• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNDANG-UNDANG NO. 45 TAHUN 2009 (STUDI KASUS N0

2. Analisis Kasus

Analisi Kasus berdasarkan Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tertanggal 12 Juni 2017 yang disusun dengan dakwaan alternative, yang kemudian merujuk pada fakta-fakta hukum dalam persidangan, berdasarkan keterangan saksi, barang bukti dan keterangan terdakwa dapat disimpulkan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan maka telah melakukan tindak pidana tidak melengkapi Dokumen-dokumen lengkap sebagai persyaratan kapal dalam menangkap ikan, sebagai yang didakwakan dalam dakwaan alternatif yang pertama yaitu melanggar Pasal 93 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 45 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan Putusan Majelis Hakim maka dapat dianalisa dengan menguraikan unsur-unsur pasal yang didakwakan dan fakta-fakta hukum sebagai berikut:

(1) Unsur Objektif (1) Melanggar Hukum

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, berdasarkan saksi, barang bukti dan keterangan ahli. Diketahui bahwa terdakwa ditangkap berdasarkan penangkapan kepolisian perairan Sumatera Utara, berdasarkan keterangan saksi Ferdinand Manurung SST bersama rekan lainnya yang melakukan Patroli Rutin kepolisian perairan Sumatera Utara.

Dari keterangan saksi yang diberikan bahwa pada Saat itu dilakukan Patroli Rutin Kepolisisan KEPODANG 5001 Sumatera Utara dan menangkap Kapal Ikan KM ABADI Gt 28 No. 1655/SSD pada tanggal 18 April 2017 pukul 04.10 WIB posisi koordinat 03018‟ 973” U dan 990 41‟ 810” T atau 7 (Tujuh) Mil laut Timur laut dari Lampu c(3) 10 S14 8 M Perairan Tanjung Tiram Kab.Batubara Prov.

Sumatera Utara. Ditangkap karena tidak atau tanpa dilengkapi dengan dokumen perijinan yang sah yaitu Surat Ijin Usaha Perikanan(SIUP), Surat izin Penangkap Ikan(SIPI), Surat Izin Persetujuan Berlayar (SPB) yang kesemuanya kadaluarsa atau tidak berlaku lagi.

Kemudian berdasarkan berita Acara Barang Bukti berupa:

a. 1 (satu) unit kapal KM TEMAN ABADI Gt 28 No. 1655/SSD.

b. 1 (satu) unit GPS merek Garmin.

c. 1 (satu) Unit Komputer ikan merk Furuno.

d. 1 (satu) unit radio komunikasi merk superstar.

e. 1 (satu) set dokumen kapal berupa SIPI, SPB.

f. Uang Tunai sebesar Rp 3.815.000,- (Tiga Juta Delapan ratus lima belas ribu rupiah) hasil penjualan ikan sebanyak 736 (tujuh ratus tiga puluh enam) kg.

Dari unsur-unsur pasal dan fakta-fakta hukum berupa keterangan saksi-saksi yang kemudian dikaitkan dengan hasil pemeriksaan penyelidikan sebagimana disampaikan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa telah terpenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat yang dapat dipidana pada diri terdakwa.

Tersangka telah di dakwa oleh penuntut umum dengan dakwaan yang berbentuk alternative, sehingga Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut diatas memilih langsung dakwaan alternative kedua sebagimana didalam pasal 93 ayat (1) jo pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1. Setiap Orang;

2. yang memiliki dan / atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikan;

3. Di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.

Terhadap unsur-unsur tersebut Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:

1. Unsur Setiap Orang

Kata “setiap” disini sepada dengan kata “barangsiapa”, menurut Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1398/Pid/1994 tanggal 30 Juni 1995 termonologikata “barangsiapa” atau “hij” sebagai siapa saja yang diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Berdasarkan pemeriksaan di persidangan sesuai surat dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum adalah ditujukan kepada terdakwa yang bernama MAZLI yang identitasn selengkapnya sebagaimana telah dibacakan oleh persidangan pertama atas perkara ini, dan serta atas pertanyaan-pertanyaan Majelis Hakim kepada saksi-saksi penangkap dibawah sumpah yang dibacakan, saksi Ahli dibawah sumpah dan saksi pemilik kapal dibawah sumpah yang bernama H.Mizar yang juga sebagai terdakwa (splitzing atau berkas lainnya) telah membenarkan semua identitas terdakwa. Denga demikian jelaslah sudah

bahwa pengertian “Setiap Orang” yang dimaksudkan dalam aspek ini adalah Terdakwa yang dihadapkan ke depan persidangan Pengadilan Negri Medan, sehingga Hakim berpendirian unsur “setiap Orang” telah terpenuhi.

2. Unsur Yang memiliki dan / atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikan;

Yang dimaksud memiliki dan / atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang untuk melakukan penangkap ikan wajib memiliki Surat Izin Penangkap Ikan (SIPI) ditinjau dari Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 adalah setiap kapal yang ingin berlayar untuk menangkap ikan harus memiliki Surat Izin Penangkap Ikan dan Dokumen yang harus dilengkapi lainnya.

Maka sesuai dengan kasus terkait diatas adalah Terdakwa sebagai Nahkoda Kapal Ikan KM TEMAN ABADI Gt 28 No. 1655/SSD ketika melakukan operasi atau kegiatan penangkapan ikan tidak memiliki Surat Ijin Penangkap Ikan (SIPI), maka unsur kedua telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan.

3. Unsur Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Negara Republik Indonesia

Kegiatan operasional penangkapan ikan di perariran Tanjung Tiram Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara pada Koordinat 030 18‟ 973” dan 990 41‟ 810” T yang termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia atau WPP-RI 571.

Dengan dterbuktinya bahwa kegiatan Nahkoda Kapal KM TEMAN ABADI Gt 28 No. 1655/SSD tersebut memberikan penjelasan yang akurat

terhadap apa saja yang menjadi kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan Nahkoda, dengan penyidikan yang suda dilakukan. Dengan demikian Unsur di wilayah pengelolaan perikanan negara republik Indonesia telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan.

(2) Unsur-Unsur Subjektif:

Untuk mengkaji penerapan pidana sanksi pidana terhadap pelaku pengeporasian kapal penangkap ikan berbendera Indonesia di wilayah territorial Indonesia yang tidak memiliki surat izin penangkap ikan sesuai dengan Undang-Undang no. 45 tahun 2009 dalam putusan nomor 06/Pid.Sus-Prk/2017/PN.Mdn maka akan dikaji dari setiap unsur tindak pidana perikanan:

a. Kesengajaan

Untuk mengkaji pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana Perikanan dalam putusan nomor 06/Pid-Sus/2017/PN.Mdn maka akan dikaji dari setiap unsur pertanggungjawaban pidana sebagai berikut:

Perbuatan terdakwa sengaja atau lalai tidak memperhatikan, tidak memeriksa kelengkapan dokumen-dokumen kapal perikanan dan mengurus terutama Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang harus asli diatas kapal perikanan yang merupakan kewajiban utama dalam operasional penangkapan ikan di WPR-RI.

Dengan adanya ancaman pidana yang telah ditetapkan ketentuan undang-undang yang berlaku, maka diharapkan dapat menurunkan atau mengurangi pelaku kejahatan pidana perikanan. Dengan kesengajaan maka berhubung dengan keadaan batin orang yang berbuat dengan sengaja, yang berisi menghendaki dan

mengetahui itu, maka dalam ilmu pengetahuan hukum pidana dapat disebut dua teori sebagai berikut:

1. Teori kehendak (wilstheorie)

Inti kesengajaan adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang (Simons, Zevenbergen)

2. Teori pengetahuan / membayangkan (voorstelling-theorie)

Sengaja dalam berarti membayangkan akan akibat timbulnya akibata perbuatannya, orang tidak bisa menghendaki akibat, melainkan hanya dapat membayangkan. Teori ini menitikberatkan pada apa yang diketahui atau dibayangkan oleh sipelaku ialah apa yang akan terjadi pada waktu ia akan berbuat (Frank).

Dalam kesengajaan ada tiga jenis, yaitu : a) Kesengajaan sebagai maksud;

b) Kesengajaan sebagai kepastian;

c) Kesengajaan sebagai kemungkinan.84

Kedua teori ini mengaku bahwa dalam kesengajaan harus ada kehendak untuk berbuat. Dalam praktek penggunaannya, kedua teori adalah sama.

Perbedaannya adalah dalam istilahnya saja. Jika dikaitkan dengan kesengajaan pada tindak pidana perikananan mempunyai kehendak yang sama, yaitu pada awalnya adalah setiap orang yang berbuat kesengajaan dilihat dari apa yang terjadi pada waktu yang ia buat dan akibat dari timbulnya perbuatannya.

Kesengajaan yang tercipta harus diwujudkan melalui unsur-unsur yang ada

84 Prof. Moeljatno, S.H., Asas-asas hukum pidana, (Jakarta:PT.Rineka Cipta, 1993) hlm.

171-177.

didalam Undang-Undang, maksudnya adalah setiap kesengajaan ditelaah atau di wujudkan unsur-unsur apa yang sesuai dengan perbuatan si pelaku didalam undang-undang yang berlaku.

Maka dapat disimpulkan bahwa kesengajaan terhadap pelaku yang merupakan nahkoda kapal telah terpenuhi, kesengajaan yang melibatkan mazli sebagai nahkoda, dalam hal ini dikarenakan saksi William S. Purba yang merupakan penyidik pembantu pada kantor Dit Pol Air Polda Sumatera Utara bersama dengan rekan-rekannya menangkap Mazli dan para awak kapal lainnya di sekitar Perairan Tanjung Tiram Kab. Batubara Provinsi Sumatera Utara, yang mana perairan tersebut masih merupakan wilayah teritorial perairan Indonesia menangkap Mazli beserta awak kapal lainnya karena kedapatan sedang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan pukat teri / pukat cincin dan ketidaklengkapan dokumen-dokumen atau surat kapal khususnya Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang berlaku sampai Juni 2015.

b. Usaha Perikanan tanpa izin

Usaha perikanan adalah semua usaha pererorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkanatau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial.

Dilihat dari perwujudan usaha perikanan tanpa izin tidak akan terlepas dari Asas Teritorial bahwa hukum pidana berlaku di wilayah negara itu sendiri. Asas teritorial diatur pada pasal 2 KUHP. Pasal 2 menentukan : aturan pidana dalam perundanga-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana diwilayah Indonesia. Asas teritorialitas merupakan asa yang

penting sebagai dasar utama dari kedaulatan hukum, sedangkan asas-asas yang lainnya dipandang sebagai pengecualia yang bersifat perluasan dari asas ini.85

Pasal 2 diatas menjelaskan bahwa setiap tindak pidana yang ada maka hukum pidana berlaku pula di wilayah negara itu sendiri. Sesuai dengan kasus yang sudah dijelaskan diatas maka dapat disimpulakan unsur Usaha Perikanan tanpa izin terpenuhi karena pelaku yaitu Mazli sebagai nahkoda kapal tidak memenuhi syarat-syarat kelengkapan surat kapal dan surat izin penangkapan ikan (SIPI) dinyatakan bersalah dilihat dari unsur-unsur kesengajaan yang dijelaskan diatas, bahwa pelaku sebagai Nahkoda kapal tidak berniat untuk memperpanjang masa berlaku dari surat-surat yang kapal yang penting yang harus dibawa ketika berlayar.

Pelaku kejahatan tindak pidana perikanan yang tidak memilik Surat Izin Penangkap Ikan merupakan bagian dari “Unsur Usaha Perikanan tanpa Izin”

bermaktub dalam pasal 93 UU No. 45 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa setiap orang yang memiliki dan / atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan / atau di laut lepas, yang tidak memiliki SIPI sebagimana dimaksud pada pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 ( enam) tahun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) (ayat 1)).

Sesuai asas perikanan yang sudah si jelaskan pada Bab II, jika dikaitkan maka tidak sesuai dengan asas yang terkandung di Pasal 2 huruf (a) hingga (k). Dalam

85 Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985. Hlm 59.

asas tersebut memberikan penjelasan sesuatu keuntungan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat banyak, maka pelanggaran atau Overtredingen yang di perbuat oleh terdakwa merupakan perbuatan merugikan masyarakat dan negara, karena tidak bertindak sesuai peraturan yang telah dijelaskan Undang-Undang Perikanan.

Tindak pidana yang dilakukan terdakwa merupakan delik formil dan delik Materiil karena perbuatan terdakwa merugikan masyarakat dan Negara.

Merugikan masyarakat yang bekerja sebagai nelayan dengan menggunakan pukat teri memberikan efek yaitu makin sedikitnya pendapatan ikan, sedangkan merugikan Negara menunjukkan makin hilangnya spesies ikan yang dilindungi oleh peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 7 Tahun 1999 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, akibat dari Penangkapan ikan secara liar yang dilakukan oleh oknum yang tidak memiliki Surat Izin Penangkap Ikan.

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah penulis sampaikan dalam penulisan skripsi ini, maka dapat penulis simpulkan dalam uraian yang singkat dalam bab ini sebagai berikut :

(2) Pengaturan tindak pidana perikanan dalam hukum pidana diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 atas perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam penggolongan tindak pidana perikanan diatur dalam ketentuan Pasal 84 sampai Pasal 104 UU Perikanan tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Tindak pidana yang menyangkut penggunaan bahan yang dapat membahayakan kelestarian sumber daya ikan / lingkungan.

2. Tindak pidana sengaka menggunakan alat penangkap ikan yang mengganggu dan merusak sumber daya ikan di kapal perikanan.

3. Tindak pidana yang berkaitan dengan pencemaran / kerusakan sumber daya ikan / lingkungan.

4. Tindak pidana yang berhubungan dengan pembudidayaan ikan.

5. Tindak pidana yang berhubungan dengan merusak plasma nutfah.

6. Tindak pidana yang menyangkut pengelolaan perikanan yang merugikan masyarakat.

7. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengelolaan ikan yang kurang / tidak memenuhi syarat.

8. Tindak pidana yang berhubungan dengan pemasukan pengeluaran hasil perikanan dari / ke wilayah negara RI tanpa dilengkapi sertifikat kesehatan.

9. Tindak pidana yang berkaitan dengan penggunaan bahan / alat yang membahayakan manusia dalam melaksanakan pengelolahan ikan.

10. Tindak pidana yang berkaitan dengan melakukan usaha perikanan tanpa SIUP.

11. Tindak pidana melakukan penangkapan ikan tanpa memiliki SIPI.

12. Tindak pidana melakukan pengangkutan ikan tanpa memiliki SIKPI.

13. Tindak pidana memalsukan SIUP, SIPI, dan SIKPI.

14. Tindak pidana membangun, mengimpor, memodifikasi kapal perikanan tanpa izin.

15. Tindak pidana tidak melakukan pendaftaran kapal perikanan.

16. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengeporasian perikanan asing.

17. Tindak pidana tanpa memiliki surat persetujuan berlayar.

18. Tindak pidana melakukan penelitian tanpa izin pemerintah.

19. Tindak pidana melakukan usaha pengelolaan perikanan yang tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan UU Perikanan.

20. Tindak pidana yang dilakukan oleh nelayan / pembudidayaan ikan kecil.

21. Tindak pidana melanggar kebijakan yang pengelolaan sumber daya ikan yang dilakukan oleh nelayan / pembudidayaan ikan kecil.

(3) Dalam menentukan sanksi pidana terhadap tindak pidana pelaku pengeporasian kapal penangkap ikan tanpa memiliki surat izin penangkap ikan, terlebih dahulu dilihat apakah pelaku dengan perbuatannya atau tidak dalam mengoperasikan kapal tersebut. Agar dapat memenuhi penerapan sanksi pidana tersebut dapat dibuktikan dengan syarat-syarat yang berlaku dalam penerapan membuat surat izin penangkap ikan dan kapan berlakunya surat izin penangkap ikan tersebut digunakan.

(4) Dalam menentukan pertanggungjawaban pidana terhadap pidana pelaku pengoperasian kapal penangkap ikan berbendera Indonesia di wilayah territorial yang tidak memiliki surat izin penangkap ikan (studi kasus nomor 06/Pid.Sus-Prk/2017/PN.Mdn) dapat disimpulkan bahwa pelaku melanggar delik Pelanggaran, yaitu tidak memiliki surat izin penangkap ikan dimana terdakwa sedang dalam berlayar di Laut lepas.Oleh karena itu, majelis hakim sebelum menetapkan putusannya, telah mengkaji secara mendalam unsur-unsur yang terdapat dalam pasal yang didakwakan oleh JPU. Perbuatan terdakwa Mazli telah memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh JPU yaitu pasal 93 Undang-Undang No.45 tahun 2009 jo Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 maka majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara Sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana dan menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan dan denda (seratus juta rupiah).

B. Saran

(1) Perlunya meningkatkan kesadaran hukum bidang perikanan bagi masyarakat luas, khususnya para Nakhoda dan Anak Buah Kapal (ABK) serta para nelayan dengan cara meningkatkan sosialisasi Undang-Undang Perikanan.

(2) Perlu meningkatkan sarana dan prasarana untuk menunjang kinerja para pejabat dan pengawas di bidang perikanan serta meningkatkan kemampuan penegak hukum.

(3) Perlunya Kesadaran baik untuk masyarakat maupun pemerintah dalam menjaga ekosistem Laut agar berkurangnya pencemaran serta tindakan-tindakan yang dapat merugikan kita di masa yang akan datang.

A. Buku-Buku

Adam, Chazawi, 2011.Pelajaran Hukum Pidana 1, Jakarta : Raja Grafindo Parsada.

Barda, Nawawi Arief, 2008.Bunga Rampai Kebijakan Hukum [Pidana (Perkembangan Penyususnan Konsep KUHP Baru), Jakarta : Kencana.

Djoko,Tribowo, 2002.Hukum Perikanan Indonesia, Bandung : P.T Citra Aditya Bakti.

E.Y, Kanter dan Sianturi, 2009.Asas-asas Hukum Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta : Erlangga.

Moeljatno, 1993., Asas-asas hukum pidana, Jakarta:PT.Rineka Cipta.

Gatot, Supramono, 2011.Hukum Acara Pidana dan Hukum Pidana di bidang Perikanan, Jakarta : Rineka Cipta.

H.M.A, Kuffal, 2004.Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang : Umm Press.

J.E, Jonkers, 1987.Buku Pedoman Hukum Hindia Belanda, Jakarta : Bina Aksara.

Leden, Marpaung, 1993.Tindak Pidana Wilayah Perairan (LAUT) Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta :Sinar Grafika.

Marlina dan Riza Faisal, 2013.Aspek Hukum Peran Masyarakat dalam Mencegah Tindak Pidana Perikanan, Medan : P.T Sofmedia.

Mohammad, Eka Putra, 2015.Dasar-Dasar Hukum Pidana Edisi, Medan : USU Press.

Muladi, 2008. Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung : Alumni.

Ricard, Blankfled dan Don Fritz, 2002. Tinjauan Kebijaksanaan Sekitar Pelayaran dan Pelabuhan, Jakarta : UASAID / ECG.

Soerjono, Soekanto, 2001. Metode Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press.

Soedikno, Mertokusumo,1988. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),Yogyakarta : Liberty.

Soetomo, 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

S,R., Sianturi, 1986, Asas-Asas Hukum Pidana Pidana di Indonesia dan Penarapannya, Jakarta:Penerbit Alumni AHAEM-PETEHAEM.

Tongat, 2009, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan malang : UMM Press.

Teguh, Prasetyo,2008,Hukum Pidana, Jakarta : PT Rineka Cipta.

Roselan, Saleh, 1985, Beberapa catatan sekitar perbuatan dan kesalahan dalam Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru.

R., Soesilo, 1995, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya lengkap pasal demi pasal (cetak Ulang), Bogor : Politeia.

Tri, Andrisman,2009. Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, Bandar Lampung : Unila.

Waluyadi, 1999. Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana, Bandung : CV.

Mandar Maju.

B. Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Peraturan kelautan dan perikan nomor 26 tahun 2013, perubahan atas peraturan menteri kelautan dan perikanan nomor. 30/MEN/2012 tentang usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.

Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan.

C. Internet

Damang,Sejarah Hukum Perikanan, http://www.negarahukum.com/hukum/

sejarah-hukum-perikanan.html , di akses tanggal 25 Februari 2018, pukul 17.00 WIB.

Porbenson Naibaho, Ekonomi Sumber Daya Perikakan (Sejarah Perikanan Indonesia),

https://duniakumu.com/sejarah-perikanan-indonesia-undang-undang-perikanan-tahun-pertumbuhan-ekspor-ikan-industri-ekonomi/, di akses pada tanggal 27 februari 2018, pukul 14.45 WIB.

Agregasi Antara, Laut Indonesia Surga Perikanan Dunia, https://news

.okezone.com/read/2017/11/15/337/1814762/laut-indonesia-surga-perikanan-dunia , di akses pada tanggal 27 Februari 2018, pukul 16.00 WIB.

Utsman Ali, Pengertian Perikanan menurut Pakar, http://www.pengertianpakar.

com/2015/03/pengertian-perikanan-menurut-pakar.html , diakses tanggal 28 Maret 2018, Pukul 09.30 WIB.

Rokhmin Dahuri, Anatomi Pencurian Ikan, Sumber: Harian Kompas, Selasa, 7 Juni 2012 dalam https://dahuri.wordpress.com/2012/06/07/anatomi-pencurian-ikan/. Di akses pada tanggal 28 Maret 2018, Pukul 13.00 WIB.

Astri Sulastri, Faktor-Faktor Penyebab Illegal Fishing di Perairan Indonesia, https://www.scribd.com/doc/245746057/Faktor-Penyebab-Illegal-Fishing, Di Akses pada tanggal 28 Maret 2018, Pukul 13.20 WIB.

Dokumen terkait