• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA PERIKANAN

B. Jenis Penggolongan Tindak Pidana Perikanan

1. Delik Kejahatan (Misdrijven)

KUHP menempatkan Kejahatan di dalam Buku Kedua, tetapi tidak dijelaskan lebih jelas dan spesifik tentang Kejahatan. Semuanya diserahkan kepada ilmu pengetahuan untuk memberikan dasarnya, tetapi tampaknya tidak ada yang sepenuhnya memuaskan karena masing-masing para ahli memberikan pengertian dan arti yang berbeda.

35Ibid. hlm 154

Jonkers menyebutkan bahwa tindak pidana atas kejahatan didasarkan kepada kejahatan itu adalah rechtsdelicten, yang penjelasannya sebagai berikut:36

Rechtsdelicten (delik hukum) merupakan perbuatan yang tidak adil menurut filsafat, yaitu perbuatan yang tidak tergantung kepada suatu ketentuan pidana, tetapi merupakan perbuatan yang dirasakan tidak adil menurut keinsyafan (kesadaran) batin manusia dan juga merupakan perbuatan yang dirasakan tidak adil menurut undang-undang (yaitu perbuatan yang tidak sah yang ditentukan oleh undang-undang). menurut pandangan ini makapembunuhan, pencurian, penganiayaan, dan perbuatan-perbuatan semacam itu merupakan rechtsdelicten, perbuatan-perbuatan tercela dan pembuatnya patut dipidana menurut masyarakat tanpa memperhatikan undang-undang pidana, dengan kata lain kejahatan menurut penilaian masyarakat yang oleh pembuat undang-undang ditetapkan sebagai kejahatan.37 Jadi, andaikata suatu perbuatan belum dilarang oleh undang-undang, namun perbuatan itu dirasakan sebagai perbuatan yang tidak adil maka perbuatan ini merupakan rechtdelicten.38

Hazewinkel Suringa dalam E.Y Kanter dan S.R. Sianturi mengatakan, bahwa tidak ada perbedaan kualitatif antara kejahatan dan pelanggaran,

36 J.E. Jonkers, Buku Pedoman Hukum Pidana Hindia Belanda, Jakarta; Bina Aksara, 1987, hal 26-27.

37 Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, Jakarta; Sinar Grafika, 2007, hal 352.

38 Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, Edisi 2, Medan; USU Press, 2015, hal 97.

tetapi yang ada adalah pembedaan kuantitatif, yaitu kejahatan pada umumnya diancam dengan pidana lebih berat daripada pelanggaran.39

Barda Nawawi Arief mengemukakan, bahwa walaupun konsep tidak mengenal pembagian kejahatan dan pelanggaran sebagai suatu “kualifikasi delik”, namun di dalam pola-kerja konsep masih diadakan pengklasifikasian bobot delik sebagai berikut:40

1. Delik yang dipandang “sangat ringan”, yaitu delik yang hanya diancam dengan pidana denda ringan (kategori I dan II) secara tunggal. Delik-delik yang dikelomokkan disini ialah Delik-delik-Delik-delik yang dahulunya diancam dengan pidana penjara/kurungan di bawah 1 (satu) tahun atau denda ringan atau delik-delik baru yang menururt penilaian, bobotnya di bawah 1 (satu) tahun penjara;

2. Delik yang dipandang “berat”, yaitu delik yang dasarnya patut diancam pidana penjara di atas 1 (satu) tahun s/d 7 (tujuh) tahun. Delik yang dikelompokkan di sini kanan selalu di alternatifkan dengan pidana denda lebih berat dari kelompok pertama, yaitu denda kategori III atau IV. Delik dalam keompok ini ada juga yang diberi ancaman minimal khusus.

3. Delik yang dipandang “sangat berat / sangat serius”, yaitu delik yang diancam dengan pidana penjara di atas 7 (tujuh) tahun atau diancam dengan pidana lebih berat (yaitu, pidana mati atau penjara seumur

39 E. Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta; Erlangga, 2009 hal 234.

40 Barda nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Perkembangan Penyususnan Konsep KUHP Baru), Jakarta; Kencana, 2008, Hal 82-83.

hidup). Untuk menunjukkan sifat berat, pidana penjara untuk delik dalam kelompok ini hanya diancamkan secara tunggal atau untuk delik-delik tertentu dapat dikumukasikan dengan pidana denda kategori V atau diberi ancaman minimal khusus.

Kejahatan pada bidang Perikanan tidak terbatas hanya di administrasi saja, melainkan sudah menyentuh pada pelaksanaan teknis di lautan langsung. Fakta tersebut, menegaskan bahwa kejahatan perikanan tidak lagi terbatas pada pemalsuan laporan atau perizinan, namun juga mencakup kejahatan penangkapan berlebih (overfishing) dan lainnya.

Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim Kemenko Maritim mengatakan untuk memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai masalah kejahatan perikanan, para ahli mempresentasikan praktik PerikananIllegal, unreported, unregulated (IUU) Fishing menjadi ancaman signifikan bagi sumber daya dan ekosistem laut. untuk bisa menyamakan persepsi di kalangan masyarakat secara umum, diperlukan kerja sama antar negara untuk menyusun instrumen kerja sama regional yang bisa menjadi acuan penanganan kejahatan perikanan.

Pada saat ini, penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur telah terbukti menjadi pintu masuk kejahatan perikanan dan kejahatan terkait perikanan, misalnya tindak pidana perdagangan orang, penyelundupan dan perdagangan obat-obatan terlarang, flora dan fauna yang dilindungi dan terancam punah, serta barang-barang impor ilegal, tindak pidana pencucian uang, pemalsuan dokumen dan tindak pidana korupsi. Maka, pemerintah terus mendorong negara-negara di dunia untuk melakukan langkah konkret dalam

memberantas kejahatan perikanan dan kejahatan terkait perikanan secara efektif, yakni dengan meningkatkan kerja sama internasional melalui peningkatan kapasitas secara nasional, regional dan internasional.

Penyusunan instrumen regional untuk menangani kejahatan perikanan yang akan dipimpin Indonesia. Kelompok kerja ini mengikutsertakan pejabat dari otoritas perikanan serta pejabat dari otoritas hukum negara-negara peserta konferensi, Adapun negara-negara yang dimaksud, adalah : Australia, Indonesia, Myanmar, Filipina, Papua Nugini, Tiongkok, Singapura, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam. Selain itu, ada juga tiga delegasi mewakili organisasi internasional yakni Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC), International Criminal Police Organization(Interpol) dan Lembaga Pangan Dunia PBB (FAO).

Perlunya negara-negara tersebut dilibatkan, karena dalam pengambilan keputusan mengenai kejahatan perikanan selama ini hanya mengikutsertakan pejabat dari kementerian teknis, sehingga tidak memiliki otoritas penegakan hukum.

Dalam Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 Jo Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan sudah dijelaskan secara lengkap pasal-pasal yang menyebutkan Kejahatan-Kejahatan dalam Perikanan, serta Sanksi dan Hukuman yang akan diterima oleh seseorang yang melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan di undang-undang tersebut. Maka penggolongan jenis Kejahatan dalam perikanan akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Tindak pidana yang menyangkut penggunaan bahan yang dapat

Dokumen terkait