yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Adapun pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusannya terhadap perkara ini yaitu diantaranya surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Keterangan Terdakwa, Barang Bukti, dan Pasal-pasal dalam hukum pidana.

54

http://yenniwidiastuti.blogspot.com/2014/ -html?m=1. Diakses Pada tanggal 30 Juni 2015.

Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum melalui Surat Dakwaannya merumuskan Dakwaan Subsidair yaitu:

1. Primer: melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-UndangNo. 31

Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

2. Subsider: melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara ini pada dasarnya berlandaskan pada fakta-fakta hukum yang terungkap dimuka persidangan berupa :

a. Terdakwa Binahati Benedictus Baeha menjabat sebagai Bupati Nias dalam

2 (dua) periode, yaitu periode pertama sejak tanggal 31 Maret 2001 sampai dengan bulan Maret 2006, dan periode kedua sejak tanggal 19 Mei 2006 sampai dengan 19 Mei 2011;

b. Terdakwa sebagai Bupati Nias, secara ex officiojuga sebagai Ketua Satuan

Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATLAK PBP) Kabupaten Nias berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi tertanggal 9 Januari 2001 jo Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun

2001 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi tertanggal 12 Oktober 2001;

c. Terdakwa sebagai Ketua Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan

Penanganan Pengungsi (SATLAK PBP) mempunyai tugas melaksanakan kegiatan Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi yang terjadi di daerahnya dengan memperhatikan kebijakan dan arahan teknis yang diberikan BAKORNAS PBP, yaitu antara lain melakukan evakuasi, mencari solusi dan melakukan koordinasi dengan instansi terkait mengenai penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi;

d. Terdakwa mengajukan permohonan kebutuhan pemberdayaan masyarakat

di Kabupaten Nias sebesar Rp. 12.280.000.000,- (dua belas miliar dua ratus delapan puluh juta rupiah) kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, sesuai surat Nomor : 400/8335/SOS tanggal 8 Desember 2006;

e. Terdakwa mengajukan permintaan dana untuk pemberdayaan masyarakat

pasca bencana alam gempa bumi dan tsunami Propinsi NAD dan Nias sebesar Rp. 12.280.000.000,- (dua belas miliar dua ratus delapan puluh juta juta rupiah) kepada Pelaksana Harian Bakornas PBP dengan Surat Nomor : 900/0301/Keu tanggal 12 Januari 2007 dan Surat Penyempurnaan Proposal Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Nias Pasca Bencana Gempa Bumi dan Tsunami Nomor : 900/0332/Keu tanggal 17 Januari 2007;

f. Permohonan dana pemberdayaan masyarakat Nias yang diajukan oleh Terdakwa tersebut disetujui oleh Pelaksana Harian Bakornas PBP sebesar Rp. 9.480.000.000,- (sembilan miliar empat ratus delapan puluh juta rupiah) sesuai surat Nomor : B-97/Lakhar-PB/II/2007 tanggal 1 Februari 2007;

g. Pada tanggal 2 Februari 2007 bertempat di Kantor Bupati Nias, Terdakwa

mengadakan rapat dengan para pejabat Pemerintah Kabupaten Nias, yang dihadiri antara lain oleh Terdakwa, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Inspektorat, Kepala Bagian Keuangan, Plt. Kepala Bagian Umum dan Perlengkapan, Ketua Tim Penggerak PKK dan beberapa pejabat lainnya;

h. Dalam rapat tersebut dibicarakan wacana pengadaan barang dan Terdakwa

menyampaikan hal-hal antara lain sebagai berikut :

1) Bantuan dana pemberdayaan masyarakat pasca bencana alam gempa

bumi dan tsunami Kabupaten Nias yang disetujui oleh Bakornas PBP sebesar Rp. 9.480.000.000,- (sembilan miliar empat ratus delapan puluh juta rupiah), sedangkan yang diusulkan sebesar Rp. 12.280.000.000,- (dua belas miliar dua ratus delapan puluh juta rupiah);

2) Baziduhu Ziliwu ditunjuk sebagai pelaksana kegiatan pengadaan

3) Bantuan dana yang akan diterima dari Bakornas PBP melalui rekening Bencana Alam dan Tsunami Kabupaten Nias supaya dipindahkan ke dalam rekening pribadi Baziduhu Ziliwu;

i. Pada tanggal 7 Februari 2007, Ketua Pelaksana Harian Badan Koordinasi

Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB) Sdr. Syamsul Ma’arif

(Pihak Pertama) dengan Bupati Nias/Ketua SATLAK PB Kabupaten Nias Sdr. Binahati B. Baeha (Pihak Kedua) menandatangani Nota Kesepahaman Nomor : MoU.02/Lakhar-PB/II/2007 tentang Penggunaan Dana Pemberdayaan Masyarakat Aceh dan Nias (Sub Kabupaten Nias), yang pada pokoknya menyepakati bahwa Pihak Pertama menyetujui menyerahkan dana Pemberdayaan Masyarakat Aceh dan Nias (Sub Kabupaten Nias) yang bersumber dari sumbangan masyarakat dan diadministrasikan melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2006, Nomor : 0256.0/069-03.0/-/2006 tanggal 28 Desember 2006 sebesar Rp. 9.480.000.000,- (sembilan miliar empat ratus delapan puluh juta rupiah) kepada Pihak Kedua dan dana tersebut akan dikirimkan ke rekening Bencana Alam dan Tsunami Kabupaten Nias di BNI Gunungsitoli Nomor : 114964604 serta dana tersebut akan digunakan untuk mendukung kegiatan Program Pemberdayaan Masyarakat Aceh dan Nias (Sub Kabupaten Nias);

j. Dalam Nota Kesepahaman disepakati pula penggunaan dana

pemberdayaan masyarakat tersebut ditentukan masa penyelesaian pekerjaan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditandatanganinya

Nota Kesepahaman dan apabila terjadi penyalahgunaan dalam pengelolaan dana tersebut, maka Pihak Kedua besedia dituntut menurut hukum;

k. Setelah dana tersebut masuk ke rekening Bencana Alam dan Tsunami

Kabupaten Nias di BNI Cabang Gunungsitoli nomor rekening : 114964604 pada tanggal 9 Februari 2007, kemudian Baziduhu Ziliwu atas perintah Terdakwa memindahkan sebagian dana tersebut ke rekening pribadi Baziduhu Ziliwu di BNI Cabang Gunungsitoli nomor rekening : 0058202841 dan sebagian ditarik secara tunai dengan menggunakan cek dalam tiga tahap;

l. Terdakwa telah menerbitkan Surat Perintah Tugas Nomor : 050/1327/2007

tanggal 28 Februari 2007 tentang Tugas sebagai Panitia Pengadaan Barang /Jasa pada Kegiatan Penggunaan Dana Pemberdayaan Masyarakat Aceh dan Nias (Sub Kabupaten Nias), Nomor DIPA 0256.0/069-03.03/2006. Dengan susunan sebagai berikut :

Ketua : Bualasokhi Hulu, SE Sekretaris : Yasman Halawa Bendahara : Elizama Mendrofa Anggota : 1. Kisar Nababan, ST

2. Joni Harefa, SE 3. Anugrah Batee 4. Hese’aro Hura 5. Yamotani Baeha

m. Panitia Pengadaan Barang dan Jasa tersebut tidak pernah melaksanakan tugas pengadaan barang dan jasa;

n. Pengadaan barang dilaksanakan oleh Baziduhu Ziliwu (Plt. Kepala Bagian

Umum dan Perlengkapan Setda Kabupaten Nias) dengan cara pembelian langsung sebesar Rp. 5.560.201.762,- (lima miliar lima ratus enam puluh juta dua ratus satu ribu tujuh ratus enam puluh dua rupiah) tanpa melalui proses pelelangan sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah;

o. Sisa dana sebesar Rp. 3.919.798.238,- (tiga miliar sembilan ratus

sembilan belas juta tujuh ratus sembilan puluh delapan ribu dua ratus tiga puluh delapan rupiah) digunakan oleh Baziduhu Ziliwu atas Perintah Terdakwa dibagikan/diserahkan kepada dan digunakan untuk Terdakwa dan beberapa orang lainnya;

p. Dana sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) yang diterima

Terdakwa dari Baziduhu Ziliwu tersebut telah dikembalikan oleh Terdakwa kepada Baziduhu Ziliwu dan kemudian dana tersebut digunakan oleh Baziduhu Ziliwu untuk menambah dana yang diserahkan kepada Mulyana Santosa;

q. Setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan bantuan dana

tersebut tidak dibuatkan laporan pertanggungjawaban penggunaan bantuan dana pemberdayaan masyarakat Aceh dan Nias (Sub Kabupaten Nias), kemudian setelah ada surat teguran dari Sekretaris Utama Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNBP) Nomor : B.504/BNBP/XI/2008 tanggal 29 November 2008 yang ditujukan kepada Bupati/Ketua Satlak PB Kabupaten Nias, yang pada pokoknya agar Bupati/Ketua Satlak PB Kabupaten Nias segera menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan, barulah pada tanggal 16 Desember 2008

dibuatkan Laporan Rekapitulasi Pertanggungjawaban Bantuan

Pemberdayaan Masyarakat Nias yang isinya tidak sesuai dengan proposal/permohonannya;

r. Pengelolaan bantuan dana tersebut telah mengakibatkan kerugian

keuangan negara sebesar Rp. 3.764.798.239,- (tiga miliar tujuh ratus enam puluh empat jutra tujuh ratus sembilan puluh delapan ribu dua ratus tiga puluh delapan rupiah) sesuai Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara Atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Dana Penanggulangan Bencana Alam Nias Tahun 2007 yang dibuat oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor : SR-305/D6/01/2011 tanggal 15 Maret 2011.

Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan tersebut dilakukan pembuktian mengenai unsur-unsur dari pada yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum.

Dakwaan Primair Penuntut Umum adalah Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 antara lain

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara”.

Adapun unsur-unsur dari Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 sebagai berikut :

a. Setiap orang

b. Secara melawan hukum

c. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi

d. Dapat merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara.

Selain mendakwakan Terdakwa dengan Dakwaan Primer, Jaksa Penuntut Umum mendakwakan Terdakwa dengan Dakwaan Subsidair, yaitu Terdakwa melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 antara lain yang berbunyi sebagai berikut : “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

Adapun unsur-unsur dari Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 adalah sebagai berikut :

a. Setiap orang

b. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

c. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya

d. Dapat merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara.

Menurut analisis Penulis, jika melihat kedua Dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwayaitupada Pasal 2 ayat (1) maupun pada Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 adalah sama-sama “melakukan tindak pidana

korupsi”. Namun perbedaanya terletak pada cara melakukan tindak pidananya, sebagaimana fakta yang terungkap dalam persidangan yaitu Bahwa Terdakwa adalah seorang yang menjabat sebagai Bupati, yang disahkan pengangkatannya sebagai Bupati Nias berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan kemudian telah dilantik oleh Gubernur SumateraUtara

atas nama Presiden Republik Indonesia, dan secara ex officio sebagai Ketua Satlak

Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (PBP) Kabupaten Nias berdasarkan Keputusan Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP).

Oleh karena itu, berdasarkan fakta tersebut maka lebih tepatlah jika Dakwaan yang diterapkan terhadap Terdakwa adalah Pasal 3 karena untuk memenuhi unsur penyalahgunaan wewenang adalah diisyaratkan bahwa pelakunya harus pegawai negeri atau penyelenggara negara, sehingga terpenuhilah unsur “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan”, karena pada saat terjadinya tindak pidana

tersebut, Terdakwa bertindak sebagai Bupati Nias dan terbukti di persidangan menyahgunakan kewenangannya sebagai Bupati.

Mengenai unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi” terungkap berdasarkan fakta di persidangan bahwa sisa dana sebesar

Rp. 3.919.798.238,- (tiga miliar sembilan ratus sembilan belas juta tujuh ratus sembilan puluh delapan ribu dua ratus tiga puluh delapan rupiah) digunakan oleh Baziduhu Ziliwu atas Perintah Terdakwa dibagikan/diserahkan kepada dan digunakan untuk Terdakwa dan beberapa orang lainnya, disini terbukti bahwa Terdakwa ikut menikmati dan membiarkan orang lain mendapatkan keuntungan dari dana hasil tindak pidana korupsi tersebut.

Mengenai unsur “merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian

Negara”, bahwa pengelolaan bantuan dana tersebut telah mengakibatkan kerugian

keuangan negara sebesar Rp. 3.764.798.239,- (tiga miliar tujuh ratus enam puluh empat jutra tujuh ratus sembilan puluh delapan ribu dua ratus tiga puluh delapan rupiah) sesuai Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara Atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Dana Penanggulangan Bencana Alam Nias Tahun 2007 yang dibuat oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor : SR-305/D6/01/2011 tanggal 15 Maret 2011.

Oleh karenanya terhadap Putusan Hakim pada Tingkat Pertama yang membebaskan Terdakwa dari Dakwaan Primair yaitu melanggar Pasal 2 ayat (1)dan menjatuhkan Dakwaan Subsidair melanggar Pasal 3 sudah tepat, karena semua unsur tindak pidana sebagaimana Dakwaan Subsidair Penuntut Umum telah terpenuhi oleh perbuatan Terdakwa.

Selanjutnya Penuntut Umum dalam Dakwaan Subsidairnya, selain menerapkan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, juga mencamtumkan Pasal

55 ayat (1) ke 1 KUHP, yaitu yang mengatur tentang penyertaan (deelneming),

berbunyi : “Dipidana sebagai pelaku tindak pidana : orang yang melakukan, yang

menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan”.

Pada Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana menentukan kualitas pelaku tindak pidana, apakah seseorang melakukan sesuatu perbuatan pidana dengan

kualifikasi sebagai orang yang melakukan (pleger), orang yang menyuruh

melakukan (doen pleger), orang yang turut melakukan (medepleger), atau orang

yang dengean pemberian, salah memakai keuasaan, kekerasan dan sebagainya

dengan sengaja membujuk melakukan perbuatan itu (uitlokker).

Terdakwa terbukti mempunyai kehendak terwujudnya perbuatan atau tindak pidana korupsi tersebut, dalam mewujudkannya rapat pada tanggal 2 Februari 2007, Terdakwa selaku Bupati Nias/Kasatlak meminta nomor rekening

saksi Baziduhu Ziliwu dan menyuruh melakukan (doen plegen), saksi Baziduhu

Ziliwu untuk memindah bukukan secara bertahap dana bantuan penanggulangan bencana sebesar Rp. 9.480.000.000,- (sembilan milyar empat ratus delapan puluh juta rupiah), yang awalnya berada diBencana Alam Tsunami Kabupaten Nias ke rekening pribadi Saksi Baziduhu Ziliwu. Terdakwa juga memerintahkan kepada saksi Baziduhu Ziliwu untuk melakukan survey dan penjajakan harga barang, sehingga pengadaan barang terealisir dimana saksi Baziduhu Ziliwu melakukan penawaran, pembelian dan pembayaran secara langsung kepada para penyedia

barang atas perintah dari Terdakwa, dalam hal ini terbukti Terdakwa bersama- sama saksi Baziduhu Ziliwu telah melakukan perbuatan yang keseluruhannya terwujud dalam tindak pidana. Oleh karena itu, maka perbuatan Terdakwa Binahati Benedictus Baeha telah memenuhi unsur ketentuan Pasal 55 ayat (1) KUHP dengan kualisifikasi sebagai “orang yang menyuruh melakukan (doen plegen)”.

Oleh karena semua unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam Dakwaan Subsidair telah terbukti, maka Terdakwa Binahati Benedictus Baeha telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantsan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Mengenai hukuman penjara selama 5 Tahun yang dijatuhkan Hakim terhadap perbuatan Terdakwa, menurut Penulis kurang tepat dan tidak adil, karena dimana seharusnya Terdakwa sebagai Bupati Nias yang dimana Bupati merupakan termasuk sebagai Pejabat Negara yang seharusnya menjadi teladan dan panutan bagi rakyat, bukan melakukan tindak pidana. Sebagaimana ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 tahun 2001 pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20

(dua puluh) tahun, seharusnya Hakim menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa selama 20 (dua puluh) tahun karena Terdakwa sebagai Pejabat Negara maka hukumannya harus lebih berat dari masyarakat biasa, dan apalagi tidak ditemukan alasan pemaaf yang meniadakan sifat melawan hukum dan alasan pembenar yang meniadakan kesalahan dalam diri Terdakwa.

Terhadap Putusan Hakim pada Pengadilan Tingkat Banding yang juga sama halnya dengan putusan putusan Hakim pada Pengadilan Tingkat Pertama yaitu membebaskan Terdakwa dari Dakwaan Primair dan menjatuhkan Dakwaan Subsidair sudah tepat, karena semua unsur tindak pidana sebagaimana Dakwaan Subsidair Penuntut Umum telah terpenuhi oleh perbuatan Terdakwa sebagaimana yang telah diuraikan diatas. Namun dalam salah satu pertimbangan Hakim pada Pengadilan Tingkat Banding yang meringankan hukuman Terdakwa dengan alasan “Terdakwa memiliki jasa pada Negara yaitu pernah bekerja pada Departemen Dalam Negeri dan Jasa Terdakwa sebagai Bupati Kabupaten Nias” juga tidak tepat. Karena seharusnya pertimbangan tersebut merupakan alasan untuk memberatkan, karena sebagai Bupati Nias Terdakwa seharusnya menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk penanggulangan bencana alam di Kabupaten Nias serta sebagai Pejabat Negara juga sudah seharusnya pula Terdakwa menjadi Teladan dan Panutan bagi rakyat bukan melakukan tindak pidana.

Terhadap Putusan Hakim Mahkamah Agung pada Tingkat Kasasi, yang

dimana membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 15

/Pid.Sus/2011/PT-Mdn. Tanggal 27 Oktober 2011 yang merubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan No.

01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn. tanggal 10 Agusutus 2011, dan menyatakan seluruh unsur dalam Dakwaan Primair telah terbukti dan karenanya Terdakwa terbukti melangar Dakwaan Primair, bahwa Terdakwa Binahati Benedictus Baeha terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama seperti diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 sebagaimana yang didakwakan dalam Dakwaan Primair menurut penulis tidak tepat, karena meskipun subjek deliknya dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang No.

31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 adalah sama-sama “setiap

orang”, namun tidak semua orang dapat menyalahgunakan kewenangan. Jadi persyaratan penyalahgunaan wewenang pelakunya harus pegawai negeri atau penyelenggara negara (Amiruddin) sehingga menurut penulis karena Terdakwa

sebagai Bupati dan secara ex officiosebagai Ketua Satlak PBP, maka unsur-unsur

Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 dalam Dakwaan Subsidair ini lebih tepat diterapkan terhadap Terdakwa Binahati B. Baeha.

BAB IV

Dokumen terkait