• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

A. Posisi Kasus

5. Pertimbangan Hakim

Dalam kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara tersebut telah melalui proses peradilan serta diputuskan berdasarkan undang- undang yang berlaku serta pertimbangan-pertimbangan hakim sehingga putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Adapun hal yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yaitu :

a. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri

Untuk menyatakan sesorang telah melakukan suatu tindak pidana, maka perbuatan orang tersebut sebagaimana yang terungkap dalam fakta-fakta hukum persidangan haruslah dapat memenuhi seluruh unsur-unsur dari tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah perbuatan terdakwa sebagaimana yang diterangkan dalam persidangan telah memenuhi unsur-unsur delik dari pasal-pasal yang didakwakan. Untuk menetukan apakah terdakwa dapat dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan tersebut maka terlebih dahulu dipertimbangkan tetang tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

a) Primair : melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. b) Subsidair : melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Menimbang bahwa oleh karena Terdakwa telah didakwa dengan dakwaan

yang disusun secara subsideritas, maka majelis akan terlebih

dahulumempertimbangkan Dakwaan Primair.

Menimbang bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dalam Dakwaan Primair yaitu melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, dalam Dakwaan Subsidair yaitu melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, sedangkan Pasal 2 ayat (1) maupun Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tersebut sama-sama mengatur mengenai tindak pidana korupsi, maka perlu dipertimbangkan mengenai penerapan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3No. 31 Tahun

1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, yang didakwakan kepada Terdakwa dalam perkara ini.

Menimbang bahwa dalam kaitannya dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tersebut, apabila ditelaah secara lebih mendalam, maka dapat disimpulkan bahwa unsur pokok atau inti delik dari kedua pasal tersebut sangat berbeda. Unsur pokok dari Pasal 2 ayat (1), yaitu : 1. secara melawan hukum, 2. memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, 3. dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. adapun Unsur delik dari Pasal 3, yaitu : 1. Menguntungkan diri sendiri atau oranglain atau suatu korporasi, 2. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, 3. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Menimbang bahwa oleh karena unsur pokok atau inti delik dari Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tersebut sangat berbeda dan ternyata Terdakwa pada saat tindak pidana dilakukan sebagaimana yang diuraikan dalam dakwaan Penuntut Umum mempunyai jabatan atau kedudukan, yaitu Terdakwa menjabat sebagai Bupati Nias dan secara ex officio Terdakwa sebagai Ketua Satlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (PBP) Kabupaten Nias serta Terdakwa juga mempunyai kewenangan yang telah ditentukan sesuai peraturan yang berlaku, maka ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun

2001 yang mengatur secara umum mengenai perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi tidak tepat diterapkan terhadap Terdakwa dalam perkara ini, melainkan yang lebih tepat diterapkan adalah Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Menimbang bahwa sebagaimana telahdipertimbangkan diatas, salah satu unsur pokok atau inti delik dari Pasal 3 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.

Menimbang bahwa subjek delik dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah “setiap orang”.

Menimbang bahwa kewenangan berkaitan erat dengan jabatan atau kedudukan yang dimiliki oleh seseorang, namun tidak setiap orang bisa melakukan penyalahgunaan wewenang.

Menimbang bahwa meskipun subyek delik dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah “setiap orang”. Namun

sesungguhnya adresat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara atau orang yang mempunyai kedudukan dan jabatan dalam pemerintahan. Jadi, untuk adanya penyalahhgunaan

wewenang diisyaratkan bahwa pelakunya harus pegawai negeri atau

penyelenggara negara.53

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan – pertimbangan

sebagaimana diuraikan tersebut, oleh karena Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tidak tepat diterapkan terhadap Terdakwa dalam perkara ini, maka Terdakwa harus dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam Dakwaan Primair dan oleh karena itu pula Terdakwa harus dibebaskan dari Dakwaan Primair tersebut. Menimbang bahwa selanjutnya dipertimbangkan mengenai Dakwaan Subsidair, yaitu Terdakwa telah didakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Menimbang bahwa Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsisebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, unsur- unsur pokoknya sebagai berikut :

1. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi ;

53

Amiruddin, Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa, Penerbit Genta Publisihing, 2010, halaman 208).

2. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan ;

3. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Menimbang bahwa kata “dengan tujuan” dalam rumusan Pasal 3 Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 ini mengandung pengertian sebagai niat, kehendak atau maksud, sehingga makna unsur pertama ini adalah niat, kehendak atau maksud untuk menguntungkan diri sendiri, menguntungkan orang lain, atau menguntungkan suatu korporasi.

Menimbang bahwa yang dimaksud dengan “menguntungkan” adalah

mendapatkan untung, yaitu memperoleh pendapatan yang lebih besar dari pada

pengeluaran. Dengan demikian, yang dimaksud dengan “menguntungkan diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” adalah mendapatkan untung untuk diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

Menimbang bahwa unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan / korporasi cukup dinilai dari kenyataan yang terjadi atau dihubungkan dengan perilaku Terdakwa sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, karena jabatan atau kedudukannya (Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 29 Juni 1989 Nomor : 813 K/Pid/1987).

Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, bahwa Terdakwa sebagai Ketua Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATLAK PBP) mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi yang terjadi di Kabupaten Nias, yaitu berupa pengadaan barang untuk mendukung kegiatan program

pemberdayaan masyarakat pasca bencana alam dan gelombang tsunami di Kabupaten Nias.

Menimbang bahwa Kabupaten Nias menerima dana bantuan

pemberdayaan masyarakat pasca bencana alam dan gelombang tsunami dari Bakornas Penanganan Bencana yang bersumber dari sumbangan masyarakat dan diadministrasikan melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2006 sebesar Rp. 9.480.000.000,-

Menimbang bahwa setelah dana bantuan tersebut masuk ke rekening Bencana Alam dan Tsunami Kabupaten Nias di BNI Cabang Gunungsitoli nomor rekening : 114964604 pada tanggal 9 Februari 2007, kemudian Baziduhu Ziliwu atas perintah Terdakwa memindahkan sebagian dana tersebut ke rekening pribadi Baziduhu Ziliwu di BNI Cabang Gunungsitoli nomor rekening : 00582202841 dan sebagian ditarik secara tunai.

Menimbang bahwa sisa dana sebesar Rp. 3.919.798.238,- digunakan oleh Baziduhu Ziliwu atas perintah Terdakwa dibagikan/diserahkan kepada beberapa orang.

Menimbang bahwa dana sebesar Rp. 500.000.000,- yang diterima Terdakwa dari Baziduhu Ziliwu tersebut telah dikembalikan oleh Terdakwa kepada Baziduhu Ziliwu dan kemudian dana tersebut digunakan oleh Baziduhu Ziliwu untuk menambah dana yang diserahkan kepada Mulyana Santosa.

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan tersebut, maka perbuatan Terdakwa telah menguntungkan diri sendiri dan orang lain, dengan demikian unsur pertama ini telah terpenuhi.

Menimbang bahwa berikutnya pertimbangan unsur kedua, yaitu “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.

Menimbang bahwa yang dimaksud dengan “menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan” adalah menggunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang melekat pada jabatan atau kedudukan yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk tujuan lain dari maksud diberikannya kewenangan, kesempatan, atau sarana tersebut. Penyalahgunaan wewenang, kesempatan atau sarana merupakan cara yang di tempuh oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk mencapai tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi.

Menimbang bahwa yang dimaksud dengan kewenangan adalah serangkaian hak yang melekat pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi untuk mengambil tindakan yang di perlukan agar tugas pekerjaanya dapat di laksanakan dengan baik. Adapun kesempatan adalah peluang yang dapat di manfaatkan oleh pelaku tindak pidana korupsi, peluang tersebut tercantum dalam ketentuan-ketentuan tata kerja yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan. Sedangkan sarana adalah cara kerja atau metode kerja yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi.

Menimbang bahwa setelah dana digunakan untuk pembelian barang dan diserahkan/dibagikan kepada beberapa orang tersebut, kemudian dibuatkan laporan pertanggungjawaban, sedangkan isi laporan pertanggungjawaban tersebut tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya yang dibuat melebihi tenggang

waktu yang ditentukan, tetapi dibuat seakan-akan telah sesuai dengan proposal permohonan yang diajukan ke Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB).

Menimbang bahwa sesuai dengan nota kesepahaman nomor : MoU. 02/lakhar-PB/II/2007 tanggal 07 Februari 2007 antara Ketua Pelaksana Harian Badan Kordinasi Nasional Penanganan Bencana (BAKORNAS PB) dengan bupati /ketua SATLAK PB kabupaten nias, disebutkan antara lain dana pemberdayaan masyarakat aceh nias bersumber dari sumbangan masyarakat dan di administrasikan melaluai daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) tahun anggaran 2006 Nomor : 0256.0/069-03.0/-/2006 tanggal 28 desember 2006 sebesar Rp. 9.480.000.000,- (sembilan milyar empat ratus delapan puluh juta rupiah) dan bupati /ketua SATLAK PB kabupaten nias akan menggunakan dana tersebut untuk mendukung kegiatan program pemberdayaan masyarakat aceh dan nias yang ditetapkan oleh BAKORNAS PB berdasarkan usulan bupati/ketua SATLAK PB kabupaten nias, serta menyelesaikan pekerjaan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak di tandatanganinya nota kesepahaman.

Menimbang bahwa pembelian barang secara langsung ke toko / penyedia barang, merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan, karena pembelian / pengadaan barang yang dananya berasal dari keuangan negara harus tunduk pada ketentuan Keppres Nomor : 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, sehingga harus melalui proses pelelangan.

Menimbang bahwa Terdakwa sebagai Bupati / Ketua SATLAK Penanggulangan Bencana memiliki kewenangan untuk mengelola dana bantuan

pemberdayaan masyarakat pasca bencana alam gempa bumi dan tsunami Kabupaten Nias dari Bakornas sesuai dengan ketentuan sebagaimana mestinya, tetapi ternyata Terdakwa telah melaksanakan pengelolaan dana bantuan tersebut dengan cara yang bertentangan atau tidak sesuai dengan tujuan dari maksud diberikannya kewenangan yang melekat pada jabatan atau kedudukan Terdakwa sebagai Bupati / Ketua SATLAK Penanggulangan Bencana Kabupaten Nias.

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, maka dapatdi simpulkan bahwa terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya karena jabatan atau kedudukanya, dengan demkian unsur kedua ini telah terpenuhi.

Menimbang bahwa selanjutnya dipertimbangkan unsur ketiga, yaitu dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Menimbang bahwa kata “dapat” dalam unsur yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara bersifat alternatif, sehingga apabila salah satu unsur elemen telah terpenuhi, maka unsur tersebut telah terpenuhi pula.

Menimbang bahwa yang dimaksud dengan merugikan adalah menjadi rugi ataupun menjadi berkurang. Dengan demikian, yang dimaksud dengan merugikan keuangan negara atau keuangan negara menjadi rugi atau keuangan negara menjadi berkurang.

Menimbang bahwa penjelasan umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan bahwa keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan ataupun yang tidak dipisahkan termasuk

didalamnya seagala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :

a. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah

b. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum dan Perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

Menimbang bahwa yang dimaksud perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdsarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bertujuan memberi manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat.

Menimbang bahwa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya maupun surat tuntutannya menyatakan bahwa Terdakwa tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 3.764.798.238,- (tiga miliar tujuh ratus enam puluh empat juta tujuh ratus sembilan puluh delapan ribu dua ratus tiga puluh delapan rupiah), sesuai dengan Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Dana Penanggulangan Bencana Alam Nias Tahun 2007 yang dibuat oleh Tim dari Badan Pengawsan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tertanggal 11 Maret 2011.

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan tersebut, maka perbuatan Terdakwa telah merugikan keuangan negara, dengan demikian unsur ketiga ini telah terpenuhi.

Menimbang oleh karena Penuntut Umum dalam Dakwaan Subsidair selain menerapkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juga mencantumkan Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, maka dipertimbangkan pula unsur Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP tersebut.

Menimbang bahwa dari rumusanPasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP yang

mengatur tentang penyertaan (deelneming), terdapat 3 (tiga) bentuk penyertaan,

yaitu :

1. Orang yang melakukan (pleger) ;

2. Orang yang menyuruh melakukan (doen pleger) ;

3. Orang yang turut serta melakukan (medepleger) ;

Menimbang bahwa pengertian “orang yang melakukan” adalah jika

seseorang melakukan secara sendiri perbuatannya, dan orang yang menyuruh melakukan adalah jika ada seseorang yang menyuruh oranglain untuk melakukan suatu perbuatan, sedangkan pada orang yang turut serta melakukan adalah jika ada 2 (dua) atau lebih orang yang melakukan perbuatan dan ada kesadaran dalam bekerja sama untuk melakukan perbuatan serta hubungan yang erat antara perbuatan yang satu dengan perbuatan yang lainnya, sehingga hal ini disebut pula bersama-sama melakukan.

Menimbang bahwa dari rangkaian fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa Terdakwa dan Baziduhu Ziliwu telah ada kesadaran dalam bekerjasama untuk melakukan perbuatannya dan ada hubungan yang erat antara perbutan Terdakwa dengan perbuatan Baziduhu Ziliwu, yaitu memindahkan dana bantuan ke rekening pribadi, membeli barang tanpa proses lelang, menyerahkan sebagaian dana kepada orang yang tidak berhak menerimanya dan membuat laporan pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, yaitu dengan menaikkan jumlah dan harga barang.

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan tersebut, maka telah ada penyertaan antara Terdakwa dengan Baziduhu Ziliwu, sehingga Terdakwa telah “turut serta melakukan” atau “bersama-sama melakukan” perbuatan sebagaimana yang didakwakan dalam Dakwaan Subsidair, dengan demikian unsur Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP tersebut telah terpenuhi.

Menimbang bahwa Penuntut Umum dalam dakwaanya juga

mencantumkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang mengatur tentang pidana tambahan.

Menimbang bahwa salah satu jenis pidana tambahan yang diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah berupa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dipersidangan, teryata Terdakwa telah memperoleh uang dari dana bantuan pemberdayaan masyarakat akibat bencana alam gempa bumi dan tsunami Kabupaten Nias yang berasal dari Bakornas.

Menimbang bahwa oleh karena Terdakwa sebagai orang yang bertanggungjawab dalam pengelolaan dana bantuan tersebut, sedangkan ternyata telah terjadi penggunaaan dana yang tidak sesuai dengan peruntukkanya, maka Terdakwa harus dibebani untuk membayar uang pengganti.

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana diuraikan tersebut, maka semua unsur Pasal yang didakwakan dalam Dakwaaan Subsidair telah terpenuhi.

Menimbang oleh karena semua unsur dar Pasal yang didakwakan dalam Dakwaan Subsidair telah terpenuhi maka majelis hakim berkeyakinan bahwa tindak pidana yang didakwakan dalam Dakwaan Subsidair telah terbukti, maka Terdakwa harus dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan dalam Dakwaan Subsidair tersebut.

Menimbang oleh karena itu majelis hakim dalam mengadili perkara tindak pidana korupsi tidak boleh berdasarkan pada asumsi, tekanan maupun kepentingan, melainkan harus berdasarkan pada alat-alat bukti yang sah dan keyakinan serta memperhatikan nilai-nilai keadilan.

Menimbang bahwa sebelum menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa terlebih dahulu majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan :

Hal – hal yang memberatkan :

a. Terdakwa sebagai Kepala daerah seharusnya memberikan keteladanan

dalam pelaksanaan program pemerintah, tapi justru terdakwa melakukan perbuatannya tersebut pada saat pemerintah dan masyarakat sedang giat- giatnya melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi

Hal – hal yang meringankan :

a. Terdakwa bersikap sopan di persidangan

b. Terdakwa belum pernah dipidana

c. Terdakwa menyesali perbuatannya.

b. Pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi (Banding)

Hakim pada Pengadilan Tinggi / Tingkat Banding dalam hal ini telah membaca dan memperhatikan surat-surat yang berhubungan dengan perkara ini :

1. Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum 2. Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

3. Salinan putusan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan Tanggal 10 Agustus 2011 Nomor : 01/Pid. Sus. K/2011/PN.Mdn.

Berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan tanggal 10 Agustus 2011 Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn tersebut, Penasihat Hukum Terdakwa telah menyatakan banding pada tanggal 12 Agustus 2011, permintaan banding mana telah diberitahukan kepada Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tanggal 12 September 2011. Kepada Penuntut Umum dan Terdakwa telah diberi kesempatan

untuk mempelajari berkas perkara sesuai dengan surat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan tanggal 13 September 2011 Nomor : W2- U1-13.034/Pid.Sus K/01.10/IX/2011 dan kepada Jaksa Penuntut Umum tanggal 13 September 2011 Nomor : W2-U1-13.035/Pid.sus K/01.10/IX/2011. Untuk mendukung permohonan bandingnya, Penasihat Hukum Terdakwa telah mengajukan memori banding pada tanggal 23 September 2011, dan salinan memori banding tersebut telah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum pada tanggal 26 September 2011. Selanjutnya atas memori banding Penasihat Hukum Terdakwa tersebut, Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan kontra memori banding pada tanggal 13 Oktober 2011, dan salinan kontra memori banding tersebut telah diserahkan kepada Penasihat Hukum Terdakwa pada tanggal 13 Oktober 2011.

Menimbang bahwa permintaan banding yang diajukan oleh Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara serta syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang, maka permintaan banding tersebut secara formal dapat diterima.

Menimbang bahwa setelah Pengadilan Tingkat Banding meneliti dan mempelajari dengan seksama berkas perkara yang terdiri dari Berita Acara Pemeriksaan oleh Penyidik, Berita Acara Persidangan, Memori Banding, Kontra Memori Banding maupun salinan resmi putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan tanggal 10 Agustus 2011 Nomor : 01/Pid. Sus.K/2011.PN.Mdn beserta semua surat yang berhubungan dengan perkara ini, pada prinsipnya Pengadilan Tingkat Banding menyetujui/sependapat dengan

alasan-alasan, pertimbangan hukum dan putusan Pengadilan Tingkat Pertama, karena sudah tepat dan benar oleh sebab itu alasan-alasan, pertimbangan hukum maupun putusan Pengadilan Tingkat Pertama diambil alih oleh Pengadilan Tingkat Banding sebagai pendapatnya sendiri dalam memutus perkara ini.

Menimbang keterangan-keterangan ahli yang terungkap di dalam persidangan berdasarkan keahliannya, yaitu keterangan saudara ahli Setya Budi Arijanta, SH.,KN, saudara ahli Muqorrobin dan saudara ahli Drs. Siswo Sujanto, DEA.

Menimbang keterangan-keterangan saksi yang terungkap di dalam persidangan yaitu keterangan saudara saksi Baziduhu Ziliwu, saksi Temazaro

Dokumen terkait